Analisis Dayasaing Industri CPO di Indonesia dengan Pendekatan

6.3 Analisis Dayasaing Industri CPO di Indonesia dengan Pendekatan

  Porter s Diamond

6.3.1 Kondisi Faktor Sumberdaya

  Kondisi faktor sumberdaya yang berpengaruh terhadap industri CPO yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi, sumberdaya modal, dan sumberdaya infrastruktur. Lima sumberdaya yang telah disebutkan akan dijelaskan secara terurai sebagai berikut. 1). Sumberdaya Perkebunan a). Syarat Kondisi, Luas dan Letak Lahan

  (1). Syarat dan Kondisi Lahan

  Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pengembangan areal perkebunan kelapa sawit.

  Daerah pengembangan tanaman kelapa sawit berada pada 15 °LU – 15 °LS. Ketinggian penanaman kelapa sawit yang ideal berkisar antara 0 – 500 meter diatas permukaan laut, dengan curah hujan sebesar 2.000-2.500 mmtahun. Suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 29 – 30°C, dengan intensitas penyinaran matahari sekitar 5 – 7 jamhari dan kelembaban optimum yang ideal sekitar 80 – 90 persen. Kelapa sawit dapat tumbuh pada tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol. Nilai pH tanah yang optimum adalah 5,0 – 5,5. Kelapa sawit tumbuh baik pada tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas.

  Kondisi topografi pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15 0 .

  Kondisi lahan tiap daerah yang tidak berbeda menyebabkan penanaman kelapa sawit sebagai penghasil CPO dapat dilakukan pada banyak daerah. Pada tahun 2007 terdapat 22 provinsi yang mengembangkan usaha perkebunan kelapa sawit baik dari pengusahaan negara, swasta maupun masyarakat. Sedangkan 11 provinsi lagi belum mengusahakan komoditi kelapa sawit ini. Direncanakan pada tahun mendatang akan dilakukan peremajaan dan pengembangan perkebunan kelapa sawit guna meningkatkan ekspor CPO keluar negeri. Daerah yang akan dilakukan pengembangan perkebunan meliputi perluasan dan peremajaan lahan direncanakan pada beberapa daerah, seperti Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jambi, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Papua, dan Irian Jaya Barat.

  (2) Luas Lahan

  Pada tahun 1911 kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet yang berkebangsaan Belgia. Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh dengan luas areal perkebunan mencapai 5.123 Hektar.

  Pada tahun 1919 Indonesia mengekspor minyak sawit sebesar 576 ton dan pada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor negara Afrika saat itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16 persen dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 19481949, padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

  Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 hektar dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR–BUN).

  Pada tahun 2007 daerah-daerah yang mengusahakan perkebunan berusaha meningkatkan produksi CPO karena harga yang meningkat di pasaran nasional dan internasional. Guna menghasilkan produksi CPO yang mempunyai kualitas dan kuantitas maka dibutuhkan pengembangan areal penanaman kelapa sawit. Daerah Sumatera merupakan luasan areal yang terbesar penanaman kelapa sawit dengan luas areal sebesar 4,81 juta hektar. Selain daerah Sumatera, daerah Kalimantan merupakan daerah sentra produksi kelapa sawit dengan luasan perkebunan kelapa sawit 1,56 juta hektar. Seiring dengan kebutuhan konsumsi domestik dan dunia akan kebutuhan minyak nabati sebagai bahan baku biofuel, bahan pangan dan Industri oleokimia menyebabkan permintaan dunia akan CPO juga akan meningkat seiring dengan terbatasnya produksi dan mahalnya BBM di dunia. Dengan luas areal yang masih bisa dioptimalkan untuk perkebunan kelapa sawit maka pada tahun 2008 diprediksi luasan perkebunan menjadi 6,61 juta hektar dan pada tahun 2009 diramalkan menjadi 7,12 juta hektar. Sedangkan untuk luasan perkebunan secara nasional yang masih dapat dikembangkan adalah seluas 26,3 juta hektar.

  (3) Letak Lahan

  Perkebunan kelapa sawit dari lokasi pemukiman berkisar 50-200 km. Jauhnya lokasi perkebunan dikarenakan daerah untuk perkebunan merupakan konversi dari lahan hutan. Lahan perkebunan kelapa sawit di daerah-daerah yang terpencar dan jauh dari pabrik menyebabkan pentingnya sarana dan prasarana penunjang untuk menghasilkan komoditi yang mempunyai kuantitas serta kualitas yang berkelanjutan. Dengan banyaknya investor yang berminat menginvestasikan Perkebunan kelapa sawit dari lokasi pemukiman berkisar 50-200 km. Jauhnya lokasi perkebunan dikarenakan daerah untuk perkebunan merupakan konversi dari lahan hutan. Lahan perkebunan kelapa sawit di daerah-daerah yang terpencar dan jauh dari pabrik menyebabkan pentingnya sarana dan prasarana penunjang untuk menghasilkan komoditi yang mempunyai kuantitas serta kualitas yang berkelanjutan. Dengan banyaknya investor yang berminat menginvestasikan

  Keputusan Menteri Pertanian No. 357KptsHK.35052002 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan mengenai luas lahan usaha budidaya perkebunan untuk satu perusahaan atau grup perusahaan yang ditetapkan bahwa luas maksimum lahan usaha perkebunan adalah 20.000 ha dalam satu Provinsi atau 100.000 hektar untuk seluruh Indonesia. Tujuan dari pemerintah menetapkan peraturan ini guna membantu mensejahterakan masyarakat dan membatasi investasi asing yang masuk ke Indonesia. Sehingga bukan hanya daerah tertentu yang sejahtera akan tetapi merata seluruh Indonesia.

  b) Aksesbilitas Terhadap Input

  Aksebilitas terhadap input dimaksudkan sebagai kemudahan para produsen khususnya petani dalam memperoleh bahan-bahan yang digunakan di dalam mengolah lahan kelapa sawit, seperti pupuk, bibit unggul, sarana dan prasarana produksi, serta alat-alat pengolahan. Dalam menunjang tingkat produktivitas yang tinggi tentunya bahan-bahan tersebut harus mudah didapatkan dan tersedia secara kontinyu dan konsisten.

  1. Pupuk Kebutuhan nutrisi tanaman dalam bentuk pupuk sangat penting guna

  meningkatkan produksi kelapa sawit. Dengan pemberian pupuk yang sesuai dosis dan waktu yang tepat diharapkan akan menghasilkan produksi CPO yang besar. Perkebunan kelapa sawit membutuhkan pupuk yang digunakan antara lain adalah NPK, urea, SP 36, KCL. Pemberian pupuk pertama sebaiknya dilakukan pada meningkatkan produksi kelapa sawit. Dengan pemberian pupuk yang sesuai dosis dan waktu yang tepat diharapkan akan menghasilkan produksi CPO yang besar. Perkebunan kelapa sawit membutuhkan pupuk yang digunakan antara lain adalah NPK, urea, SP 36, KCL. Pemberian pupuk pertama sebaiknya dilakukan pada

  Petani kelapa sawit saat ini mengalami kesulitan untuk membeli pupuk selain harganya melambung tinggi sebagai akibat dari pengaruh BBM juga karena adanya kelangkaan pupuk di pasar akibat tataniaga pupuk yang menyebar tidak merata. Kesulitan pupuk ini sebenarnya dapat diatasi dengan tataniaga yang efesien dan efektif serta pemberian subsidi yang tepat sasaran. Seperti diketahui bahwa ketentuan yang mengatur Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2007 telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 66PermentanOT.140122006. Alokasi pupuk bersubsidi untuk perkebunan rakyat dalam Permentan untuk pupuk urea adalah 948.745 ton (29,73 persen), pupuk SP-36 adalah 240.925 ton (48,13 persen), ZA adalah 278.993 ton (67 persen) dan NPK adalah 191.605 ton (37,69 persen). Jumlah tersebut tentunya belum dapat mencukupi kebutuhan pupuk semua komoditas tanaman perkebunan pada seluruh perkebunan rakyat, dan oleh karena itu pupuk subsidi diprioritaskan bagi para pekebun peserta kegiatan program utama perkebunan. Untuk perkebunan kelapa sawit tidak mendapat subsidi dari pemerintah.

  Penggunaan pupuk dan bahan kimia sebagai faktor produksi sebaiknya mulai dikurangi untuk kemudian digantikan oleh pupuk organik, pupuk hayati, dan pestisida nabati. Pupuk organik dapat berupa kompos (alam atau buatan), pupuk kandang, atau pupuk hijau. Pupuk hayati merupakan kultur mikroorganisme yang sudah teruji mempunyai peran istimewa dalam meningkatkan kesuburan tanah dan tanaman. Pada tanggal 27 Desember 2006

  PT. Perkebunan Nusantara III telah meresmikan sebuah pabrik kompos yang bahan bakunya terdiri dari limbah padat berupa tandan kosong sawit dan limbah cair dari pabrik kelapa sawit di Sei Daun Kabupaten Labuhan Batu. Melalui teknologi khusus yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), petani dapat mengurangi ketergantungan terhadap pupuk dari pabrik.

  Dengan adanya teknologi pengomposan, memungkinkan tercapainya zero waste, di mana semua limbah yang ada di PKS Sei Daun akan terolah semua dan tidak ada lagi limbah yang dibuang ke lingkungan. PKS Sei Daun memiliki kapasitas olah 60 ton TBSjam setiap harinya. Limbah TKS (Tandan Kosong Sawit) yang dihasilkan per hari mencapai 230 ton yang biasanya digunakan sebagai mulsa untuk tanaman kelapa sawit, sedangkan limbah cair sekitar 650

  m 3 hari. Pabrik Kompos Sei Daun (Sumatera Utara) dirancang untuk mengolah kompos dengan kapasitas 100 tonhari, dengan perincian jika PKS Sei Daun dapat

  mengolah TBS 1000 tonhari.

  Sedangkan kandungan nutrisi kompos dari tandan kosong sawit ini antara lain N>1,5, P>0,3, K>2,00, Ca>0,72, Mg>0,4, bahan organik>50, CN 15,03 dan kadar air 45-50. Kompos kelapa sawit tergolong pupuk organik yang fungsi utamanya adalah pembenahan tanah di samping sebagai sumber nutrisi terutama unsur K. Penggunaannya untuk kelapa sawit dapat menghemat pemakaian pupuk mineral. Saat ini Pabrik Kompos Sei Daun sedang dalam proses pendaftaran sebagai proyek CDM (Clean Development Mechanism) yang merupakan salah satu kesepakatan dari Protocol Kyoto yang mengharuskan setiap negara-negara maju untuk mengurangi emisi gas rumah kacanya pada level

  5 di bawah level emisi pada tahun 1990. untuk pengurangan emisi tersebut, 5 di bawah level emisi pada tahun 1990. untuk pengurangan emisi tersebut,

  60.000 ton CO 2 ekivalen setiap tahunnya. Ketersediaan pupuk Indonesia untuk

  perkebunan khususnya di pasok oleh produsen pupuk di Indonesia, yaitu ;

  1. UREA Seluruh kebutuhannya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri (PT. Pusri, PT. Petrokimia Gresik, PT. Pupuk Kujang, PT. Pupuk Kaltim dan PT. Pupuk Iskandar Muda). Produksi pupuk Urea dalam negeri yang mengalami kelebihan dapat diekspor.

  2. SP-36, TSP dan ZA Kebutuhan pupuk SP-36 dan ZA perkebunan kelapa sawit di penuhi dari

  produksi PT. Petrokimia Gresik. Bila terjadi kekurangan pupuk maka akan di impor (kekurangan pupuk pospat dapat di impor pupuk TSp atau pupuk pospat lainnya).

  3. Pupuk KCl

  Seluruhnya di impor dari produsen penghasil pupuk di negara lain.

  2. Bibit Penggunaan bibit yang berkualitas akan membantu menghasilkan

  produksi yang berkualitas sesuai dengan tuntutan konsumen. Pada saat ini pembibitan kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara generatif dan kultur jaringan untuk memperbanyak benih kelapa sawit. Para produsen bibit sawit resmi di Indonesia antara lain Pusat Penelitain Kelapa Sawit (PPKS) di Medan, PT.

  London Sumatera (PT. Lonsum), PT. Socfindo, PT. Tunggal Yunus Estate (PT. TYE), PT Dami Mas Sejahtera (PT. DMS), PT Bina Sawit Makmur (PT. BSM), dan PT Tania Selatan (PT. TS). Surat keterangan mutu benih yang dikeluarkan oleh Balai Pengawasan Pembibitan Mutu Benih (BP2MB). Pada saat ini bahan tanaman yang dianjurkan adalah persilangan Dura Deli x Pisifera (DxP) dan Dura Dumpy x Pisifera (DyxP). Bahan tanaman kelapa sawit di sediakan dalam bentuk kecambah (germinated seed).

  Bibit kelapa sawit di Indonesia tidak hanya di suplai oleh tujuh perusahaan penyedia bibit, akan tetapi bibit dari Negara Malaysia juga masuk kedalam negeri. Besarnya impor bibit kelapa sawit dari Negara Malaysia akibat dari permintaan pasar dalam negeri yang besar karena kualitas dan produktivitas yang tinggi. Bibit yang masuk ke Indonesia dari Negara Malaysia tidak semuanya mempunyai kualitas yang baik serta keterbatasan pengetahuan petani pekebun sehingga menyebabkan penanaman kelapa sawit dengan bibit yang tidak baik akan menyebabkan rendahnya kualitas dan produktivitas kelapa sawit.

  Tabel 19 Produksi Kecambah Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1980-2006

  (Juta)

  Tahun PPKS PT.

  PT. Jumlah

  Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan 2007 Keteranagan : ) Proyeksi

  3. Sarana dan Prasarana Produksi Perkebunan kelapa sawit membutuhkan sarana dan pasarana penunjang

  untuk mendukung produksi kelapa sawit yang berkelanjutan. Pada umumnya untuk menghasilkan kelapa sawit yang berkualitas dan mempunyai kuantitas sesuai dengan permintaan konsumen diperlukan biaya yang tidak kecil. Untuk sarana dan prasarana antara perkebunan swasta, perkebunan negara serta milik rakyat mempunyai perbedaan. Perkebunan milik rakyat tidak melakukan penerapan penelitian budidaya dalam pengembangan bibit yang digunakan seperti yang dilakukan oleh perkebunan swasta dan negara hal inilah yang membedakan proses pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit.

  Adapun sarana dan prasarana produksi kelapa sawit antara lain yaitu ;

  a. Alat pengolahan lahan Alat yang digunakan untuk pembukaan lahan yaitu traktor. Perkebunan besar milik swasta biasanya menggunakan traktor karena didukung oleh modal yang mendukung. Sedangkan petani dalam pembukaan lahan hanya mengandalkan kampak dan chain saw untuk menebang pohon guna membuka lahan perkebunan baru dan tidak jarang pembukaan lahan dilakukan dengan pembakaran hutan. Keterbatasan modal dan sumberdaya manusia membuat para petani membuka lahan dengan berbagai cara yang murah, cepat dan efesien.

  b. Alat Penanaman Penanaman kelapa sawit dilapangan dilakukan dengan pembuatan lubang 60x40 cm atau sepanjang leher batang sawit yang akan ditanam. Bantuan b. Alat Penanaman Penanaman kelapa sawit dilapangan dilakukan dengan pembuatan lubang 60x40 cm atau sepanjang leher batang sawit yang akan ditanam. Bantuan

  c. Alat Pemeliharaan Pemeliharaan kelapa sawit meliputi kegiatan pruning (pembersihan dahan), pemupukan, penyemprotan hama penyakit dan pembersihaan ilalang atau rumput liar. Pemeliharaan dilakukan agar perkembangan kelapa sawit tidak terganggu oleh hama penyakit. Pemupukan dan penyemprotan dilakukan secara intensif pada awal penanaman agar kelapa sawit dapat tumbuh optimal.

  d. Alat Panen Pemanenan kelapa sawit dilakukan dengan cara mendodos buah sawit. Kelapa sawit berbuah setelah berumur 2,5 tahun dan buahnya masak. Suatu areal sudah dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60 persen buah telah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepasjatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. Ciri lain adalah apabila sebagian buah sudah membrondol (jatuh di piringan) secara alami dgn rata-rata berat 3 kg.

  e. Alat Transpotasi Transpotasi merupakan sarana penunjang utama dalam produksi kelapa sawit. Untuk mengantarkan kelapa sawit ke tempat tujuan diperlukan e. Alat Transpotasi Transpotasi merupakan sarana penunjang utama dalam produksi kelapa sawit. Untuk mengantarkan kelapa sawit ke tempat tujuan diperlukan

  4. Alat-alat Pengolahan CPO

  Tandan Buah Segar harus segera diproses dalam 24 jam sejak dipanen untuk menjaga kualitasnya agar tetap memenuhi syarat. Hal ini mengakibatkan perusahaan harus membangun pabrik pemrosesan CPO di sekitar areal perkebunan kelapa sawit. Kelapa sawit yang tiba di pabrik diproses dengan membuat lunak bagian daging buah melalui pemanasan pada temperatur 90°C. Daging yang telah melunak selanjutnya dipress pada silinder berlubang untuk memisahkan bagian inti dan cangkang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur. Kernel yang telah dipisahkan dari daging buah selanjutnya diproses untuk menghasilkan minyak. l. Satu pabrik pengolahan CPO dapat dikatakan feasible apabila mampu memproses

  30 ton TBS per jam. Kapasitas lebih kecil dapat beroperasi tetapi harus didukung pabrik lain dengan lokasi yang berdekatan.

  c). Biaya-Biaya yang Terkait

  Biaya pengembangan kelapa sawit meliputi tenaga kerja yang biasanya dibutuhkan oleh pihak swasta dan perkebunan negara. Tenaga kerja sebagai alat untuk perawatan dan pemanenan mempunyai porsi khusus dan penting, sedangkan perkebunan rakyat untuk mengolah dan merawat kebunnya dilakukan bersama keluarga karena keterbatasan dana dan luas areal perkebunan yang tidak luas (rata-rata lahan perkebunan masyarakat 2 hektar). Badan Kerja Sama Perkebunan Swasta (BKS PPS) mengatakan di Sumatra sedikitnya 300 perda yang memberatkan perkebunan karena dibebani tarif yang mahal mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 85.000 per truk untuk angkutan tandan buah segar (TBS). d). Produktivitas Lahan

  Lahan perkebunan di Indonesia untuk pengembangan kelapa sawit masih terbuka lebar. Produktivitas kelapa sawit Indonesia masih rendah bila dibandingkan dengan negara Malaysia. Prduktivitas kelapa sawit Indonesia sebesar 14-16 ton per hektar tiap tahun, sedangkan Malaysia sudah mencapai 18-

  21 ton per hektar tiap tahunnya. Untuk produktivitas CPO Indonesia juga masih dibawah Malayasia dengan produktivitas 2,51 ton perhektar sedangkan Malaysia mencapai 3,21 ton.

  Peningkatan produktivitas kelapa sawit diperlukan integrasi berbagai macam faktor sehingga mampu mendukung industri kelapa sawit Indonesia. Penggunaan bibit yang merupakan bibit unggul dapat meningkatkan produksi. Pada saat ini penggunaan bibit unggul hanya terbatas pada perkebunan swasta dan perkebunan negara karena mempunyai bidang penelitian untuk peningkatan Peningkatan produktivitas kelapa sawit diperlukan integrasi berbagai macam faktor sehingga mampu mendukung industri kelapa sawit Indonesia. Penggunaan bibit yang merupakan bibit unggul dapat meningkatkan produksi. Pada saat ini penggunaan bibit unggul hanya terbatas pada perkebunan swasta dan perkebunan negara karena mempunyai bidang penelitian untuk peningkatan

  Daur hidup tanaman kelapa sawit dapat mencapai 22-25 tahun. Daur yang panjang menyebabkan produsen dapat menikmati hasil yang panjang. Kegiatan re-planting pada umur 28-30 tahun, untuk mengganti pohon kelapa sawit yang tua harus secara kontinyu dan secara berkala, pemupukan yang kurang intensif menyebabkan produktivitas kelapa sawit Indonesia masih rendah. 2). Sumberdaya Manusia

  Sumberdaya perkebunan kelapa sawit manusia merupakan sangat dibutuhkan untuk pengembangan industri CPO. Dengan sumberdaya yang berkualitas maka peningkatan kinerja akan meningkat sehingga akan berdampak terhadap peningkatan produksi. Penyerapan tenaga kerja serta meningkatkan kesejahteraan adalah salah satu manfaat dari adanya perkebunan kelapa sawit di Indonesia sehingga taraf kehidupan masyarakat dapat menjadi lebih baik. Faktor sumberdaya dalam perkebunan kelapa sawit mengisi peran sebagai petani, padagang, penyalur atau pedagang, eksportir, dan jabatan lainnya yang berkaitan dengan sistem agribisnis kelapa sawit.

  a). Petani (1). Jumlah Tenaga Kerja

  Tenaga kerja untuk perkebunan kelapa sawit membutuhkan jumlah yang besar baik itu untuk pengusahaan perkebunan swasta, negara maupun rakyat. Sampai akhir tahun 2006 jumlah tenaga kerja perkebunan yang terdapat di Sumatera Utara adalah sebanyak 35 orang per 100 hektar lahan. Jumlah pabrik Tenaga kerja untuk perkebunan kelapa sawit membutuhkan jumlah yang besar baik itu untuk pengusahaan perkebunan swasta, negara maupun rakyat. Sampai akhir tahun 2006 jumlah tenaga kerja perkebunan yang terdapat di Sumatera Utara adalah sebanyak 35 orang per 100 hektar lahan. Jumlah pabrik

  Dalam era globalisasi yang ditandai dengan semakin mudahnya investor masuk tanpa kendala batas negara mengakibatkan persaingan antar perusahaan menjadi semakin ketat. Efisiensi dan efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki sangat diperlukan untuk meningkatkan dayasaing perusahaan tersebut. Upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas perusahaan akan meningkatkan produktivitas perusahaan. Dari berbagai alternatif peningkatan produktivitas perusahaan, konsentrasi perusahaan pada umumnya lebih tertuju kepada efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya mesin, metode dan material, sedangkan peningkatan produktivitas sumberdaya manusia seringkali terabaikan.

