Taufik, SH, AP
M. Taufik, SH, M.AP
(Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah Kota Blitar)
Blitar
Sudah Biasa
dengan Pemberdayaan
Bisa diceritakan bagaimana awal mula keterlibatan Anda dengan pengembangan Sanimas? Bagaimana Blitar
masyarakat dalam program-program pembangunan,
akhirnya tertarik dengan Sanimas?
terutama yang menggunakan dana APBD. Sejak otonomi Waktu itu saya menjadi Kepala Bappeda Kota Blitar. Lalu ada presentasi dari BORDA. Pak Surur Wahyudi dan
berbasis masyarakat sudah harus segera dilakukan, dan Pak AnDy Ulrich sendiri datang waktu itu. Saat itu kami
kami sudah mulai melakukannya sejak 2001. menerima penjelasan tentang konsep baru penanganan sanitasi yaitu dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Penjelasan-penjelasan yang diberikan itu cukup
Sanimas itu Anda dan teman-teman di pemerintahan
meyakinkan sehingga kami waktu itu merasa ini mungkin bisa diandalkan sebagai solusi memecahkan persoalan sanitasi di perkotaan, terutama di kawasan padat dan
Betul, itu sebabnya kami lebih mudah menerima penjelasan teman-teman BORDA terkait program sanitasi terbatas. Tawaran
salahnya jika konsep pemberdayaan masyarakat itu juga program Sanimas
diterapkan dalam upaya kami memecahkan persoalan dengan konsep
sanitasi di perkotaan.
pemberdayaan masyarakat itu
Ada pengalaman menarik dengan pelaksanaan
terasa sinkron
pembangunan Sanimas untuk yang pertama kali di
karena di
Blitar?
Blitar sendiri Jelas ada. Tempat yang jadi tahap uji coba yang sejak 2001
pertama itu adalah Sukorejo. Itu kawasan yang bisa sudah
dibilang “kawasan merah”. Penduduknya padat, banyak premannya. Memang kawasan yang dekat terminal rata-
ZEN
Pelaku Tahap I Pelaku Tahap I
program block grant, di mana dana itu diserap langsung oleh masyarakat. Waktu itu kami sudah punya sedikit
dan juga teman-teman fasilitator dari pemerintah, akhirnya program Sanimas bisa dilaksanakan di Sukorejo. Dan menurut saya bukan cuma bisa dilaksanakan, tapi juga berhasil. Buat saya itu sungguh-sungguh prestasi.
AusAid di fase ujicoba, ada dari pusat. Bagaimana
yang berikutnya. Kami berpikir, kalau di kawasan
koordinasinya?
koordinasi berbagai pihak yang terlibat. Dari lebih mudah. Kebetulan lokasi Sanimas yang
nominaln berpikir
internal pemerintah saja kan sudah lintas
sektor, ada dari PU, Dinas Kesehatan, di Karang Tengah dan Kauman.
knowl Dinas Lingkungan, ada pihak kelurahan tapi
w p ya, a , BORDA
le
Bagaimana dengan Sanimas di lokasi
pondok pesantren yang dimulai di Pondok Pesantren Nurul Ulum?
tantangannya juga ada dan jelas berbeda. Hanya saja pembangunan Sanimas di Pondok Pesantren Nurul Ulum itu juga menarik untuk dicatat karena
pertama itu ada di kawasan pemukiman warga, di Pesantren itu kan berbeda, itu tempat pendidikan. Itu semacam babat alas yang kedua, sementara Sukorejo itu babat alas yang pertama.
sumber. Di tahap uji coba ada dana dari Australia mealui AusAid, dari BORDA, dari pemerintah pusat dan dari APBD sendiri. Adakah kesulitan terkait konsep
hambatan-hambatan birokrasi.
Sementara dalam kaitannya dengan pihak eksternal, karena Sanimas ini juga melibatkan LSM dan pihak- diberikan kepada kami dari sumber luar, baik itu
pihak lainnya, kami menerapkan manajemen satu pintu. nominalnya, tapi kami lebih menilai pada knowledge,
harus datang ke instansi tertentu satu per satu, misalnya pengetahuan apa yang bisa kami pelajari, bisa kami
ke PU atau Dinas Kesehatan atau Bappeda atau instansi aplikasikan, bisa kami gunakan. Lagi pula kami merasa
mana pun yang mereka butuhkan. Bappeda lagi-lagi yang kekurangan dana masih bisa ditutupi oleh APBD kami
menjadi pintu koordinasnya pada tahap ujicoba itu. sendiri.
Bagaimana menurut Anda peranan pemerintah pusat Bagaimana dengan persoalan akuntabilitas dan
dalam pengembangan program pembangunan yang pertanggungjawabannya, mengingat di daerah lain ada kesulitan soal ini?
Pertama, pemerintah pusat tentu saja Dulu saya yang mengawal sendiri soal ini, saya
berperan sebagai regulator, menyusun dan sendiri yang menandatangani MoU-nya dan saya merasa
membuat mekanisme kerja,