KEADAAN UMUM KABUPATEN SUKOHARJO

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SUKOHARJO

A. Keadaan Alam

1. Lokasi / Daerah Penelitian

Kabupaten Sukoharjo dilihat dari segi koordinatnya terletak pada 110 o 57’33,70” BT sampai 110 o 42’6,79” BT dan 7 o 32’7,00” LS sampai

7 o 49’32,00” LS. Letak Kabupaten Sukoharjo berbatasan dengan 6 (enam) kabupaten / kota yaitu sebagai berikut : Sebelah Utara : Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar

Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul (DIY) dan Kabupaten

Wonogiri

Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu Kabupaten di Jawa

Tengah, dengan luas wilayah 46.666 Ha atau sekitar 1,43% luas wilayah Propinsi Jawa Tengah. Secara administrasi, Kabupaten Sukoharjo terbagi menjadi 12 kecamatan yang terdiri dari 167 desa / Kelurahan. Kecamatan Polokarto adalah kecamatan terluas di Kabupaten Sukoharjo yaitu 6,218 Ha (13%), sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Kartasura dengan luas 1,923 Ha (4%) dari luas Kabupaten Sukoharjo.

Kecamatan Polokarto merupakan satu diantara 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Sukoharjo. Kecamatan ini terletak di dataran tinggi dengan tinggi 96 meter diatas permukaan laut. Keadaan iklim di

Kecamatan Polokarto mempunyai temperatur rata-rata 28 0 C dengan rata- rata curah hujan 167 mm dalam 1 (satu) tahun. Kecamatan Polokarto berbatasan dengan 4 (empat) kecamatan lain yaitu :

Sebelah Utara

: Kecamatan Mojolaban

Sebelah Timur

: Kecamatan Karanganyar

Sebelah Selatan

: Kecamatan Bendosari

Sebelah Barat

: Kecamatan Grogol

38

commit to user

Kecamatan Polokarto terbagi menjadi 17 Desa. Desa Tepisari merupakan salah satu Desa lokasi penelitian. Desa Tepisari mempunyai luas 616 Ha atau 9,91 % dari luas Kecamatan Polokarto. Desa Tepisari terdiri dari 9 RW dan 20 RT.

Kecamatan Bulu terletak di dataran tinggi, dengan tinggi 118 meter diatas permukaan laut, dengan luas wilayah 43,86 km 2 . Keadaan iklim di Kecamatan Bulu mempunyai temperatur rata-rata 26 0 C dengan rata-rata curah hujan 117 mm dalam 1 (satu) tahun. Adapun batas-batas Kecamatan Bulu yaitu :

Sebelah Utara

: Kecamatan Nguter

Sebelah Timur

: Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri

Sebelah Selatan

: Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri

Sebelah Barat

: Kecamatan Tawangsari

Selain di Desa Tepisari, penelitian juga dilakukan di Desa Sanggang. Desa Sanggang mempunyai luas 574 Ha atau 13,09% dari luas Kecamatan Bulu. Desa Sanggang terdiri dari 9 RW dan 19 RT dan 14 Dukuh.

2. Keadaan iklim Faktor iklim mencakup antara lain aspek lamanya musim kemarau dan musim penghujan serta banyaknya curah hujan dan hari hujan akan berpengaruh terhadap lingkungan seperti terhadap tingkat kesuburan lahan, kekeringan, banjir dan sebagainya. Data mengenai banyak hari hujan dan curah hujan di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:

commit to user

Tabel 6. Banyak Hari Hujan dan Curah Hujan Menurut Bulan di

Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010

No.

Bulan

Hari Hujan (hari)

Curah Hujan (mm)

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan tertinggi di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2010 terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar 339 mm dengan rata-rata hari hujan sebanyak 18 hari. Rata-rata curah hujan terendah pada bulan Juli sebesar 43 mm dan rata- rata hari hujan terendah pada bulan Juli dan Agustus sebanyak 4 hari. Banyak hari hujan dan curah hujan berpengaruh pada proses produksi industri tape di Kabupaten Sukoharjo.

B. Keadaan Penduduk

1. Pertumbuhan Penduduk

Penduduk merupakan sumber daya manusia yang berperan dalam pembangunan perekonomian daerah. Salah satu tujuan utama dari pembangunan adalah mewujutkan kesejahteraan penduduk. Pembangunan dan kesejahteraan penduduk mempunyai hubungan yang erat dengan jumlah penduduk. Besarnya jumlah dan tingkat pertumbuhan penduduk dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

commit to user

Tabel 7. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Sukoharjo

Tahun

Jumlah Penduduk

(jiwa)

Persentase Pertumbuhan (%)

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Sukoharjo mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2006 adalah 826.289 jiwa, pada tahun 2007 adalah 834.613 jiwa, pada tahun 2008 adalah 837.279 jiwa, dan meningkat pada tahun 2009 dan 2010 masing-masing berjumlah 843.127 jiwa dan 846.978 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Sukoharjo disebabkan karena jumlah penduduk yang lahir dan penduduk yang datang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mati dan penduduk yang keluar dari Kabupaten Sukoharjo. Rata-rata jumlah penduduk di Kabupaten Sukoharjo selama 5 tahun terakhir sebesar 826.297 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 0,62% per tahun.

Pertumbuhan penduduk di suatu daerah dipengaruhi dua (2) faktor, yaitu faktor alami dan faktor perpindahan penduduk. Untuk faktor alami, penurunan jumlah penduduk disebabkan karena jumlah penduduk yang lahir lebih kecil daripada jumlah penduduk yang mati. Sedangkan untuk faktor perpindahan penduduk, penurunan jumlah penduduk terjadi karena adanya perpindahan penduduk keluar daerah misalnya untuk alasan mencari pekerjaan dan sebagainya.

Kabupaten Sukoharjo mempunyai kepadatan rata-rata 1.794 jiwa/km 2 . Kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Kartasura yaitu sebanyak 4.681 jiwa/km 2 . Hal ini disebabkan karena Kecamatan Kartasura berdekatan dengan kota Surakarta sehingga mempunyai sarana

commit to user

perekonomian yang lebih baik dibanding kecamatan lain di Kabupaten Sukoharjo.

2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Sex ratio di suatu daerah dapat diketahui besarnya dengan cara membandingkan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu perlu diketahui komposisi penduduk menurut jenis kelamin. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sukoharjo adalah sebagai berikut : Tabel 8. Komposisi Penduduk Menururt Jenis Kelamin, Sex Ratio di

Kabupaten Sukoharjo, Kecamatan Polokarto dan Kecamatan Bulu Tahun 2010

Daerah

Sex Ratio

51.418 0,96 Tawangsari Sukoharjo Nguter Bendosari Polokarto Mojolaban Grogol Baki Gatak

Sumber : Kabupaten Sukoharjo Dalam Angka 2011 Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa penduduk Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2010 berjumlah 846.978 jiwa yang terdiri dari penduduk laki- laki berjumlah 419.438 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 427.540 jiwa. Rasio jenis kelamin di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2010 adalah sebesar 0,98 yang berarti bahwa dalam setiap 100 penduduk perempuan terdapat 98 penduduk laki-laki.

Penduduk Kecamatan Polokarto pada tahun 2010 berjumlah 74.900 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 37.365 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 37.535 jiwa. Rasio jenis kelamin di

commit to user

Kecamatan Polokarto pada tahun 2010 adalah sebesar 0,99 yang berarti bahwa dalam setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki- laki.

Penduduk di Kecamatan Bulu pada tahun 2010 berjumlah 51.418 jiwa yang terdiri dari 25.272 jiwa penduduk laki-laki dan 26.146 jiwa penduduk perempuan. Rasio jenis kelamin di Kecamatan Bulu pada tahun 2010 adalah sebesar 0,96 yang berarti bahwa dalam setiap 100 penduduk perempuan terdapat 96 penduduk laki-laki.

3. Keadaan Penduduk Menurut Umur

Keadaan penduduk menurut umur bagi suatu daerah dapat digunakan untuk mengetahui besarnya penduduk yang terbagi dalam usia produktif dan non produktif, yang pada akhirnya dapat digunakan untuk meninjau besarnya Angka Beban Tanggungan (ABT) di daerah tersebut. Definisi dari Angka Beban Tanggungan (ABT) atau Dependency Ratio adalah angka yang menunjukkan jumlah penduduk pada usia non produktif yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif.

