BAB 5 PEMBAHASAN
Siswa SMA N 3 Medan yang melakukan perawatan ortodonti cekat dari hasil penelitian ini hanya 13 dari seluruh siswa kelas X dan kelas XI. Hasil ini hampir
sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi O 2007 pada remaja SMU Kota Medan, persentase yang melakukan perawatan kelainan susunan gigi sebesar 14,
padahal prevalensi maloklusi yang didapati adalah sebesar 60,5.
7
Hal ini terjadi karena beberapa faktor, seperti sedikitnya pengetahuan mengenai maloklusi, jenis
kelamin, sosioekonomi, usia, lingkungan, dll.
24
Namun dari hasil penelitian Alamsyah RM., dkk. 2006, alasan terbesar siswa SMA Medan tidak melakukan
perawatan adalah biaya mahal 28,85.
27
Hasil penelitian ini ditemukan persentase siswa yang melakukan perawatan ortodonti berdasarkan jenis kelamin adalah siswa perempuan 88 44 orang
sedangkan siswa laki-laki 12 6 orang, hasil tersebut menggambarkan bahwa siswi perempuan lebih banyak melakukan perawatan dari laki-laki. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Onyeaso, dkk. 2005 bahwa perempuan lebih sensitif terhadap perubahan dalam hidupnya dan lebih mempunyai perhatian terhadap masalah yang
menyangkut estetis, sehingga perempuan lebih banyak melakukan perawatan keadaan maloklusi dibandingkan laki-laki karena tidak nyaman dengan bentuk wajahnya,
khususnya terhadap susunan giginya.
7,13,20
Hasil penelitian Mattick C.R., dkk. 2003 dikatakan bahwa 75 pasien yang melakukan perawatan ortodonti karena alasan
Universitas Sumatera Utara
estetis dan perempuan lebih menyadari kelaianan susunan giginya dibandingkan laki- laki.
21
Sebagian besar siswa melakukan perawatan ortodonti dengan dokter gigi tetapi pada penelitian ini juga didapatkan siswa yang melakukan perawatan ortodonti
cekat dengan tukang gigi, namun siswa tersebut tidak dijadikan sampel penelitian karena tidak memenuhi syarat inklusi dan ekslusi.
Siswa yang mempunyai keinginan untuk melakukan perawatan ortodonti yang berasal dari diri sendiri sebesar 88 44 orang, sedangkan 12 6 orang lainnya
berasal dari orang lain. Hasil penelitian Dewi O 2007 juga menunjukkan kalau sebagian besar siswa yang melakukan perawatan berasal dari keinginan sendiri, yakni
sebesar 68,8.
7
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada usia remaja seorang anak sudah mulai memperhatikan dan lebih peduli terhadap penampilannya, khususnya
terhadap penampilan gigi yang menarik. Hal ini dapat dilihat dari alasan terbesar siswa melakukan perawatan ortodonti adalah karena adanya kelainan susunan letak
gigi, yakni sebesar 96 48 orang. Sedangkan siswa yang merasa ada kelainan dengan susunan gigi mereka sebesar 94 47 orang dan yang merasa kelainan
tersebut cukup parah adalah sebesar 54 27 orang Tabel 8. Siswa yang merasa kelainan susunan giginya tidak menyebabkan gangguan
pengunyahan dan berbicara adalah sebesar 82 41 orang. Sedangkan siswa yang merasa kelainan susunan gigi tersebut dapat mengganggu penampilan dan pergaulan
adalah 46 23 orang dan yang tidak sebesar 54 27 orang. Hal tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar remaja melakukan perawatan bukan karena
masalah fungsional, tetapi lebih kepada gangguan estetis. Seperti yang dikatakan
Universitas Sumatera Utara
Addy, dkk. 1988, Helm dan Peterson 1989 dan Shaw, dkk. 1991 bahwa efek sakit dari maloklusi adalah psikososial yang berhubungan dengan gangguan estetik,
bukan karena kelemahan fungsional.
13
Gosney 1989 menyatakan bahwa motivasi sesorang untuk menjalani perawatan ortodonti merefleksikan sejumlah faktor psikologis dan sosial.
15
Salah satu faktor tersebut saat ini adalah mengenai trend pemakaian piranti ortodonti cekat. Dari
hasil penelitian ini siswa yang menyetujui bahwa memakai kawat gigi itu adalah trend sebesar 64 32 orang. Dan yang keinginannya untuk melakukan perawatan
ortodonti karena adanya trend pemakaian piranti ortodonti cekat sebesar 40 20 orang Tabel 8. Hasil tersebut menunjukkan hampir setengah dari responden
melakukan perawatan ortodonti karena ada pengaruh dari trend pemakaian piranti ortodonti cekat.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa siswa yang memiliki “Sikap Buruk” sebesar 20, dimana yang memiliki Grade 1 sebanyak 1 siswa, Grade 2 sebanyak 5
siswa, Grade 3 dan Grade 4 sebanyak 1 siswa, dan tidak ada siswa yang dikategorikan Grade 5. Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang memiliki nilai sikap
buruk tersebut melakukan perawatan karena lebih cenderung kepada trend, karena dari penilaian DHC disimpulkan bahwa sebagian besar dari siswa tersebut tidak atau
hanya sedikit membutuhkan perawatan. Sedangkan siswa yang memiliki “Sikap Sedang” sebesar 58, dimana yang
memiliki Grade 1 sebanyak 3 siswa, Grade 2 sebanyak 8 siswa, Grade 3 sebanyak 6 siswa, Grade 4 sebanyak 11 siswa, dan Grade 5 sebanyak 1 siswa. Dan siswa yang
memiliki “Sikap Baik” sebesar 22, dimana tidak ada siswa yang memiliki Grade 1,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan Grade 2 dan Grade 3 sebanyak 2 siswa, Grade 4 sebanyak 6 siswa, dan Grade 5 sebanyak 1 siswa Tabel 11. Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa yang
memiliki sikap baik melakukan perawatan memang karena kebutuhan mereka berdasarkan penilaian DHC. Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara
sikap dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, dengan hasil uji Pearson Chi- Square tersebut menunjukkan bahwa p-value =0.000 0.05.
Siswa yang melakukan perawatan ortodonti karena adanya trend pemakaian piranti ortodonti cekat, yakni sebesar 40, yang dikategorikan “Butuh Perawatan”
Grade 2-5 DHC adalah sebanyak 14 siswa atau 28 Grade 2 sebanyak 11 siswa, Grade 3 sebanyak 2 siswa, Grade 4 sebanyak 1 siswa, dan tidak ada siswa yang
dikategorikan Grade 5, dan yang dikategorikan “Tidak Butuh Perawatan” Grade 1 DHC sebanyak 6 siswa atau 12 .
Sedangkan siswa yang tidak dipengaruhi oleh trend untuk melakukan perawatan adalah sebesar 60, dimana tidak ada siswa yang dikategorikan “Tidak
Butuh Perawatan” Grade 1, sedangkan yang dikategorikan “Butuh Perawatan” sebanyak 30 siswa Grade 2 sebanyak 4 siswa, Grade 3 sebanyak 7 siswa, Grade 4
sebanyak 17 siswa, dan Grade 5 sebanyak 2 siswa. Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara trend pemakaian kawat gigi dan tingkat kebutuhan
perawatan ortodonti, dengan hasil uji Pearson Chi-Square tersebut menunjukkan
bahwa p-value =0.000 0.05.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN