TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Penelitian Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh: TIAR NURUL CHASANAH

NIM: E0007054

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

PERNYATAAN

Nama : Tiar Nurul Chasanah NIM : E0007054

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penelitian hukum (skripsi) berjudul:

”TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA”

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penelitian hukum (skripsi) ini, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penelitian hukum dan gelar yang saya peroleh dari penelitian hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 12 Januari 2012 Yang Membuat Pernyataan

Tiar Nurul Chasanah NIM. E0007054

ABSTRAKSI TIAR NURUL CHASANAH. E0007054. 2012. TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM WARIS BERDASARKAN KITAB

UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Hukum di Indonesia yang saat ini telah menyentuh di segala bidang kehidupan termasuk dalam bidang kedokteran. Adanya alih teknologi mengenai bayi tabung dalam rangka menanggulangi infertilisasi pada pasangan suami istri memerlukan perlindungan hukum pula untuk diterapkan di Indonesia seperti mengenai hubungan hukum anak bayi tabung dalam perkawinan menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta mengenai hak mewaris atas anak bayi tabung berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dalam penulisan hukum ini penulis menggunakan jenis peneltian normatif, penulisan ini bersifat preskriptif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini yaitu sumber data sekunder dengan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penulisan ini dengan menggunakan studi kepustakaan. Penulisan ini menggunakan teknis analisis bahan metode silogisme dan interpretasi.

Adanya teknologi bayi tabung di Indonesia memaksa para legislatif untuk membuat peraturan yang berkaitan dengan penerapan anak bayi tabung di Indonesia. Pelaksanaan teknologi bayi tabung di Indonesia berdasarkan proses alih teknologi yang diambil dari temuan teknologi para ahli kedoteran dari luar negeri dengan pertimbangan untuk mengambil aspek kemanfaatan dari teknologi bayi tabung serta mengingat arti pentingnya anak dalam suatu keluarga. Akan tetapi hukum di Indonesia ternyata ketinggalan dari pada fenomena tentang bayi tabung. Bayi tabung di Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1988 namun peraturan bayi tabung baru muncul pada tahun 1993 pada Pasal 16 Undang-Udang No 23 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang selanjutnya disempurnakan dengan Pasal 127 Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam Undang-Undang tersebut hanya mengatur secara umum mengenai syarat umum bayi tabung dapat diterapkan di Indonesia, tidak menyebutkan peraturan mengenai kedudukan hukum maupun hak mewaris anak bayi tabung. Dengan dasar penafsiran secara analogi atau memperluas pengertian dari anak sah menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata maka anak bayi tabung dapat dikategorikan sebagai anak sah. Dikategorikannya anak bayi tabung ke dalam anak sah menjadikan anak bayi tabung memiliki hak waris yang sama dengan anak sah. anak bayi tabung merupakan salah satu ahli waris ab intestato golongan I berdasarkan Pasal 852 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

iv

Kata Kunci: Kedudukan Hukum Anak Bayi Tabung, Anak Sah, Hak Waris Anak Bayi Tabung menurut KUHPerdata

ABSTRACT TIAR NURUL CHASANAH. E0007054. 2012. A JURIDICAL REVIEW ON IN VITRO FERTILIZATION-CHILD IN LEGACY LAW BASED ON THE

CIVILE CODE. Faculty of Law of Surakarta Sebelas Maret University.

The law in Indonesia has currently touched every areas of life including medical area. The presence of technology transfer about in vitro fertilization in the attempt of coping with infertility in husband-wife couple needs law protection to

be applied to Indonesia like that concerns the legal relationship of in vitro fertilization-child in marriage according to the Act No. 1 of 1974 about Marriage as well as concerns the right to give legacy to the in vitro fertilization based on the Civil Code.

In this legal research, the author employed a normative type of research that was prescriptive in nature, using statute and conceptual approaches. The data source used in this research was secondary data source with primary, secondary, and tertiary law materials. Technique of collecting law material used in this research was library research. Meanwhile the technique of analyzing material used in this research was syllogism and interpretation method.

The presence of in vitro fertilization technology in Indonesia forced the legislature to develop a regulation concerning the application of in vitro fertilization-child in Indonesia. The implementation of in vitro fertilization in Indonesia was based on the technology transfer process taken from the technological findings of foreign medical experts by taking into account the beneficial aspect of in vitro fertilization technology and recalling the importance of child within a family. However, Indonesian law, in fact, was left behind the phenomenon of in vitro fertilization. The first in vitro fertilization in Indonesia was done in 1988, but the regulation about it emerged only in 1993 in the Article

16 of Act No. 23 about 2009 about Health, thereafter accomplished by the Article 127 of Act No. 36 of 2009 about general conditions of in vitro fertilization that can be applied in Indonesia, without mentioning the regulation about the legal position and the right to give the in vitro fertilization-child the legacy. Based on the analogical interpretation or the extension of definition of legal child about Act No. 1 of 1974 about Marriage and Civil Code, the in vitro fertilization-child could

be categorized as legal child. The inclusion of in vitro fertilization-child into legal child made him/her having the right to legacy equal to the legal child. The in vitro fertilization-child was one of ab intestato class I beneficiaries based on the Article 852 of Civil Code.

Keywords: Legal Position of In vitro fertilization-child, Legal Child, the In vitro fertilization’s Right to Legacy according to the Civil Code.

MOTTO

O you who believe! stand out firmly for justice, as witnesses to Allah, even as against yourselves, or your parents, or your kin, and whether it be (against) rich or poor: for Allah can best protect both. Follow not the lusts (of your hearts), lest you

swerve, and if you distort (justice) or decline to do justice, verily Allah is well- acquainted with all that you do. - Q.S. An-Nisa : 135 –

Harus ada dari kamu segolongan (orang-orang) yang mengajak kepada kebaikan, menganjurkan kebaikan dan mencegah yang munkar. Merekalah orang- orang yang beruntung dan berbahagia. - Q.S. Ali Imran : 104 –

Yakinlah, bahwa apa pun yang Anda kerjakan, atau yang tidak Anda kerjakan, mengarah ke sesuatu, dan akan menyampaikan Anda kepada kualitas hidup

tertentu di masa depan.

Mario Teguh -

Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara. Bisa jadi Anda rasakan dalam semenit, sejam, sehari, atau setahun. Namun jika menyerah, rasa sakit itu akan terasa selamanya” - Lance Armstrong-

Memang baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik - Peneliti -

vi

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini peneliti persembahkan kepada :

Allah SWT, Penguasa semesta alam,

yang

senantiasa memberikan yang terbaik dalam setiap detik episode kehidupan;

Bapak dan Ibu yang tiada henti memberi

dukungan dan senantiasa mendoakanku selama ini;

Kakak-kakakku

yang selalu membantu dan menyemangati;

Keponakanku yang telah menjadi sumber penghiburanku;

Indonesia

tercinta, tempatku

bernaung;

Almamaterku, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

vii

Giniung Pratidina, yang selalu menguatkan di segala keadaanku.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ( skripsi ) dengan judul: “TINJAUAN

YURIDIS ANAK BAYI TABUNG DALAM HUKUM WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA”.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penulisan hukum atau skripsi ini tidak lepas dari bantuan serta dukungan, baik materil maupun moril yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan ilmu hukum melalui penulisan skripsi.

2. Ibu Djuwityastuti, S.H., M.Hum. selaku Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Endang Mintorowati, S.H., M.H. selaku Pembimbing I yang telah dengan sabar membantu, membimbing, serta memberikan banyak pembelajaran yang sangat berharga bagi penulis.

4. Ibu Ambar Budhi Sulistyawati, S.H., M.Hum selaku Pembimbing Skripsi yang telah membimbing, membantu, mendukung dan memberikan curahan

viii

5. Bapak Tuhana, S.H., M.Si selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan nasehatnya selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan dalam kehidupan masa depan nantinya.

7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Achmad Sumardi dan Ibunda Sri Surati, atas segala untaian doa, dukungan, kasih sayang, kerja keras serta tetesan air matanya telah diberikan selama ini. I’m here because you love me.

8. Kakak tercinta, Retno Nugraini Rahayu, yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan motivasi kepada penulis.

9. Kakak tersayang, Riska Anggit Dwi Ning Tyas yang selalu mendukung penulis, memberikan ide cemerlang, arahan dan membantu menyelesaikan masalah penulis.

10. Kakak-kakakku, Alfath Fathoni Jumadil Ula, S. Ip. dan Asep Surono, SE yang telah memberikan motivasi dan dukungan untuk penulis.

11. Keponakanku, Deff Abdillah Ahmad Al Ghozali, yang selalu menjadi sumber penghiburan penulis.

12. Giniung Pratidina, S.H. yang senantiasa memberikan semangat penulis, menuntun kedewasaan penulis dan selalu menguatkan penulis dalam segala keadaan.

13. Mas Arif Agus yang telah menjaga dan membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

14. Mas Say, S.H. atas kesabaran dan kepeduliannya untuk membagikan ilmunya kepada penulis.

15. Seluruh teman-teman Justicia Angkatan 2007 FH UNS.

16. Segenap anggota Dewan Mahasiswa Fakultas Hukum (DEMA FH) periode 2007-2008.

ix

17. Saudaraku, Satya Nugraha, Maya Istia, Padang, Buyung Loding, Istiana, Dedi Tri Yulianto, Bu Tin (Tina Tince) yang telah bersama-sama penulis mengukir kebahagiaan dan kesuksesan.

18. Sahabat-sahabatku di Shimanist, Kartika Purbasari, Giska Talisha, Bu Laras, Maya, yang telah memberikan warna dalam hidup penulis.

19. Teman-teman Magelangers, Dura, Dhanis, Dhani, Randu, Nera, Nunna yang selalu memberikan kesan kehebohan dan memberi keceriaan bagi penulis.

20. Teman-teman Himaho, Ocki, Riskiyes, Hapsoro, Jefri, Bayu, Black, Penden, Tama, Penceng, yang telah membuat semangat bagi penulis selama ini.

21. Teman-teman alumni Akademi Putri Ayu, Ike, Mega, Sari, Ana, Peny, dan Eli yang dengan cerianya memberikan rasa kekeluargaan yang mendalam bagi penulis.

22. Sang idola Beyonce Knowless, untuk gertakan lagu Run The World yang turut memberikan inspirasi serta kobaran semangat selama penyelesaian penulisan hukum ini.

23. Seluruh teman-teman kost Putri Shima 2 yang telah membantu dan memberi dukungannya selama ini.

24. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun, sehingga dapat memperkaya penulisan hukum ini. Semoga karya tulis ini mampu memberikan manfaat bagi penulis maupun para pembaca.

Surakarta, 12 Januari 2012

Peneliti

c. Tinjauan Umum tentang Waris di Indonesia ....................

21

d. Tinjauan Umum tentang Anak .........................................

23

e. Tinjauan Umum tentang Bayi Tabung .............................

26

f. Dasar Hukum, Status, dan Kedudukan Atas Anak Bayi Tabung terhadap Harta Warisan ....................... ...............

32

g. Tinjauan Umum tentang Penafsiran Hukum ....................

33

2. Kerangka Pemikiran................................................................

39

BAB III PEMBAHASAN

A. Kedududkan Kedudukan Hukum Anak Bayi Tabung dalam Perkawinan Orang Tua menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan............................. 42

1. Aturan Yuridis dan Problematika tentang Anak Bayi Tabung……………………………………

42

a. Anak menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan……………………………….. 44

b. Proses Lahirnya Anak Bayi Tabung ……………... 45

c. Legalitas Bayi Tabung melalui Akta atau Pencatatan Kelahiran Anak ………………………. 50

2. Korelasi Alih Teknologi Berdasarkan Konsep Kedokteran dan Mekanisme Pengaturannya ………….. 52

a. Konsep Alih Teknologi Bayi Tabung Berdasarkan Ilmu Kedokteran ……………………. 52

b. Mekanise Pengaturan Anak Bayi Tabung ………... 57

3. Perkawinan Sah sebagai Syarat Pelaksanaan Bayi Tabung di Indonesia …………………………………… 60

4. Konsep dan Legalias Anak Bayi Tabung sebagai Anak Sah ……………………………………………… 64

B. Hak Waris atas Anak Bayi Tabung dalam Pewarisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.................

71

xii

Undang-Undang Hukum Perdata ……………….……… 71

2. Penggolongan Warisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ………………………. 75

3. Tinjauan Yuridis Anak Bayi Tabung dalam Hukum Waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata .. 81

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................

83

B. Saran .......................................................................................

83

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

85

xiii

xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasar atas konstitusi. Di dalam negara hukum maka semua pola tindakan masyarakatnya diatur dengan hukum. Baik dalam bidang hukum pidana, perdata, adat, hukum tata negara, maupun hukum administrasi negara. Mengenai hukum perdata pada intinya bersumber pada Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan juga peraturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Selain itu ada pula peraturan perundang-undangan yang lainnya misalnya seperti undang-undang. Berkaitan dengan hukum waris di Indonesia bahwa sampai pada saat ini di Indonesia, belum ada hukum waris nasional. Masih berlaku tiga hukum waris, yaitu hukum waris perdata, hukum waris Islam dan hukum waris adat. Berlakunya hukum waris masih tergantung pada hukum waris mana yang berlaku bagi yang meninggal dunia (Eman Suparman, 1991:7). Sehingga penduduk di Indonesia dapat memilih untuk tunduk pada salah satu hukum waris yang ada tersebut.

Pada zaman Hindia Belanda terdapat penggolongan penduduk menurut Pasal 163 Indische Staatsregeling (I.S.) yang terbagi dalam tiga golongan yaitu golongan pribumu (Indonesia Asli), golongan Eropa (Barat), dan golongan Timur Asing, maka hukum perdata yang berlaku juga terbagi dalam beberapa golongan sebagaimana yang terdapa dalam Pasal 131 Indische Staatsregeling yaitu:

1. Bagi golongan Eropa, berlaku hukum perdata yang ketentuannya terdapat di dalam Burgerlijke Wetboek/B.W. (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), Wetboek Van Koophandel/W.v.k (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan Failsementverordering (Peraturan Kepailitan);

2. Bagi Golongan Timur Asing, mula-mula berlaku hukum adanya masing- masing, kemudian Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asing;

3. Bagi golongan Bumi Putera, pada pokoknya berlaku hukum adatnya masing-masing (Kussunaryatun, dkk. 2008:21-22).

Mulanya Hukum Perdata Barat hanya berlaku bagi golongan Eropa saja. Bagi golongan Timur Asing dan Indonesia masing-masing berlaku Hukum Perdata Timur Asing dan Hukum Perdata Adat. Kemudian diadakan ketentuan dalam peraturan-perundang-undangan Hindia Belanda menurut Pasal 131 ayat (3) dan (4) I.S. yang mana membuka peluang atau kemungkinan bagi golongan yang bukan Eropa untuk menikmati Hukum Perdata Barat di Indonesia yang berlaku pula bagi golongan Eropa. Terdapat beberapa cara bagi golongan selain eropa untuk tunduk pada Hukum Perdata Barat di Indonesia yaitu antara lain dengan Persamaan Hak, Pernyataan Berlakunya Hukum, serta penundukan sukarela Kepada Hukum Perdata Eropa (Vrijwillige Onderwerping aan het Europese Privaatrecht). Pasal 131 I.S. ayat (4) menyebutkan bahwa “Bagi orang Indonesia asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum diletakkan di bawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk Eropa”. Sehingga dibentuk Stb. 1917/No. 12 tentang Penundukan Sukarela Kepada Hukum Perdata Eropa melalui Lembaga Penundukan Diri. Dalam peraturan ini menentukan adanya 4 macam Penundukan Dengan Sukarela kepada hukum Perdata Barat di Indonesia yaitu melalui Lembaga Penundukan Diri yang terdapat dalam Buku I Hukum Perdata Barat. Penundukan tersebut terdiri dari:

1. penundukan diri untuk seluruh hukum perdata Eropa;

2. penundukan untuk sebagian hukum perdata Eropa,;

3. penundukan mengenai suatu perbuatan tertentu; dan

4. penundukan diri anggapan, yang mana merupakan penundukan tidak sengaja untuk suatu perbuatan tertentu (secara diam-diam) (C.S.T. Kansil, 1992:8-9).

Berdasarkan pada Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia ditentukan bahwa “segala badan negara dan peraturan yang masih berlangsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar”. Adanya peraturan perlaihan tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi kekosongan hukum. Akan tetapi di Indonesia pada saat ini terdiri dari 2 golongan warga Negara, yaitu Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mengenai Warga Negara Indonesia (WNI) itu sendiri berdasarkan dari aspek biologis dapat dibedakan ke dalam 2 kelompok yaitu kelompok Warga Negara Indonesia Asli (Bumi Putera) serta Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa dan keturunan yang lain. Untuk keturunan asing seperti Tionghoa dan keturunan yang lain dapat berkewarganegaraan Indonesia dengan cara proses naturalisasi yang diatur sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang No 3 Tahun 1946 sehingga Warga Negara Asing tersebut Indonesia dapat menjadi Warga Negara Indonesia.

Oleh karena Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak mengenal adanya pembagian penduduk menjadi golongan- golongan (tetapi hanya mengenal warga Negara dan bukan warga Negara), maka di Indonesia sekarang ini sedang bersaha untuk membentuk hukum perdata nasional. Sementara belum terbentuk hukum perdata nasional di Indonesia sehingga BW/Kitab Undang-Undang Hukum Perdata masih berlaku jika tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan maksud agar tidak terjadi kekosongan hukum. Dengan demikian bagaimanapun juga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata masih diperbolehkan dan berlaku terlebih dalam hal ini hukum waris selama belum ada hukum waris nasional maka dapat memilih untuk menggunakan salah satu dari tiga hukum waris yang ada di Indonesia.

Hukum di Indonesia menganut asas lex specialis de rograt lex generalis yang berarti peraturan hukum yang khusus mengenyampingkan

Hukum Perdata memuat pengaturan tentang perkawinan yang diatur dalam Titel Buku IV mulai dari Pasal 26. Selanjutnya perkawinan diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai sumber hukum umum dan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai sumber hukum umum sehingga isi dan muatan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak boleh bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perkawinan berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan ikatan lahir batin yang harus didasarkan pada persetujuan kedua belah pihak, yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Akan tetapi berdasarkan pada Aturan Peralihan Pasal II Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa apabila telah ada hukum yang baru, maka peraturan hukum yang lama menjadi tidak berlaku, sehingga dalam hal ini lahirnya Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai hukum nasional yang menyebabkan tidak berlakunya lagi Pasal-pasal yang mengatur tentang Perkawinan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tersebut berlaku bagi siapapun yang berada di Indonesia.

Berdasarkan aspek culture atau budaya di Indonesia, dalam suatu perkawinan memiliki tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, selain itu tujuan untuk terciptanya kebahagiaan dalam perkawinan salah satunya dengan memiliki anak dari pasangan suami istri. Harapan untuk memiliki anak tersebut dengan maksud bahwa memiliki anak sebagai penerus keturunan dari pasangan suami istri. Mayoritas penduduk di Indonesia beranggapan bahwa tidak lengkap suatu keluarga tanpa memiliki anak dalam budaya Indonesia.

Sebagai contoh di suku Batak, dikenal sebuah filosofi kuno yang sampai saat ini masih dipegang teguh dalam kehidupan generasi-generasi penerusnya yaitu, anakkonhi do hamoraon di au yang secara sederhana dapat Sebagai contoh di suku Batak, dikenal sebuah filosofi kuno yang sampai saat ini masih dipegang teguh dalam kehidupan generasi-generasi penerusnya yaitu, anakkonhi do hamoraon di au yang secara sederhana dapat

Arti penting kehadiran anak dalam suatu keluarga juga dapat dipandang dalam ketentuan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu pada Pasal 852 yang menyebutkan tentang anak dalam hal waris. Adanya pengaturan khusus tentang anak terutama dalam hal waris menunjukkan bahwa kehadiran anak sangatlah penting, terlebih lagi anak dalam hal waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikategorikan dalam golongan 1 yang hanya berdiri sendiri, tidak disatukan dengan janda, bapak, ibu, kakek, nenek, atau ahli waris yang lain. Akan tetapi tidak semua keluarga dapat memiliki anak atau keturunan.

