seseorang mempengaruhi pola pikir responden dalam membuat keputusan didalam hidupnya.
5.1.2 Hubungan Faktor Pendidikan Responden dengan Pernikahan Usia
Dini di Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan, ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan responden dengan pernikahan usia dini dengan nilai
p value =
0,001 0,05 ; OR= 8,63 menunjukan bahwa sampel yang Pendidikan dasar 8,632 kali lebih besar untuk melakukan pernikahan usia dini daripada
responden dengan pendidikan lanjut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Irne W.Desiyanti,
yang menyatakan terdapat hubungan antara pendidikan Responden dengan kejadian pernikahan usia dini dengan nilai
p-value
0.001 ;OR 4,59, dengan demikian dapat disimpulkan responden yang pendidikan rendah berisiko 4,59 kali
lebih besar berisiko melakukan pernikahan usia dini di banding responden dengan pendidikan tinggi. Menurut alfiyah 2010 tingkat pendidikan maupun
pengetahuan anak yang rendah dapat menyebabkan adanya kecenderungan melakukan pernikahan usia dini. Sehingga peran pendidikan dalam hal ini sangat
penting dalam mengambil keputusan individu. Penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Sumardi
Rahardhjo 2013 menyatakan adanya hubungan pendidikan responden dengan pernikahan usia dini di kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan tahun
2012 dengan nilai OR= 2,23. Dengan demikian bahwa responden yang berpendidikan rendah memiliki risiko melakukan pernikahan usia dini 2,23 kali
lebih besar dibandingkan dengan responden yang berpendidikan menengah. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Astri Yunita yang berjudul Faktor-
Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pernikahan Usia Muda pada Remaja Putri di Desa Pagerejo Kabupaten Wonososbo menyatakan bahwa ada hubungan
antara tingkat pendidikan remaja putri dengan kejadian Pernikahan Usia Dini dengan
Odds Ratio
yaitu 9,75 artinya remaja dengan pendidikan dasar memiliki peluang melakukan pernikahan usia muda 9,750 kali lebih besar dibanding remaja
berpendidikan menengah. Menurut Notoatmojo 2003 menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan
seseorang maka akan semakin banyak pengetahuan yang didapatkan. Remaja yang berlatarbelakang pendidikan tinggi lebih kecil berisiko melakukan
pernikahan usia dini. Hal ini dikarenakan dengan tingginya tingkat pendidikan remaja, maka remaja akan semakin mudah menerima informasi tentang dampak
pernikahan usia dini terhadap kesehatan dan sosial. Berdasarkan hasil observasi data yang didapatkan pada saat penelitian yaitu
sebagian besar pendidikan terakhir responden kasus yang melakukan pernikahan usia dini yaitu lulus sekolah menengah pertama SMP, dimana rata-rata usia
ketika remaja baru lulus menempuh pendidikan sekolah menengah pertama SMP yaitu usia 16 sampai 17 tahun . Menurut Undang-Undang no 20 tahun
2003 pendidikan sekolah menengah pertama merupakan pendidikan yang termasuk kategori pendidikan dasar. Sedangkan pendidikan pada responden
kontrol yaitu sebagian besar responden dengan pendidikan terakhir sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Dalam undang-undang pendidikan, sekolah
menengah atas SMA merupakan kategogori pendidikan menengah dan perguruan tinggi merupakan kategori Pendidikan Tinggi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rita Ariesta, tingkat pendidikan yang tinggi akan memberikan pemahaman secara matang kepada individu untuk
memilih dan memutuskan suatu hal. Tingkat pendidikan tinggi membuat perempuan banyak belajar dari lingkungan sekitar dan media sehingga dapat
mengubah sikap dan pandangan sesuai dengan apa yang dia pahami. Dengan dasar pendidikan segala permasalahan yang mungkin menghampiri remaja dapat
dicerna, dipikirkan dan dipertimbangkan sehingga diharapkan setiap keputusan yang dibuat perempuan tersebut benar-benar mendukung dirinya dalam menjalani
kehidupan termasuk keputusannya untuk menikah nantinya.
5.1.3 Hubungan Pendidikan Orangtua Responden dengan Pernikahan Usia