Menurut Mantra (2003), kelompok umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok penduduk belum produktif secara ekonomis, kelompok penduduk umur 15-64 tahun sebagai kelompok produktif dan kelompok penduduk umur 65 tahun ke atas sebagai kelompok penduduk yang sudah tidak lagi produktif, maka Angka Beban Tanggungan (ABT) dapat diukur dengan rumus sebagai berikut :

ABT =

㲠elpupuk u ur凐 ㎰Ǵ

㲠elpupuk u ur凐

㲠elpupuk u ur 凐㎰

Keterangan : k = Konstanta, yang besarnya adalah 100

Keadaan penduduk Kabupaten Sukoharjo menurut umur dan jenis kelamin adalah sebagai berikut :

commit to user

Tabel 9. Keadaan Penduduk Kabupaten Sukoharjo Menurut Umur dan

Jenis Kelamin Tahun 2010

Sumber : Kabupaten Sukoharjo Dalam Angka 2011 Berdasarkan Tabel 9 diatas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk menurut kelompok umur yang terbesar di Kabupaten Sukoharjo adalah kelompok umur 15-64 tahun dimana kelompok umur tersebut termasuk dalam kategori penduduk produktif, yaitu sebanyak 574.275 jiwa atau sebesar 67,80% dari jumlah penduduk di Kabupaten Sukoharjo. Sedangkan kelompok penduduk non produktif ( kelompok umur 0-14 tahun dan kelompok umur ≥65 tahun ) di Kabupaten Sukoharjo berjumlah 203.861 jiwa, atau sebesar 24,07% dari jumlah penduduk di Kabupaten Sukoharjo seluruhnya. Berdasarkan data tersebut maka dapat dihitung besarnya Angka Beban Tanggungan (ABT) di Kabupaten Sukoharjo,yaitu :

ABT Kabupaten Sukoharjo =

Angka Beban Tanggungan (ABT) di Kabupaten Sukoharjo yang diperoleh adalah sebesar 47,49 dimana angka tersebut mengandung arti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif di Kabupaten Sukoharjo harus menanggung atau member penghidupan kepada 48 penduduk usia non produktif.

Keadaan penduduk Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo menurut umur dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini.

commit to user

Tabel 10. Keadaan Penduduk Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo

Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010

Sumber : Kecamatan Polokarto Dalam Angka 2011 Berdasarkan Tabel 10 diatas dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Polokarto merupakan penduduk usia produktif yaitu penduduk yang berusia antara 15-64 tahun yaitu sebanyak 24.767 jiwa atau sebesar 66,28% dari jumlah penduduk di Kecamatan Polokarto. Angka Beban Tanggungan (ABT) yang ditunjukkan sebesar 50,87 yang berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif di Kecamatan Polokarto menanggung 51 penduduk usia non produktif. Sebagian besar penduduk yang berusia produktif di Kecamatan Polokarto ini dapat memberikan gambaran mengenai keadaan tenaga kerja pada usaha pembuatan tape, yaitu bahwa tenaga kerjanya berada pada usia produktif. Dari penelitian diketahui bahwa penduduk yang aktif dalam usaha pembuatan tape adalah penduduk dalam usia produktif.

Keadaan penduduk Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo menurut umur dapat dilihat dari Tabel 11 berikut. Tabel 11. Keadaan Penduduk Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo

Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010

Sumber : Kecamatan Bulu Dalam Angka 2011 Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa penduduk Kecamatan Bulu yang paling besar berada pada kelompok usia produktif yaitu pada kelompok umur 15-64 tahun sebanyak 19.567 jiwa atau sebesar 67,09%

commit to user

dari jumlah penduduk di Kecamatan Bulu seluruhnya. Angka Beban Tanggungan yang diperoleh yaitu sebesar 49,04 yang berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif di Kecamatan Bulu menanggung 49 penduduk usia non produktif.

4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Keadaan penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat menggambarkan kesejahteraan penduduk. Keadaan penduduk di suatu daerah dipengaruhi oleh keadaan alam dan sumber daya yang tersedia, keadaan sosial ekonomi masyarakat seperti ketrampilan yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan dan ketersediaan modal.

Jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha utama di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2010 adalah sebagai berikut. Tabel 12. Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten

Sukoharjo Tahun 2010

No.

Jenis Lapangan

Perempuan Jumlah (jiwa)

2 Pertambangan dan Galian

4 Listrik, Gas dan Air

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui penduduk di Kabupaten Sukoharjo paling banyak bermata pencaharian di sektor industri yaitu sebanyak 108.310 jiwa atau 27,04%. Sektor perdagangan menyerap tenaga kerja terbesar kedua yaitu sebanyak 101.472 jiwa atau 25,24%. Persentase lapangan usaha utama yang terkecil adalah adalah sektor listrik gas dan air yaitu sebanyak 1.417 jiwa atau sebesar 0,35%.

Mata pencaharian di sektor pertanian menempati persentase terbesar ketiga dalam penyerapan tenaga kerja yaitu menyerap tenaga kerja

commit to user

sebanyak 75.912 jiwa atau 18,95%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian daerah Kabupaten Sukoharjo. Banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian akan mendorong sektor usaha lain semakin meningkat, terutama sektor usaha industri yang menggunakan bahan baku dari hasil-hasil pertanian sehingga tidak akan terjadi masalah mengenai ketersediaan bahan baku industri. Salah satu usaha industri yang berbahan baku dari hasil pertanian di Kabupaten Sukoharjo adalah usaha industri tape yang menggunakan ketela pohon (singkong) sebagai bahan baku utama dalam usaha pembuatan tape. Industri tape skala rumah tangga termasuk dalam sektor industri yang menempati urutan terbesar dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Sukoharjo. Penduduk di Kabupaten Sukoharjo yang bekerja di sektor industri dan perdagangan lebih besar dibanding sektor pertanian yang disebabkan karena semakin meningkatnya perindustrian dan kemajuan perekonomian di Kabupaten Sukoharjo. Hal ini terjadi karena sektor industri menjadi prioritas utama dalam pembangunan perekonomian Kabupaten Sukoharjo.

C. Keadaan Sarana Perekonomian

Kondisi perekonomian suatu wilayah merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan di wilayah tersebut. Perkembangan perekonomian dapat dilihat dari ketersediaan sarana perekonomian yang memadai. Sarana perekonomian tersebut dapat berupa lembaga-lembaga perekonomian baik yang disediakan pemerintah maupun pihak swasta serta dari swadaya masyarakat setempat. Semakin baik sarana perekonomian suatu daerah akan mendorong kegiatan perekonomian di daerah tersebut untuk tumbuh dan berkembang. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan ekonomi dapat berjalan lancar sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Sarana perekonomian di kecamatan Polokarto dan Kecamatan Bulu dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini.

commit to user

Tabel 13. Sarana Perekonomian Di Kecamatan Polokarto dan Kecamatan

Bulu Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010

No.

Jenis Sarana Perekonomian

Jumlah

Kec. Polokarto

Kec. Bulu

1 Pasar umum

2 Minimarket

3 Toko kelontong

436

235

4 Kedai makanan

Sumber : Kecamatan Polokarto Dalam Angka 2011

Kecamatan Bulu Dalam Angka 2011 Pasar merupakan salah satu sarana perekonomian yang dapat menunjang jalannya roda perekonomian di suatu daerah, sebab di pasar inilah terjadi transaksi jual beli barang maupun jasa. Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa di Kecamatan Bulu terdapat 4 pasar umum, 235 toko kelontong, 71 kedai makanan dan 18 unit koperasi sedangkan di Kecamatan Polokarto terdapat 2 pasar umum, 2 minimarket, 436 toko kelontong, 189 kedai makanan dan 33 koperasi. Di Kecamatan Polokarto terdapat minimarket dan lebih banyak unit usaha seperti toko kelontong dan kedai makanan dibanding Kecamatan Bulu disebabkan karena Kecamatan Polokarto mempunyai batas geografis lebih dekat dengan pusat kabupaten. Koperasi merupakan sarana penunjang dalam perkembangan perekonomian suatu daerah karena berperan dalam memacu perkembangan sektor usaha khususnya usaha kecil menengah (UKM) yaitu dengan memberikan kemudahan pengajuan pinjaman modal (kredit) bunga rendah. Banyaknya pasar umum dan kedai makanan yang ada di Kecamatan Polokarto dan Kecamatan Bulu mempermudah pengusaha tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo dalam memasarkan hasil produksinya.

