Hubungan Sikap dan Tingkat Kebutuhan Perawatan Ortodonti (IOTN) Pada Siswa SMA N 3 Medan

(1)

HUBUNGAN SIKAP DAN TINGKAT KEBUTUHAN

PERAWATAN ORTODONTI (IOTN) PADA

SISWA SMA N 3 MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: HILMAN MASRI

NIM : 080600128

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ortodonti Tahun 2012

Hilman Masri

Hubungan Sikap dan Tingkat Kebutuhan Perawatan Ortodonti (IOTN) Pada Siswa SMA N 3 Medan.

xi + 56 halaman

Maloklusi masih merupakan masalah penting dalam kesehatan gigi, dan menduduki urutan ketiga setelah karies dan penyakit periodontal di Indonesia. Prevalensi maloklusi pada 4 Sekolah Menengah Umum di Kota Medan bahkan telah mencapai 83% (Marpaung, 2006). Banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat, khususnya remaja untuk melakukan perawatan terhadap maloklusinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara sikap dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti pada siswa SMA N 3 Medan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan disain cross sectional. Populasi adalah siswa kelas X dan XI SMA N 3 Kota Medan yang sedang menjalani perawatan ortodonti cekat, yakni berjumlah 130 siswa yang kemudian diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi sehingga didapatkan 50 sampel yang sesuai dengan hasil perhitungan menggunakan rumus besar sampel. Pengumpulan data tentang sikap dilakukan dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data mengenai tingkat kebutuhan perawatan ortodonti didapat dengan cara mengukur studi


(3)

model sampel yang disimpan dokter gigi masing-masing sampel dengan acuan pengukuran Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan ortodonti cekat lebih banyak dilakukan siswa perempuan, yakni 88% (44 orang) sedangkan siswa laki-laki 12% (6 orang). Siswa yang memiliki sikap buruk sebesar 20% (10 orang), sikap sedang sebesar 58% (29 orang), dan sikap baik sebesar 22% (11 orang). Hasil penelitian pada siswa yang memiliki nilai sikap buruk adalah siswa melakukan perawatan ortodonti karena lebih cenderung karena trend, hal ini ditemukan dari penilaian IOTN (Dental Health Component/DHC) yang disimpulkan bahwa sebagian besar dari siswa tersebut tidak atau hanya sedikit membutuhkan perawatan, sedangkan siswa yang memiliki sikap yang sedang dan sikap baik melakukan perawatan dikarenakan tingkat kebutuhan siswa sesuai dengan penilaian DHC. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ditemukan hubungan antara sikap dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti (IOTN/DHC) pada siswa tersebut.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 24 Mei 2012

Pembimbing: Tanda tangan

Erliera, drg., Sp.Ort ... NIP. 19800113 200812 2 003


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 24 Mei 2012

TIM PENGUJI

KETUA : Erliera, drg., Sp.Ort

ANGGOTA : 1. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K) 2. Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, maka skripsi ini telah disusun dalam rangka memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Dalam penelitian ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta, ayahanda Drs. Jamasri dan ibunda Nazrida, SH., yang telah begitu banyak memberikan pengorbanan untuk membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang, cinta, bimbingan dan semangat kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk kakak dan adikku tercinta Aulia Oktarina, S.S., dan Ilham Masri yang selalu memberikan dorongan dan semangat pada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort. (K)., selaku Ketua Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.


(7)

3. Erliera, drg., Sp.Ort., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, pemikiran, kesabaran, dukungan, bimbingan dan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort. (K). dan Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort., selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu dan memberi masukan kepada penulis.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi terutama staf pengajar dan pegawai di Departemen Ortodonti Universitas Sumatera Utara.

6. Lasminda Syafiar, drg., M.Kes., selaku penasihat akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

7. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP. (K)., selaku ketua komisi etik penelitian bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan penelitian ini.

8. Drs. Sahlan Daulay, M.Pd., selaku kepala sekolah serta Bapak dan Ibu guru di SMA N 3 Medan yang telah memberikan izin untuk penelitian dan telah membantu penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

9. Drs. Abdul Jalil A.A., M.Kes. dan Maya Fitria, SKM., M.Kes., yang telah meluangkan waktunya dan membantu dalam konsultasi metodelogi penelitian dan statistik.

10. Teman-teman terbaikku, Aqwam, Ika, Riska, Ica, Imel, Nami dan Rora atas dukungan, semangat, doa dan kebersamaan kita selama mendapat pendidikan di FKG USU.


(8)

11. Teman-teman angkatan 2008, senior dan junior di FKG USU yang telah memberi dukungan dan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

12. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang berguna bagi fakultas, bangsa dan negara.

Medan, 24 Mei 2012 Penulis,

Hilman Masri NIM: 080600128


(9)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalahan... ... 6

1.3 Hipotesa Penelitian... .... 6

1.4 Tujuan Penelitian... .... 6

1.5 Manfaat Penelitian... .... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kesehatan... .... 9

2.2 Penilaian Kebutuhan Akan Perawatan Ortodonti... 12

2.2.1 IOTN... .... 15

2.2.2 PAR... .... 26

2.2.3 DAI ... 27

2.2.4 ICON ... 29

2.3 Penilaian Klinis Akan Perlunya Perawatan ... 30

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... ... 36

3.2 Populasi Penelitian... 36

3.3 Besar Sampel ... 36

3.4 Waktu dan Lokasi Penelitian... .... 38


(10)

3.6 Variabel Penelitian ... 38

3.7 Defenisi Operasional ... 39

3.8 Metode Pengumpulan Data... ... 41

3.9 Pengolahan Data ... 42

3.10 Analisa Data... .... 42

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 43

BAB 5 PEMBAHASAN ... 50

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 54

6.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Grade 1-2 indeks komponen DHC dari IOTN ... 16

2 Grade 3 indeks komponen DHC dari IOTN ... 17

3 Grade 4-5 indeks komponen DHC dari IOTN ... 17

4 Keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan berdasarkan Grade DAI ... 29

5 Protokol pemberian Grade susunan oklusal (Daniels dan Richmond, 2000) ... 31

6 Kategori Penilaian “Sikap”... 40

7 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ... 43

8 Distribusi responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan penilaian sikap ... 44

9 Distribusi responden berdasarkan hasil penilaian sikap... 45

10 Distribusi responden berdasarkan penilaian DHC dari IOTN ... 46

11 Nilai DHC berdasarkan kategori sikap responden... 47

12 DHC berdasarkan pengaruh trend pemakaian piranti ortodonti cekat... 48

13 Kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan pengaruh trend pemakaian piranti ortodonti cekat... 49


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Pengukuran overjet ... 18

2 Pengukuran reverse overjet ... 19

3 Anterior crossbite... 19

4 Posterior buccal crossbite ... 19

5 Posterior lingual crossbite ... 20

6 Pengukuran overbite ... 20

7 Complete overbite ... 21

8 Incomplete overbite ... 21

9 Lateral openbite dan anterior openbite... 22

10 Pergeseran gigi-gigi ... 22

11 Impeded eruption ... 23

12 Oklusi Kelas I ... 24

13 Oklusi Kelas II ... 24

14 Oklusi Kelas III ... 24


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Kerangka konsep 2 Kerangka teori 3 Ethical clearance

4 Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian

5 Lembar persetujuan setelah penjelasan (Informed Consent) 6 Kuesioner penelitian

7 Tabel penilaian IOTN

8 Surat keterangan telah melakukan penelitian di SMA N 3 Medan 9 Hasil pengolahan data dengan program SPSS Seri 17


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ortodonti adalah lapangan ilmu Kedokteran Gigi yang mengobservasi pertumbuhan dan perkembangan dari gigi-geligi serta struktur anatomi yang berhubungan dengan gigi-geligi tersebut. Ortodonti juga mencegah dan memperbaiki posisi gigi yang tidak teratur sampai pada tercapainya fungsi dan oklusi yang normal serta bentuk wajah yang menyenangkan.1-3 Tujuan utama perawatan ortodonti adalah untuk memperoleh oklusi yang optimal dan harmonis, baik fungsional maupun estetis.1

Oklusi gigi yang menyimpang dari hubungan normal antara gigi-geligi pada salah satu rahang atau pada gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah disebut maloklusi.4,5 Gigi berjejal, tidak rata, dan protrusi telah menjadi masalah beberapa orang sejak zaman dahulu sekitar tahun 1000 SM dan mereka telah berusaha untuk memperbaikinya.6

Maloklusi merupakan masalah penting dalam kesehatan gigi di Indonesia, dan menduduki urutan ketiga setelah karies dan penyakit periodontal. Sejak puluhan tahun yang lalu prevalensinya masih tinggi, sekitar 80% (Koesoemaharja, 1991).5 Prevalensi maloklusi di Kota Medan pada 4 Sekolah Menegah Umum bahkan telah mencapai 83% (Marpaung, 2006).Hasil penelitian Agusni (1998) pada anak Sekolah Dasar di Surabaya menunjukkan 31% anak tidak memerlukan perawatan terhadap maloklusi, 45% memerlukan perawatan ringan dan 24% sangat memerlukan


(15)

perawatan karena keadaan maloklusi yang tergolong parah sehingga dapat mengganggu kesehatan fisik dan kehidupan sosialnya.7

Berbeda dengan indeks yang telah digunakan untuk menilai penyakit di rongga mulut seperti karies, penyakit periodontal dan disfungsi TMJ, maloklusi adalah suatu kelainan yang unik karena memiliki hubungan yang tidak langsung dengan ruang lingkup sosial-psikologis. Beberapa indeks maloklusi telah dikembangkan dan telah digunakan untuk diagnostik, klasifikasi, epidemiologi pengumpulan data, pencatatan kebutuhan perawatan dan penilaian keberhasilan perawatan.8

Oklusal indeks yang umum digunakan untuk menilai kebutuhan perawatan berdasarkan keadaan maloklusi seseorang antara lain: Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), Dental Aesthetic Index (DAI), Peer Assesment Rating (PAR) dan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON).9 IOTN yang dikemukakan oleh Brook dan Shaw telah diakui secara internasional sebagai salah satu metode dalam menentukan kebutuhan perawatan. Indeks ini mengelompokkan keadaan maloklusi secara signifikan dalam mengidentifikasi siapa yang paling mendapat keuntungan dari perawatan ortodonti.10 Sifat indeks ini sederhana dan mudah untuk digunakan dan dipelajari, cepat waktu penggunaanya, secara klinik bisa dipertanggung jawabkan sesuai dengan kebutuhan, dapat membedakan beberapa tingkatan dengan jelas dan dapat dipertanggung jawabkan secara statistik karena adanya kesesuaian yang tinggi antara dua komponen IOTN yaitu Aesthetic Component dan Dental Health Component. Semua ini menunjang persyaratan kriteria indeks yang baik menurut Young dan Striffler.11


(16)

Protrusi, irregular, atau maloklusi gigi dapat menyebabkan tiga tipe masalah pada pasien : (1) diskriminasi karena tampilan wajah; (2) masalah fungsi rongga mulut, termasuk kesulitan pergerakan rahang, temporomandibular joint dysfunction, dan masalah dalam mengunyah, menelan atau berbicara dan; (3) lebih besar kerentanan terhadap trauma, penyakit periodontal atau karies gigi.6

Keadaan gigi yang maloklusi bisa mengganggu penampilan seseorang, sehingga timbul permasalahan seperti penderita sering merasa rendah diri, minder, dan enggan tersenyum.2 Penampilan wajah yang tidak menarik mempunyai dampak yang tidak menguntungkan pada perkembangan psikologis seseorang, apalagi pada saat usia remaja (Kustiawan, 2003).Anak Sekolah Menengah Umum termasuk dalam batasan usia remaja akhir, terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Pada masa ini mereka lebih mementingkan daya tarik fisik, terutama wajah dalam proses sosialisasi.7 Sehingga remaja sangat mementingkan penampilan gigi yang menarik.12

Setiap evaluasi dari kebutuhan untuk perawatan ortodonti harus mencakup penilaian terhadap gangguan estetika dari maloklusi (Federation Dentaire Internationale, 1970). Literatur lain juga mengatakan bahwa penilaian estetika gigi ditinjau dari segi sosial dan psikologis sangat penting untuk dinilai (Howells and Shaw, 1985). Dukungan literatur secara tidak langsung dari studi longitudinal hubungan antara maloklusi dan penyakit gigi, ditemukan penggunaan pengukuran efek estetika terhadap maloklusi (Addy dkk., 1988; Helm and Peterson, 1989; Shaw dkk., 1991). Penelitian ini menegaskan bahwa efek sakit dari maloklusi adalah


(17)

psikososial yang berhubungan dengan gangguan estetik, bukan karena kelemahan fungsional.13

Wajah sebagai satu kesatuan ekspresi jiwa dan raga memberi arti penting pada kepribadian seseorang. Estetika wajah sering mengundang perhatian orang yang menatapnya. Susunan gigi yang rapi dan normal adalah salah satu komponen penting pada penampilan wajah seseorang. Alasan terbesar seseorang mencari perawatan ortodonti adalah untuk menanggulangi masalah psikologi yang berhubungan dengan masalah gigi dan penampilan wajah.14

Hasil penelitain Klages (2007) mengungkapkan bahwa faktor pemicu seseorang untuk melakukan serangkaian perawatan ortodonti bukanlah semata melihat susunan gigi yang tidak rapi, akan tetapi lebih karena faktor psikososial yaitu tentang persepsi oklusi dan adanya rasa kurang percaya diri saat melihat wajahnya di cermin. Bahkan menurut Munizeh (2008) maloklusi lebih merupakan fenomena morfopsikologis yang berdampak pada rasa tidak nyaman, kurang percaya diri, tidak bahagia dan cenderung membandingkan diri dengan orang lain.4 Khususnya Gosney (1989) telah mencatat bahwa motivasi untuk menjalani perawatan ortodonti merefleksikan sejumlah faktor psikologis dan sosial.15 Karena alasan itu, dalam mendefinisikan tujuan perawatan ortodonti, seseorang harus mempertimbangkan tidak hanya faktor morfologi dan fungsional, tetapi berbagai masalah psikososial dan bioetika juga.6

Trend penggunaan piranti ortodonti cekat mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Di Indonesia, penggunaan ortodonti cekat baru dimulai pada tahun 80-an dan semakin populer pada awal tahun 2000-an. Ortodonti cekat mulanya ditemukan


(18)

pada fosil manusia dengan gigi dipasangi kawat. Fungsinya bukan untuk mengatur letak gigi, namun untuk mengikat gigi-gigi yang goyang.16

Seiring dengan perkembangan zaman dan keinginan untuk tampil lebih cantik dengan senyum yang indah, saat ini penggunaan piranti ortodonti ini bukan lagi hanya untuk memperbaiki fungsi gigi, tetapi sudah menjadi aksesoris. Ortodonti cekat boleh jadi disebut sebagai tindakan kosmetika gigi yang paling populer dan menjadi trend. Tidak dapat dipungkiri, belakangan ini penggunaan ortodonti cekat semakin banyak di masyarakat, apalagi di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini disebabkan karena masyarakat mulai menyadari bahwa gigi mempunyai peranan penting dalam penampilan.2

Perawatan ortodonti tidak hanya dilakukan terhadap orang yang membutuhkan perawatan tetapi banyak juga orang, khususnya pada kalangan remaja menggunakan piranti ortodonti cekat, padahal secara klinis gigi mereka normal. Hal yang mungkin melatarbelakangi penggunaan alat ini dari segi bentuknya yang lucu, unik, warna-warni, dan lain sebagainya, atau mungkin karena harganya yang relatif mahal sehingga ada paradigma sempit di antara masyarakat awam bahwa yang menggunakan alat ini adalah orang kaya. Maka dari itu ada juga orang menggunakan piranti ortodonti dengan tujuan supaya terpandang sebagai orang kaya.17

Maraknya penggunaan piranti ortodonti, khususnya ortodonti cekat pada kalangan remaja tanpa indikasi yang kuat untuk dilakukan perawatan, serta sikap masyarakat yang menggunakan jasa perawatan yang dilakukan oleh yang bukan ahlinya di bidang tersebut, maka dari itu peneliti ingin melakukan penelitian di SMA N 3 Medan untuk mengetahui gambaran sikap yang diambil siswa di Kota


(19)

Medan yang menggunakan ortodonti cekat dan membandingkannya dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti siswa tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

Apakah ada hubungan antara sikap dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti (IOTN) pada siswa SMA N 3 Medan?

1.3 Hipotesa Penelitian

Terdapat hubungan antara sikap dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti (IOTN) pada siswa SMA N 3 Medan.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui sikap siswa SMA N 3 Medan terhadap pemakaian piranti ortodonti cekat.

2. Mengetahui tingkat kebutuhan perawatan ortodonti yang sebenarnya pada siswa SMA N 3 Medan yang memakai piranti ortodonti cekat.

3. Melihat apakah ada hubungan antara sikap dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti (IOTN) pada siswa SMA N 3 Medan.


(20)

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat :

1. Menambah kesadaran akan indikasi perawatan ortodonti yang sesungguhnya pada siswa SMA N 3 Medan.

2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat akan kebutuhan perawatan ortodonti.

3. Sebagai informasi bagi pihak yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan gigi untuk mengoptimalkan pelayanan dan penyuluhan mengenai maloklusi beserta pencegahan dan perawatannya.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Perawatan ortodonti mempunyai riwayat yang panjang, literatur tertulis yang pertama mengenai perawatan aktif dibuat oleh Aurelius Cornelius Celsus (25 SM-50M), yang pada edisi tujuh berjudul “Medicine”, memperkenalkan penggunaan tekanan jari untuk memperbaiki susunan gigi yang tidak teratur. Beberapa penulis era terdahulu juga menganjurkan agar gigi dicabut untuk memperbaiki susunan yang berjejal dan tidak teratur.18

The World Health Organization (1962) memasukkan topik maloklusi di bawah judul Anomali Dento-Facial yang mengganggu fungsi, didefenisikan sebagai suatu anomali yang menyebabkan cacat atau gangguan fungsi, dan memerlukan perawatan jika cacat atau gangguan fungsi menyebabkan atau kemungkinan akan bisa menyebabkan rintangan bagi kesehatan fisik maupun emosional dari pasien. Salzmann (1968) mendefenisikan maloklusi yang berdampak merugikan sebagai suatu maloklusi yang memberikan pengaruh merugikan terhadap estetik, fungsi, maupun bicara. Defenisi yang umum seperti ini terutama digunakan dalam menilai kebutuhan perawatan bagi pasien secara individual, dan melibatkan sejumlah besar ukuran penilaian subjektif.18

Hasil penelitian yang dilakukan pada 188 pelajar Sekolah Dasar untuk mengetahui tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, diperoleh tiga komponen utama yang mempengaruhi kebutuhan perawatan ortodonti yaitu : 1) Kesadaran dari pelajar


(22)

sendiri; 2) Pengetahuan pelajar tentang maloklusi dan alat-alat ortodonsia; dan 3) Adanya unsur kesediaan untuk melakukan perawatan ortodonti (Husein, 2007).14

2.1 Perilaku Kesehatan

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai makna sangat luas antara lain mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berfikir tanggap dan emosi. Perilaku juga berarti aktifitas organisme, baik yang diamati secara langsung maupun tidak langsung.7

Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman dan interaksi manusia dengan lingkungannya. Wujudnya bisa berupa pengetahuan, sikap, dan tindakan. Perilaku mulai dibentuk dari pengetahuan, subjek mengetahui adanya rangsangan yang berupa materi atau objek di luar dirinya, kemudian terbentuk pengetahuan baru. Pengetahuan baru ini akan menimbulkan tanggapan batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahui tadi. Setelah rangsangan tadi diketahui dan disadari sepenuhnya, akan timbul tanggapan lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan terhadap rangsangan.19

Perilaku kesehatan gigi adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berhubugan dengan konsep sehat dan sakit gigi serta upaya pencegahannya. Bentuk operasional perilaku kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga wujud, yaitu :19

1. Perilaku dalam wujud pengetahuan yakni dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar yang berupa konsep sehat, sakit, dan penyakit.

2. Perilaku dalam wujud sikap yakni tanggapan batin terhadap rangsangan dari luar yang dipengaruhi faktor lingkungan fisik, biologi, dan sosial.


(23)

3. Perilaku dalam wujud tindakan yang sudah nyata, yakni berupa perbuatan terhadap situasi atau rangsangan luar.

Perilaku kesehatan yang berupa pengetahuan dan sikap masih bersifat tertutup, sedangkan perilaku kesehatan berupa tindakan bersifat terbuka. Sikap sebagai perilaku tertutup lebih sulit diamati, oleh karena itu pengukurannya pun berupa kecenderugan atau tanggapan terhadap fenomena tertentu.19

Perilaku kesehatan gigi berperan dalam cara pandang remaja terhadap pengaruh maloklusi terhadap kualitas hidupnya. Perilaku kesehatan gigi yang mempengaruhinya adalah pengetahuan remaja terhadap maloklusi, sikap remaja yaitu keyakinan remaja terhadap keadaan maloklusinya, serta perilaku pencarian pengobatan/perawatan pada remaja yang merasakan suatu kelainan yang dialaminya. Dalam hal konsep perilaku pencarian pengobatan/perawatan, remaja mendapat dorongan untuk melakukan tindakan yang berasal dari media cetak/elektronik, lingkungan teman sebaya, orang tua ataupun anjuran dari tenaga profesional seperti petugas kesehatan.7

Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang diketahui manusia tentang objek tertentu. Pengetahuan adalah pemberi bukti oleh seseorang melalui proses pengingatan atau pengenalan suatu informasi, ide atau fenomena yang diperoleh sebelumnya. Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu melalui proses pendidikan. Seseorang memperoleh pengetahuan melalui penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indra pendengaran dan penglihatan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.7,19


(24)

Sikap adalah suasana batin atau hasil proses sosialisasi yaitu reaksi seseorang terhadap rangsangan yang diterimanya.19 Sikap dapat diamati berupa penilaian seseorang terhadap objek tertentu dengan pernyataan baik atau buruk. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Jelaslah bahwa sikap belum berupa tindakan, namun merupakan predisposisi ke arah tindakan.7,19