Mayoritas dari pasangan suami istri di dunia ini mengalami kemudahan untuk memiliki anak. Akan tetapi sekitar ada juga pasangan suami istri yang mengalami masalah dalam memiliki anak atau keturunan. Kesulitan dalam memiliki keturunan dikarenakan berbagai macam faktor dan kelainan sistem reproduksi yang mungkin dimiliki, diantaranya yang disebut dengan infertilisasi (kelainan) yang dapat mencegah pasangan suami istri yang ingin memiliki anak (Wiryawan Permadi, 2008:2).

Fenomena yang terjadi bahwa atas alasan ketidakmampuan atau kesulitan pasangan suami istri untuk memiliki anak menjadi pemicu untuk melaksanakan program poligami atau bahkan perceraian. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesulitan pasangan suami istri untuk memiliki anak. Sebagai contoh, menurut Wiryawan Permadi (2008, 4) bahwa faktor yang

mampu tidaknya pasangan suami istri untuk memiliki anak yakni faktor usia. Dalam beberapa dekade terakhir, ilmu kedokteran telah berupaya untuk dapat mengatasi setiap penyebab yang menghalangi impian pasangan suami istri dalam memiliki keturunan (infertilisasi). Hasil yang diperoleh para ahli dan penulis kedokteran dalam mengatasi infertilisasi adalah penerapan Fertilisasi In Vitro (FIV) atau program bayi tabung. Teknologi bayi tabung di Indonesia dapat diterapkan atas dasar adanya proses alih teknologi dari luar negeri ke dalam negeri, sehingga Indonesia dapat menikmati penemuan baru di bidang kedokteran yaitu adanya proses bayi tabung. Proses alih teknologi tersebut dapat diterapkan di Indonesia asalkan tidak bertentangan dengan nilai luhur bangsa dan konstitusi di Indonesia. Namun demikian, adanya proses alih teknologi yang memunculkan teknologi bayi tabung tersebut belum ada suatu ketentuan hukum yang mengatur mengenai bayi tabung terlebih dahulu sebelum diberlakukannya proses bayi tabung di Indonesia. Sehingga hukum menjadi tertinggal atas fenomena yang terjadi dalam bidang kedokteran itu yang mana anak bayi tabung telah terlahir lebih dahulu dari pada hukum yang mengatur bayi tabung di Indonesia. Dengan demikian baik dilihat dari aspek culture di Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maupun Undang-Undang No 1 Tahun 1974 bahwa keberadaan anak sangat penting di dalam suatu keluarga.

Pada mulanya program pelayanan bayi tabung bertujuan untuk mengatasi pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopi istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan yang mana program atau teknologi bayi tabung ini diterapkan pula pada pasangan suami istri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan. Otto Soemarwoto dalam bukunya “Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global” dengan tambahan dan keterangan dari Drs. Muhammad Djumhana, S.H. yang dikutip oleh bayitabung.blogspot.com, menyatakan bahwa bayi tabung pada satu pihak Pada mulanya program pelayanan bayi tabung bertujuan untuk mengatasi pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopi istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan yang mana program atau teknologi bayi tabung ini diterapkan pula pada pasangan suami istri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan. Otto Soemarwoto dalam bukunya “Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global” dengan tambahan dan keterangan dari Drs. Muhammad Djumhana, S.H. yang dikutip oleh bayitabung.blogspot.com, menyatakan bahwa bayi tabung pada satu pihak

Setelah adanya penemuan baru mengenai bayi tabung menjadi kaitan dalam hukum positif di Indonesia yakni menyangkut tentang kepentingan manusia yang perlu mendapat perlindungan hukum. Perlindungan hukum yang terkait dengan bayi tabung ialah mengatur hubungan dalam hukum keluarga dan pergaulan di dalam masyarakat. Dalam hubungan keluarga antara lain tentang kedudukan yuridis anak, perkawinan, dan warisan. Sedangkan yang termasuk dalam pergaulan di dalam masyarakat yang menyangkut dengan bayi tabung ialah dalam hal perikatan (Salim HS, 1993:74). Problematik yang terjadi pada anak bayi tabung dalam hukum positif di Indonesia yang menjadi acuan ialah dalam penentuan status dan kedudukan yuridis atas anak bayi tabung, apakah termasuk dalam kategori anak sah ataukah anak luar kawin.

Hukum yang mengatur tentang kedudukan hukum serta hak mewaris bayi tabung di Indonesia belum ada, sedangkan hukum yang mengatur tentang status hukum anak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sehingga terjadi kekosongan hukum dalam hal hukum atas anak bayi tabung, baik terkait dengan hubungan hukum atas perkawinan menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun mengenai hak mewaris atas anak bayi tabung dalam hukum waris di Indonesia.