  Upaya lain dalam peningkatan produksi sawit dapat ditempuh dengan meningkatkan produktivitas karyawan. Cara ini merupakan cara yang lebih efisien dibandingkan dengan penambahan jumlah tenaga kerja perusahaan. Peningkatan produktivitas dan efisiensi hanya mungkin dilaksanakan apabila segenap karyawan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, loyalitas dan dedikasi yang mantap kepada perusahaan (Heniasih, 2000). Produktivitas tenaga kerja akan Upaya lain dalam peningkatan produksi sawit dapat ditempuh dengan meningkatkan produktivitas karyawan. Cara ini merupakan cara yang lebih efisien dibandingkan dengan penambahan jumlah tenaga kerja perusahaan. Peningkatan produktivitas dan efisiensi hanya mungkin dilaksanakan apabila segenap karyawan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, loyalitas dan dedikasi yang mantap kepada perusahaan (Heniasih, 2000). Produktivitas tenaga kerja akan

  Dalam hal ini motivasi yang paling kuat mendorong karyawan memiliki produktivitas yang tinggi adalah motivasi upah (Handoko, 1995). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa apabila imbalan yang diperoleh karyawan memuaskan maka otomatis output yang dihasilkan karyawan akan tinggi. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja adalah dengan memperbaiki sistem pengupahan yang dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan. Salah satu sistem pengupahan yang dapat meningkatkan motivasi kerja adalah sistem insentif (bonus). Sistem ini dapat diterapkan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam upaya peningkatan motivasi kerja tenaga kerja.

  Tenaga kerja yang dubutuhkan dalam perkebunan kelapa sawit meliputi persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan (pruning, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit) sampai dengan pengolahan kelapa sawit di pabrik. Biaya upah tenaga kerja di perkebunan swasta dan milik negara pada umumnya menggunakan tenaga pegawai perusahaan atau buruh tani yang digaji setiap bulannya. Penggunaan tenaga kerja buruh harian lepas juga sering dilakukan untuk menambah satuan kerja yang ada agar pekerjaan dapat segera terselesaikan.

  Untuk sisitem borongan terdapat dua sistem pengupahan, yaitu sistem basis borong dan lebih borong. Sistem upah basis borong merupakan sistem pemberian upah yang diberikan kepada karyawan apabila karyawan telah menyelesaikan borongan yang ditetapkan perusahaan, sedangkan sistem upah lebih borong merupakan upah tambahan yang akan didapatkan karyawan yang mampu melebihi borongan yang ditetapkan perusahaan. Pada dasarnya sistem Untuk sisitem borongan terdapat dua sistem pengupahan, yaitu sistem basis borong dan lebih borong. Sistem upah basis borong merupakan sistem pemberian upah yang diberikan kepada karyawan apabila karyawan telah menyelesaikan borongan yang ditetapkan perusahaan, sedangkan sistem upah lebih borong merupakan upah tambahan yang akan didapatkan karyawan yang mampu melebihi borongan yang ditetapkan perusahaan. Pada dasarnya sistem

  Untuk sistem pengupahan dalam pembukaan lahan perkebunan secara swadaya di Riau dibutuhkan biaya untuk mengupah tenaga kerja. Hari Orang Kerja (HOK) setiap harinya adalah 8 jam kerja dengan upah perhari Rp 25.000. Adapun biaya yang dikeluarkan untuk pembukan lahan sampai dengan pemanenan secara borongan antara lain ;

  a. Biaya Pembukaan LahanImas Tumbang Pembukaan lahan untuk perkebunan membutuhkan biaya dan tenaga kerja yang besar. Tenaga kerja untuk borongan biasanya bekerja dalam group atau kelompok sebanyak tiga samapi lima orang, sehingga upah yang diterima dibagi sesuai dengan jumlah tenaga kerja. Untuk biaya pembukaan lahan dengan cara menebang pohon-pohon, biaya sebesar Rp 2.000.000 untuk dua hektar.

  b. Biaya Cincang Purung Cincang purung adalah kegiatan mencacah bagian pohon yang sudah ditebang menjadi bagian yang kecil-kecil sehingga dapat mempermudah penanaman bibit kelapa sawit. Biaya yang harus dikeluarkan untuk kegiatan ini adalah Rp. 2.000.000 per dua hektar.

  c. Biaya Pemancangan Pemancangan dilakukan untuk tujuan mempermudah penanaman dengan menggunakan tanda berupa kayu. Dalam penanaman kelapa sawit, jarak tanam yang biasa digunakan adalah 9x8 meter, 8,5x9 meter dan 9x9, sehingga dalam satu hektar terdapat 130 – 138 bibit kelapa sawit. Biaya c. Biaya Pemancangan Pemancangan dilakukan untuk tujuan mempermudah penanaman dengan menggunakan tanda berupa kayu. Dalam penanaman kelapa sawit, jarak tanam yang biasa digunakan adalah 9x8 meter, 8,5x9 meter dan 9x9, sehingga dalam satu hektar terdapat 130 – 138 bibit kelapa sawit. Biaya

  d. Pembuatan Lubang, Pelangsiran, Penanaman, dan Penyisipan Setelah pembuatan pancang tanaman, selanjutnya tanaman sawit di langsir atau diantar kelubang yang sebelumnya sudah dipersiapkan. Pembuatan lubang dengan ukuran 40x60 cm dilakukan agar tanaman sawit dapat tumbuh kokoh. Biaya yang dikenakan untuk keseluruhan kegiatan pembuatan lubang, pelangsiran hingga penanaman sebesar Rp. 5.000 tiap lubang sehingga untuk 2 hektar biaya yang dikeluarkan Rp. 1.380.000. Apabila dalam penanaman terjadi kematian pada tanaman sawit maka akan dilakukan penyisipan dengan biaya yang sama sebesar Rp. 5.000bibit.

  e. Penyemprotan Hama dan Penyakit Kegiatan penyemprotan merupakan salah satu dari kegiatan pemeliharaan tanaman. Untuk penyemprotan hama dan penyakit, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 250.000 untuk 2 hektar. Sedangkan untuk obat pestisida dan insekstisida disediakan oleh pemilik kebun.

  f. Biaya Pemupukan Pemupukan yang teratur akan membantu meningkatan pertumbuhan dan produksi kelapa sawit. Pemupukan yang kontinyu dan sesuai dengan dosis dilakukan agar hasil sawit juga kontinyu setiap bulannya. Biaya pemupukan sebesar Rp. 15.000 tiap karung, dengan ukuran karung 50 kg.

  g. Biaya Pemanenan Kegiatan pemanenan dilakukan satu kali dalam sepuluh hari untuk perkebunan sawit diatas umur 6 tahun, sedangkan umur 4-6 tahun pemanenan dilakukan dua kali dalam sebulan. Perbedaan dalam waktu pemanenan dilakukan karena umur tanaman yang berbeda sehingga menyebabkan produksi minyak yang dihasilkan dengan rentang umur berbeda juga. Biaya tenaga kerja yang melakukan pendodosan atau pemanenan sebesar Rp. 60 sampai Rp. 70 tiap Kilogram. Berarti misalnya untuk 2 hektar tanaman sawit dapat menghasilkan total produssi sebanya 4 ton maka biaya yang harus dikeluarkan adalah Rp. 240.000 – Rp. 280.000 tiap bulannya.

  h. Biaya Pengangkutan Pengangkutan kelapa sawit segar atau TBS dari kebun sampai ke pabrik dilakukan harus segera mungkin agar kelapa sawit masih segar dan tidak tercemar oleh air dan zat cemar lainnya. Pengolahan kelapa sawit segar dilakukan 12 jam setelah pemanenan dilakukan. Untuk pengangkutan biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 70 tiap kg sehingga biaya yang dikeluarkan apabila hasil produksi perbulan 4 ton maka biaya sebesar Rp. 280.000 tiap bulannya.

  (3). Tingkat Pendidikan Petani

  Tingkat pendidikan petani para petani kelapa sawit merata mulai dari pendidikan dasar (SD), Sekolah lanjutan pertama (SLTP) dan sekolah menegah atas (SMU) dengan rentang umur yang bervariasi. Dengan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan petani para petani kelapa sawit merata mulai dari pendidikan dasar (SD), Sekolah lanjutan pertama (SLTP) dan sekolah menegah atas (SMU) dengan rentang umur yang bervariasi. Dengan tingkat pendidikan

  Saluran pemasaran TBS (Tandan Buah Segar) kelapa sawit dari tingkat petani dapat dibedakan dari petani PIR dan petani non PIR (lepas). Pada petani PIR, saluran pemasaran TBS kelapa sawit mulai dari petani dijual lewat KUD sawit, lalu dibeli oleh PTPN sebagai inti. TBS dari petani PIR tersebut bersama TBS dari kebun sendiri diekstraksi di pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) milik PTPN menjadi CPO.

  Sedangkan TBS dari petani lepas, disamping dapat dijual ke KUD sawit juga dijual ke pedagang pengumpul TBS tingkat desa. Pedagang pengumpul desa menjual TBS ke pedagang pengumpul besar TBS yang juga dapat bertindak sebagai agen dari industri PKS.

  Pada awal kegiatan operasional, ada perlakuan yang berbeda mengenai harga bila petani PIR dan non PIR yang menjual TBS ke KUD tersebut. Namun dalam perkembangannya, terutama produksi sawit telah mulai menurun, KUD juga banyak menerima TBS dari petani lepas (non PIR) sehingga secara otomatis tidak ada pembedaan dalam hal penjualan baik dari petani PIR dan non PIR. KUD kelapa sawit, memiliki unit transportasi sendiri untuk mengambil sawit dari petani dan selanjutnya mengirim sawit ke unit PKS PTPN. Sehingga, ada pengenaan Pada awal kegiatan operasional, ada perlakuan yang berbeda mengenai harga bila petani PIR dan non PIR yang menjual TBS ke KUD tersebut. Namun dalam perkembangannya, terutama produksi sawit telah mulai menurun, KUD juga banyak menerima TBS dari petani lepas (non PIR) sehingga secara otomatis tidak ada pembedaan dalam hal penjualan baik dari petani PIR dan non PIR. KUD kelapa sawit, memiliki unit transportasi sendiri untuk mengambil sawit dari petani dan selanjutnya mengirim sawit ke unit PKS PTPN. Sehingga, ada pengenaan

  Setelah TBS dari KUD masuk ke unit PKS PTPN dan bersama TBS dari unit kebun sendiri PTPN lalu diekstrak antara lain menjadi CPO. Sesuai dengan kesepakatan diantara PTPN, maka CPO yang diproduksi PTPN dipasarkan melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) baik untuk kebutuhan di dalam negeri maupun ekspor. KPB dalam hal ini mendapat fee kompensasi sebesar 0,5 persen dari harga jual. Untuk kebutuhan di dalam negeri, KPB bisa langsung menjual ke konsumen. Sedangkan untuk ekspor, KPB harus melalui agen (broker) lokal, baru kemudian broker berhubungan dengan importir (brokerwhole saler) di luar negeri seperti di Hamburg, New York dan Bremen-Jerman.

  Distribusi CPO nasional bisa langsung disalurkan dari pabrik (PKS) ekstraksi TBS dan disalurkan melalui Tank Instalation (TI) dipelabuhan. Bagi industri pengolahan lanjut CPO yang dinamai processor dapat langsung dari unit PKS (ekstraksi) PTPN, sedangkan bagi processor lain harus melalui TI dipelabuhan. Selanjutnya saluran distribusi CPO PTPN di dalam negeri disajikan pada Lampiran 3. Sementara itu, pada alur pemasaran TBS dari petani lepas dijual ke pedagang pengumpul desa dan selanjutnya ke pedagang pengumpul besar dan seterusnya ke pabrik PKS swasta. Disamping itu, PKS swasta juga memperoleh sawit dari kebun sendiri.

  Distribusi produksi CPO dari perkebunan swasta (PBS) tidak harus dipasarkan melalui KPB. Perkebunan swasta skala kecil adakalanya bergabung dengan perkebunan swasta skala besar dalam memasarkan produknya terutama untuk ekspor, namun banyak juga yang memasarkan langsung ke luar negeri.

  Untuk mempermudah pencarian pasar, PBS skala besar ada yang menempatkan agen-agennya di luar negeri, dan ada yang melakukan kontrak jual beli. Untuk PBS skala kecil, tampaknya belum dapat melakukan hal tersebut.

  Untuk pemasaran di dalam negeri, CPO tidak dikemas secara khusus atau masih dalam bentuk curah. Dalam saluran distribusi di atas biasanya TBS yang dihasilkan di kebun-kebun diangkut ke pabrik ekstraksi TBS dengan menggunakan truk atau lori. Selanjutnya hasil CPO disimpan di dalam tangki di pabrik yang kemudian nantinya diangkut dengan mobil tangki ke tempat processor ke tank installation di pelabuhan. Selanjutnya CPO dikemas, dan seterusnya dikapalkan menuju negara importir atau lokasi processor di dalam negeri (Lampiran 4).

  c). Eksportir

  Keuntungan adalah tujuan yang ingin dicapai oleh para eksportir. Para produsen CPO di Indonesia antara lain perusahaan milik negara dan perusahaan swasta, sedangkan untuk petani hanya menjual buah sawit kepada perusahaan pengolahan CPO atau kepada tengkulak. Dari para pengumpul kelapa sawit dibawa ke pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) dan akan diolah menjadi CPO. Perusahaan swasta rata-rata mempuyai perkebunan kelapa sawit serta didukung oleh pabrik pengolahan kelapa sawit, sehingga perusahaan dapat mengoptimalkan segala kemampuan perkebunan yang dimiikinya dengan sumberdaya infrastruktur pendukung.

  Hasil pengolahan kelapa menjadi CPO akan didistribusikan di dalam negeri dan keluar negeri. Perusahaan industri hilir yang menggunakan bahan baku CPO antara lain industri bahan pangan, oleokimia dan biodiesel dan banyak lagi industri yang menggunakan bahan baku nabati. Banyak agen atau perusahaan jasa penyalur CPO keluar negeri yang ikut serta dalam usaha ini walaupun tidak mempunyai lahan ataupun pabrik, karena tertarik akan harga jual yang mahal didalam negeri dan diluar negeri.

  Perusahaan besar swasta dapat langsung menjual CPO keluar negeri. Perusahaan besar rata-rata mempunyai kantor cabang diluar negeri untuk mempermudah negara importir memesan CPO keperusahaannya. Dengan demikian perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada melalui agen perantara dalam menjual hasil CPO perusahaanya. Beberapa perusahaan eksportir CPO antara lain PT. Andalas Intigo Lestari, PT. Musim Mas, PT. Sofcin Indonesia, PT. Japfa Comfeed, PT. Tunggal Perkasa Plantions, PT. Astra Agro Lestari, PT. Inti Indosawit Subur, dan lain sebagainya.

  Unit kebun sendiri

  TBS

  Pedagang

  TBS TBS TBS Pedagang

  K.Sawit

  Desa

  Besar

  PKS Swasta

  Agen DN

  Gambar 10 Saluran Distribusi TBS dan CPO Pada Perkebunan Swasta

  Sumber : PPKS, 2006

  d). Penyuluh

  Kegiatan penyerapan teknologi tidak dapat langsung diterima oleh petani, sehingga peranan penyuluh dalam memberikan bantuan pemahaman terhadap teknologi baru sangat penting bagi para petani perkebunan. Penyuluh pertanian lapangan (PPL) berfungsi memberikan bantuan kepada petani akan informasi dan teknologi terkini bidang pertanian, sehingga petani dapat memanfaatkan keberadaan penyuluh sebagai sarana untuk memperoleh informasi.

  Penyuluh pertanian khususnya bidang perkebunan, menyampaikan teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian atau pihak lain kepada petani. Melalui pendampingan yang lebih intensif oleh penyuluh, maka petani dapat mengetahui teknik atau proses budidaya sampai dengan informasi tingkat harga sawit yang harus diterima oleh petani apabila menjual hasil kebunnya. Dengan Penyuluh pertanian khususnya bidang perkebunan, menyampaikan teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian atau pihak lain kepada petani. Melalui pendampingan yang lebih intensif oleh penyuluh, maka petani dapat mengetahui teknik atau proses budidaya sampai dengan informasi tingkat harga sawit yang harus diterima oleh petani apabila menjual hasil kebunnya. Dengan

  Selain penyuluhan dilakukan oleh PPL, kegiatan penyuluhan juga dilakukan oleh berbagai lembaga-lembaga salah satunya Gapki. Gabungan pengusaha kelapa sawit selain sebagai asosiasi perkumpulan para pengusaha, Gapki mempunyai kegiatan yang berupa penelitian, penyuluhan, informasi, promosi, pemasaran, advokasi, konsultasi dan diskusi serta segala kegiatan yang dapat meningkatkan penghasilan anggotanya. Peranan pemerintah dan lembaga kelapa sawit harus terintegrasi agar segala cara dan upaya peningkatan dayasaing CPO Indonesia dapat terlaksana dengan baik. 3). Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

  Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam hal penanaman, pemeliharaan dan pemanenan merupakan hal penting dalam menunjang dayasaing kelapa sawit. Sumberdaya ini mencakup ketersediaan pengetahuan pasar dan pengetahuan ilmiah dalam melakukan produksi yang dapat diperoleh melalui lembaga penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi petani, lembaga, perguruan tinggi, literatur bisnis, basis data, dan sumber pengetahuan dan teknologi lainnya.

  a. Lembaga Penelitian

  Peranan lembaga penelitian dalam mengembangkan produksi CPO Indonesia di pasar internasional sangat tergantung pada hasil penelitian dan pengembangan baik budidaya sampai dengan produksi. Di Indonesia terdapat beberapa lembaga penelitian kelapa sawit baik itu instansi pemerintah ataupun perguruan tinggi yaitu Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Medan, Balai Besar Mekanisasi Pertanian Departemen Pertanian, Institut Pertanian Bogor

  (IPB), Institut teknologi Bandung (ITB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Puspitek dan lembaga penelitian yang dimiliki oleh perusahaan swasta (Lampiran 5).

  Pusat Penelitian kelapa sawit (PPKS) di Medan merupakan salah satu tempat budidaya indukan bibit sawit berkualitas. Dari PPKS akan dihasilkan bibit sawit yang berkualitas lewat hasil persilangan indukan yang memiliki keturunan baik, selain itu metode kloning juga dilakukan untuk mengahasilkan anakan sawit yang berkualitas sesuai dengan indukan.

  Kebutuhan akan minyak nabati khususnya sebagai bahan baku biofuel atau sebagai bahan bakar pada kendaraan bermesin diesel semakin meningkat sering dengan mahal dan terbatasnya produski BBM. Berbagai kebijakan negara- negara Eropa dan Indonesia agar tidak terlalu menggantungkan bahan bakar kendaraan dan industri terhadap BBM dan menggantinya dengan bahan bakar nabati (BBN). Permintaan negara maju terhadap biodisel mencapai 71 juta ton atau senilai 28 juta Poundsterling, hal ini merupakan suatu peluang besar bagi negara penghasil biodisel. Dengan besarnya luasan perkebunan kelapa sawit Indonesia maka hasil produksi untuk minyak sawit (CPO) juga akan besar seiring peningkatan luasan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBPT) melihat peluang pasar biodiesel maka pada tahun 2003 badan penelitian ini menciptakan mesin pengolahan CPO yang dapat menghasilkan biodiesel. Kapasitas awal mesin pengolahan CPO yang dibuat oleh BBPT sebesar 1,5 ton perhari dan pada tahun 2008 mampu menambah kapasitas produksi menjadi 3 ton perhari. Beberapa negara Asia yang serius mengembangkan energi biodiesel adalah India, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Thailand dan Vietnam beli CPO dari Indonesia.

  b. Asosiasi Pengusaha

  GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) adalah wadah perusahaan produsen minyak sawit (CPO) yang terdiri dari perusahaan PT. Perkebunan Nusantara, Perusahaan Perkebunan Swasta Nasional dan Asing serta peladang Kelapa Sawit yang tergabung dalam Koperasi. GAPKI telah melakukan berbagai upaya untuk memajukan perkelapasawitan Indonesia. GAPKI selaku mitra pemerintah telah memberikan masukan-masukan sebagai bahan pemerintah dalam menyusun berbagai kebijakan tentang masalah perkelapasawitan, termasuk menetapkan kebijakan tata niaga minyak sawit yang memberikan harga jual yang menarik sehingga akan merangsang untuk melakukan investasi pada perkebunan kelapa sawit. Perusahaan anggota GAPKI telah menyediakan minyak sawit sebagai bahan baku untuk kepentingan industri dalam negeri dengan jumlah yang cukup dan terus menerus, sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terutama terhadap kebutuhan minyak goreng dengan harga yang terjangkau, disamping itu juga mengekspor minyak sawit dalam meningkatkan pendapatan devisa negara.

  Gabungan pengusaha kelapa sawit Indonesia memiliki sembilan kantor cabang, yaitu pada daerah : Sumatera Barat (2001), Jambi (2003), Sulawesi (2004), Kalimantan Tengah (2004), Riau (2004), Kalimantan Selatan (2004), Sumatera Utara (2005), Kalimantan Timur, dan Sumatera Selatan (2007). Adapun beberapa tujuan Gapki yaitu :

  1. Mengembangkan usaha-usaha perkelapasawitan seutuhnya dalam rangka

  menunjang kebijaksanaan pemerintah di bidang perkebunan.

  2. Mempersatukan perusahaan-perusahaan kelapa sawit di Indonesia agar

  menjadi salah satu kekuatan ekonomi yang dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.

  3. Meningkatkan dayasaing perusahaan kelapa sawit Indonesia dipasar

  internasional.

  c. Asosiasi Petani

  Kuantitas dari hasil perkebunan yang diperjualbelikan pada umumnya dalam jumlah yang kecil sehingga untuk mendapatkan jumlah atau partai yang besar diperlukan suatu lembaga yang dapat menghimpun produk-produk perkebunan tersebut, di tingkat petani biasanya mereka membentuk suatu koperasi komoditas, sehingga memudahkan dalam penjualannya.

  Disamping itu para petani membentuk suatu asosiasi petani kelapa sawit Indonesia (Apsakindo) bertujuan antara lain sebagai wadah untuk mengakomodir kepentingan para petani seperti memberdayakan petani, meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan kemitraan.

  e. Dewan Minyak Sawit Indonesia

  Pada tanggal 31 Mei 2007 Indonesia memiliki dewan minyak sawit yang mempunyai salah satu tujuan adalah memperbaiki citra minyak sawit Indonesia dipasar internasional. Pembentukan badan tersebut perlu dilakukan terutama untuk mempermudah hubungan dagang antarnegara yang menyangkut masalah kelapa sawit menyusul adanya permintaan Malaysia agar Indonesia supaya segera memiliki badan khusus yang mengurusi masalah persawitan nasional. pembentukan dewan sawit itu memperkokoh Industri sawit terutama menangkis Pada tanggal 31 Mei 2007 Indonesia memiliki dewan minyak sawit yang mempunyai salah satu tujuan adalah memperbaiki citra minyak sawit Indonesia dipasar internasional. Pembentukan badan tersebut perlu dilakukan terutama untuk mempermudah hubungan dagang antarnegara yang menyangkut masalah kelapa sawit menyusul adanya permintaan Malaysia agar Indonesia supaya segera memiliki badan khusus yang mengurusi masalah persawitan nasional. pembentukan dewan sawit itu memperkokoh Industri sawit terutama menangkis

  d. Lembaga Statistik

  Lembaga statistik berperan sebagai pengolah segala informasi yang bersifat kuantitatif untuk diolah sedemikian rupa sehingga hasilnya dapat digunakan untuk keperluan umum. Peran dari lembaga statistik ini diwakili oleh Direktorat Jenderal Perkebunan–Departemen Pertanian, Biro Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Perkebunan yang merupakan lembaga yang beperan besar dalam mengolah data statistik perkebunan kelapa sawit baik hasil tandan buah segar serta hasil CPO. Hasil olahan data statistik disimpulkan dalam sebuah buku yang berjudul “Statistik Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia” dengan periode tahun yang berbeda-beda.

  e. Perguruan Tinggi

  Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pada pembangunan agroindustri. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 1996 telah mencapai dua juta hektar dengan tingkat produksi terbesar kedua setelah Malaysia. Pada tahun 2010 luas perkebunan kelapa sawit direncanakan akan mencapai tujuh juta hektar, sehingga Indonesia diharapkan akan menjadi negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Dalam rangka mengantisipasi dan mendorong perkembangan kelapa sawit serta mencegah berbagai masalah yang akan timbul, diperlukan adanya wahana untuk kerjasama yang baik antara peneliti, pengembang, industriawan, pengusaha, peminat dan Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pada pembangunan agroindustri. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 1996 telah mencapai dua juta hektar dengan tingkat produksi terbesar kedua setelah Malaysia. Pada tahun 2010 luas perkebunan kelapa sawit direncanakan akan mencapai tujuh juta hektar, sehingga Indonesia diharapkan akan menjadi negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Dalam rangka mengantisipasi dan mendorong perkembangan kelapa sawit serta mencegah berbagai masalah yang akan timbul, diperlukan adanya wahana untuk kerjasama yang baik antara peneliti, pengembang, industriawan, pengusaha, peminat dan

  f. Sumber IPTEK lainnya

  Sumber IPTEK lainnya dapat berasal dari berbagai media, seperti jurnal- jurnal penelitian, warta, surat kabar atau majalah agribisnis, Internet, dan media penyedia informasi lainnya. Sumber IPTEK yang beragam dan lengkap diharapkan dapat mendukung industri CPO Indonesia dalam menerapkan teknologi yang tepat guna. Penerapan teknologi yang tepat tentunya akan meningkatkan produktivitas lahan kelapa sawit dan menghasilkan CPO yang mempunyai mutu yang tinggi. Adanya kemajuan teknologi di bidang pengolahan industri hilir kelapa sawit diharapkan dapat berkembang sehingga negara ini mampu mengekspor kelapa sawit dalam bentuk CPO tetapi dalam bentuk yang sudah mempunyai nilai tambah atau siap digunakan. Hal tersebut tentunya dapat menambah nilai jual kelapa sawit, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani kelapa sawit juga devisa negara. Untuk dapat mencapai kemajuan tersebut Sumber IPTEK lainnya dapat berasal dari berbagai media, seperti jurnal- jurnal penelitian, warta, surat kabar atau majalah agribisnis, Internet, dan media penyedia informasi lainnya. Sumber IPTEK yang beragam dan lengkap diharapkan dapat mendukung industri CPO Indonesia dalam menerapkan teknologi yang tepat guna. Penerapan teknologi yang tepat tentunya akan meningkatkan produktivitas lahan kelapa sawit dan menghasilkan CPO yang mempunyai mutu yang tinggi. Adanya kemajuan teknologi di bidang pengolahan industri hilir kelapa sawit diharapkan dapat berkembang sehingga negara ini mampu mengekspor kelapa sawit dalam bentuk CPO tetapi dalam bentuk yang sudah mempunyai nilai tambah atau siap digunakan. Hal tersebut tentunya dapat menambah nilai jual kelapa sawit, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani kelapa sawit juga devisa negara. Untuk dapat mencapai kemajuan tersebut

  

  Sumber pendanaan modal sangat penting bagi keberlanjutan perkebunan agar mampu menghasilkan komoditi yang berkualitas dan berkuantitas baik. Modal petani perkebunan berasal dari berbagai sumber yaitu dari bantuan pemerintah lewat pinjaman dengan subsidi bunga kredit, dan modal sendiri. Bantuan pemerintah lewat subsidi bunga kredit dimaksudkan untuk membantu petani yang ikut dalam perkebunan inti rakyat (PIR-BUN) lewat bank mitra pemerintah yaitu BRI (Bank Rakyat Indonesia).

  Revitalisasi perkebunan yaitu lewat peremajaan dan perluasan lahan perkebunan (kelapa sawit, karet, dan kakao), dengan memberikan bunga flat sebesar 10 persen kepada petani plasma yang meminjam modal kepada bank sedangkan sisanya ditanggung pemerintah. Rencana Revitalisasi perkebunan sebesar 2 juta hektar dengan dana investasi 12 triliun siap dikucurkan oleh pemerintah dimana kegiatan ini telah dimulai pada 2007 dan direncanakan selesai pada tahun 2010. Bentuk kerjasama antara pemerintah dan petani plasma dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit lewat berbagai kerjasama salah satunya kerjasama bapak angkat. Sistem ini dilakukan oleh pemerintah lewat perkebunan negara (PTPN) yang seluruh biaya penanaman dan pengembangan kelapa sawit milik petani ditanggung pemerintah, dan setelah menghasilkan maka petani diwajibkan membayar kepada pemerintah.

  Sumber modal perkebunan swasta sangat besar karena didukung oleh perusahaannya semagai investor utama dan tambahan modal dari modal perusahaan asing yang tertarik dengan prospek CPO. Mahalnya harga CPO di pasar internasional membuat banyak perusahaan yang tertarik untuk mengembangkan komoditi kelapa sawit. Salah satu perusahaan yang mengembangan komoditi perkebunan kelapa sawit adalah Indomal Usahasama yang merupakan grup Indomal. Perusahaan ini bekerjasama dengan Malaysia membangun Palm Oil Centre di Maluku utara. Total investasi yang ditanamkan mencapai Rp 12,5 triliun. Pembuka lahan kelapa sawit seluas 200.000 hektar, membangun pabrik CPO dan pabrik biodiesel masing-masing 7 unit serta infrastruktur pendukung berupa pembangkit listrik 2x10 megawatt. Dengan luas lahan perkebunan tersebut diharapkan bisa memproduksi kelapa sawit 1,5 juta ton per tahun. Sementara untuk pabrik pengolahan biodiesel, direncanakan berkapasitas 150 ribu ton per tahun. dari total investasi Rp 12,5 triliun, sekitar Rp

  5 triliun diantaranya digunakan untuk membiayai pembersihan lahan dan penanaman kelapa sawit. Untuk pendanaan proyek Palm Oil Centre ini, beberapa lembaga keuangan telah siap memberikan dukungan yaitu Exim Bank Malaysia dan Gulf Finance House, salah satu lembaga pembiayaan dari Doha, Qatar. Lembaga-lembaga ini akan masuk membiayai hingga 70 persen dari nilai proyek, dengan skema project financing. Sisanya ditanggung oleh modal sendiri peusahaan. 5). Sumberdaya Infrastuktur

  Sumberdaya infrastruktur meliputi sarana dan prasarana yang digunakan dalam suatu industri. Sarana dan prasarana yang berperan penting dalam proses Sumberdaya infrastruktur meliputi sarana dan prasarana yang digunakan dalam suatu industri. Sarana dan prasarana yang berperan penting dalam proses

  Kebutuhan prasarana industri CPO sangat penting guna membawanya kepada konsumen industri lain yang menggunakan bahan baku CPO. Adapun prasarana untuk mendukung industri CPO nasional antara lain jalan, jembatan, sarana air, listrik, jembatan, pelabuhan, transpotasi dan lain sebagainya. Dibutuhkan dana sekitar Rp 4 triliun untuk bisa menyediakan lapangan terbang standar, pelabuhan laut, pembangunan jalan dan jembatan.