D. Keadaan Usaha Pembuatan Tape

Hingga saat ini, industri pembuatan tape skala rumaha tangga di Kabupaten Sukoharjo berjumlah 23 unit usaha. Berdasarkan lampiran dari analisis data primer diperoleh bahwa besarnya kebutuhan bahan baku singkong yang dibutuhkan industri tersebut adalah 24.740 Kg singkong segar

commit to user

tiap bulannya. Kabupaten Sukoharjo merupakan daerah penghasil ketela pohon dengan produktivitas cukup tinggi, sehingga dengan demikian dapat mendukung kontinuitas usaha industri tape yang dijalankan. Ketela pohon merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam industri pembuatan tape. Luas panen dan rata-rata produksi ketela pohon menurut kecamatan di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini. Tabel 14. Luas Panen dan Rata-rata Produksi Ketela Pohon Menurut

Kecamatan Di Kabupaten Sukoharjo

No. Kecamatan

Luas Panen

(Ha)

Produksi

Kw/Ha

91.181 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo

Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa produktivitas terbesar berada di Kecamatan Bendosari dengan jumlah produksi ketela pohon sebanyak 13.121 ton. Sedangkan Kecamatan Polokarto menempati produktivitas terbesar kedua di Kabupaten Sukoharjo dengan hasil produksi sebanyak 11.266 ton. Produktivitas Kecamatan Bulu menempati urutan keenam dengan jumlah produksi sebanyak 7.757 ton. Kecamatan Bulu dan Polokarto merupakan daerah sentra penghasil ketela pohon terbesar di Kabupaten Sukoharjo.

commit to user

E. Keadaan Perindustrian

Keadaan perindustrian di suatu daerah dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan dan tingkat kemajuan di daerah tersebut. Perindustrian di Kabupaten Sukoharjo cenderung mengalami peningkatan unit dari tahun ke tahun. Pembangunan di sektor industri merupakan prioritas utama pembangunan ekonomi. Sektor industri memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian Kabupaten Sukoharjo dengan distribusi terhadap PDRB Kabupaten Sukoharjo tahun 2009 sebesar 29,10%. Dibandingkan tahun 2009 jumlah unit usaha (industri) mengalami peningkatan sebesar 255% menjadi 16.662 unit dan 98,29% diantaranya adalah industri kecil. Ditnjau dari jumlah tenaga kerja juga mengalami kenaikan sebesar 2,25% sedangkan nilai investasinya pada tahun 2010 sebesar Rp. 1.948.181,13 (juta) dan nilai produksi sebesar Rp. 6.934.587,807 (juta).

Besarnya nilai investasi dan jumlah unit tenaga kerja industri besar, menengah dan kecil di Kabupaten Sukoharjo tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 15 berikut. Tabel 15. Nilai Investasi Industri Besar, Menengah dan Kecil di Kabupaten

Sukoharjo Tahun 2010

No.

Golongan Industri

Kelompok Industri

IKLME N.I (juta

NI (juta)

∑TK

NI (juta)

∑TK

NI (juta)

Sumber : Kabupaten Sukoharjo Dalam Angka 2011 Keterangan :

IAHH : Industri Agro dan Hasil Hutan ITA : Industri Tekstil dan Aneka IKLME : Industri Kimia, Logam, Mesin dan Elektro NI

: Nilai investasi

∑TK : Jumlah tenaga kerja

commit to user

Berdasarkan data pada Tabel 15 dapat diketahui besarnya nilai investasi secara berurutan mulai dari yang terbesar adalah industri besar, industri kecil dan industri menengah. Dari tabel terlihat eksistensi dan kontribusi industri kecil dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Sukoharjo. Hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan industri kecil khususnya dalam peran penting pemerintah daerah sebagai pembina industri kecil agar industri kecil mampu berkembang, memiliki daya saing sehingga dapat mewujutkan kesejahteraan penduduk.

F. Keadaan Sarana Perhubungan

Sarana perhubungan merupakan sarana yang sangat bermanfaat bagi penduduk Kabupaten Sukoharjo dalam melaksanakan kegiatan perekonomian. Sarana perhubungan dapat memperlancar kegiatan perekonomian di suatu daerah. Semakin baik sarana perhubungan suatu daerah, akan semakin memperlancar kegiatan perekonomian.

Keadaan sarana perhubungan Kabupaten Sukoharjo dilihat dari kondisi jalan dan status jalan tahun 2009-2010 dapat dilihat pada Tabel 16 berikut. Tabel 16. Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan dan Status Jalan Di

Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009-2010 (Km)

Kondisi Jalan

Jalan Negara

Jalan Propinsi

Jalan Kabupaten

209,82 170,63 Rusak Berat

605,12 605,12 Jenis Permukaan

Jalan Negara

Jalan Propinsi

Jalan Kabupaten

Sumber : Sub Dinas Bina Marga DPU Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011

commit to user

Tabel 16 menunjukkan bahwa status jalan di Kabupaten Sukoharjo terbagi menjadi tiga yaitu jalan negara, jalan provinsi dan jalan kabupaten. Jalan yang terpanjang adalah jalan kabupaten yaitu sepanjang 605,12 Km. sebagian besar kondisi jalan kabupaten berada dalam kondisi baik dan sedang yaitu sepanjang 360,25 Km sehingga dapat menunjang arus transportasi dan pemasaran tape dari pedagang ke konsumen.

commit to user

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Responden dan Karakteristik Industri

1. Identitas Responden Industri Tape Skala Rumah Tangga

Identitas responden adalah gambaran umum dari responden industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo yang masih aktif berproduksi pada saat dilakukannya penelitian. Identitas responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi umur responden, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang aktif dalam produksi, status usaha serta lama mengusahakan. Pengambilan responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus yang berjumlah 23 orang, terbagi di dua desa yaitu Desa Tepisari, dan Desa Sanggang. Metode sensus adalah suatu metode pengambilan responden secara keseluruhan. Dari penelitian diperoleh responden sebanyak 7 orang untuk desa Tepisari, dan Desa Sanggang sebanyak 16 orang. Identitas responden pada industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 17 berikut ini. Tabel 17. Karakteristik Responden Pengusaha Tape Skala Rumah

Tangga di Kabupaten Sukoharjo

No Uraian Rata-rata

1. Umur (thn)

57,26

2. Lama pendidikan (thn)

4,61

3. Jumlah anggota keluarga (org)

3,61

4. Jumlah anggota keluarga aktif dalam

produksi (org)

3,13

5. Lama mengusahakan (thn)

26,91

Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 1

Menurut Mantra (2003), penduduk berumur kurang dari 15 tahun termasuk dalam golongan penduduk yang belum produktif, penduduk berumur 15-64 tahun termasuk golongan penduduk produktif dan umur

65 ke atas termasuk golongan penduduk yang sudah tidak produktif. Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pada industri tape skala rumah tangga, rata-rata umur responden adalah 57,26 tahun. Hal ini

53

commit to user

berarti bahwa responden tape skala rumah tangga masih termasuk dalam penduduk usia produktif. Produktivitas kerja responden tape cukup tinggi pada saat masih dalam umur produktif. Produktivitas berkaitan dengan kemampuan fisik responden. Semakin kuat kemampuan fisik yang dimiliki responden tape maka responden akan lebih mampu menjalankan dan mengembangkan usaha sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Sebagian besar pengusaha tape di Kabupaten Sukoharjo telah mengalami pendidikan formal dengan rata-rata pendidikan selama 4,6 tahun atau setara SD. Sedangkan beberapa responden lainnya tidak mengalami pendidikan formal, terutama bagi kaum wanita, hal ini disebabkan karena mereka beranggapan membantu orang tua berdagang di pasar lebih bermanfaat daripada mengenyam ilmu di pendidikan formal. Meskipun pendidikan formal bukanlah syarat utama dalam usaha industri tape, namun pendidikan formal akan mempengaruhi pola pikir responden dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya, terutama dalam memanfaatkan informasi pasar ataupun dalam memanfaatkan lembaga-lembaga keuangan dan pemasaran. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka responden akan lebih dapat berfikir rasional dalam mengelola dan mengembangkan usahanya seperti saat pengambilan keputusan dalam menetapkan strategi usaha yang akan diterapkan sehingga dapat mempengaruhi pendapatan yang akan diperoleh responden tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo. Dalam penelitian diketahui adanya perbedaan harga pasar yang dapat dimanfaatkan pengrajin tape sebagai salah satu peluang untuk meningkatkan pendapatan yaitu dengan jalan mendistribusikan hasil produksi ke daerah yang mempunyai harga jual tinggi.