Berdasarkan uraian Allport (1954), sikap mempunyai tiga komponen: (1) Komponen yang berhubungan dengan kepercayaan, ide, dan konsep, (2) Komponen afeksi yang berkaitan dengan kehidupan emosional, (3) Komponen

konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku.19

Berdasarkan penelitian Dewi O (2007) menyatakan bahwa 82,6% remaja SMU Kota Medan mempunyai sikap yang positif terhadap pencegahan dan perawatan maloklusi, namun hanya 14,8% yang melakukan perawatan terhadap maloklusinya.7 Faktor pendorong remaja untuk mencari perawatan ortodonti sangat kompleks. Estetika, terutama susunan gigi anterior yang salah sering menjadi alasan utama untuk melakukan perawatan ortodonti dan memperbaiki susunan gigi-geligi adalah tujuan penting perawatan.12,20-22 Motivasi pasien dalam mencari perawatan ortodonti, selain yang diungkapkan untuk memperoleh wajah yang menarik, tujuan lain yang membonceng dan mendasari sangat bervariasi, berbeda dari satu pasien dengan pasien yang lain.1

Pengukuran sikap secara sistematis dilakukan dengan skala sikap yang telah distandarkan. Teknik yang paling umum digunakan adalah skala sikap dari Trurstone yang disebut The equal-Appearring Interval dan dari Likert yang disebut Summated Agreement. Skala Thrustone menggunakan kategori yang terdiri dari dua alternatif


(25)

jawaban. Sedangkan pada skala Likert subjek dihadapkan pada lima alternatif jawaban, yaitu pilihan jawaban dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.19

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan.7 Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu melalui wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan beberapa waktu sebelumnya atau secara langsung dengan mengamati tindakan atau kegiatan responden. Pengukuran tindakan ini sering mengalami kesulitan jika responden harus mengingat kegiatan yang sudah lama dikerjakan.19

2.2 Penilaian Kebutuhan Akan Perawatan Ortodonti

Pada tahun terakhir ini, jumlah perawatan ortodonti meningkat tajam, dan sudah dilakukan beberapa cara untuk mendefenisikan kebutuhan akan perawatan ortodonti.18 Perawatan ortodonti dapat dibenarkan jika itu akan meningkatkan kesehatan gigi atau penampilan pasien, seperti dalam kasus traumatik gigi yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan pendukung dan penyakit periodontal. Beberapa kasus lain seperti penyimpangan yang menyebabkan perpindahan pada penutupan mandibula, hal ini dapat menyebabkan rasa sakit dan disfungsi pada otot dan sendi yang terkait. Maloklusi dapat membuat gigi lebih sulit dibersihkan dan akumulasi plak, yang akan menyebabkan karies dan penyakit periodontal.8

Banyak keadaan maloklusi mengganggu penampilan wajah sehingga hal tersebut memiliki dampak yang penting pada kehidupan sosial individu dan bahkan mempengaruhi prospek karir mereka. Perawatan ortodonti sepenuhnya dibenarkan


(26)

dalam kasus ini.23 Memperhatikan sudut pandang individu tentang daya tarik dari susunan gigi sebelum perawatan ortodonti sangat penting. Jenis kelamin, latar belakang sosial ekonomi dan usia adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan dalam perawatan ortodonti.24

Perempuan lebih sensitif terhadap perubahan dalam hidupnya dan lebih mempunyai perhatian terhadap masalah yang menyangkut estetis, hal ini didukung oleh penelitian Onyeaso, dkk. (2005), yang melaporkan bahwa wanita lebih banyak melakukan perawatan maloklusi dibandingkan laki-laki karena tidak nyaman dengan bentuk wajahnya.7 Orang dengan pendidikan dan kehidupan sosial yang tinggi cenderung memiliki norma-norma sosial yang baik dalam hubungannya dengan harapan kesehatan mulut dan persepsi diri tentang citra tubuh. Pasien dengan kehidupan sosial menengah biasanya menerima perawatan yang lebih baik dari dokter gigi mereka dibandingkan dengan kelas di bawahnya.25 Beberapa penelitian menyebutkan bahwa lebih dari sepertiga orang dewasa mempunyai kebutuhan perawatan dari sedang sampai berat (Soh dan Sandham, 2004).24

Indeks oklusal telah banyak digunakan sebagai metode untuk mencapai evaluasi yang lebih seragam terhadap kebutuhan perawatan ortodonti selama bertahun-tahun. Beberapa indeks telah dikembangkan untuk mengkategorikan maloklusi ke dalam kelompok sesuai dengan tingkat kebutuhan perawatan.10

Beberapa indeks oklusi yang sudah dapat diterapkan, merupakan suatu alat penilaian yang objektif seperti indeks yang dikemukakan oleh Van Kirk & Pennell (1959), Poulton & Aaronson (1961), Bjork dkk. (1964), Summers (1971). Indeks-indeks ini dibuat dengan membagi oklusi menjadi komponen-komponen yang lebih


(27)

penting, seperti susunan berjejal, celah, hubungan antero-posterior, besar overjet dan overbite insisal, malposisi gigi tunggal dan lainnya. Setiap komponen dianalisis terpisah, menggunakan kriteria yang didefenisikan dengan cermat, dan bila mungkin, menggunakan ukuran yang sesungguhnya.18

Oklusal indeks yang umum digunakan untuk menilai kebutuhan perawatan ortodonti antara lain: Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), Dental Aesthetic Index (DAI), Peer Assesment Rating (PAR) dan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON). ICON dan PAR lebih sering digunakan untuk menilai hasil perawatan. Dalam beberapa segi, indeks IOTN, DAI dan ICON memiliki kesamaan, kegunaannya menilai dua komponen morfologis dan estetika. Ketiga indeks tersebut mengukur sifat yang sama seperti overjet, reverse overjet, openbite, overbite, hubungan molar antero-posterior, dan pergeseran gigi. Perbedaannya pada indeks IOTN, analisis komponen estetika dipisahkan dari komponen kesehatan gigi.9

Metode-metode yang diperkenalkan oleh Draker (1960), Grainger (1967), Salzmann (1968), Freer dan Adkins (1968) serta Freer (1972), sudah mengalami banyak perkembangan guna mencapai tujuan yaitu penilaian kebutuhan akan perawatan bagi tujuan kesehatan masyarakat (Gray & Demirgian, 1977). Brook dan Shaw (1989) sudah memperkenalkan garis besar dari indeks prioritas perawatan ortodonti yang terdiri atas dua bagian. Bagian pertama menilai dan memberikan Grade bagi faktor-faktor oklusi dan gangguan kesehatan rongga mulut, sedangkan bagian kedua memberikan Grade untuk derajat gangguan estetik yang disebabkan karena malposisi gigi anterior.18


(28)

2.2.1 Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN)

Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) yang sebenarnya berdasarkan suatu indeks lain di Eropa yaitu The Swedish Dental Health Board, pada awalnya dikemukakan di Inggris oleh Evans dan Shaw untuk komponen estetika kemudian penelitian dilanjutkan oleh Brook dan Shaw.11 IOTN dikembangkan oleh Brook dan Shaw (1989) dan dimodifikasi kembali oleh Richmond (1990) serta telah mendapatkan pengakuan nasional dan internasional sebagai metode objektif mengukur kebutuhan perawatan.10,15,25 Brook dan Shaw mengembangkan IOTN untuk menentukan kebutuhan perawatan ortodonti.6,9,22,26,27

Indeks ini bertujuan untuk mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan adanya kelainan susunan gigi secara perorangan dan penerimaan ketidaksempurnaan estetis.9,11 Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengidentifikasikan pasien yang lebih mendapatkan prioritas perawatan dan memperoleh manfaat secara maksimal dengan perawatan ortodonti.10,11,22

Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) terdiri dari dua komponen analisis yaitu Dental Health Component (DHC) dan Aesthetic Component (AC).28 Dental Health Component (DHC) dipergunakan terlebih dahulu dan diikuti oleh analisis Aesthetic Component (AC).11 AC menunjukkan kebutuhan subjektif pasien dan DHC mengungkapkan kebutuhan objektif perawatan ortodonti.24


(29)

A. Dental Health Component (DHC)

Dental Health Component melibatkan faktor-faktor yang dapat merusak kesehatan dan fungsi dari gigi tersebut.3,9 DHC mencatat berbagai keadaan oklusal dari maloklusi yang akan meningkatkan morbiditas gigi dan struktur sekitarnya. Gangguan fungsional juga direkam, termasuk penilaian terhadap penutupan bibir, pergeseran mandibula, oklusi dan pengunyahan yang traumatik atau kesulitan berbicara dengan baik. DHC biasanya dicatat saat pasien diperiksa di kursi unit oleh dokter gigi tetapi dapat juga dinilai dari cetakan gigi pasien.9

Dental Health Component diajukan untuk mengatasi subjektifitas pengukuran dengan batas ambang yang jelas, yang terdiri dari 5 Grade keparahan maloklusi. Grade 1 menunjukkan kelompok yang tidak memerlukan perawatan ortodonti, sedangkan Grade 5 merupakan keadaan maloklusi yang terparah, dan diindikasikan sangat membutuhkan perawatan. Grade DHC menunjukkan berapa besar tingkat prioritas untuk kebutuhan perawatan, dengan perincian sebagai berikut:10,11,12,13,26,29

Grade 1-2 : tidak perlu perawatan/perawatan ringan. (Tabel 1) Grade 3 : perawatan borderline/sedang. (Tabel 2)


(30)

Tabel 1. Grade 1-2 indeks komponen DHC dari IOTN.9 Grade 1

1. Maloklusi ringan, termasuk pergeseran kontak poin yang kurang dari 1 mm Grade 2

2.a. Overjet yang lebih besar dari 3,5 mm tetapi kurang atau sama dengan 6 mm serta bibir yang kompeten

2.b. Reverse overjet yang lebih besar dari 0 mm tetapi kurang atau sama dengan 1 mm

2.c. Crossbite anterior atau posterior yang kurang atau sama dengan 1 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi intercuspid

2.d. Pergeseran titik kontak yang lebih besar dari 1 mm tetapi kurang atau sama dengan 2 mm 2.e. Openbite anterior atau posterior yang lebih besar dari 1 mm tetapi kurang atau sama dengan

2 mm

2.f. Overbite yang lebih besar atau sama dengan 3,5 mm tanpa kontak pada gingiva 2.g. Pre-normal atau post-normal oklusi dengan atau tanpa anomali

Tabel 2. Grade 3 indeks komponen DHC dari IOTN.9 Grade 3

3.a. Overjet yang lebih besar dari 3,5 mm tetapi kurang atau sama dengan 6 mm serta bibir yang tidak kompeten

3.b. Reverse overjet yang lebih besar dari 1 mm tetapi kurang atau sama dengan 3.5 mm

3.c. Crossbite anterior atau posterior yang lebih besar dari 1 mm tetapi kurang atau sama dengan 2 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi intercuspid

3.d. Pergeseran titik kontak yang lebih besar dari 2 mm tetapi kurang atau sama dengan 4 mm 3.e. Openbite anterior atau lateral yang lebih besar dari 2 mm tetapi kurang atau sama dengan 4

mm

3.f. Deepbite yang komplit dengan atau tanpa trauma pada jaringan gingiva atau palatal

Tabel 3. Grade 4-5 indeks komponen DHC dari IOTN.9 Grade 4

4.h. Daerah hipodontia yang tidak begitu besar yang membutuhkan perawatan pre-restorasi ortodonti atau penutupan ruang untuk meniadakan kebutuhan perawatan prostetik

4.a. Overjet yang lebih besar dari 6 mm tetapi kurang atau sama dengan 9 mm

4.b. Reverse overjet yang lebih besar dari 3.5 mm tanpa kesulitan pengunyahan atau bicara

4.m. Reverse overjet yang lebih besar dari 1 mm tetapi kurang atau sama dengan 3.5 mm dengan kesulitan pengunyahan atau bicara

4.c. Crossbite anterior atau posterior yang lebih besar dari 2 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi intercuspid