  Pelabuhan merupakan salah satu alat transpotasi untuk menghantarkan CPO ke tempat tujuan. Fasilitas pelabuhan di Indonesia masih minim dalam menampung kapal besar sehingga terjadi antrian apabila hendak masuk ke pelabuhan. Rata-rata kapal yang dapat besandar di pelabuhan hanya berjumlah 2 sampai 3 kapal, yang menyebabkan waktu tunggu lama dan biaya yang harus ditanggung bertambah besar oleh konsumen atau importir . Berbeda dengan Malaysia yang mempunyai pelabuhan Port Klang yang dapat menampung Pelabuhan merupakan salah satu alat transpotasi untuk menghantarkan CPO ke tempat tujuan. Fasilitas pelabuhan di Indonesia masih minim dalam menampung kapal besar sehingga terjadi antrian apabila hendak masuk ke pelabuhan. Rata-rata kapal yang dapat besandar di pelabuhan hanya berjumlah 2 sampai 3 kapal, yang menyebabkan waktu tunggu lama dan biaya yang harus ditanggung bertambah besar oleh konsumen atau importir . Berbeda dengan Malaysia yang mempunyai pelabuhan Port Klang yang dapat menampung

6.3.2 Kondisi Permintaan

  1). Komposisi Permintaan Domestik

  Kebutuhan konsumen industri pangan, minyak goreng, olein, biodisel akan CPO semakin meningkat seiring peningkatan konsumsi dan jumlah penduduk dunia. Harga minyak sawit mentah dunia yang tinggi menyebabkan para produsen CPO banyak melakukan ekspor dari pada menjual didalam negeri. Pada tahun 2008 harga CPO yang tinggi mencapai level diatas US 800ton, menyebabkan pasokan CPO yang seharusnya untuk mencukupi kebutuhan industri hilir di ekspor tanpa adanya batasan dari pemerintah.

  Perkembangan Industri hilir pengolahan CPO, salah satunya adalah industri minyak goreng belum mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 dan 2006 jumlah pabrik minyak goreng tidak berubah yaitu sebanyak 74 pabrik yang tersebar diseluruh Indonesia. Kapasitas produksi yang mampu dihasilkan oleh pabrik pengolahan minyak goreng tahun 2005 dan 2006 sama yaitu sebesar 15,43 juta ton, karena jumlah pabrik minyak goreng yang tidak berubah. Produksi minyak goreng berasal dari tanaman kelapa dan kelapa sawit. Untuk tahun 2005 kebutuhan akan minyak goreng domestik sebesar 3,29 ton dan meningkat akibat pertambahan penduduk sehingga terjadi peningkatan konsumsi menjadi 3,54 ton.

  Tabel 20 Industri Minyak Goreng Indonesia Tahun 2005 – 2006

  Jumlah Perusahaan

  Kapasitas Produksi (Juta Ton)

  Realisasi Produksi (Juta Ton)

  Utilitas Produksi ()

  Ekspor Minyak Goreng (Juta Ton)

  Konsumsi Minyak goreng Domestik (Juta Ton)

  Sumber: Departemen Perindustrian, 2007

  2). Jumlah Permintaan dan Pola pertumbuhan

  Pertumbuhan industri pangan, oleokimia, dan minyak goreng serta industri yang menggunakan minyak nabati khususnya CPO semakin meningkat. Dari sisi permintaan, tingkat pertumbuhan konsumsi minyak goreng sebagai produk olahan minyak kelapa sawit cukup pesat, baik di pasar domesik dan pasar ekspor. Hal itu didukung kenaikan faktor permintaan secara agregat seperti pertumbuhan penduduk, daya beli masyarakat, serta kecenderungan dunia mengkonsumsi minyak dari sawit. Permintaan ini tidak terlepas dari kemampuan industri CPO untuk menggeser minyak kelapa (Crude Coconut Oil – CCO) dan kopra sebagai bahan baku minyak goreng. 3). Permintaan Luar Negeri Terhadap CPO Nasional

  Pertumbuhan penggunaan minyak sawit itu dipicu oleh peningkatan jumlah penduduk dunia dan semakin berkembangnya trend pemakaian bahan dasar oleochemical pada industri makanan, industri shortening, farmasi (kosmetik). Trend ini berkembang karena produk yang menggunakan bahan baku kelapa sawit lebih berdaya saing dibandingkan minyak nabati dengan bahan baku lainnya. Naiknya harga CPO juga disebabkan oleh terus menanjaknya harga minyak kedelai akibat turunnya produksi kedelai dunia tahun ini. Berdasarkan Pertumbuhan penggunaan minyak sawit itu dipicu oleh peningkatan jumlah penduduk dunia dan semakin berkembangnya trend pemakaian bahan dasar oleochemical pada industri makanan, industri shortening, farmasi (kosmetik). Trend ini berkembang karena produk yang menggunakan bahan baku kelapa sawit lebih berdaya saing dibandingkan minyak nabati dengan bahan baku lainnya. Naiknya harga CPO juga disebabkan oleh terus menanjaknya harga minyak kedelai akibat turunnya produksi kedelai dunia tahun ini. Berdasarkan

  Pangsa konsumsi minyak kelapa sawit terhadap konsumsi minyak nabati dunia sebanyak 34,15 juta ton pada tahun 1963–1967 diperkirakan empat persen dari total minyak nabati dunia. Pangsa ini meningkat menjadi 14,9 persen dari konsmsi minyak nabati dunia sebesar 92 juta ton pada tahun 2003 sampai 2007. Sedangkan pada tahun 2003 sampai 2006 konsumsi minyak dunia meningkat menjadi 18 persen dengan besarnya konsumsi 117 juta ton. Sejak 2004 penggunaan komoditi minyak kelapa sawit telah menduduki posisi tertinggi dalam pasar vegetable oil dunia yaitu mencapai sekitar 30 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata delapan persen per tahun, mengalahkan komoditas minyak kedelai sekitar 25 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 3,8 persen per tahun. Komoditas lainnya yang banyak digunakan adalah minyak bunga matahari yaitu sekitar 11,5 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 2,2 persen per tahun.

  Indonesia adalah negara net-exporter minyak sawit, tetapi dalam keadaan mendesak juga mengimpor minyak sawit. Negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia adalah Eropa Barat, India, Pakistan, Cina, dan Jepang. Produk yang diekspor adalah minyak olahan tahap awal seperti RBD palm oil, CPO dan beberapa produk oleokimia. Secara umum, ekspor minyak sawit Indonesia pada 1980-2005 meningkat 12,9 persen per tahun. Pada tahun 2005 pangsa ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 39,35 persen dari ekspor minyak sawit dunia, dan pada periode yang sama, pangsa ekspor minyak sawit Malaysia sekitar 50,68 Indonesia adalah negara net-exporter minyak sawit, tetapi dalam keadaan mendesak juga mengimpor minyak sawit. Negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia adalah Eropa Barat, India, Pakistan, Cina, dan Jepang. Produk yang diekspor adalah minyak olahan tahap awal seperti RBD palm oil, CPO dan beberapa produk oleokimia. Secara umum, ekspor minyak sawit Indonesia pada 1980-2005 meningkat 12,9 persen per tahun. Pada tahun 2005 pangsa ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 39,35 persen dari ekspor minyak sawit dunia, dan pada periode yang sama, pangsa ekspor minyak sawit Malaysia sekitar 50,68

6.3.3 Industri Terkait dan Industri Pendukung

  1). Industri Terkait

  Industri terkait merupakan industri yang berada dalam sistem komoditas secara vertikal. Indiustri ini mulai dari pengadaan bahan baku, bahan tambahan, bahan kemasan sampai pemasaran. Selain industri terkait terdapat juga industri pendukung yang merupakan industri yang memberikan kontribusi tidak langsung dalam sistem komoditas secara vertikal. a). Industri Penyediaan Bibit Kelapa sawit

  Perkembangan Industri CPO Indonesia agar mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan berkuantitas baik perlu penggunaan bibit unggul. Dengan bibit unggul yang baik maka akan dihasilkan kelapa sawit segar (TBS) yang baik pula untuk selanjutnya diolah menjadi minyak sawit (CPO). Penyediaan bahan baku bibit berkualitas dan mempunyai sertifikat ekolabeling dan diakui di Indonesia terdapat tujuh produsen benih dengan kapasitas 141 juta per tahun. Produsen bibit kelapa sawit antara lain :Pusat Penelitain Kelapa Sawit (PPKS) di Medan, PT. London Sumatera (PT. Lonsum), PT. Socfindo, PT. Tunggal Yunus Estate (PT. TYE), PT Dami Mas Sejahtera (PT. DMS), PT Bina Sawit Makmur (PT. BSM), dan PT Tania Selatan (PT. TS).

  b). Industri Penyedia Kelapa Sawit

  Penyediaan kelapa sawit dalam bentuk segar di usahakan oleh pengusaha swasta, negara, dan petani secara swadaya. Pengusahaan kelapa sawit untuk swasta di dominasi oleh perusahaan-perusahaan besar Perkebunan kelapa sawit swasta yang cukup luas misalnya dimiliki oleh PT Astra Agro Lestari, Sinar Mas group, PT London Sumatra , PT Minamas Gemilang, PT Asian Agri, PT Duta Palma, PT Bakrie Sumatera Plant, PT Salim Ivomas Pratama, PT Surya Dumai dan sebagainya. Selain memiliki kebun inti perkebunan tersebut perusahaan juga memiliki kebun plasma atau KKPA yang cukup besar. Perkebunan rakyat sebagai produksi kelapa sawit mempunyai peranan sebagai penyedia kelapa sawit untuk diolah lebih lanjut menjadi CPO oleh perusahaan yang mempunyai pabrik pengolahan.

  c). Industri Pengolahan Kelapa Sawit

  Untuk menghasilkan CPO diperlukan pabrik pengolahan TBS. Produksi dan pengolahan kelapa sawit dikuasai beberapa pengusaha saja. Tercatat nama- nama besar, seperti PT Astra Agro Lestari, Sinar Mas Group, PT London Sumatera, PT Minamas Gemilang, PT Asian Agri, PT Duta Palma, PT Bakrie Sumatera Plantation, PT Salim Ivomas Pratama, PT Surya Dumai.; dapat disimpulkan bahwa penghasil TBS terbesar di negeri ini adalah petani. Hanya sebagian dari para pemilik perkebunan kelapa sawit ini yang memiliki industri hilir seperti refinery yaitu Sinar Mas, Astra, Salim, Asian Agri, Duta Palma dan beberapa perusahaan lagi dengan kapasitas yang tidak terlalu besar; industri oleochemicals seperti Sinar Mas.