Jumlah rata-rata anggota keluarga responden usaha industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo adalah sebanyak 4 orang. Jumlah anggota keluarga akan berpengaruh pada ketersediaan tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang berasal dari keluarga yang ikut aktif

commit to user

dalam kegiatan industri tape. industri tape skala rumah tangga sedikitnya membutuhkan 3 orang tenaga kerja. Jumlah rata-rata anggota keluarga yang ikut aktif dalam industri sebanyak 3 orang. Pada umumnya anggota keluarga yang aktif dalam kegiatan industri tape adalah suami dan istri, sedang anggota keluarga yang lain bekerja di luar kota atau sektor lain, masih menempuh pendidikan atau termasuk usia belum/sudah tidak produktif (anak-anak dan lanjut usia).

Industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo telah diusahakan rata-rata selama 26,91 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa responden sudah cukup lama menjalankan usahanya, sehingga pengalaman yang dimiliki responden pun sudah cukup banyak. Semakin lama waktu mengusahakan, maka semakin banyak pengalaman yang dimiliki. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki, maka responden semakin mampu menghadapi kendala-kendala yang muncul selama proses produksi hingga proses pemasaran produk, seperti naiknya harga bahan baku dan bahan penolong, ataupun karena cuaca yang tidak menentu.

Industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo terbagi menjadi dua macam status usaha yaitu usaha utama dan usaha sampingan. Status usaha industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 18 berikut. Tabel 18. Status Usaha Industri Tape Skala Rumah Tangga di

Kabupaten Sukoharjo

No.

Status Usaha

Jumlah (orang) Persentase (%)

Sumber: Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 1

Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo berstatus sebagai usaha utama yaitu sebesar 86,96 % atau 20 industri tape, sedangkan 3 industri tape atau 13,04 % berstatus sebagai usaha sampingan. Industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo melakukan produksi setiap hari,

commit to user

tetapi ada juga yang berproduksi dua hari sekali atau satu minggu dua kali produksi. Disebut sebagai usaha utama karena anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak ikut aktif dalam proses produksi dan lebih banyak mencurahkan waktu kerja nya dalam industri ini. Selain itu pendapatan yang diperoleh dari industri tape merupakan pendapatan utama yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Disebut sebagai usaha sampingan karena mempunyai usaha lain dengan waktu kerja yang dicurahkan dalam industri tape sama atau lebih sedikit dibandingkan dengan usaha lain tersebut. Sebagian responden menjadikan industri tape sebagai usaha sampingan karena responden mempunyai pekerjaan utama lain seperti pedagang dan petani.

Responden mengusahakan industri tape dengan berbagai macam alasan. Data mengenai alasan responden mengusahakan industri tape dapat dilihat pada Tabel 19 berikut ini. Tabel 19. Alasan Mengusahakan Industri Tape Skala Rumah Tangga di

Kabupaten Sukoharjo

No. Uraian

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1. 2.

Usaha warisan Menguntungkan

10

43,48 13,04

3. Tidak mempunyai pekerjaan

Sumber: Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo, sebagian besar merupakan usaha warisan yaitu sebesar 43,48 % atau sebanyak 10 orang. Industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo disebut sebagai usaha warisan karena merupakan usaha yang diperoleh secara turun-temurun. Sebesar 43,48 % atau sebanyak 10 orang mengusahakan industri tape karena alasan tidak mempunyai pekerjaan lain. Hal ini disebabkan karena terbatasnya lapangan pekerjaan lain atau karena pekerjaan sebelumnya tidak memberikan pendapatan yang layak. Alasan lain

commit to user

responden mengusahakan industri tape dengan alasan industri tape merupakan industri yang menguntungkan yaitu sebesar 13,04 % atau sebanyak 3 orang.

2. Modal Usaha Industri Tape Skala Rumah Tangga

Setiap usaha pasti tidak terlepas dari kebutuhan akan modal. Modal adalah sejumlah uang yang digunakan untuk memulai usaha maupun untuk menjalankan usaha, seperti untuk membeli peralatan maupun bahan-bahan yang dibutuhkan. Sumber modal dapat berasal dari modal sendiri atau dari modal pinjaman. Permodalan pengusaha tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 20. Sumber Modal Usaha Industri Tape Skala Rumah Tangga

Kabupaten Sukoharjo

No Uraian Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Modal sendiri

23 100

2. Modal pinjaman

Jumlah 23 100

Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 20 menunjukkan bahwa seluruh responden industri tape dalam menjalankan usahanya menggunakan modal sendiri yaitu sebesar 100% atau sebanyak 23 orang. Pada saat penelitian tidak ada responden yang menggunakan modal pinjaman dari Bank atau lembaga keuangan lain.

3. Pengadaan Bahan Baku Industri Tape Skala Rumah Tangga

Singkong merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam industri pembuatan tape. Pengadaan bahan baku yang dilakukan oleh pengusaha tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo menggunakan mekanisme pembelian borongan (tebasan). Sistem tebasan merupakan sistem pembelian bahan baku singkong dengan luasan tertentu dan dengan nominal yang disesuaikan dengan harga jual dan telah disepakati bersama antara pengusaha tape dan petani singkong. Biasanya pengusaha tape memborong atau menebas sebidang

commit to user

lahan singkong siap panen dengan harga Rp 500.000,00 - Rp 800.000,00 untuk digunakan sebagai bahan baku produksi selama satu bulan. Pembayaran dilakukan secara kontan tetapi ada juga yang melakukan pembayaran secara kredit (cicilan). Pengambilan singkong disesuaikan dengan kapasitas produksi yang dimiliki masing-masing pengusaha tape atau dengan kata lain kuantitas pengambilan bahan baku hanya untuk satu kali produksi saja. Hal ini bertujuan agar singkong yang diambil dalam keadaan bagus dan segar sehingga dapat menghasilkan produk tape yang berkualitas bagus dan manis.

4. Pengadaan Bahan Penolong Industri Tape Skala Rumah Tangga

Bahan penolong yang digunakan dalam industri tape adalah ragi, dan kayu bakar. Ragi tape banyak dijual di pasar umum ataupun di pasar-pasar tradisional dengan kisaran harga yang bervariasi antara Rp2.000,00 hingga Rp3.500,00 per bungkus. Terdapat beberapa macam ragi yang dijual di pasaran. Namun demikian responden usaha industri tape di Kabupaten Sukoharjo lebih memilih untuk menggunakan ragi NKL dengan alasan ragi NKL memberikan cita rasa yang paling baik. Cita rasa yang baik yaitu menghasilkan produk tape yang manis, warna terang menarik, struktur yang lembut dan butiran ragi yang halus. Penggunaan ragi selain ragi NKL dengan harga yang lebih murah memberikan dampak pada produk tape yang dihasilkan menjadi berwarna kusam, butiran ragi terlihat kasar dan rasa tape menjadi pahit. Dalam satu bungkus ragi NKL terdapat 24 butir bola ragi.

Harga kayu bakar di masing-masing daerah penelitian juga berbeda-beda. Harga kayu bakar berkisar antara Rp 3.000,00 – Rp 5.000,00 per ikat. Perbedaan harga kayu bakar ini terjadi karena tiap ikat kayu bakar isi dan ukurannya berbeda-beda. Sebagian besar responden menggunakan kayu bakar dalam proses perebusan ketela pohon.