4.l. Crossbite lingual posterior tanpa kontak fungsional oklusal pada salah satu atau kedua segmen bukal

4.d. Pergeseran titik kontak yang parah yang lebih besar dari 4 mm 4.e. Openbite anterior atau lateral yang ekstrim yang lebih besar dari 4 mm 4.f. Overbite yang besar dan komplit dengan trauma pada gingiva atau palatal 4.t. Gigi yang erupsi sebagian, miring atau terpendam


(31)

Grade 5

5.i. Gigi terpendam (kecuali molar tiga) yang disebabkan karena gigi berjejal, pergeseran kontak poin, gigi supernumerary, gigi desidui yang persisten dan penyebab patologi lainnya

5.h. Daerah hipodontia yang besar dengan implikasi restorasi ( lebih dari 1 gigi pada setiap kwandrannya) yang membutuhkan perawatan ortodonti pre-restorasi

5.a. Overjet yang lebih besar dari 9 mm

5.m. Reverse overjet yang lebih besar dari 3,5 mm dengan kesulitan pengunyahan dan bicara 5.p. Cacat akibat celah bibir dan palatum dan anomali kraniofasial lainnya

5.s. Gigi desidui yang terpendam

Pengukuran DHC yang dilakukan adalah sebagai berikut: overjet, reverse overjet, crossbite, overbite, openbite, pergeseran gigi-gigi (displacement of teeth), impeded eruption of teeth, celah bibir dan palatum (defect of cleft lip and palate), Class II dan Class III (buccal occlusion), dan hypodontia.9,11,27

a. Overjet

Pengukuran overjet menggambarkan jarak horizontal antara insisal insisivus rahang atas dengan rahang bawah. Diukur berdasarkan jarak maksimum antara permukaan labial insisivus sentral atas dan bawah sejajar terhadap dataran oklusal (Gambar 1).11


(32)

b. Reverse Overjet

Reverse overjet terjadi bila gigi insisivus bawah terletak di anterior gigi-gigi insisivus atas (Gambar 2). Terminologi ini biasanya untuk menerangkan kelainan sekelompok gigi, bila hanya satu gigi yang terletak salah disebut gigitan silang atau anterior crossbite (Gambar 3). Apabila reverse overjet jaraknya lebih dari 3,5 mm maka kelainan akan masuk Grade 5; apabila jarak reverse overjet kurang atau sama dengan 3,5 mm tetapi lebih dari 1 mm, maka akan termasuk Grade 4. Reverse overjet dengan jarak lebih besar dari 0 mm, tetapi kurang atau sama dengan 1 mm, akan masuk Grade 2.11

Gambar 2. Pengukuran reverse overjet.11

c. Crossbite

Pada kasus-kasus crossbite garis oklusi terletak salah pada jurusan bukolingual dapat terjadi pada satu sisi maupun kedua sisi dan dapat melibatkan satu gigi atau lebih. Dapat pula terjadi di posterior melibatkan gigi-gigi di sebelah bukal (Gambar 4). Posterior crossbite dapat terjadi di sisi bukal maupun lingual (Gambar 5). Buccal crossbite terjadi apabila geligi rahang bawah terletak di sebelah bukal geligi rahang atas, sedangkan lingual crossbite adalah apabila geligi rahang


(33)

bawah terletak lebih ke lingual dari geligi rahang atas, dan tidak terjadi kontak dari dataran oklusal.11

Gambar 3. Anterior crossbite.11

Gambar 4. Posterior buccal crossbite.11

Gambar 5. Posterior lingual crossbite.11

d. Overbite

Overbite ialah jarak tumpang gigit vertikal gigi insisivus atas dan bawah. Pada keadaan normal, bagian insisal insisivus bawah kontak dengan permukaan lingual gigi-gigi insisivus atas pada dataran singulum (Gambar 6). Jadi, gigi-gigi insisivus atas akan menutupi 1/3 atau 1/2 permukaan labial mahkota gigi-gigi insisivus bawah. Bila proporsi tumpang gigit lebih besar maka tumpang gigit dikatakan bertambah.


(34)

Overbite dikatakan complete bila kontak terjadi dari gigi ke gigi atau gigi ke gingiva (Gambar 7). Disebut incomplete bilamana tidak ada kontak gigi ke gigi atau ke gingiva (Gambar 8).11

Gambar 6. Pengukuran overbite.11

Gambar 7. Complete overbite.11


(35)

e. Openbite

Gigitan terbuka dapat terjadi di anterior pada gigi-gigi insisivus (Gambar 9B), atau di sebelah lateral gigi posterior (Gambar 9A). Gigitan terbuka dapat terjadi bila gigi bawah tidak tumpang tindih dengan gigi atas pada arah vetikal. Pada IOTN, gigitan terbuka anterior dan lateral diukur pada bagian terbuka terbesar antara tepi insisal gigi insisivus dan ujung puncak tonjol gigi poterior terhadap bidang oklusal. Yang diukur hanya gigitan terbuka yang melibatkan dua gigi atau lebih. Bila gigitan terbuka lebih besar dari 4 mm, maka kelainan akan dimasukkan pada Grade 4. Gigitan terbuka sebesar 1 mm atau kurang akan diabaikan pada pengukuran dengan IOTN.11

Gambar 9. A. Lateral openbite. B. Anterior openbite.11

f. Pergeseran gigi-gigi (Displacement of teeth)

Gigi-gigi yang gagal menempatkan diri pada posisi yang normal di dalam lengkung menandakan adanya pergeseran. Besarnya derajat pergeseran ini pada IOTN diukur berdasarkan jarak antara titik kontak distal gigi yang bergeser dengan titik kontak mesial dari gigi tetangga dan jarak antara titik kontak mesial gigi yang bergeser dengan titik kontak distal gigi tetangga. Jadi semua pergeseran baik mesial


(36)

maupun distal semua diukur satu per-satu dan pergeseran yang terbesar menentukan Grade keparahannya.11

Gambar 10. Pergeseran gigi-gigi.11

g. Impeded eruption of teeth

Bila sebuah gigi tidak dapat erupsi atau gagal untuk erupsi yang diakibatkan karena berdesakan, adanya pergeseran, adanya gigi berlebih (supernumery tooth) ataupun retensi gigi sulung dan sebab-sebab patologis yang lain, maka hal itu disebut impeded eruption. IOTN mengabaikan adanya molar ke tiga (wisdom teeth). Pada semua kasus, impeded eruption termasuk Grade 5 pada DHC.11

Gambar 11. Impeded eruption.11

h. Celah bibir dan palatum-defect of cleft lip and palate

Semua kelainan yang berhubungan dengan celah bibir dan palatum, semua termasuk Grade 5, yang merupakan kasus yang sangat membutuhkan perawatan pada DHC.11


(37)

i. Class II dan Class III-buccal occlusion

Pada oklusi Kelas I, Kelas II dan Kelas III gigi-gigi rahang atas dan bawah masih mempunyai interdigitasi yang baik, IOTN tidak menganggap kelainan ini merupakan hal parah yang harus mendapatkan prioritas perawatan. Tetapi apabila gigi-gigi pada oklusi Kelas I (Gambar 12), Kelas II (Gambar 13) dan Kelas III (Gambar 14) tersebut tidak mempunyai interdigitasi yang baik antara gigi-gigi atas dan bawah sebesar setengah lebar premolar, maka IOTN menganggap sebagai Grade 2 pada DHC.11

Gambar 12. Oklusi Kelas I.11


(38)

Gambar 14. Oklusi Kelas III.11

j. Hypodontia

Hypodontia diartikan sebagai tidak lengkapnya geligi dalam rahang. Keadaan yang parah ditandai dengan adanya beberapa gigi yang hilang sedangkan keadaan yang tidak parah hanya satu gigi saja yang tidak ada dalam satu kwadran. Dalam klasifikasi IOTN, kelainan hypodontia yang parah ini termasuk Grade 5 pada DHC yang merupakan kasus sangat membutuhkan perawatan ortodonti untuk mempersiapkan gigi dalam lengkung yang baik untuk pemakaian protesa.11

B. Aesthetic Component (AC)

Aesthetic Component terdiri dari 10 foto berwarna yang menunjukkan tingkatan derajat yang berbeda dari penampilan estetik susunan gigi (Gambar 15). Mengacu pada gambar ini, derajat penampilan estetik gigi dari pasien dapat dinilai dalam salah satu tingkatan derajat tertentu. Grade 1 menunjukkan susunan gigi yang paling menarik dari sudut estetika gigi-geligi, sedangkan Grade 10 menunjukkan susunan geligi yang paling tidak menarik. Dengan demikian Grade ini merupakan refleksi dari kelainan estetik susunan geligi.9,11


(39)

Untuk menilai estetik susunan geligi dari suatu model, bisa digunakan acuan foto hitam putih. Cara ini lebih menguntungkan karena penilaian terpengaruh oleh keadaan kebersihan geligi, keadaan gusi maupun gangguan warna gigi depan. Tingkatan derajat keparahan dari Aesthetic Component adalah sebagai berikut:10-13,26,29

Grade 1-4 : tidak perlu perawatan/perawatan ringan Grade 5-7 : perawatan borderline/sedang

Grade 8-10: sangat memerlukan perawatan.


(40)

2.2.2 Peer Assesment Rating (PAR)

Indeks PAR adalah indeks kuantitatif oklusal yang mengukur berapa banyak penyimpangan oklusi pasien dari keseimbangan oklusi normal. Indeks ini dirancang untuk mengukur keberhasilan atau hasil dari perawatan ortodontik dengan membandingkan keparahan oklusi pada sebelum dan sesudah perawatan.30

Indeks PAR memiliki lima komponen, yaitu:

1. Segmen anterior atas dan bawah. Grade yang dicatat untuk keseimbangan kedua segmen anterior atas dan bawah. Hal yang dicatat berupa crowding, spacing dan impacted teeth.

2. Buccal occlusion. Oklusi bukal dicatat untuk kedua sisi kiri dan kanan. Daerah yang dicatat dari kaninus sampai ke molar terakhir. Pengukuran penyimpangan dilakukan pada saat gigi berada dalam keadaan oklusi.

3. Overjet. Hal yang dicatat berupa overjet yang positif dan jarak insisal gigi insisivus yang prominent. Contoh: jika dua gigi insisivus lateral yang berada di posisi crossbite sementara gigi insisivus sentral dengan overjet meningkat menjadi 4 mm, Grade 3 untuk crossbite dan 1 untuk overjet positif, maka Grade totalnya adalah 4.

4. Overbite.

5. Analisis garis median. Perbedaan centreline antara midline gigi atas dan bawah dicatat dalam kaitannya dengan gigi isisivus bawah.

Nilai individu dihitung pada masing-masing komponen dan dikalikan dengan bobot masing-masing komponen. Grade dijumlahkan untuk mendapatkan Grade total


(41)

yang mewakili tingkat kasus yang menggambarkan sejauh mana penyimpangan dari oklusi normal.9

2.2.3 Dental Aesthetic Index (DAI)

Dental Aesthetic Index (DAI) merupakan salah satu indeks untuk mengidentifikasi ciri oklusal yang menyimpang dan telah digunakan WHO sebagai indeks antar-budaya. Indeks ini terdiri dari 10 ciri-ciri keadaan oklusal yang menyimpang, yaitu: overjet, underjet/overbite, gigi yang hilang, diastema, anterior openbite, gigi anterior yang berjejal, anterior spacing, maloklusi anterior yang parah (mandibula and maksila), dan hubungan anteroposterior gigi molar. Kriteria penilaian terhadap 10 ciri-ciri keadaan oklusal di atas adalah sebagai berikut :9

1. Gigi insisivus, kaninus dan premolar yang hilang : jumlah gigi permanen tersebut dihitung dan dicatat.

2. Gigi berjejal pada segmen insisivus : kedua segmen insisivus atas dan bawah harus diperiksa. Hal tersebut dicatat berdasarkan: 0 = jika tidak ada gigi berjejal, 1 = salah satu segmen ada yang berjejal, 2 = kedua segmen berjejal.

3. Spacing pada segmen insisivus : kedua segmen insisivus atas dan bawah harus diperiksa. Hal tersebut dicatat berdasarkan : 0 = jika tidak ada spacing, 1 = salah satu segmen ada spacing, 2 = kedua segmen ada spacing.

4. Diastema: midline diastema diartikan celah di antara dua gigi insisivus permanen maksila pada posisi normal kontak poin.

5. Maloklusi yang besar pada gigi-geligi anterior maksila berupa : salah satu gigi rotasi, atau pergeseran gigi dari susunan gigi yang normal. Keempat gigi


(42)

insisivus pada lengkung maksila harus diperiksa untuk menentukan lokasi maloklusi terbesar.

6. Maloklusi yang besar pada gigi-geligi anterior mandibula. Hal yang diperiksa sama dengan di atas, namun gigi yang diperiksa adalah pada mandibula.

7. Overjet anterior maksila.

8. Overjet anterior mandibula: overjet pada mandibula dicatat ketika gigi insisivus bawah lainnya pada keadaan crossbite.

9. Openbite anterior.

10. Hubungan anteroposterior gigi molar: kedua sisi kiri dan kanan dinilai pada keadaan oklusi dan hanya penyimpangan hubungan molar terbesar yang dicatat. Kode yang digunakan: 0 = normal, 1 = setengah cusp, 2 = satu cusp.

11. perhitungan Grade DAI: rumus persamaan untuk menilai Grade DAI adalah: (gigi yang hilang x 6) + (gigi berjejal) + (spacing) + (diastema x 3) + (Maloklusi yang besar pada gigi-geligi anterior maksila) + (Maloklusi yang besar pada gigi-geligi anterior mandibula) + (Overjet anterior maksila x 2) + (Overjet anterior mandibula x 4) + (Openbite anterior x 4) + (Hubungan anteroposterior gigi molar x 3) + 13. Keparahan maloklusi diklasifikasikan berdasarkan tabel berikut:

Tabel 4. Keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan berdasarkan Grade DAI9

Keparahan maloklusi Indikasi perawatan Grade DAI

Tidak ada kelainan atau maloklusi minor Tidak atau sedikit membutuhkan perawatan

<25 Maloklusi yang nyata Perawatan pilihan 26-30 Maloklusi yang parah Keperluan yang tinggi 31-35 Maloklusi yang sangat parah Diharuskan ≥36


(43)

2.2.4 Index of Complexity, Outcome and Need (ICON)

Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) ini telah dikembangkan dan digunakan untuk mengevaluasi kompleksitas perawatan ortodonti. ICON didasarkan pada penilaian subjektif dari 97 ortodontis dari sembilan negara. ICON ini terdiri dari lima komponen (Tabel 5) :9

1. Komponen Estetis (AC): yang digunakan adalah komponen estetika dari IOTN. Setelah Grade diperoleh, kemudian dikalikan dengan bobot 7.

2. Crossbite: jika ditemukan hubungan antar gigi cusp to cusp atau lebih buruk lagi di segmen bukal. Ini termasuk bukal dan lingual crossbite dari satu atau lebih gigi dengan atau tanpa perpindahan mandibula.

3. Hubungan vertikal anterior: Sifat ini termasuk openbite (tidak termasuk kondisi pertumbuhan) dan deep bite. Jika kedua ciri dijumpai, hanya Grade yang tertinggi yang dicatat dan dihitung.

4. Lengkung gigi atas berjejal / spacing: Jumlah mesio-distal mahkota gigi-geligi dibandingkan dengan lingkar lengkung yang tersedia.

5. Hubungan antero-posterior segmen bukal: dinilai sesuai dengan tabel 5 untuk setiap sisi secara bergantian, kemudian nilai keduanya ditambahkan.

6. Perhitungan nilai akhir : setelah semua nilai telah diperoleh dan dikalikan dengan bobot masing-masing, kemudian ditambahkan untuk menghasilkan ringkasan Grade akhir (Tabel 5).


(44)

2.3 Penilaian Klinis Akan Perlunya Perawatan

Protrusi, iregular, atau maloklusi gigi dapat menyebabkan tiga tipe masalah pada pasien: (1) Diskriminasi karena tampilan wajah; (2) Masalah fungsi rongga mulut, termasuk kesulitan pergerakan rahang, temporomandibular joint dysfunction, dan masalah dalam mengunyah, menelan atau berbicara; dan (3) Lebih besar kerentanan terhadap trauma, penyakit periodontal atau karies gigi.6 Sehingga alasan yang biasa melatari penerapan perawatan ortodonti adalah perlunya memperbaiki kesehatan rongga mulut, fungsi rongga mulut, dan penampilan pribadi.18

Tabel 5. Protokol pemberian Grade susunan oklusal (Daniels dan Richmond, 2000)9

Grade 0 1 2 3 4 5

Estetik 1-10

menggunakan AC dari IOTN

Berjejal pada lengkung gigi atas Grade tertinggi dari

spacing atau gigi berjejal

Kurang dari 2 mm

2,1-5 mm 5,1-9 mm 9,1-13 mm 13,1-17 mm >17 mm atau gigi impaksi

Spacing pada lengkung gigi atas

Transversal ≤2 mm 2,1-5 mm 5,1-9 mm >9 mm

Crossbite Hubungan

cusp to cusp

atau lebih

Tidak ada

crossbite

crossbite

Openbite

gigi insisivus Gradetertinggi dari

openbite atau

overbite

Gigitan komplit

kurang dari 1 mm

1,1-2 mm 2,1-4 mm

>4 mm

Overbite gigi insisivus

Mencakup gigi insisivus bawah

≤ 1/3 gigi 1/3-2/3 >1/3 - hampir keseluruhan mahkota keselur uhan mahkot a gigi Antero-posterior segmen bukal

kiri dan kanan ditambahkan hubungan cusp dengan embrasur, Klas I,II,III hubungan

cusp yang lebih tinggi tetapi belum cusp to cusp


(45)

A. Penampilan Pribadi

Penampilan pribadi tidak bergantung pada penilaian objektif, dan kebutuhan akan perawatan tergantung sebagian besar pada keinginan pasien maupun orangtuanya.18 Penampilan wajah dan pertimbangan psikososial, selain karakteristik gigi digunakan orang tua dalam menentukan kebutuhan perawatan atau rekomendasi dokter gigi untuk perawatan ortodonti.6

Alasan terbesar mengapa seseorang mencari perawatan ortodonti kebanyakan adalah keinginan pasien untuk menanggulangi masalah psikologi yang berhubungan dengan masalah gigi dan penampilan wajahnya.4,6,31 Gigi dan mulut adalah salah satu bagian yang penting dari keseluruhan wajah seseorang.4 Masalah ini bukan "hanya kosmetik", namun hal ini dapat memiliki pengaruh besar pada kualitas hidup.6

Letak gigi yang tidak teratur dapat menimbulkan bentuk wajah yang tidak harmonis dan kurang estetis.1 Keadaan gigi yang maloklusi bisa mengganggu penampilan seseorang dan dapat mengakibatkan perkembangan mental yang kurang sehat, sehingga timbul permasalahan seperti perasaan rendah diri, minder, enggan tersenyum, tidak bebas mengeluarkan pendapat, malu-malu dan sebagainya.1,2,31

B. Fungsi Rongga Mulut

Gigi yang berjejal dapat menyebabkan gangguan pengunyahan dan sakit kepala serta nyeri leher.2 Orang dewasa dengan maloklusi yang parah memiliki kesulitan dalam mengunyah, dan setelah perawatan, pasien biasanya mengatakan bahwa permasalahan pengunyahan mereka sebagian besar telah terkoreksi. Hal


(46)

tersebut menggambarkan bahwa oklusi gigi yang buruk akan menyebabkan masalah fungsional, tetapi belum ada tes yang cukup efektif untuk mengukur kemampuan mengunyah dan tidak ada cara objektif untuk mengukur tingkat dari setiap cacat fungsional.6

Fungsi penguyahan yang betul dan berhasil guna, dapat dicapai semaksimal mungkin jika susunan gigi-geligi baik, stabil dan seimbang, begitu juga hubungan rahang. Pada gigi geligi yang tidak teratur atau pada lengkung gigi yang sempit dapat mengakibatkan gerakan lidah tidak bebas, sehingga terjadi penelanan tidak betul yang dapat menimbulkan anomali gigi geligi yang lebih berat.1 Pasien dengan gigitan terbuka anterior (AOB) dan memiliki overjet yang besar sering mengeluhkan kesulitan dalam makan, khususnya untuk memotong makanan dengan gigi depan mereka.3

Maloklusi yang parah dapat membuat perubahan adaptif dalam menelan, selain itu ditemuka n kesulitan atau tidak mungkin untuk menghasilkan bunyi suara tertentu. Maloklusi juga cenderung mempengaruhi fungsi, bukan dengan memungkinkan tetapi membuat sulit, sehingga diperlukan upaya lebih keras untuk mengkompensasi kelainan anatomi tersebut.6 Pada orang yang selalu meletakkan lidah di antara kedua lengkung gigi akan terjadi maloklusi yang disebabkan karena gigi-gigi yang terdorong ke atas oleh lidah dan terjadi gigitan terbuka, sehingga terjadi kebiasaan bicara dengan bunyi suara yang tidak benar. Memperbaiki maloklusi yang ada, berarti memperbaiki cara bicara yang salah.1 Maloklusi sedikit mempengaruhi produksi suara seseorang, dan koreksi anomali oklusal akan memperbaiki cara bicara yang abnormal. Namun, jika pasien tidak dapat mencapai


(47)

kontak antara gigi insisivus anterior, ini dapat berkontribusi untuk terjadinya cara berbicara yang cadel bagi seseorang.3

Proffit dkk. (2007), menyatakan bahwa hubungan maloklusi dan fungsi adaptif pada disfungsi temporomandibular (TMD) dinyatakan sebagai nyeri di dalam dan sekitar sendi temporomandibular. Rasa sakit kemungkinan disebabkan oleh perubahan patologis dalam sendi, tetapi hal tersebut lebih sering disebabkan oleh kelelahan dan kejang otot. Nyeri otot hampir selalu berkorelasi dengan riwayat clenching atau grinding gigi sebagai respon terhadap situasi stres, atau memposisikan mandibula secara terus menerus ke anterior atau lateral.6 Dengan terkoreksinya letak rahang dan susunan gigi akan menyebabkan kelainan-kelainan yang terdapat pada sendi temporomandibular diperbaiki.1

C. Kesehatan Rongga Mulut

Keadaan maloklusi gigi bisa mengganggu penampilan seseorang. Penderita sering merasa rendah diri, minder dan enggan tersenyum. Tapi yang paling penting adalah hubungannya dengan kesehatan. Gigi yang berjejal menjadi sulit untuk dibersihkan, sehingga bisa menyebabkan karies dan penyakit periodontal.2

Keadaan gigi yang berjejal dapat menyebabkan sisa-sisa makanan mudah melekat pada permukaan gigi yang kemudian akan terjadi penumpukan plak. Akibat pembersihan gigi dan mulut yang tidak adekuat dapat menimbulkan karies dan penyakit periodontal.1,7 Dengan merapikan letak gigi, berarti tertinggalnya sisa makanan akan berkurang sehingga pembersihan plak mudah dilakukan serta akan mempertinggi daya tahan gigi terhadap karies. Ada beberapa bukti menunjukkan


(48)

bahwa maloklusi dan malposisi gigi menimbulkan efek yang merugikan terhadap kesehatan rongga mulut khususnya terhadap kondisi jaringan periodontal.1

Gigi yang tidak teratur akan menghambat penyikatan gigi secara efektif. Gigi yang crowded dapat menyebabkan satu atau lebih gigi berada lebih ke bukal atau lingual dari tulang alveolar, hal ini menyebabkan penurunan dukungan periodontal terhadap gigi tersebut. Hal ini juga dapat terjadi pada maloklusi Kelas III di mana gigi seri mandibula yang crossbite lebih ke arah labial, sehingga dapat menyebabkan resesi gingiva. Overbite yang traumatik juga dapat menyebabkan peningkatan kehilangan dukungan periodontal.3 Begitu juga dengan pasien dengan overjet dan overbite yang besar memungkinan terjadinya penyakit periodontal lebih besar, hal ini berhubungan dengan kontak insisal.31


(49)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan disain cross sectional, yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor independen terhadap faktor dependen dengan menggunakan model observasi sekaligus pada satu saat.