  d). Industri Pegolahan CPO

  Industri yang terkait dalam industri kelapa sawit adalah industri makanan, minuman, minyak goreng, biofuel dan lain sebagainya. Industri tersebut merupakan industri dalam industri CPO Indonesia yang memiliki kontribusi langsung pada sistem komoditas secara vertikal karena industri tersebut menggunakan CPO sebagai bahan bakunnya. Potensi pengembangan energi alternatif seperti biofuel di Indonesia sangatlah besar, dimana kebutuhan bahan bakar minyak baik untuk kepentingan industri maupun individu memiliki kecenderungan terus mengalami peningkatan. Perusahaan yang bergerak dalam bidang biodiesel seperti PT Kreatif Energi Indonesia, PT Energi Alternatif, PT Tranaco Utama, PT Eterindo Wahanatama, PT Molindo Raya Industrial, PT Astra Agro Lestari Tbk. (Grup Astra), PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk. (Grup Bakrie), Grup Sinar Mas, juga BUMN PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). 2). Industri Pendukung

  a). Industri Jasa Pemasaran

  Industri jasa pemasaran merupakan lembaga perantara pemasaran, seperti pedagang pengumpul, distributor, pedagang besar, pedagang eceran, dan ekspotir. Di tahun 2004 Lonsum mengkoordinasikan seluruh kegiatan pemasaran dan penjualannya melalui kantornya di Singapura, mengerahkan segenap daya untuk mengembangkan pangsanya di pasar internasional. Pada tahun 2004 Lonsum berhasil melakukan diversifikasi pemasaran CPO sehingga mampu meningkatkan jumlah pelanggan. Perkembangan ini berawal dari selesainya pembangunan instalasi tangki timbun Sei Lais di Palembang, yang merupakan langkah awal upaya Lonsum mengalihkan metode penjualan CPO di Sumatera Selatan dari ex- Industri jasa pemasaran merupakan lembaga perantara pemasaran, seperti pedagang pengumpul, distributor, pedagang besar, pedagang eceran, dan ekspotir. Di tahun 2004 Lonsum mengkoordinasikan seluruh kegiatan pemasaran dan penjualannya melalui kantornya di Singapura, mengerahkan segenap daya untuk mengembangkan pangsanya di pasar internasional. Pada tahun 2004 Lonsum berhasil melakukan diversifikasi pemasaran CPO sehingga mampu meningkatkan jumlah pelanggan. Perkembangan ini berawal dari selesainya pembangunan instalasi tangki timbun Sei Lais di Palembang, yang merupakan langkah awal upaya Lonsum mengalihkan metode penjualan CPO di Sumatera Selatan dari ex-

  b). Industri Jasa Pendidikan, Pelatihan, Litbang dan Konsultasi

  Kebutuhan akan permintaan pasar yang terus meningkat terhadap CPO setiap tahunnya memungkinkan produksi minyak kelapa sawit di Indonesia untuk terus ditingkatkan. Sejalan dengan perkembangan itu maka sektor perkebunan

  kelapa sawit memerlukan ketersediaan tenaga kerja yang terus bertambah dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan yang memadai, mulai dari bagian teknis agronomitanaman hingga proses pengolahan. Pada era persaingan bebas seperti sekarang, tersedianya tenaga kerja yang terdidik dan terampil menjadi semakin mutlak, karena dengan demikian dapat diharapkan mampu meningkatkan produktivitas tanaman dan mutu CPO yang dihasilkan. Kenyataan membuktikan bahwa tidak semua perkebunan di Indonesia mempunyai pusat pelatihan yang sistimatis (training center). Hanya beberapa perkebunan besar swasta yang memiliki lembaga ini di samping PTPN dengan LPP (Lembaga Pusat Pelatihan).

  Sebagai upaya menangkap peluang ini, salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan mendirikan sebuah lembaga pelatihan tenaga kerja. Pelatihan tenaga kerja ini dititikberatkan pada praktek kerja nyata di kebun dan pabrik secara langsung. Dengan sistem seperti ini diharapkan agar materi yang disampaikan di kebun dan pabrik dapat diterapkan secara langsung pada dunia kerja secara nyata.

  Citra Widya Education (CWE) adalah lembaga jasa pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. CWE menawarkan berbagai macam program pelatihan yang ditujukan mulai dari tingkat operator, asisten, asisten kepala, sampai dengan tingkat manager. Program pelatihan yang ditawarkan meliputi berbagai aspek pelatihan di bidang teknis, manajemen dan kepemimpinan, administrasi sampai dengan quality control. CWE juga mengemban misi yang berupaya agar lulusan-lulusannya memiliki profesionalisme dalam bekerja sehingga secara tidak langsung dapat memberikan Return of Investment (ROI) yang efektif dan efisien bagi perusahaan dengan sumberdaya manusia yang menjunjung prinsip keselamatan kerja dan keamanan lingkungan.

  Hubungan CWE yang erat dengan para pelaku industri termasuk di antaranya perkebunan kelapa sawit, supplier sarana pendukung perkebunan, asosiasi perkebunan kelapa sawit, lembaga pendidikan, dan pusat penelitian serta didukung dengan fasilitas pelatihan langsung di lapangan dengan tenaga pengajar yang berasal dari kalangan praktisi perkebunan kelapa sawit jelas sangat mendukung validity dan applicability program pelatihan kami.

  CWE menjalin hubungan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di Sulawesi Selatan serta Bengkulu sebagai tempat praktek lapangan. Jika sebagian besar pendidikan akademik melakukan praktek yang terbatas pada simulasi di laboratorium dalam kondisi ideal, maka sistem pelatihan di CWE mengambil tempat pada lokasi aktual lengkap dengan kondisi lapangan sebagai salah satu nilai tambahnya. CWE juga merupakan salah satu lembaga pelatihan yang pertama kali menggunakan

  Career-Based Curriculum (CBC) dan dilengkapi dengan sistem pendidikan yang menekankan know-why di samping know-how sehingga lulusan CWE memiliki pengetahuan yang valid dan applicable dalam karirnya di industri. Keberadaan CWE diharapkan akan memberikan manfaat bagi dunia industri pengolahan kelapa sawit, sekaligus memberikan kontribusi untuk mengatasi permasalahan mengenai Sumber Daya Manusia (SDM) perkebunan kelapa sawit Indonesia.

6.3.4 Struktur, Persaingan dan Strategi Industri CPO Nasional

  Perkebunan kelapa sawit sebagai pemasok kelapa sawit di Indonesia diusahakan oleh tiga bentuk pengusahaan yaitu Perkebunan milik Negara, Perkebunan Swasta dan Perkebunan Rakyat. Jumlah pengusahaan perkebunan di Indonesia sangat banyak khususnya yang diusahakan secara swadaya dan Perkebunan Swasta. Jumlah pemasok kelapa sawit yang besar di Indonesia menyebabkan harga kelapa sawit yang berflukuatif mengikuti ketentuan yang berlaku. Harga yang diterima oleh para pengusaha kelapa sawit secara swadaya sering mengikuti harga perusahaan pemilik pabrik kelapa sawit, sehingga harga yang diterima oleh para petani lebih rendah dibandingkan oleh harga yang ditetapkan oleh pemerintah setempat.

  Industri CPO di Indonesia di dominasi oleh Perusahaan Swasta dan Perusahaan Negara. Pabrik CPO di Indonesia saat ini mencapai 420 pabrik dan akan terus bertambah seiring dengan pertambahan luas penanaman sehingga jumlah perusahaan yang ada dalam industri CPO akan semakin banyak. Perusahaan pengolahan CPO di Indonesia untuk saat ini didominasi oleh perusahaan besar swasta (Astra, Asia Agro Lestari, Sinar Mas) yang mempunyai modal besar untuk pembangunan unit pengolahan CPO Jumlah produsen CPO Industri CPO di Indonesia di dominasi oleh Perusahaan Swasta dan Perusahaan Negara. Pabrik CPO di Indonesia saat ini mencapai 420 pabrik dan akan terus bertambah seiring dengan pertambahan luas penanaman sehingga jumlah perusahaan yang ada dalam industri CPO akan semakin banyak. Perusahaan pengolahan CPO di Indonesia untuk saat ini didominasi oleh perusahaan besar swasta (Astra, Asia Agro Lestari, Sinar Mas) yang mempunyai modal besar untuk pembangunan unit pengolahan CPO Jumlah produsen CPO

  Produksi CPO pada awalnya untuk memasok kekurangan minyak nabati di Indonesia. Peluang bisnis yang terbuka di pasar nasional dan internasional menyebabkan komoditi CPO semakin banyak permintaan dari konsumen industri. Pada saat ini minyak nabati di seluruh dunia terdapat 17 jenis dari komoditi yang berbeda. Banyaknya jumlah minyak nabati menyebabkan terjadinya persaingan diantara para produsen minyak nabati yang semakin ketat, selain dari sisi kualitas, kuantitas maupun kontinyuitas produk.

  Perkebunan kelapa di Indonesia saat ini menempati urutan pertama dalam menghasilkan komoditi CPO. Negara di Indonesia diharapkan beberapa tahun kedepan merupakan penghasil dan pengekspor CPO terbesar didunia menggeser dominasi Negara Malaysia sebagai eksportir terbesar. Ancaman bagi pengusahaan CPO Indonesia adalah dari Negara Malaysia yang mendirikan pabrik pengolahan lebih lanjut dengan memasok CPO dari dalam Indonesia. Banyaknya ekspor CPO Negara Indonesia dalam bentuk minyak mentah menyebabkan keuntungan yang diperoleh Negara Malaysia menjadi lebih besar karena produk yang dihasilkan mempunyai nilai tambah lebih.

  Kebutuhan industri terhadap minyak nabati akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan industri baru. Minyak nabati yang mempunyai produksi besar dan mempunyai kandungan betakaroten adalah minyak sawit (PPKS,2006). Konsumen sebagai pengguna minyak nabati akan mencari komoditi yang dari sisi kualitas baik dan sisi kuantitas yang mampu Kebutuhan industri terhadap minyak nabati akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan industri baru. Minyak nabati yang mempunyai produksi besar dan mempunyai kandungan betakaroten adalah minyak sawit (PPKS,2006). Konsumen sebagai pengguna minyak nabati akan mencari komoditi yang dari sisi kualitas baik dan sisi kuantitas yang mampu

  Kekuatan pemasok terhadap harga pasar CPO di dalam negeri dan di pasar internasional dipengaruhi oleh harga yang berlaku di pasar berjangka Rotterdam. Pemasok CPO di dalam negeri mengikuti ketentuan harga yang ditetapkan oleh pemerintah lewat kebijakannya setiap bulannya dengan mengikuti pergerakan harga referensi dari Rotterdam. Dengan penetapan harga yang sudah diatur sehingga menyebabkan posisi tawar pemasok CPO yang lemah di sampiang adanya produk subtitusi minyak CPO. Strategi yang ada saat ini untuk mendukung perkembangan industri CPO Indonesia yaitu :

1. Strategi Produk

  Produk yang sesuai dengan standar mutu akan mampu bersaing dengan produk yang sama dari negara lain. Pada saat ini hampir 90 persen CPO Indonesia diekspor dalam bentuk mentah dan 10 persen untuk produk turunan kelapa sawit. Berbagai syarat tersebut antara lain adalah kadar FFA (free Fatty Acid) berkisar antara 2-5 persen dan mengandung betakaroten tinggi diatas 500 ppm. CPO merupakan minyak mentah sawit yang masih perlu dilakukan pengolahan untuk menjadi suatu produk. Besarnya ekspor kelapa sawit dalam bentuk olahan masih rendah, karena rata-rata kebutuhan industri dinegara konsumen Produk yang sesuai dengan standar mutu akan mampu bersaing dengan produk yang sama dari negara lain. Pada saat ini hampir 90 persen CPO Indonesia diekspor dalam bentuk mentah dan 10 persen untuk produk turunan kelapa sawit. Berbagai syarat tersebut antara lain adalah kadar FFA (free Fatty Acid) berkisar antara 2-5 persen dan mengandung betakaroten tinggi diatas 500 ppm. CPO merupakan minyak mentah sawit yang masih perlu dilakukan pengolahan untuk menjadi suatu produk. Besarnya ekspor kelapa sawit dalam bentuk olahan masih rendah, karena rata-rata kebutuhan industri dinegara konsumen