5. Peralatan Industri Tape Skala Rumah Tangga

a. Pisau

commit to user

Pisau yang digunakan dalam pembuatan tape menggunakan dua macam pisau yaitu pisau besar dan pisau kecil. Pisau besar digunakan untuk memotong singkong dan untuk membersihkan singkong dari kulitnya. Sedangkan pisau kecil digunakan untuk membersihkan serat singkong hingga singkong terlihat putih bersih. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar tape yang dihasilkan tidak pahit.

b. Tungku Tungku merupakan alat yang terbuat dari tumpukan batu bata yang dibentuk menyerupai kubus dan pada bagian permukaan terdapat 2 lubang sedangkan pada bagian dasar terdapat 1 lubang sebagai tempat dimana bahan bakar diletakkan. Alat ini digunakan untuk merebus singkong hingga singkong menjadi empuk dengan menggunakan kayu sebagai bahan bakar.

c. Tenggok/bakul

Tenggok adalah alat yang terbuat dari anyaman bambu yang berbentuk seperti keranjang. Tenggok digunakan sebagai wadah singkong yang telah dicuci bersih ataupun sebagai wadah pada saat pemeraman (fermentasi). Pencucian bisa dilakukan sampai tiga kali agar singkong benar-benar bersih sehingga dapat menghasilkan tape yang berkualitas baik. Air yang digunakan untuk proses pencucian harus bersih. Penggunaan air yang tidak bersih atau penggunaan air hujan dapat mengakibatkan kegagalan (tape tidak manis).

d. Ember plastik Ember plastik digunakan sebagai penampung air. Peralatan ini digunakan pada saat pencucian singkong yang telah dikupas.

e. Lemper dan muntu

Lemper digunakan sebagai wadah saat menghancurkan dan menghaluskan butiran-butiran ragi dengan menggunakan muntu.

commit to user

f. Saringan Alat ini digunakan pada saat menaburkan ragi yang berfungsi agar ragi yang ditaburkan benar-benar lembut dan halus. Ragi yang mulanya berbentuk bola-bola ragi dihaluskan terlebih dahulu baru kemudian ditaburkan dengan menggunakan penyaring.

g. Periuk Periuk adalah alat yang terbuat dari aluminium yang digunakan sebagai wadah pada saat perebusan singkong.

6. Proses Produksi Pembuatan Tape

Bahan baku utama dalam pembuatan tape adalah ketela pohon (singkong). Untuk mendapatkan hasil tape yang berkualitas baik maka singkong yang digunakan harus dalam kondisi baik dan bagus, bersifat empur. Singkong yang bagus atau baik dapat dilihat dari tampilan fisiknya pada saat pemanenan. Singkong yang menonjol keluar dari tanah biasanya kurang bagus dan bersifat kenyal.

Pembuatan tape dimulai dengan proses sortasi singkong yaitu memilih singkong yang bagus, empur. Singkong yang bagus untuk dibuat tape adalah yang berumur 10 bulan, dan baru saja dicabut dari kebun. Penggunaan bahan baku singkong yang berumur kurang dari 7 bulan akan menghasilkan rasa asam pada tape yang dihasilkan. Jika singkong yang digunakan sebagai bahan baku berumur lebih dari 12 bulan akan lebih banyak mengandung serat, kurang baik jika digunakan sebagai bahan baku karena akan mengakibatkan tape yang dihasilkan kurang manis. Singkong yang mempunyai sifat kenyal harus dipisahkan terlebih dahulu. Tahap selanjutnya adalah pengupasan kulit singkong dan membuang bonggol singkong. Setelah tahap pengupasan kulit singkong selesai, tahap selanjutnya adalah pengerikan dan pemotongan. Setelah singkong dikerik hingga putih bersih dan dipotong-potong kemudian singkong kembali dicuci hingga bersih. Setelah proses pencucian, singkong yang telah dicuci bersih diletakkan ke dalam periuk untuk proses perebusan. Perebusan singkong dilakukan hingga

commit to user

singkong mengalami perubahan warna menjadi kekuningan dan merekah. Proses ini membutuhkan waktu kurang lebih empat jam. Setelah itu singkong didinginkan kurang lebih selama dua jam.

Sambil menunggu singkong menjadi dingin, tahapan selanjutnya adalah menghancurkan dan menghaluskan bola-bola ragi dengan menggunakan muntu dan lemper. Setelah singkong benar-benar dingin, ragi mulai ditaburkan pada singkong secara merata dengan menggunakan saringan, agar ragi yang ditaburkan benar-benar lembut dan halus. Setelah ragi ditaburkan secara merata, tahap selanjutnya adalah menutup permukaan singkong yang telah diletakkan di dalam tenggok dengan menggunakan daun pisang atau plastik dengan rapat. Apabila permukaan singkong tidak ditutup rapat akan dapat mengakibatkan kegagalan dalam pembuatan tape yang disebabkan oleh enzim pada ragi saccharomyces cereviceae tidak pecah apabila terdapat udara yang mengganggu proses pemecahan enzim tersebut. Proses fermentasi berlangsung kurang lebih membutuhkan waktu dua malam. Setelah proses fermentasi selesai, tahap selanjutnya adalah mengemas tape menggunakan daun pisang atau plastik dan memasarkan ke pedagang ataupun konsumen.

commit to user

Gambar 2. Skema Pembuatan Tape Pada Industri Tape Skala Rumah Tangga Di Kabupaten Sukoharjo

Pengupasan kulit singkong &pengerikan

Kenyol ( bonggol besar, umbi keluar dari tanah waktu pemanenan)

Direbus lebih lama (diletakkan pada bag plg dasar)

Pencucian

Perebusan ±4jam

Dinginkan pada wadah

Taburkan ragi dengan penyaring

Fermentasi

± 36 jam

Tape (daya tahan 2 hari)

Pemasaran

commit to user

7. Pemasaran

Pemasaran produk industri tape di Kabupaten Sukoharjo masih terbatas di dalam kota, yaitu dipasarkan di pasar-pasar yang ada di Sukoharjo seperti Pasar Tawangsari, Pasar Polokarto, Weru, Krisak dan Nguter. Data mengenai jalur distribusi industri tape di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 21 berikut: Tabel 21. Jalur Pemasaran Industri Tape Skala Rumah Tangga di

Kabupaten Sukoharjo

No. Uraian Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Dipasarkan sendiri

23 100

2. Lewat pedagang

Jumlah 23 100

Sumber: Analisis Data Primer

Tabel 21 menunjukkan bahwa 100% responden atau sebanyak 23 orang responden memasarkan tape yang dihasilkan dengan cara dipasarkan sendiri ke konsumen akhir. Daerah pemasaran hasil produksi masih terbatas di dalam kota saja yaitu di pasar-pasar dan warung terdekat antara lain di Pasar Bulu, Pasar Krisak, Pasar Tawangsari, Pasar Nguter, Pasar Polokarto, Pasar Weru dan Pasar Notokan. Pemasaran biasa dilakukan setiap 2 hari sekali yaitu pada pasaran pon dan legi. Produsen lebih memilih untuk menjual langsung ke konsumen tanpa melalui pedagang perantara dengan alasan untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi.

B. Analisis Usaha Industri Tape Skala Rumah Tangga

1. Analisis Biaya, Penerimaan dan Pendapatan

a. Biaya

Biaya merupakan sejumlah uang atau korbanan yang dikeluarkan dalam proses produksi. Biaya dalam penelitian ini adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk proses pembuatan tape hingga pemasaran tape. Biaya total terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Karena dalam penelitian ini menggunakan konsep pendekatan pendapatan maka biaya dalam penelitian ini adalah

commit to user

biaya yang benar-benar dikeluarkan (biaya variabel) sedangkan untuk biaya tetap yang terdiri dari biaya penyusutan peralatan, biaya bunga modal investasi, ataupun biaya tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan karena merupakan biaya yang tidak sebenarnya dikeluarkan oleh pengusaha tape rumah tangga. Biaya variabel adalah biaya yang digunakan dalam industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo yang besarnya berubah-ubah sesuai dengan jumlah tape yang dihasilkan. Biaya dalam industri tape meliputi biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya pengemasan dan biaya transportasi.