3.2 Populasi Penelitian

Populasi adalah siswa kelas X dan XI SMA N 3 Kota Medan yang sedang menjalani perawatan ortodonti cekat, yakni berjumlah 130 siswa dari keseluruhan siswa kelas X dan XI yang berjumlah 986 siswa.

3.3 Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus untuk uji hipotesis pada satu populasi data proporsi:

Keterangan:

n = Besar sampel minimum

P0 = Proporsi siswa yang memakai pesawat ortodonti

Pa = Proporsi yang diharapkan tidak lebih dari 20% dari P0 = 33%


(50)

Qa = 1-Pa

Zα= Deviat baku alfa, untuk α= 0,05 Zα= 1,96 Zβ = Deviat baku beta, untuk β= 0,10 Zβ= 1,282 (P0-Pa) = 20%

Maka = 39,69 digenapkan menjadi 50 sampel

Setelah itu dilakukan pengambilan sampel dengan cara memilih 50 sampel yang telah ditetapkan dengan rumus di atas berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.

Kriteria inklusi:

a. Siswa yang sedang memakai piranti ortodonti cekat.

b. Sampel memiliki model studi yang disimpan oleh dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang gigi yang bersangkutan.

c. Mendapat izin dari dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang gigi yang merawat siswa.

Kriteria ekslusi:

a. Model yang disimpan dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang gigi tersebut dalam keadaan tidak baik.

b. Sampel memasang alat ortodonti dengan dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang gigi di luar kota medan.

3.4 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, yakni bulan Januari-Mei 2012. Tempat penelitian ini dilakukan di SMA N 3 Medan dan tempat praktek dokter gigi masing-masing sampel.


(51)

3.5 Bahan dan Alat Bahan:

a. Model studi b. Kuesioner Alat:

a. Pena b. Pensil

c. penghapus d. Penggaris e. Jangka

3.6 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini, variabel yang digunakan adalah: a. Kebutuhan perawatan ortodonti

b. Sikap siswa SMA N 3 Medan

3.7 Definisi Operasional a. Kebutuhan perawatan ortodonti

Kebutuhan perawatan ortodonti yaitu penilaian secara objektif terhadap kebutuhan perawatan maloklusi. Penilaian menggunakan Dental Health Component dari Index Orthodontic Treatment Need (IOTN). DHC mempunyai 5 Grade, tingkatan derajat DHC tersebut menunjukkan berapa besar prioritas untuk perawatan.


(52)

Pengukuran DHC yang dilakukan, diukur dan dilihat pada model studi sampel adalah sebagai berikut: 1) overjet, adalah jarak horizontal antara insisal gigi insisivus atas dan bawah ; 2) reverse overjet, adalah jarak horizontal antara insisal gigi insisivus atas dan bawah dengan posisi gigi insisivus bawah berada di depan gigi insisivus atas; 3) crossbite, adalah keadaan di mana satu atau lebih gigi-geligi bawah berada di sebelah depan (anterior) atau bukal/lingual (posterior) dari gigi-geligi atas;

4) overbite, adalah jarak vertikal antara insisal gigi insisivus atas dan bawah; 5) openbite, adalah gigitan terbuka antara gigi atas dan bawah baik di anterior

maupun posterior; 6) displacement of teeth, adalah pergeseran gigi-geligi yang menyimpang dari keadaan normal; 7) impeded eruption of teeth, adalah gigi yang gagal atau tidak dapat erupsi; 8) celah bibir dan palatum (defect of cleft lip and palate), adalah suatu kelaian yang menyebabkan adanya celah pada bibir dan palatum; 9) Kelas II dan Kelas III (buccal occlusion), adalah hubungan anteroposterior gigi molar rahang atas dan bawah, IOTN menganggap kelainan jika tidak ada kontak yang baik antara gigi atas dengan gigi bawah baik pada Kelas I, Kelas II, maupun Kelas III; dan 10) hypodontia, adalah tidak adanya gigi dalam lengkung rahang dikarenakan tidak adanya benih dari gigi tersebut.

Setelah dilakukan pengukuran pada model dan hasil pengukuran tersebut diklasifikasikan menurut indeks komponen DHC pada Tabel 1, maka akan diperoleh hasil akhir seperti berikut:

Grade 1-2 : tidak perlu perawatan/perawatan ringan Grade 3 : perawatan borderline/sedang


(53)

b. Sikap siswa SMA N 3 Medan

Sikap yaitu tanggapan atau reaksi responden terhadap kebutuhan perawatan maloklusi dengan piranti ortodonti cekat. Sikap diukur melalui 10 pertanyaan dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada sampel. Cara pengukuran sikap terhadap sampel dapat dilihat pada tabel 6 berikut:

Tabel 6. Kategori Penilaian “Sikap”.

Alat ukur Skala ukur Hasil ukur Kategori penilaian

Kuesioner Nominal Jawaban salah = 0 Jawaban benar = 1

Baik: > 75% dari nilai tertinggi

Sedang: 40-75% dari nilai tertinggi

Kurang : < 40% dari nilai tertinggi

Kategori sikap dikatakan “Baik” apabila nilai yang didapat dari jawaban pada kuesioner di atas 75% dari nilai tertinggi sampel, dikategorikan “Sedang” apabila nilai tersebut diantara 40%-75% dari nilai tertinggi sampel, dan dikategorikan “Buruk” apabila nilai tersebut dibawah 40% dari nilai tertinggi.

3.8 Metode pengumpulan data

Pengumpulan data tentang sikap dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan data mengenai tingkat kebutuhan perawatan ortodonti didapat dengan cara mengukur studi model sampel yang disimpan dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang gigi masing-masing sampel dengan acuan pengukuran IOTN.


(54)

1) Setelah mendapat izin penelitian dari fakultas, Dinas Pendidikan Kota Medan

dan pihak sekolah, dilakukan pengumpulan data dengan kuesioner di SMA N 3 Medan.

2) Kuesioner dibagikan kepada siswa yang memakai piranti ortodonti cekat dengan cara masuk ke setiap kelas dan dikumpulkan kembali pada saat pulang sekolah.

3) Dilakukan pemilihan sampel penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi dari kuesioner yang telah terkumpul.

4) Mengunjungi tempat praktek dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang gigi tempat sampel memasang kawat giginya.

5) Setelah mendapat izin dari dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang gigi tersebut, dilakukan pengukuran pada model studi sampel dengan menggunakan penggaris dan jangka untuk menilai tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan IOTN.

6) Hasil pengukuran tersebut dicatat pada tabel IOTN yang tersedia pada kuesioner yang telah diisi sampel.

3.9 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dan ditabulasi dengan bantuan program SPSS Seri 17.

3.10 Analisa Data

Untuk memperlihatkan hubungan sikap dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti digunakan uji statistik


(55)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Populasi penelitian adalah siswa kelas X dan IX SMA N 3 Medan yang sedang menjalani perawatan ortodonti cekat yang berjumlah 130 siswa. Seluruh siswa tersebut diberikan kuesioner dan yang dikembalikan kepada peneliti berjumlah 93 kuesioner. Kemudian dilakukan pemilihan sampel dengan cara purposive sampling yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi, berdasarkan rumus besar sampel pada bab 3 kemudian diambil 50 sampel yang memenuhi syarat sebagai sampel penelitian. Dari penelitian ini didapatkan beberapa data distribusi dan data korelasi sebagai berikut. Pada tabel 7 berikut ini menunjukkan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

No. Jenis Kelamin n %

1. Laki-Laki 6 12

2. Perempuan 44 88

Dari 50 sampel yang diteliti, persentase siswa yang melakukan perawatan ortodonti berdasarkan jenis kelamin adalah siswa perempuan sebesar 88% (44 orang) sedangkan siswa laki-laki sebesar 12% (6 orang).

Distribusi responden berdasarkan kuesioner terdiri dari 8 (delapan) alasan yang akan dinilai, yaitu: apakah keinginan untuk melakukan perawatan ortodonti berasal dari diri sendiri, alasan melakukan perawatan ortodonti karena adanya kelainan susunan letak gigi, kesadaran akan adanya kelainan atau ada yang salah


(56)

dengan susunan letak gigi, keparahan kelainan susunan letak gigi sehingga butuh

perawatan ortodonti, kelainan susunan gigi yang dialami menyebabkan gangguan

pengunyahan dan berbicara, kelainan susunan gigi yang dialami dapat mengganggu

penampilan dan pergaulan, apakah memakai kawat gigi itu sebuah "Trend", dan

keinginan untuk melakukan perawatan ortodonti karena adanya "Trend" pemakaian ortodonti cekat. Berikut jawaban dan persentasi jumlah responden pada setiap jawaban yang dapat dilihat pada tabel 8 berikut.

Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan penilaian sikap

No. Indikator Penilaian Sikap YA TIDAK

n % n %

1. Keinginan untuk melakukan perawatan ortodonti berasal dari diri sendiri 44 88 6 12 2. Alasan melakukan perawatan ortodonti karena adanya kelainan susunan letak gigi 48 96 2 4 3. Merasa ada kelaian atau ada yang salah dengan susunan gigi-geligi 47 94 3 6 4. Kelainan susunan gigi yang dialami parah, sehingga butuh perawatan ortodonti 27 54 23 46

5.

Kelainan susunan gigi yang dialami menyebabkan gangguan pengunyahan dan berbicara

9 18 41 82

6. Kelainan susunan gigi yang dialami dapat mengganggu penampilan dan pergaulan 23 46 27 54 7. Memakai kawat gigi itu sebuah "Trend" 32 64 18 36

8.

Keinginan untuk melakukan perawatan ortodonti karena adanya "Trend" pemakaian kawat gigi

20 40 30 60

Jawaban yang benar dari delapan pertanyaan dalam kuesioner di atas berdasarkan kecenderungan sikap yang dianggap benar secara teori. Untuk


(57)

pertanyaan nomor 1-6 jawaban yang benar adalah “YA” dan untuk pertanyaan nomor 7 dan 8 jawaban yang benar adalah “TIDAK”.