Berdasarkan atas arti penting dari kehadiran anak sebagai penerus keturunan keluarga berdasarkan pada aspek culture dan juga pada Pasal 852 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Disamping itu atas pertimbangan Berdasarkan atas arti penting dari kehadiran anak sebagai penerus keturunan keluarga berdasarkan pada aspek culture dan juga pada Pasal 852 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Disamping itu atas pertimbangan

Berdasarkan problematik yang ada bahwa di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang hak waris maupun Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tantang Perkawinan tidak menyebutkan pengaturan tentang anak bayi tabung, maka penulis tertarik untuk mengadakan penulisan dalam bentuk karya ilmiah skripsi dengan judul: “TINJAUAN YURIDIS ANAK BAYI

TABUNG DALAM HUKUM WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA”.

B. RUMUSAN MASALAH

pertanyaan yang mengidentifikasikan mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti, sehingga dapat menemukan pemecahan masalah dengan tepat dan sesuai dengan tujuan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis membuat rumusan masalah yang berhubungan dengan penulisan yang dilakukan sebagai berikut :

1. Bagaimana kedudukan hukum anak bayi tabung dalam perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?

2. Bagaimana hak waris atas anak bayi tabung dalam pewarisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

C. TUJUAN PENULISAN

Penulisan dilakukan karena memiliki tujuan. Tujuannya adalah memecahkan permasalahan yang tergambar dalam latar belakang dan rumusan masalah. Karena itu tujuan penulisan sebaiknya dirumuskan berdasarkan rumusan masalahnya. Tujuan penulisan dicapai melalui serangkaian metodologi penulisan (Subana dan Sudrajat, 2001: 71). Tujuan penulisan diperlukan guna memberikan arahan dalam melangkah pada waktu penulisan. Adapun tujuan dari dilakukannya penulisan ini antara lain sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui kedudukan hukum anak bayi tabung dalam perkawinan orang tua menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

b. Untuk mengetahui hak waris atas anak bayi tabung dalam pewarisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Tujuan Subyektif

a. Memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret;

b. Menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan pemahaman penulis mengenai aspek hukum di dalam teori maupun praktek pada lapangan hukum.

D. MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penulisan ini dapat memberikan kegunaan guna pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum perdata;

b. Memberikan jawaban atas rumusan masalah yang sedang diteliti oleh penulis;

c. Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penulisan lain yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat mengembangkan kemampuan berpikir penulis sehingga dapat mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang a. Dapat mengembangkan kemampuan berpikir penulis sehingga dapat mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang

c. Dapat memperluas cakrawala berpikir dan pandangan bagi civitas akademika Universitas Sebelas Maret Surakarta, khususnya mahasiswa fakultas hukum yang menerapkan penulisan hukum ini.

E. METODE PENULISAN

Metode berarti penyelidikan yang berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Menempuh suatu jalan tertentu untuk mencapai tujuan, artinya penulis tidak bekerja secara acak-acakan. Langkah-langkah yang diambil harus jelas serta ada pembatasan-pembatasan tertentu untuk menghindari jalan yang menyesatkan dan tidak terkendalikan. Oleh karena itu metode ilmiah timbul dengan membatasi secara tegas bahasa yang dipakai oleh ilmu tertentu (Johnny Ibrahim, 2005:294).

1. Jenis penulisan

Jenis penulisan hukum ini adalah jenis penulisan hukum normatif atau penulisan hukum doktrinal. Penulisan hukum normatif adalah suatu prosedur penulisan ilmiah untuk menemukan pendapat berdasarkan logika keilmuan hukum berdasarkan ilmu hukum itu sendiri sebagai objeknya, dalam hal ini yaitu peraturan–peraturan hukum (Johnny Ibrahim, 2006:57). Penulis memilih penulisan hukum normatif dikarenakan sesuai dengan objek kajian dan isu hukum yang diangkat dan dianalisis melalui peraturan hukum yang terkait dengan isu.

2. Sifat Penulisan

Sifat penulisan hukum ini sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri yakni ilmu hukum yang bersifat preskriptif. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum , nilai-nilai Sifat penulisan hukum ini sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri yakni ilmu hukum yang bersifat preskriptif. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum , nilai-nilai

3. Pendekatan Penulisan

Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan dalam penulisan hukum terdapat lima pendekatan yaitu pendekatan undang-undang (statue approach) , pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach) , pendekatan perbandingan (comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 93).

Pendekatan (approach) yang digunakan dalam satu penulisan normatif akan memungkinkan seseorang penulis untuk memanfaatkan hasil-hasil temuan ilmu hukum empiris dan ilmu-ilmu lain untuk kepentingan dan analisis serta eksplanasi hukum tanpa mengubah karakter ilmu hukum sebagai ilmu normatif. Dalam kaitannya dengan penulisan normatif dapat digunakan beberapa pendekatan berikut: pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan konsep (conceptual approach) , pendekatan analitis (analytical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan historis (historical approach) , pendekatan filsafat (philosophical approach), pendekatan kasus (case approach) (Johnny Ibrahim, 2005:300).

Dalam penulisan hukum ini, Penulis akan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan Dalam penulisan hukum ini, Penulis akan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan

Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Penulisan ini juga menggunakan pendekatan konsep dengan salah satu fungsi logis dari konsep ialah memunculkan objek-objek yang menarik perhatian dari sudut pandangan praktis dan sudut pengetahuan dalam pikiran dan atribut-atribut tertentu (Johnny Ibrahim, 2005: 306). Penulisan ini menggunakan pendekatan konsep dengan alasan di dalam hukum positif Indonesia belum ada suatu peraturan perundangan yang mengatur mengenai status dan kedudukan hukum atas anak hasil bayi tabung yang dikategorikan dalam anak sah atau anak tidak sah.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Sumber-sumber penulisan hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penulisan yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum autoritatif yang artinya bahan hukum primer merupakan bahan yang memiliki otoritas atau kekuasaan dalam pelaksanaannya. Yang termasuk bahan hukum primer adalah peraturan perundang-undangan, catatan resmi yang berkaitan dengan hukum. Publikasi hukum tersebut meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum,jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 141).

Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari kepustakaan, dalam Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari kepustakaan, dalam

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

b. Bahan Hukum Sekunder Semua bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer meliputi:

1) Buku-buku ilmiah di bidang hukum;

2) Buku-buku ilmiah di bidang kedokteran;

3) Makalah-makalah dan hasil-hasil karya ilmiah para sarjana;

4) Kamus-kamus hukum dan ensiklopedia;

5) Jurnal-jurnal hukum;

6) Literatur dan hasil penulisan lainnya.

c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan hukum sekunder, misalnya; bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan data dalam suatu penulisan merupakan hal yang sangat penting dalam penulisan. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penulisan ini adalah menggunakan teknik studi pustaka atau “collecting by library” yang mana menurut Lexy.J.Moleong (2005: 216-217) teknik ini untuk mengumpulkan dan menyusun data yang diperlukan. Dalam penulisan ini teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan jalan

Perdata, Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang- Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, serta Peraturan Menteri Kesehatan No.72/Menkes/Per/II/1999 tentang Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan, selain itu pengumpulan bahan hukum dengan mempelajari literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan hukum penunjang dalam penulisan ini.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Penulisan normatif menggunakan teknik analisis dengan metode silogisme dan interpretasi, dengan menggunakan pola pikir induktif. Silogisme dengan teknik analisis induksi yaitu proses analisis bermula dari penarikan kesimpulan dari permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan khusus yang diteliti. Penulisan hukum ini juga menggunakan interpretasi berdasarkan Undang-Undang, interpretasi berdasarkan Undang-Undang yaitu merupakan suatu “interpretasi berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam undang-undang. Interpretasi ini dapat dilakukan dengan singkat, padat, serta akurat mengenai makna yang dimaksud dalam undang-undang tersebut nantinya tidak mengandung multitafsir atau arti yang bermacam-macam” (Peter Mahmud Marzuki, 2008:112).

F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM

Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan karya ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 4 (empat) bab yang saling berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan hukum ini yaitu sebagai berikut:

BAB I

PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini, penulis akan menguraikan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan hukum yang digunakan untuk memberikan pemahaman terhadap isi dari penulisan ini secara garis besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan dibahas kajian pustaka berkaitan dengan judul dan isu hukum yang diteliti yang memberikan landasan teori terhadap penulisan hukum. Pada bab ini akan dibahas mengenai kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori berisi tentang tinjauan umum tentang Undang-Undang No 1 tahun 1974; tinjuan umum tentang perkawinan di Indonesia; tinjauan umum tentang hukum waris di Indonesia; tinjauan umum tentang anak, tinjauan umum tentang bayi tabung; dasar hukum, status, dan kedudukan atas anak bayi tabung terhadap harta warisan; dan tinjauan umum tentang penafsiran hukum. Kerangka pemikiran berisi tentang landasan berpikir penulis terhadap permasalahan yang diteliti untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan tersebut.

BAB III HASIL PENULISAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan membahas sekaligus menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu mengenai kedudukan hukum anak bayi tabung dalam perkawinan orang tua berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan hak mewaris atas anak bayi tabung dalam pewarisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB IV PENUTUP Pada bab ini penulis memberikan kesimpulan dan saran penulis atas pembahasan setelah melakukan penulisan atau penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Kerangka Teori

a. Tinjauan Umum tentang Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan dan

Indonesia Jenderal TNI Soeharto di Jakarta pada tanggal 2 Januari 1974 dan hari itu juga diundangkan yang ditandatangani Menteri/Sekretaris Negara Republik Indonesia, Mayor Jenderal TNI Sudarmono, S.H., serta dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1974 no. 1 dan penjelasannya dimuat dalam tambahan lembaran Negara Republik Indonesia no. 3019 (Hilman Hadikusuma, 2003:4).

Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan antara lain dinyatakan bahwa: Bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia adalah mutlak

adanya Undang-Undang perkawinan Nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku bagi barbagai golongan dalam masyarakat.