Dalam satu bulan rata-rata pengrajin tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo melakukan produksi sebanyak 15 kali proses produksi. Mayoritas pengrajin tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo melakukan proses produksi dua hari sekali. Rata-rata biaya variabel yang dikeluarkan pengrajin tape di Kabupaten Sukoharjo untuk satu kali produksi dapat dilihat pada Tabel 22 berikut ini. Tabel 22. Rata-rata Biaya Industri Tape Skala Rumah Tangga

Kabupaten Sukoharjo Untuk Satu Kali Produksi

Bahan Baku Singkong(Kg) 71,73 35.680 43,53

Bahan Penolong

Ragi (pack)

1,66

5.775 7,05

2. Bahan bakar (ikat)

4,58

18.320 22,35

3. Pengemasan a.Daun pisang/plastik kecil

b.Plastik (pack)

Biaya yang dikeluarkan

81.967,5 100,00

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan Tabel 22 diatas menunjukkan besarnya rata-rata biaya yang dikeluarkan pengrajin tape skala rumah tangga di

commit to user

Kabupaten Sukoharjo setiap kali proses produksi sebesar Rp 81.967,50. Besarnya biaya dipengaruhi oleh volume produksi tape yang dihasilkan, semakin besar volume produksi tape yang dihasilkan maka biaya yang dikeluarkan semakin besar, begitu juga sebaliknya.

Biaya dengan proporsi terbesar dalam industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo berasal dari biaya bahan baku. Rata-rata biaya bahan baku yang dikeluarkan pengrajin tape dalam satu kali produksi adalah sebesar Rp 35.680,00 atau sebesar 43,53% dari total biaya yang dikeluarkan. Pengrajin tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo melakukan pengadaan bahan baku singkong dengan menggunakan sistem tebasan. Kuantitas pengambilan bahan baku disesuaikan dengan kapasitas produksi tape yang akan dihasilkan. Hal tersebut bertujuan agar bahan baku singkong yang digunakan dalam keadaan segar dan bagus sehingga akan menghasilkan tape dengan kualitas bagus dan manis. Berdasarkan Tabel 22 tersebut diatas dapat diketahui besarnya rata- rata bahan baku yang dibutuhkan pengrajin tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo dalam satu kali proses produksi adalah sebanyak 71,73 Kg singkong segar.

Biaya pembelian bahan bakar menempati proporsi kedua, yaitu sebesar Rp 18.320,00 dalam satu kali proses produksi atau sebesar 22,35% dari jumlah total biaya yang dikeluarkan. Bahan bakar yang digunakan dalam industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo adalah kayu bakar. Pengadaan kayu bakar dilakukan dengan cara pembelian dengan tingkat harga yang bervariasi di masing-masing daerah mulai dari harga Rp 2.500,00 – Rp 4.000,00. Kebutuhan bahan bakar tergantung banyaknya bahan baku (singkong) yang direbus, semakin banyak singkong yang direbus maka waktu perebusan akan semakin lama sehingga kebutuhan kayu bakar juga semakin banyak.

commit to user

Sedangkan biaya terkecil yang dikeluarkan oleh pengrajin tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo adalah digunakan untuk pembelian bahan penolong. Bahan penolong yang digunakan dalam industri tape berupa ragi yang diperlukan untuk proses fermentasi. Pengrajin tape di Kabupaten Sukoharjo lebih suka menggunakan ragi merk NKL dibanding ragi merk lain karena ragi merk tersebut memberikan cita rasa paling baik, yaitu memberikan rasa manis, butiran ragi merata halus, struktur lembut dan warna yang terang cerah. Rata-rata biaya bahan penolong yang dikeluarkan oleh pengrajin tape dalam satu kali proses produksi adalah sebesar Rp 5.775,00 atau sebesar 7,05% dari total biaya yang dikeluarkan.

Sedangkan rata-rata biaya total yang dikeluarkan pada industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo selama satu bulan produksi dapat dilihat pada Tabel 23 berikut. Tabel 23. Rata-rata Biaya Total Industri Tape Skala Rumah Tangga

Kabupaten Sukoharjo Selama Satu Bulan Produksi

No

Uraian

Rata-rata per responden/bulan

1. Produksi Bahan baku

singkong (Kg)

1.075,87 537.934,78 46,18

Bahan penolong

Ragi (pack)

2. Bahan bakar (ikat)

a. Daun pisang/plastik kecil (pack)

b. Plastik (pack)

4. Transportasi Bensin/

Angkutan umum (Liter)

Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 7

commit to user

Berdasarkan Tabel 23 di atas menunjukkan bahwa rata-rata biaya usaha per responden industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo adalah sebesar Rp 1.164.974,57. Proporsi biaya terbesar dikeluarkan dalam proses produksi adalah untuk pembelian bahan baku singkong yaitu sebesar Rp 537.934,78 atau 46,18% dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan. Selain untuk pembelian bahan baku, pengeluaran terbesar kedua dan ketiga secara berturut-turut adalah untuk biaya bahan bakar dan pengemas yaitu sebesar Rp 201.167,00 atau 17,27% dari total biaya yang dikeluarkan dan Rp 162.693,00 atau 13,97% dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan.

Biaya transportrasi menempati proporsi keempat. Dari tabel diatas dapat diketahui besarnya rata-rata biaya transportasi yang dikeluarkan oleh pengrajin tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo selama satu bulan produksi adalah sebesar Rp 116.718,75 atau 10,02% dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan. Biaya transportasi yang dikeluarkan oleh pengrajin tape ini berupa biaya untuk pemasaran dengan menggunakan angkutan umum menuju pasar serta biaya transportasi untuk pengadaan bahan baku. Biaya transportasi ini dikeluarkan setiap 2-3 hari sekali dalam satu minggu, yaitu pada hari pasaran pon dan legi. Sebagian pengrajin menggunakan kendaraan pribadi dalam melakukan pemasaran menuju pasar.

b. Penerimaan

Penerimaan adalah keseluruhan nilai produk yang diterima yang merupakan hasil perkalian dari jumlah produksi fisik dengan harga produk tersebut. Besarnya penerimaan yang diterima pengusaha tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 24 berikut.

commit to user

Tabel 24. Rata-rata Penerimaan pada Industri Tape Skala Rumah

Tangga Kabupaten Sukoharjo

No. Uraian

Jumlah

1. Output (Kg)

642,59

2. Harga satuan (Rp/kg)

3.913,04

3. Penerimaan (Rp)

2.445.065,22

Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 8

Berdasarkan Tabel 24 diatas dapat diketahui bahwa rata-rata industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo menghasilkan tape sebanyak 642,59 kg untuk satu bulan produksi. Harga satuan tape rata-rata di Kabupaten Sukoharjo adalah sebesar Rp 3.913,04 per kilogram, sehingga penerimaan rata - rata yang diterima pengusaha tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo sebesar Rp 2.445.065,22. Besar kecilnya penerimaan pengrajin tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo juga dipengaruhi oleh tinggi rendahnya permintaan pasar. Biasanya permintaan akan meningkat pada waktu-waktu tertentu (hari besar) seperti bulan ramadhan dan hari raya Idul Fitri dan akan mengalami penurunan permintaan pada waktu musim penghujan.

c. Pendapatan

Pendapatan yang diterima pengusaha industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total industri tape skala rumah tangga yang telah dikeluarkan. Rata-rata pendapatan usaha industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 25 berikut. Tabel 25. Rata-rata Pendapatan Pengusaha Tape Skala Rumah

Tangga Kabupaten Sukoharjo

1. Penerimaan (Rp)

2.445.065,22

2. Biaya total (Rp)

1.164.974,57

Pendapatan (Rp)

1.280.090,65

Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 9

Berdasarkan Tabel 25 di atas dapat diketahui bahwa besarnya rata-rata penerimaan yang diterima pengusaha tape skala rumah

commit to user

tangga di Kabupaten Sukoharjo selama satu bulan produksi adalah sebesar Rp 2.445.065,22 dengan rata-rata biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp 1.164.974,57. Pendapatan merupakan selisih (margin) antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan, dengan demikian dapat dihitung besarnya rata-rata pendapatan pengusaha industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo adalah Rp 1.280.090,65.