Siswa yang melakukan perawatan ortodonti berdasarkan keinginan dari diri sendiri sebesar 88% (44 orang), sedangkan 12% (6 orang) lainnya berasal dari orang lain. Alasan tersbesar siswa melakukan perawatan ortodonti adalah karena adanya kelainan susunan letak gigi, yakni sebesar 96% (48 orang) dari jumlah responden. Sedangkan siswa yang merasa ada kelainan dengan susunan gigi mereka sebesar 94% 47 orang) dan yang merasa kelainan tersebut cukup parah adalah sebesar 54% (27 orang).

Sebagian besar siswa yang merasa kelainan susunan gigi yang dialaminya tidak menyebabkan gangguan pengunyahan dan berbicara adalah sebesar 82% (41 orang). Sedangkan siswa yang merasa kelainan susunan gigi tersebut dapat mengganggu penampilan dan pergaulan adalah 46% (23 orang) dan yang tidak sebesar 54% (27 orang). Siswa yang menyetujui bahwa memakai kawat gigi itu adalah trend sebesar 64% (32 orang). Dan yang keinginannya untuk melakukan perawatan ortodonti karena adanya trend pemakaian kawat gigi sebesar 40% (20 orang).

Distribusi responden berdasarkan kategori sikap atas penilaian kuesioner dapat dilihat pada tabel 9 berikut. Sikap dikategorikan “Buruk” apabila memiliki nilai di bawah 40% dari nilai tertinggi, yakni nilai 1-3. Sikap dikategorikan “Sedang” apabila memiliki nilai di antara 40%-75% dari nilai tertinggi, yakni nilai 4-6. Sedangkan sikap dikategorikan “Baik” apabila nilai di atas 75% dari nilai tertinggi, yakni nilai 7-8.


(58)

Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan hasil penilaian sikap

Kategori Sikap n %

Baik 11 22

Sedang 29 58

Buruk 10 20

Siswa yang memiliki sikap baik sebesar 22% (11 orang), siswa dengan sikap yang sedang sebesar 58% (29 orang), sedangkan siswa yang memiliki sikap buruk sebesar 20% (10 orang).

Dari pengukuran 50 model studi sampel yang disimpan dokter gigi, dokter gigi spesialis, atau tukang gigi didapatkan distribusi penilaian DHC dari indeks IOTN yang dapat dilihat pada tabel 10 berikut.

Tabel 10. Distribusi penilaian DHC dari IOTN

DHC n %

Grade 1 6 12

Grade 2 15 30

Grade 3 9 18

Grade 4 18 36

Grade 5 2 4

Siswa yang berada dalam kelomok Grade 1 DHC adalah sebesar 12% (6 orang), Grade 2 sebesar 30% (15 orang), Grade 3 sebesar 18% (9 orang), Grade 4 sebesar 36% (18 orang), dan Grade 5 sebesar 4% (2 orang).

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara sikap dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti yang dinilai sesuai dengan DHC dari indeks IOTN. Hasil penelitian yang diperoleh untuk melihat hubungan kedua variabel dapat dilihat pada tabel 11 berikut.


(59)

Tabel 11. Nilai DHC berdasarkan kategori sikap responden Kategori Sikap

DHC

n %

Pearson Chi-Square

1 2 3 4 5

Buruk 3 5 1 1 0 10 20

0,000

Sedang 3 8 6 11 1 29 58

Baik 0 2 2 6 1 11 22

Siswa yang memiliki “Sikap Buruk” sebesar 20% (10 orang), memiliki Grade 1 sebanyak 1 siswa, Grade 2 sebanyak 5 siswa, Grade 3 dan Grade 4 sebanyak 1 siswa, dan tidak ada siswa yang dikategorikan Grade 5. Sedangkan siswa yang memiliki “Sikap Sedang” sebesar 58% (29 orang), memiliki Grade 1 sebanyak 3 siswa, Grade 2 sebanyak 8 siswa, Grade 3 sebanyak 6 siswa, Grade 4 sebanyak 11 siswa, dan Grade 5 sebanyak 1 siswa. Siswa yang memiliki “Sikap Baik” sebesar 22% (11 orang), memiliki 0 jumlah siswa dengan Grade 1, sedangkan Grade 2 dan Grade 3 sebanyak 2 siswa, Grade 4 sebanyak 6 siswa, dan Grade 5 sebanyak 1 siswa.

Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut sejalan, semakin baik sikap siswa tersebut semakin tinggi pula tingkat kebutuhan perawatan ortodontinya. Secara statistik terlihat adanya hubungan bermakna antara sikap dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, dengan hasil uji Pearson Chi-Square tersebut menunjukkan bahwa p-value (=0.000) < 0.05.

Dalam penelitian ini juga diteliti apakah ada atau tidaknya hubungan sikap siswa yang berhubungan dengan trend pemakaian piranti ortodonti cekat terhadap tingkat kebutuhan perawatan mereka, hal ini dapat dilihat pada tabel 12 berikut.


(60)

Tabel 12. Nilai DHC berdasarkan pengaruh trend pemakaian piranti ortodonti cekat Pengaruh trend

pemakaian piranti ortodonti cekat

DHC

n %

Pearson Chi-Square

1 2 3 4 5

Tidak dipengaruhi trend 0 4 7 17 2 30 60

0,000 Dipengaruhi trend 6 11 2 1 0 20 40

Siswa yang dipengaruhi trend pemakaian piranti ortodonti cekat adalah siswa yang melakukan perawatan ortodonti dengan alasan trend yakni sebesar 40% (20 orang), memiliki Grade 1 sebanyak 6 siswa, Grade 2 sebanyak 11 siswa, Grade 3 sebanyak 2 siswa, Grade 4 sebanyak 1 siswa, dan tidak ada siswa yang dikategorikan Grade 5. Sedangkan siswa yang tidak dipengaruhi oleh trend untuk melakukan perawatan adalah sebesar 60% (30 orang), ditemukan tidak adanya siswa yang memiliki Grade 1, sedangkan Grade 2 sebanyak 4 siswa, Grade 3 sebanyak 7 siswa, Grade 4 sebanyak 17 siswa, dan Grade 5 sebanyak 2 siswa.

Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan trend pemakaian piranti ortodonti cekat dengan tingkat kebutuhan perawatan sejalan, siswa yang tidak dipengaruhi oleh trend memang memiliki tingkat kebutuhan perawatan yang tinggi, sedangkan sebagian besar siswa yang dipengaruhi trend memiliki tingkat kebutuhan yang rendah, namun ada juga dari mereka yang memang membutuhkan perawatan ortodonti. Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara trend pemakaian piranti ortodonti cekat dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, dimana hasil uji Pearson Chi-Square tersebut menunjukkan bahwa p-value (=0.000) < 0.05. dari hasil


(61)

tersebut dapat dilihat secara ringkas hubungan trend pemakaian piranti ortodonti cekat dengan kebutuhan perawatan, hal ini dapat dilihat pada tabel 13 berikut.

Tabel 13. Kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan pengaruh trend pemakaian piranti ortodonti cekat

Dipengaruhi oleh Trend

Kebutuhan Perawatan

n %

Butuh Tidak Butuh

Dipengaruhi trend 14 (28%) 6 (12%) 20 40

Tidak dipengaruhi trend 30 (60%) 0 30 60

Siswa yang dipengaruhi trend pemakaian piranti ortodonti cekat yang dikategorikan “Butuh Perawatan” (Grade 2-5 DHC) adalah sebanyak 14 siswa, dan yang dikategorikan “Tidak Butuh Perawatan” (Grade 1 DHC) sebanyak 6 siswa. Sedangkan siswa yang tidak dipengaruhi oleh trend pemakaian piranti ortodonti cekat yang dikategorikan “Butuh Perawatan” (Grade 2-5 DHC) adalah sebanyak 30 siswa, dan tidak ada siswa yang tidak membutuhkan perawatan. Dapat disimpulkan bahwa memang benar ditemukan tujuan pencarian perawatan ortodonti yang salah yakni menjadikan sebuah trend dengan ditemukannya 6 orang siswa yang dikategorikan “Tidak Butuh Perawatan” yang dikarenakan trend untuk melakukan perawatan dan adanya 14 orang siswa yang memang membutuhkan perawatan walaupun alasan perawatan ortodonti mereka tidak tepat.


(62)

BAB 5 PEMBAHASAN

Siswa SMA N 3 Medan yang melakukan perawatan ortodonti cekat dari hasil penelitian ini hanya 13% dari seluruh siswa kelas X dan kelas XI. Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi O (2007) pada remaja SMU Kota Medan, persentase yang melakukan perawatan kelainan susunan gigi sebesar 14%, padahal prevalensi maloklusi yang didapati adalah sebesar 60,5%.7 Hal ini terjadi karena beberapa faktor, seperti sedikitnya pengetahuan mengenai maloklusi, jenis kelamin, sosioekonomi, usia, lingkungan, dll.24 Namun dari hasil penelitian Alamsyah RM., dkk. (2006), alasan terbesar siswa SMA Medan tidak melakukan perawatan adalah biaya mahal 28,85%.27

Hasil penelitian ini ditemukan persentase siswa yang melakukan perawatan ortodonti berdasarkan jenis kelamin adalah siswa perempuan 88% (44 orang) sedangkan siswa laki-laki 12% (6 orang), hasil tersebut menggambarkan bahwa siswi perempuan lebih banyak melakukan perawatan dari laki-laki. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Onyeaso, dkk. (2005) bahwa perempuan lebih sensitif terhadap perubahan dalam hidupnya dan lebih mempunyai perhatian terhadap masalah yang menyangkut estetis, sehingga perempuan lebih banyak melakukan perawatan keadaan maloklusi dibandingkan laki-laki karena tidak nyaman dengan bentuk wajahnya, khususnya terhadap susunan giginya.7,13,20 Hasil penelitian Mattick C.R., dkk. (2003) dikatakan bahwa 75% pasien yang melakukan perawatan ortodonti karena alasan


(63)

estetis dan perempuan lebih menyadari kelaianan susunan giginya dibandingkan laki-laki.21

Sebagian besar siswa melakukan perawatan ortodonti dengan dokter gigi tetapi pada penelitian ini juga didapatkan siswa yang melakukan perawatan ortodonti cekat dengan tukang gigi, namun siswa tersebut tidak dijadikan sampel penelitian karena tidak memenuhi syarat inklusi dan ekslusi.

Siswa yang mempunyai keinginan untuk melakukan perawatan ortodonti yang berasal dari diri sendiri sebesar 88% (44 orang), sedangkan 12% (6 orang) lainnya berasal dari orang lain. Hasil penelitian Dewi O (2007) juga menunjukkan kalau sebagian besar siswa yang melakukan perawatan berasal dari keinginan sendiri, yakni sebesar 68,8%.7 Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada usia remaja seorang anak sudah mulai memperhatikan dan lebih peduli terhadap penampilannya, khususnya terhadap penampilan gigi yang menarik. Hal ini dapat dilihat dari alasan terbesar siswa melakukan perawatan ortodonti adalah karena adanya kelainan susunan letak gigi, yakni sebesar 96% (48 orang). Sedangkan siswa yang merasa ada kelainan dengan susunan gigi mereka sebesar 94% (47 orang) dan yang merasa kelainan tersebut cukup parah adalah sebesar 54% (27 orang) (Tabel 8).

