Hak Pengelolaan Tanah dan Bangunan Keraton Surakarta

3 Hak Pengelolaan Tanah dan Bangunan Keraton Surakarta

Hak pengelolaan tanah dan bangunan Keraton Surakarta Hadiningrat timbul, karena keluarnya Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 tentang Status dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta. Keppres ini membalikkan pemilikan tanah dan bangunan yang dulunya dikuasai oleh Pemerintah Daerah Surakarta. Pasca keluarnya Keppres, tanah dan bangunan itu kembali dimiliki oleh Keraton Surakarta Hadiningrat. Terhadap tanah dan bangunan agar tetap lestari dan tidak punah, tentunya dibutuhkan suatu pengelolaan.

commit to user

terkait dengan Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 tentang Status dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta adalah:

a. Hak atas tanah dan bangunan Keraton Surakarta Hadiningrat berikut segala kelengkapannya yang terdapat didalamnya adalah milik Keraton Surakarta Hadiningrat yang perlu dilestarikan sebagai peninggalan

budaya bangsa, termasuk Masjid Agung dan Alun-Alun, yaitu Alun- Alun Utara dan Alun-Alun Selatan.

b. Hak untuk menggunakan bangunan untuk keperluan adat Keraton Surakarta Hadiningrat.

c. Hak untuk melakukan pengelolaan dalam rangka pariwisata.

d. Hak untuk menetapkan besarnya pungutan, tata cara pemungutan, pengelolaan, dan penggunaan dana hasil pungutan.

Setelah keluarnya Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 tentang Status dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta, sebenarnya memberikan peluang kepada Keraton Surakarta untuk kembali menguasai dan memiliki aset-aset yang telah hilang, sebab Keppres itu memberikan wewenang untuk memiliki kepada Karaton Surakarta. Dalam pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 menyebutkan bahwa “Tanah dan Bangunan Keraton Surakarta berikut segala kelengkapannya

yang terdapat didalamnya adalah milik Keraton Kasunanan Surakarta yang erlu dilestarikan sebagai peninggalan budaya bangsa”.

Namun, menimbulkan polemik tersendiri bagi masyarakat yang menempati kawasan Baluwarti, yakni apakah tanah dan bangunan Keraton yang dimaksud pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 tersebut hanya tanah dan bangunan yang terdapat didalam lingkungan keraton atau meliputi seluruh bangunan yang terdapat dalam kawasan Baluwarti. Benturan kepentingan mengakibatkan pihak keluarga Keraton Surakarta yang ingin melestarikan warisan budaya leluhur dan kepentingan masyarakat penduduk Baluwarti yang mayoritas merupakan keturunan para abdi dalem Keraton Surakarta yang telah secara turun

commit to user

adanya jaminan kepastian hukum dengan mendapatkan kejalasan status hak atas tanah yang dikuasainya.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 tentang Status dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta itu sebenarnya membuat Karaton Surakarta senang, tapi kebingungan terletak pada masyarakat Baluwarti yang menganggap ini merupakan tanah Negara dan tanah nenek moyang mereka. Sehingga banyak tanah dan bangunan yang sebenarnya milik Karaton Surakarta tanah magersari dan karena adanya pengelolaan sebelumnya yang meletakkan tanah dan bangunan yang sebenarnya milik keraton dijadikan aset negara yang memungkinkan adanya pengurusan pendaftaran hak milik secara pribadi terhadap tanah dan bangunan yang ditempati oleh warga, telah berubah dimiliki oleh pribadi atau badan hukum. Pengelolaan oleh Karaton Surakarta sendiri sebenarnya sudah sejak lama sekali terjadi atau sebelum Indonesia merdeka. Pengelolaan asset berupa tanah dan bangunan yang dimilikinya dengan cara masih sederhana. Sederhana dalam arti karena Keraton Surakarta Hadiningrat masih mempunyai kekuasaan politik yang kuat dan warga yang patuh pada Raja/Sunan, maka pencatatan pun hanya sekedar dicatat atau diberikan kepada orang yang mengabdi dan mempunyai jasa kepada Karaton Surakarta Hadiningrat. Pengumuman pemberian tanah magersari dan bangunan kepada seseorang yang berjasa kepada keraton itu diumumkan pada semacam lembaran negara/lembaran keraton, jadi bentuknya seperti pengundangan undang-undang di era sekarang.

Pengelolaan tanah dan bangunan sejak dimulai adanya Keppres itu berada di tangan Pengageng Parentah Keraton Surakarta Hadiningrat. Namun sejak pemerintahan Paku Buwono XIII pengelolaan tanah dan bangunan berada di Pengageng Pasiten. Dalam memenuhi tertib administrasi pengelolaan tanah dan bangunan, Keraton Surakarta Hadiningrat mengeluarkan palilah yang diberi nama Palilah Griya Pasiten. Sampai sekarang ini Keraton Surakarta Hadiningrat

commit to user

Palilah Griya Pasiten dengan titel hak anggadhuh, Palilah Griya Pasiten dengan titel hak magersari, dan Palilah Griya Pasiten dengan titel hak tenggan, serta perjanjian kontrak.