Diberlakukannya Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berarti bahwa keanekaragaman hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan berlaku bagi berbagai golongan warga Negara dalam masyarakat dan dalam berbagai daerah dapat diakhiri. Namaun demikian ketentuan hukum perkawinan sebelumnya masih tetap berlaku selama belum diatur sendiri oleh Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Rachmadi Usman, 2006:230).

Peraturan perundangan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di dalam Pasal 1 Undang-Undang Peraturan perundangan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di dalam Pasal 1 Undang-Undang

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan memuat kaidah-kaidah yang berhubungan dengan perkawinan dalam garis besar secara pokok, yang selanjutnya akan ditindaklanjuti dalam berbagai peraturan pelaksananya. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berfungsi sebagai paying hukum dan sumber pokok bagi pengaturan hukum perkawinan, perceraian, dan rujuk yang berlaku bagi semua warga Negara di Indonesia (Rachmadi Usman, 2006:245).

Menurut Racmadi Usman (2006:247) kandungan materi Undang- Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur persoalan- persoalan pokok yaitu:

1) Meletakkan kerangka dan prinsip dasar pengaturan perkawinan yang meliputi pengertian, tujuan dan dasar perkawinan, kesahan dan pencatatan perkawinan, serta asas monogami dan poligami sebagai pengecualian (syarat-syarat dan alasan berpoligami), diatur dalam Pasal 1-5;

2) Syarat-syarat perkawinan, larangan perkawinan, waktu tunggu bagi seorang wanita yang putus perkawinannya dan pelaksanaan perkawinan, diatur dalam Pasal 6-12;

3) Mengatur perkawinan yang dapat dicegah, pihak-pihak yang dapat mengajukan pencegahan perkawinan, dan penolakan perkawinan pencatat perkawinan, diatur dalam Pasal 13-21;

4) Pembatalan perkawinan, pihak-pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan, tempat mengajukan pembatalan perkawinan, saat mulai berlakunya batalnya suatu perkawinan dan keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap beberapa hal, diatur dalam Pasal 22-28;

5) Kemungkinan mengadakan perjanjian perkawinan pada waktu atau

6) Mengatur mengenai hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga , diatur dalam Pasal 30-35;

7) Pengaturan mengenai harta bersama dan status penguasaan harta bawaan, tanggung jawab suami istri terhadap harta bersama maupun harta bawaan, dan pengaturan penyelesaian harta bersama bila perkawinan putus karena perceraian, diatur dalam Pasal 35-37;

8) Mengatur mengenai sebab-sebab putusnya perkawinan, tempat mengajukan permohonan atau gugatan perceraian dan alasan-alasan perceraian, dan akibat-akibat hukumnya, diatur dalam Pasal 38-41;

9) Hal menyangkut pengerian anak sah dan anak tidak sah, hubungan nasab anak serta hak suami untuk mengingkari sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya, diatur dalam Pasal 42-44;

10) Hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban antara orang tua dan anak dalam rumah tangga, kekuasaan orang tua terhadap anak, dan pencabutan kekuasaan orang tua, diatur dalam ada Pasal 45-49;

11) Hal-hal yang berkaitan dengan perwalian anak, penunjukan wali, kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab wali, dan pencabutan kekuasaan wali, diatur dalam Pasal 50-54;

12) Pembuktian dan penetapan asal usul seorang anak, diatur dalam Pasal 55;

13) Perkawinan di luar Indonesia, diatur dalam Pasal 56;

14) Pengertian perkawinan campuran, akibat hukum perkawinan campuran terhadap kewarganegaraan suami dan istri, syarat-syarat perkawinan campuran, sanksi pelanggaran ketentuan perkawinan campuran dan kedudukan anak dalam perkawinan campuran, diatur dalam Pasal 57- 62;

15) Kewenangan pengadilan dalam hubungan dengan perkawinan, diatur dalam pasal 63;

16) Ketentuan yang berhubungan peralihan berlakunya Undang-Undang No 1 tahun 1974, yaitu pernyataan sahnya perkawinan yang terjadi 16) Ketentuan yang berhubungan peralihan berlakunya Undang-Undang No 1 tahun 1974, yaitu pernyataan sahnya perkawinan yang terjadi

17) Ketentuan pernyataan tidak berlakunya ketntuan-ketentuan hukum perkawinan yang lama dan pernyataan mulai berlakunya Undang- Undang No 1 Tahun 1974, diatur dalam Pasal 66-67.

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menganut asas-asas atau prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Perkawinan bertujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal;

2) Perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum agamanya dan kepercayaannya itu;

3) Perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundangan;

4) Perkawinan berasas monogami;

5) Calon suami istri harus sudah masuk jiwa raganya untuk melangsungkan perkawinan;

6) Batas umur perkawinan adalah bagi pria 19 tahun dan bagi wanita 16 tahun;

7) Perceraian dipersulit dan harus dilakukan dimuka siding pengadilan;

8) Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang (Hilman Hadikusuma, 2003:6).

b. Tinjauan Umum tentang Perkawinan di Indonesia