Siswa yang merasa kelainan susunan giginya tidak menyebabkan gangguan pengunyahan dan berbicara adalah sebesar 82% (41 orang). Sedangkan siswa yang merasa kelainan susunan gigi tersebut dapat mengganggu penampilan dan pergaulan adalah 46% (23 orang) dan yang tidak sebesar 54% (27 orang). Hal tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar remaja melakukan perawatan bukan karena masalah fungsional, tetapi lebih kepada gangguan estetis. Seperti yang dikatakan


(64)

Addy, dkk. (1988), Helm dan Peterson (1989) dan Shaw, dkk. (1991) bahwa efek sakit dari maloklusi adalah psikososial yang berhubungan dengan gangguan estetik, bukan karena kelemahan fungsional.13

Gosney (1989) menyatakan bahwa motivasi sesorang untuk menjalani perawatan ortodonti merefleksikan sejumlah faktor psikologis dan sosial.15 Salah satu faktor tersebut saat ini adalah mengenai trend pemakaian piranti ortodonti cekat. Dari hasil penelitian ini siswa yang menyetujui bahwa memakai kawat gigi itu adalah trend sebesar 64% (32 orang). Dan yang keinginannya untuk melakukan perawatan ortodonti karena adanya trend pemakaian piranti ortodonti cekat sebesar 40% (20 orang) (Tabel 8). Hasil tersebut menunjukkan hampir setengah dari responden melakukan perawatan ortodonti karena ada pengaruh dari trend pemakaian piranti ortodonti cekat.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa siswa yang memiliki “Sikap Buruk” sebesar 20%, dimana yang memiliki Grade 1 sebanyak 1 siswa, Grade 2 sebanyak 5 siswa, Grade 3 dan Grade 4 sebanyak 1 siswa, dan tidak ada siswa yang dikategorikan Grade 5. Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang memiliki nilai sikap buruk tersebut melakukan perawatan karena lebih cenderung kepada trend, karena dari penilaian DHC disimpulkan bahwa sebagian besar dari siswa tersebut tidak atau hanya sedikit membutuhkan perawatan.

Sedangkan siswa yang memiliki “Sikap Sedang” sebesar 58%, dimana yang memiliki Grade 1 sebanyak 3 siswa, Grade 2 sebanyak 8 siswa, Grade 3 sebanyak 6 siswa, Grade 4 sebanyak 11 siswa, dan Grade 5 sebanyak 1 siswa. Dan siswa yang memiliki “Sikap Baik” sebesar 22%, dimana tidak ada siswa yang memiliki Grade 1,


(65)

sedangkan Grade 2 dan Grade 3 sebanyak 2 siswa, Grade 4 sebanyak 6 siswa, dan Grade 5 sebanyak 1 siswa (Tabel 11). Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa yang memiliki sikap baik melakukan perawatan memang karena kebutuhan mereka berdasarkan penilaian DHC. Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara sikap dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, dengan hasil uji Pearson Chi-Square tersebut menunjukkan bahwa p-value (=0.000) < 0.05.

Siswa yang melakukan perawatan ortodonti karena adanya trend pemakaian piranti ortodonti cekat, yakni sebesar 40%, yang dikategorikan “Butuh Perawatan” (Grade 2-5 DHC) adalah sebanyak 14 siswa atau 28% (Grade 2 sebanyak 11 siswa, Grade 3 sebanyak 2 siswa, Grade 4 sebanyak 1 siswa, dan tidak ada siswa yang dikategorikan Grade 5), dan yang dikategorikan “Tidak Butuh Perawatan” (Grade 1 DHC) sebanyak 6 siswa atau 12 %.

Sedangkan siswa yang tidak dipengaruhi oleh trend untuk melakukan perawatan adalah sebesar 60%, dimana tidak ada siswa yang dikategorikan “Tidak Butuh Perawatan” (Grade 1), sedangkan yang dikategorikan “Butuh Perawatan” sebanyak 30 siswa (Grade 2 sebanyak 4 siswa, Grade 3 sebanyak 7 siswa, Grade 4 sebanyak 17 siswa, dan Grade 5 sebanyak 2 siswa). Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara trend pemakaian kawat gigi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, dengan hasil uji Pearson Chi-Square tersebut menunjukkan bahwa p-value (=0.000) < 0.05.


(1)

perawatan berdasarkan penilaian DHC. Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara sikap dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, dengan hasil uji Pearson Chi-Square tersebut menunjukkan bahwa p-value (=0.000) < 0.05.

Siswa yang dipengaruhi trend pemakaian piranti ortodonti cekat adalah siswa yang melakukan perawatan ortodonti karena adanya trend pemakaian piranti ortodonti cekat, yakni sebesar 40%, yang dikategorikan “Butuh Perawatan” (Grade 2-5 DHC) adalah sebanyak 14 siswa atau 28% dan yang dikategorikan “Tidak Butuh Perawatan” (Grade 1 DHC) sebanyak 6 siswa atau 12 %. Sedangkan siswa yang tidak dipengaruhi oleh trend untuk melakukan perawatan adalah sebesar 60%, dimana tidak ada siswa yang dikategorikan “Tidak Butuh Perawatan” (Grade 1), sedangkan yang dikategorikan “Butuh Perawatan” sebanyak 30 siswa. Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara trend pemakaian piranti ortodonti cekat dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti, dimana hasil uji Pearson Chi-Square tersebut menunjukkan bahwa p-value (=0.000) < 0.05.

Dari hasil diatas juga dapat disimpulkan bahwa trend pemakaian piranti ortodonti cekat lebih cenderung sebagai faktor predisposisi bagi siswa untuk melakukan perawatan ortodonti, karena dapat diliat dari data diatas bahwa tidak sepenuhnya siswa yang dipengaruhi oleh trend itu tidak membutuhkan perawatan, tetapi sebagian besar dari mereka membutuhkan perawatan, walaupun 22% hanya membutuhkan sedikit perawatan (Grade 2).


(2)

6.2 Saran

Mengingat penelitian ini masih jauh dari sempurna maka perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut dengan kriteria penilaian sikap dari perilaku kesehatan gigi yang lebih rinci, terutama mengenai perawatan ortodonti, serta pemilihan sampel yang representatif untuk menggambarkan populasi remaja di Kota Medan.

Kepada pihak-pihak yang terkait disarankan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat pada umumnya dan kepada kalangan remaja khususnya mengenai maloklusi dan perawatannya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Mokhtar M. Dasar-dasar ortodonti. Medan: Bina Insani Pustaka, 2002: 2-5,35-36.

2. Rusdy E. Peran dokter gigi dalam peningkatan SDM. Teroka Riau Juni 2008; VIII: 96-103.

3. Laura M. The rationale for orthodontic treatment: on an Intruduction to orthodontics. Ed 3. New York: Oxford University Press Inc, 2007: 1-6.

4. Hoesin F. Faktor prediksi indikator kebutuhan perawatan ortodonti sebagai komponen penting bagi konsep masa mendatang. Jurnal ilmiah dan teknologi kedokteran gigi November 2010; 7: 55-58.

5. Sita SV. Gambaran kebutuhan perawatan maloklusi berdasarkan OFI pada santriwati Pondok Pesantrend Al-Qodiri dan Pondok Pesantrend An-Nuriyah 2011;1-3.

6. Proffit WR, Fields HW Jr, Sarver DM. Contemporary orthodontics. Ed IV. Missouri: Mosby Elsevier, 2007: 3-23.

7. Dewi O. Analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja SMU Kota Medan tahun 2007. Tesis . Medan: USU, 2008.

8. Shetty C., Madhukar S., Srinivasa H., Nayak K. The correlation of occlusal indices with patients perceptions of aesthetic, function, speech and orthodontic treatment need. J Dent Sci Res 1: 22-40.


(4)

10.Ucuncu N., Ertugay E. The use of the IOTN in a school population and referred population. Journal of Orthodontics 2001; 28: 45-52.

11.Agusni TI. Penggunaan IOTN untuk diagnosis maloklusi anak sekolah dasar di Surabaya. Majalah Kedokteran Gigi Agustus 2001; 34: 401-408.

12.Trivedi K., Shyagali TR., Doshi J., Rajpara Y. Reliability of aesthetic component of IOTN in the assessment of subjective orthodontic treatment need. Journal of Advanced Dental Research January 2011; II: 59-65.

13.Hunt O., Hepper P., Johnston C., Stevenson M., Burden D. The aesthetic component of the index of orthodontic treatment need validated against lay opinion. Eur J Orthodont 2002; 24: 53-59.

14.Hoesin F. Indikator kebutuhan perawatan ortodonsia (IKPO) sebagai instrumen perencanaan pelayan ortodonsia. Indonesian Journal of Dentistry 2007; 14: 236-242.

15.Kok YV., Mageson P., Harradine NWT., Sprod AJ. Comparing a quality of life measure and the aesthetic component of IOTN in assessing orthodontic treatment need and concern. . Journal of Orthodontics 2004; 31: 312-318. 16.Ila. Arsip harian sumut pos. Kawat gigi atau behel bikin bangga sekaligus

merawat. 02 May 2010. http://www.sumutpos.com. html

17.Ramdhani GS. Fenomena fixed orthodontic antara pemborosan dan kebutuhan. 14 April 2011. Kompas.com. 14 November 2011.

. (21 November 2011).

18.Foster T.D. Buku ajar ortodonsi. Alih Bahasa. Lilian Yuwono. Jakarta: EGC, 1999: 164-167.


(5)

19.Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi. Jakarta: EGC, 2010:1-24.

20.Harris EF. Sex differences in esthetic treatment needs in American black and white adolescent orthodontic patiens. Angle Orthodontist 2011; 81: 743-749. 21.Mattick CR., Gordon PH., Gillgrass TJ. Smile aesthetics and malocclusion in

UK teenage magazines assessed using the IOTN. Journal of Orthodontics 2004; 31: 17-19.

22.Soh J., Sandham A. Orthodontic treatment need in Asian adult males. Angle Orthodontist 2004; 74: 769-773.

23.Houston WJB. Current trendds in orthodontic treatment. Archives of Disease in Childhood 1986; 61: 536-537.

24.Padisar P., Mohammadi Z., Nasseh R., Marami A. The use of IOTN in a referred iranian population. Res J Biol Sci 2009; 4: 438-443.

25.Prabu D., Naseem B et al. A relationship between socio-economic status and orthodontic treatment need. Virtual J Orthod 2008; 8: 9-16.

26.Ho-A-Yun J., Crawford F., Clarkson J. The use of the index of orthodontic treatment need in dental primary care. Br Dent J 2009; 206: 1-5.

27.Alamsyah RM., Tamba EHF., Natamiharja L. Kebutuhan dan pemakaian pesawat ortodonti pada siswa-siswi 4 SMA di Medan. Dentika Juli 2006; 11: 9-15.

28.Meai CS., Ling SW., Chek WM. Orthodontic treatment need among dental student of Universiti Malaya and National Taiwan University. Malaysian


(6)

29.Miguel JAM., Feu D., Bretas RM., Canavarro C., Almeida MADO. Orthodontic treatment needs of Brazilian 12-year-old schoolchildren. World J Orthod 2009; 10: 305-310.

30.Dyken RA., Sadowsky PL., Hurst D. Orthodontic outcome assessment using the PAR index. Angle Orthod 2001; 71: 164-169.

31.Zhang M., McGrath C., Hagg U. The impact of malocclusion and its treatment on quality of life: a literatur review. Int J Pediatr Dent 2006; 16: 381-387.