2. Efisiensi

Efisiensi adalah rasio antara output dengan input yang digunakan yang dimana rasio ini digunakan untuk mengetahui seberapa efisien pengusaha dalam menjalankan usahanya khususnya dalam penggunaan masukan. Tabel 26. Efisiensi Usaha pada Industri Tape Skala Rumah Tangga

Kabupaten Sukoharjo

No. Uraian

Jumlah

1. Penerimaan (Rp)

2.445.065,22

2. Biaya total (Rp)

Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 9

Berdasarkan Tabel 26 diatas dapat diketahui besarnya nilai efisiensi usaha industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo sebesar 2,1. Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan oleh pengusaha tape rumah tangga sudah efisien berdasarkan kriteria penilaian efisiensi, yaitu apabila nilai efisiensi lebih dari satu berarti usaha sudah dijalankan secara efisien. Nilai R/C rasio 2,1 berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo memberikan penerimaan sebesar 2,1 kali dari biaya yang dikeluarkan. Sebagai contoh, apabila dalam produksi tape tersebut pengrajin mengeluarkan biaya sebesar Rp 100.000,00 maka pengrajin akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 210.000,00. Dengan demikian terlihat bahwa rata-rata penerimaan pengrajin tape skala rumah tangga

commit to user

di Kabupaten Sukoharjo mampu menutup biaya total yang telah dikeluarkan dalam industri tape.

C. Analisis Risiko Usaha Industri Tape Skala Rumah Tangga di Kabupaten Sukoharjo

Risiko usaha industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo merupakan kemungkinan merugi yang dihadapi pengusaha industri tape dalam menjalankan usahanya yang dapat diketahui kemungkinannya. Risiko muncul karena adanya ketidakpastian. Oleh sebab itu, penting bagi pengusaha industri tape untuk mengetahui seberapa besar risiko yang ditanggung dalam menjalankan usahanya.

Besarnya risiko dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan koefisien variasi (CV) dan batas bawah pendapatan (L). koefisien variasi merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung dengan jumlah pendapatan yang akan diperoleh. Semakin besar nilai koefisien variasi berarti risiko yang ditanggung semakin besar dibandingkan pendapatan yang diterima. Sedangkan batas bawah pendapatan menunjukkan nilai nominal pendapatan terendah yang mungkin diterima pengusaha. Risiko usaha industri tape dan batas bawah pendapatan industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel

27 berikut. Tabel 27. Analisis Risiko Usaha Industri Tape Skala Rumah Tangga

Kabupaten Sukoharjo

No. Uraian Jumlah

1. Pendapatan (E)

1.280.090,65

2. Batas bawah pendapatan (L)

360.125,39

3. Simpangan baku pendapatan(V)

459.982,63

4. Koefisien variasi (CV)

0,36 Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 10

Berdasarkan Tabel 27 diatas dapat dikk etahui besarnya pendapatan rata-rata yang diterima oleh pengusaha tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo sebesar Rp 1.280.090,65 Batas bawah pendapatan sebesar Rp 360.125,39. Simpangan baku pendapatan sebesar Rp 459.982,63. Koefisien variasi sebesar 0,36. Dengan demikian, dapat

commit to user

diketahui bahwa usaha industri tape skala rumah tangga mempunyai nilai CV ≤0,5 atau L≥0. Hal tersebut menunjukkan bahwa industri tape di Kabupaten Sukoharjo mempunyai risiko kecil, karena setidaknya pengusaha tape akan mendapatkan pendapatan sebesar Rp 360.125,39. Besarnya risiko yang harus ditanggung pengusaha industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo dipengaruhi oleh berbagai risiko yang ada,yaitu :

a) Risiko harga Risiko harga yang dihadapi oleh pelaku usaha industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo adalah pada waktu- waktu tertentu harga bahan baku mengalami fluktuasi harga. Adanya industri-industri pembuat produk keripik singkong ataupun tepung tapioka turut mempengaruhi ketersediaan bahan baku yang ada. Keterbatasan bahan baku akan berakibat pada terjadinya fluktuasi harga bahan baku singkong. Kenaikan harga bahan-bahan akan mengakibatkan biaya produksi industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo semakin meningkat sehingga akan berpengaruh pada menurunnya pendapatan yang akan diterima. Sementara itu harga jual tape cenderung selalu stabil. Pengusaha tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo tidak mampu untuk menaikkan harga jual tape. Dengan demikian salah satu langkah yang dapat ditempuh pengusaha industri tape adalah dengan jalan memperkecil ukuran potongan tape dalam setiap bungkusnya dan tetap menjaga mutu tape yang dihasilkan apabila terjadi kenaikan harga bahan.

b) Risiko produksi

Risiko produksi adalah risiko adanya kemungkinan terjadi kegagalan produksi yang ditanggung pengusaha industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo. Sebagai contoh kegagalan produksi meliputi rasa pahit/masam pada tape yang dihasilkan, sehingga merusak mutu produk tape yang dihasilkan. Keadaan

commit to user

cuaca/iklim secara tidak nyata turut mempengaruhi kegiatan produksi industri tape. Terlebih beberapa tahun terakhir cuaca semakin sulit diprediksi. Musim penghujan dapat mempengaruhi kualitas produksi tape yang dihasilkan. Oleh sebab itu pengrajin tape harus memperhatikan ketelitian dan senantiasa menjaga kebersihan selama kegiatan produksi baik dari alat ataupun dari bahan yang digunakan harus bersih, terutama dari lemak dan minyak. Alat-alat yang berminyak jika dipakai untuk mengolah bahan tape bisa menyebabkan kegagalan fermentasi. Kebersihan yang kurang terjaga akan mempengaruhi kualitas tape yang dihasilkan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga jual dan penerimaan yang diperoleh produsen.

Pada waktu musim penghujan, pengrajin tape harus memperhatikan kebersihan air yang digunakan. Penggunaan air yang telah terkena air hujan akan dapat mengakibatkan tape yang dihasilkan menjadi tidak manis. Hal tersebut tentunya akan menurunkan mutu tape yang dihasilkan karena tape yang dihasilkan tidak berada pada kualitas prima, yang akan berpengaruh pada menurunnya harga jual dan penerimaan pengrajin tape.

c) Risiko pasar

Risiko pasar adalah ketidakpastian karena adanya perubahan kebiasaan masyarakat. Risiko pasar yang dihadapi pengusaha industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo antara lain dipengaruhi oleh perubahan kebiasaan / selera masyarakat. Kondisi permintaan pasar pada saat musim penghujan menjadi berkurang dibandingkan permintaan pada saat musim kemarau. Oleh sebab itu pengrajin tape akan menurunkan kuantitas produksi tape yang dihasilkan agar tidak mengalami kerugian karena terjadinya penurunan permintaan.

D. Analisis Nilai Tambah

commit to user

Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan pada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi. Analisis nilai tambah berguna untuk mengetahui berapa besarnya tambahan nilai yang terdapat pada suatu satuan output (keluaran) yang dihasilkan (nilai tambah produk). Untuk mengetahui besarnya nilai tambah pada usaha industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 28 berikut. Tabel 28. Nilai Tambah Per Bahan Baku Singkong Pada Industri Tape

Skala Rumah Tangga Kabupaten Sukoharjo

No. Uraian Jumlah

1. 2. 3. 4.

Jumlah tape yang dihasilkan (Kg) Harga jual tape (Rp) Jumlah bahan baku (Kg) Biaya bahan baku (Rp)

642,59 3.913,04 1.075,87

537.934,78

5. Biaya penolong (Rp)

86.389,13

6. Biaya bahan bakar (Rp)

201.166,39

7. Biaya pemasaran (Rp)

354.683,39

8. Nilai produk (Rp/Kg)

2.337,16

9. Nilai input (Rp/Kg)

1.096,95

10. Nilai tambah per bahan baku (Rp/Kg)

1.240,21 Sumber : Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 12

Berdasarkan Tabel 28 diatas diketahui bahwa produksi tape dalam satu bulan adalah 642,59 Kg dan untuk menghasilkan produk tersebut diperlukan 1.075,87 Kg singkong, dengan demikian konversinya sebesar 0,59, berarti dari 100 Kg singkong akan dihasilkan 59 Kg tape. Nilai tambah suatu produk dapat dihitung dari selisih nilai produk yang dihasilkan dengan nilai input yang digunakan dalam suatu proses produksi. Berdasarkan Tabel 28 diatas dapat diketahui bahwa besarnya nilai produk pada industri tape adalah sebesar Rp 2.337,16 sedangkan nilai inputnya sebesar Rp 1,096,95. Dengan demikian dapat diketahui besarnya nilai tambah per bahan baku yang digunakan adalah sebesar Rp 1.240,21. Hal ini berarti bahwa pembuatan tape pada industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo memberikan tambahan sebesar Rp 1.240,21 untuk setiap kilogram singkong segar yang digunakan.

commit to user

Disamping industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo memberikan nilai tambah secara finansial terhadap pendapatan, industri tape skala rumah tangga yang telah dijalankan secara turun-temurun tersebut juga memberikan nilai tambah karena mengurangi tingkat pengangguran di Kabupaten Sukoharjo, khususnya bagi warga penduduk Desa Sanggang dan Desa Tepisari.