2. Strategi Harga

  Harga yang tinggi untuk komoditi CPO di pasar internasional akan menyebabkan produsen meningkatkan penjualannya. Pemasaran keluar negeri dapat dilakukan melalui pasar berjangka, seperti yang dilakukan oleh PT Lonsum, selama tahun 2005-2006 melakukan penjualan CPO melalui pasar berjangka. Penjualan CPO hasil PT Lonsum ke pasar dunia relatif stabil karena mekanisme penjualan yang digunakan adalah sisitem penjualan berjangka atau kontrak 6 bulan kedepan, oleh karena itu meskipun harga dunia melemah, harga penjualan CPO PT Lonsum stabil. Peranan pemerintah dalam menetapkan harga dalam negeri sangat mempengaruhi akan besaran keuntungan yang akan diperoleh para pengusahaan kelapa sawit. Untuk mengatasi lonjakan harga luar negeri yang sering berfluktuasi karena CPO sebagai salah satu minyak nabati yang banyak digunakan sebagai bahan baku biodiesel, pemerintah menetapkan harga dan menetapkan pajak ekspor. Kebijakan ini merupakan salah satu regulasi pemerintah agar pasokan kebutuhan CPO dalam negeri tercukupi. Melalui kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) pemerintah menginstruksikan kepada para pengusaha kelapa Harga yang tinggi untuk komoditi CPO di pasar internasional akan menyebabkan produsen meningkatkan penjualannya. Pemasaran keluar negeri dapat dilakukan melalui pasar berjangka, seperti yang dilakukan oleh PT Lonsum, selama tahun 2005-2006 melakukan penjualan CPO melalui pasar berjangka. Penjualan CPO hasil PT Lonsum ke pasar dunia relatif stabil karena mekanisme penjualan yang digunakan adalah sisitem penjualan berjangka atau kontrak 6 bulan kedepan, oleh karena itu meskipun harga dunia melemah, harga penjualan CPO PT Lonsum stabil. Peranan pemerintah dalam menetapkan harga dalam negeri sangat mempengaruhi akan besaran keuntungan yang akan diperoleh para pengusahaan kelapa sawit. Untuk mengatasi lonjakan harga luar negeri yang sering berfluktuasi karena CPO sebagai salah satu minyak nabati yang banyak digunakan sebagai bahan baku biodiesel, pemerintah menetapkan harga dan menetapkan pajak ekspor. Kebijakan ini merupakan salah satu regulasi pemerintah agar pasokan kebutuhan CPO dalam negeri tercukupi. Melalui kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) pemerintah menginstruksikan kepada para pengusaha kelapa

3. Strategi Promosi

  Akses Informasi pasar kelapa sawit sangat penting bagi pengetahuan konsumen industri pengolah kelapa sawit. Melalui promosi yang dilakukan oleh produsen, informasi komoditas yang ditawarkan dapat dikenal oleh para konsumen dalam maupun luar negeri. Berbagai macam informasi melalui promosi dapat diperoleh melaui berbagai media antara lain iklan surat kabar, iklan elektronik (internet, televisi), seminar dan pameran. Adanya berbagai isu negatif mengenai industri CPO dalam negeri mempengaruhi penjualan CPO keluar negeri. Kurangnya informasi dan promosi di luar negeri sehingga menyebabkan banyak kritik dari LSM di Eropa menyangkut konversi hutan menjadi lahan perkebunan sehingga berdampak pada climate change dan banyaknya flora serta fauna yang dikorbankan untuk tujuan pembangunan lahan perkebunan kelapa sawit. Mengatasi isu yang muncul pemerintah melakukan upaya yaitu mengirimkan delegasinya yang terdiri dari unsur pemerintah dan pengusaha kelapa sawit (Dewan Minyak Sawit Indonesia). Berbeda dengan Malaysia, mengenai isu negatif yang beredar pemerintah negara ini sudah membentuk suatu organisasi yang mengurusi promosi yang dibiayai oleh para pengusaha eksportir kelapa sawit yaitu Malaysia Palm Oil Board.

4. Strategi Distribusi

  Pemasaran CPO di dalam dan ke luar negeri belum mempunyai batasan atau kuota. Setiap produsen CPO yang mampu menghasilkan CPO dan mempunyai jaringan kerjasama dengan para distributor melakukan ekspor, kerena permintaan minyak nabati di pasar internasional yang tinggi. Besarnya ekspor CPO akan mempengaruhi ketersediaan CPO di dalam negeri. Perusahaan besar yang mempunyai kebun dan pabrik pengolahan sendiri mendistribusikan hasil produknya didalam maupun ke luar negeri sudah mempunyai kantor pemasaran, sehingga saluran tataniaganya efektif dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mempunyai kantor pemasaran dan hanya mengandalkan distributor sehingga memperpanjang saluran tataniaga yang berakibat berkurangnya margin keuntungan yang diperoleh perusahaan tanpa kantor pemasaran. Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No 339KptsPD.30052007 mengenai pasokan CPO untuk kebutuhan dalam negeri guna stabilisasi harga minyak goreng. Dengan keputusan ini, pengusaha yang tergabung dalam organisasi Gapki dan Non Gapki wajib menyalurkan CPO kepada kepada Asosiasi Minyak Nabati Indonesia untuk diolah menjadi minyak goreng. Dengan adanya keputusan ini, pemerintah mewajibkan penyaluran distribusi CPO pada bulan Mei 2007 sebesar 97.525 dan pada bulan Juni 2007 sebesar 102.800 agar mampu menstabilkan harga minyak goreng didalam negeri.

6.3.5 Peran Pemerintah

  Kebijakan pemerintah mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) sebagai altenatif bahan bakar minyak (BBM) memberi peluang besar bagi industri kelapa sawit untuk lebih berkembang. Sesuai dengan target pemerintah, pada 2010 mendatang sekitar 10 persen dari kebutuhan bahan bakar dalam negeri akan disuplai dengan BBN, dimana tujuh persen diantara berbasis minyak sawit atau dikenal sebagai biodiesel. Untuk itu diperlukan tambahan pasokan atau peningkatan produksi kelapa sawit dalam jumlah besar. Dalam rangka mencapai target proyek BBN, pemerintah antara lain akan mendorong investasi di sektor sawit. Secara keseluruhan pemerintah telah mencadangkan 24,4 juta ha lahan hingga 2010 mendatang. Rinciannya, peluasan lahan perkebunan lima juta hektar, revitalisasi perkebunan kelapa sawit dua juta hektar, rehabilitasi lahan sembilan juta hektar dan reformasi agraria delapan juta hektar.

  Kebijakan pemerintah ini mendapat sambutan positif seperti terlihat dari minat investor yang cukup besar untuk ikut serta dalam proyek pengembangan BBN ini. Disamping itu, pemerintah juga telah memasukan industri kelapa sawit ke dalam sektor prioritas bersama industri lainnya seperti tekstil, kehutanan, sepatu, elektronika, kelautan, petrokimia. Hal ini tidak terlepas dari potensi dan peran strategis yang bisa dicapai oleh sektor ini dalam pembangunan nasional.

  Untuk menunjang pertumbuhan industri kelapa sawit pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan antara lain menghapus pengenaan PPN (10 persen) dalam pengolahan CPO dan masuk dalam industri yang mendapat fasilitas insentif PPh (tax alowance) berdasarkan revisi Peraturan Pemerintah No. 148. Kebijakan tersebut diharapkan akan dapat lebih memacu pertumbuhan sektor ini sehingga Untuk menunjang pertumbuhan industri kelapa sawit pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan antara lain menghapus pengenaan PPN (10 persen) dalam pengolahan CPO dan masuk dalam industri yang mendapat fasilitas insentif PPh (tax alowance) berdasarkan revisi Peraturan Pemerintah No. 148. Kebijakan tersebut diharapkan akan dapat lebih memacu pertumbuhan sektor ini sehingga

  Industri kelapa sawit mempunyai rantai bisnis yang cukup panjang dan saling terkait. Mulai dari penyiapan lahan, pembibitan, supporting industri, pengolahan di industri hulu sampai pada industri hilir. Kebijakan pengembangan sektor ini benar-benar harus melalui koordinasi yang kuat antar instansi terkait sehingga bisa mencapai hasil yang optimal bagi pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu sektor usaha ini, masih membutuhkan kebijakan yang lebih tajam dan komprehensif untuk menghadapi kendala yang masih menghadang mulai dari hulu (sektor perkebunan), manufaktur (pengolahan) dan perdagangan.

6.3.6 Peran Kesempatan

  Perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini masih merupakan salah satu usaha yang menjadi andalan sektor pertanian untuk berperan dalam perekonomian nasional. Penyerapan tenaga kerja dan peluang invetasi yang terbuka di Indonesia menyebabkan perkebunan kelapa sawit masih merupakan primadona dari sektor pertanian. Devisa yang didapat dari ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya pada tahun 2007 mencapai US 4,8 miliar. Peluang pengembangan kelapa sawit di tanah air masih terbuka karena didukung oleh Perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini masih merupakan salah satu usaha yang menjadi andalan sektor pertanian untuk berperan dalam perekonomian nasional. Penyerapan tenaga kerja dan peluang invetasi yang terbuka di Indonesia menyebabkan perkebunan kelapa sawit masih merupakan primadona dari sektor pertanian. Devisa yang didapat dari ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya pada tahun 2007 mencapai US 4,8 miliar. Peluang pengembangan kelapa sawit di tanah air masih terbuka karena didukung oleh

  masyarakat baik dalam negeri maupun ekspor 9 .

  kebutuhan manusia akan produk-produk antara lain untuk minyak makanan ,oleochemical dan biofuel yang belakangan ini cenderung semakin meningkat. Dengan demikian pengembangan kelapa sawit perlu terus kita lakukan pada daerah-daerah yang secara agro-ekonomis memungkinkan pengembangannya. Walau prospek kelapa sawit saat ini sangat baik, tetapi dihadapkan pada citra negatif dalam hal pengembangan, dimana dalam pengembangannya tidak mengikuti kaidah-kaidah pelestarian lingkungan hidup, terlebih pemerintah Uni Eropa dan Amerika memberlakukan keberlanjutan biofuel yang berpotensi dapat menghambat ekspor minyak kelapa sawit ke Eropa.

  9 Beritadotcom.blog.com Indonesia Produsen kelapa Sawit Terbesar tapi dikuasi Malaysia (Mentan