mikro merupakan salah satu strategi utama yang dapat digunakan untuk meningkatkan status mikro nutrient pangan. Fortifikasi harus dipandang sebagai
bagian dari upaya untuk memperbaiki kualitas pangan Siagian, 2003. Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi nutrient ke
pangan. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. Harus
diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan defisiensi, dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa
kepada penderitaan manusia dan kerugiaan sosioekonomis. Namun demikian, fortifikasi pangan juga diguanakan untuk menghapus dan mengendalikan
defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya Siagian, 2003. Diantara strategi - strategi penghapusan GAKI untuk jangka panjang
adalah fortifikasi iodium. Sampai tahun 60an, beberapa cara suplementasi iodium kedalam berbagai jenis pangan pembawa seperti garam, roti, susu, gula dan air
telah dicoba. Iodisasi garam menjadi metode paling umum yang dapat diterima oleh banyak negara didunia, sebab garam digunakan secara luas oleh seluruh
lapisan masyarakat, prosesnya sederhana dan tidak mahal. Fortifikasi yang biasa digunakan adalah Kalium Iodida KI dan Kalium Iodat KIO
3
. Iodat lebih stabil dalam garam murni pada penyerapan dan kondisi lingkungan kelembapan yang
buruk, tidak menyebabkan perubahan warna dan rasa garam. Negara-negara dengan program iodisasi garam, efektif memperlihatkan pengurangan yang
berkesinambungan akan pravelensi GAKI Siagian, 2003.
2.5 Pengaruh Iodium Bagi Kesehatan
iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh, karena merupakan komponen dari hormon tirokin. iodium dikonsentrasikan didalam kelenjar gondok
glandula thyroide untuk dipergunakan dalam sintesa hormon tiroksin. Hormon ini ditimbun dalam folikel kelenjar gondok, terkonjugasi dengan protein
globulin, dan disebut trioglobulin, bila diperlukan triglobulin dipecah dan terlepas, hormon tiroksin yang dikeluarkan dari folikel kelenjar masuk ke dalam
aliran darah Sediaoetama, 2006. Apabila jumlah iodium yang tersedia tidak mencukupi, produksi tiroksin menurun, akibatnya sekresi triglobulin oleh sel
tiroid meningkat yang menyebabkan kelenjar membesar dan terjadi hiperplasia yang mengakibatkan gondok Cahyadi, 2004.
Defisiensi iodium memberikan berbagai gambaran klinik, yang kesemuanya disebut Iodium Deficiency Deseases IDD, atau Gangguan Akibat
Kurang Iodium GAKI. Gangguan yang ditimbulkan akibat kekurangan iodium
dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
Tahap Kehidupan Kelainan
Fetus Keguguran
Lahir mati Kelainan congenital
Meningkatkan kematian bayi Defisiensi mental, bisu, tuli
Kelainan Psikomotor
Neonatal Goiter neonatal
Hipotiroid neonatal Anak dan remaja
Goiter Hambatan perkembangan fisik
Dewasa Goiter dengan komplikasi
Hipotiroid Impaired mental function
Semua Usia Meningkatkan kerentanan terhadap
radiasi nuklir
Sedangkan kelebihan iodium dapat digolongkan menjadi empat yaitu:
1. Kelebihan dalam jumlah sedang, akan mempercepat penyerapan iodium oleh
kelenjar tiroid. 2.
Kelebihan dalam jumlah cukup besar, akan menghambat pelepasan iodium dari tiroksin pada kelenjar tiroid atau dari kelenjar tiroid dimana pelepasan
iodium dipercepat oleh TSH. 3.
Kelebihan dalam jumlah besar, akan menghambat pembentukan iodium organik dan menyebabkan goiter.
4. Kelebihan yang sangat besar akan menjenuhkan mekanisme transportasi aktif
ion iodium DGKM, 2007. Cara yang dianjurkan untuk memeriksa status iodium adalah penilaian
angka kejadian gondok, baik gondok yang telah terlihat maupun baru teraba. Secara umum gondok yang terlihat akan lebih mudah dipastikan dari pada gondok
yang baru teraba. Keparahan gondok dikaji berdasarkan klasifikasi yang ditentukan oleh WHO yaitu a stadium 0 = tidak ada gondok, b stadium 1a =
ada gondok, c stadium 1b = gondok teraba dan hanya nampak jika leher ditekuk, d stadium 2 = gondok telah nampak pada posisi leher normal, e stadium 3 =
ukuran gondok sangat besar. Status iodium dapat pula dilihat berdasarkan ekskresi iodium dalam urin
yang mencerminkan besaran asupan iodium, dan hanya sedikit sekali yang diekskresikan melaui tinja. Penentuan ekskresi iodium dalam urin dapat dilakukan
dengan sampel urin 24 jam. Namun, urin 24 jam tidak praktis untuk digunakan dalam survei berskala luas, yang melibatkan banyak sekali sampel Arisman,
2008.
2.6 Garam Beriodium