E. Kendala

Kendala yang dihadapi oleh pengusaha tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo meliputi turunnya permintaan tape pada saat musim penghujan, rendahnya harga jual, serta keterbatasan modal dan akses terhadap lembaga pembiayaan untuk mengembangkan usaha.

Pada saat musim penghujan, terjadi penurunan permintaan tape. Hal ini terjadi karena adanya perubahan selera konsumen. Perubahan selera konsumen terjadi karena tape yang dihasilkan pada saat musim penghujan tidak semanis dibandingkan pada saat musim kemarau. Fermentasi yang

baik dilakukan pada suhu 28-30 0 C. Suhu dingin akan membuat tape yang dihasilkan menjadi keras sedangkan suhu yang panas akan membuat tape yang dihasilkan menjadi lembek. Suhu yang dingin juga memperlambat proses fermentasi. Apabila mikroba bekerja tidak dalam suhu optimum maka akan mengakibatkan kerja mikroba dalam proses fermentasi menjadi terhambat sehingga penguraian molekul-molekul pati menjadi dekstrin dan gula sederhana tidak bisa maksimal. Hal inilah yang mengakibatkan hasil produksi tape yang diperoleh pada saat musim penghujan menjadi kurang manis. Sejauh ini pengrajin tape hanya melakukan pengurangan produksi tape pada saat musim penghujan untuk meminimalisir kerugian. Kendala ini dapat diatasi dengan diversifikasi produk dan perluasan pasar dengan bantuan sosialisasi dan pelatihan dari pemerintah daerah setempat, yaitu dengan memasarkan produk tape masuk ke pasar-pasar modern. Di pasar modern dapat dijumpai aneka makanan tape yang mampu menggugah minat dan selera konsumen yang mana tidak hanya berasal dari daerah lokal saja, tapi berasal dari Jawa Timur. Salah satu diantara nya adalah

commit to user

tape Bondowoso. Tape tersebut menggunakan variasi kemasan dari besek, bambu, maupun kotak karton untuk menarik minat pelanggan, dengan seluruh bagian tape dibungkus dulu dengan daun pisang yang bertujuan untuk memunculkan aroma menggugah selera. Penggunaan besek sebagai pengemas merupakan salah satu cara agar tape mempunyai daya tahan yang lebih lama, tidak cepat masam dibandingkan apabila menggunakan bahan plastik sebagai pengemas. Selain variasi kemasan, pengusaha tape rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo juga dapat mengadopsi variasi produk yang dilakukan pengusaha tape Bondowoso yaitu tape bakar. Pada produk tersebut, bagian tengah tape disisihkan yang kemudian diisi dengan gula merah, selai buah ataupun coklat, yang kemudian dioleskan dengan mentega dan selanjutnya dibungkus dengan daun pisang. Dengan adanya variasi produk tersebut diharapkan minat beli konsumen pada saat musim penghujan akan tetap stabil.

Rendahnya harga jual dapat diatasi dengan memanfaatkan informasi pasar. Kendala dapat diatasi dengan cara pembentukan semacam kelompok usaha bersama yang mewadahi masing-masing produsen tape dalam memasarkan hasil produksi merek, sehingga diharpkan ada pertukaran informasi pasar yang mampu memberikan harga jual lebih baik sehingga bisa meningkatkan pendapatan. Pengusaha tape khususnya yang berada di Kecamatan Polokarto, dapat mendistribusikan hasil produksinya ke daerah atau pasar yang memberikan harga jual lebih tinggi, yaitu ke daerah-daerah yang dekat dengan pusat kabupaten. Dengan mendapatkan harga jual yang lebih tinggi maka semakin tinggi pula penerimaan dan pendapatan yang akan diterima pengrajin tape.

Keterbatasan modal, adalah kendala yang sering dijumpai untuk kalangan usaha skala kecil terutama skala rumah tangga. Permasalahan ini dapat teratasi dengan adanya peran aktif dari pemerintah daerah, yaitu dengan memberikan pinjaman bergilir tanpa bunga, sehingga diharapkan usaha industri tape skala rumah tangga tetap dapat berproduksi dan

commit to user

berkembang yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan para pelaku usaha.

commit to user

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: 1. Biaya total rata-rata yang dikeluarkan pada industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo adalah sebesar Rp 1.164.974,57 per bulan. Penerimaan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 2.445.065,22 sehingga pendapatan rata-rata yang diterima pengusaha tape adalah sebesar Rp 1.280.090,65.

2. Industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo memiliki nilai efisiensi lebih dari satu, yaitu sebesar 2,1 dengan demikian dapat dikatakan bahwa usaha industri tape ini sudah efisien. Setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan industri tape memberikan penerimaan sebesar 2,1 kali dari biaya yang telah dikeluarkan.

3. Industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo memiliki nilai koefisien variasi (CV) sebesar 0,36 dan nilai batas bawah pendapatan (L) sebesar Rp 360.125,39. Semakin besar nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa risiko usaha yang harus ditanggung semakin besar demikian pula sebaliknya. Nilai koefisien variasi yang kurang dari 0,5 dan nilai batas bawah pendapatan lebih dari nol menunjukkan bahwa usaha tape yang dijalankan berisiko kecil dengan jumlah pendapatan terendah yang dapat diperoleh pengusaha sebesar Rp 360.125,39.

4. Industri tape skala rumah tangga yang dijalankan memberikan nilai tambah per bahan baku sebesar Rp 1.240,21 yang berarti bahwa pembuatan tape akan memberikan nilai tambah sebesar Rp 1.240,21 untuk setiap kilogram singkong segar yang digunakan.

77

commit to user

B. Saran Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil penelitian adalah : 1. Dalam upaya menghadapi risiko dan upaya meningkatkan pendapatan

usaha sebaiknya produsen tape membentuk semacam kelompok usaha bersama untuk mewadahi masing-masing pengusaha dalam memasarkan produk tape yang dihasilkan sehingga produsen tape rumah tangga akan lebih maksimal dalam memanfaatkan informasi pasar, dengan melakukan pemasaran produk ke daerah-daerah yang memberikan nilai jual lebih tinggi. Selain itu pengusaha sebaiknya melakukan pemasaran produk tidak hanya bergantung pada pasaran pon dan legi saja, tapi juga ke pasaran yang lain untuk meningkatkan pendapatan yang diterima.

2. Untuk meningkatkan pendapatan usaha, produsen tape sebaiknya melakukan inovasi pengemasan dan perluasan pasar untuk meningkatkan penjualan produk, yaitu dengan melakukan variasi kemasan menggunakan besek atau bambu yang di dalamnya dibungkus dengan menggunakan daun pisang. Penggunaan besek atau bambu merupakan salah satu cara agar tape mempunyai daya tahan yang lebih lama dan tidak mudah berganti rasa menjadi masam. Sedangkan penggunaan daun pisang bertujuan untuk memberikan aroma yang menggugah selera.

3. Sebaiknya pemerintah daerah turut berperan aktif sebagai pembina industri kecil dan rumah tangga, yaitu dengan secara berkala memberikan sosialisasi dan inovasi produk, misalnya adalah tape peuyem ataupun keripik kulit singkong sehingga terobosan tersebut diharapkan dapat meningkatkan minat beli konsumen yang dapat meningkatkan permintaan dan pendapatan produsen, tidak hanya sebagai makanan khas di bulan suci Ramadhan.

4. Sebaiknya pemerintah memberikan bantuan kredit bergilir bagi produsen tape untuk menguatkan permodalan, sehingga diharapkan industri tape skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo dapat

commit to user

bertahan dan berkembang karena usaha pembuatan tape di Kabupaten Sukoharjo mampu memberikan nilai tambah produk.