pengobatan. Masalah hipertensi di Indonesia cenderung meningkat, data Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT menunjukkan penyakit kardiovaskuler
sebagai penyakit nomor satu penyebab kematian, data ini dilihat pada tahun 1995, 2001 dan 2004 dan sekitar 20
–35 dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi, informasi lain yang diperoleh dari Survei Kesehatan Rumah Tangga
SKRT tahun 2001 kejadian hipertensi di Indonesia cenderung meningkat dimana dari 8,3 penduduk menderita hipertensi meningkat menjadi 27,5 pada tahun
2004 Rahajeng dan Tumiah,2009. Data lain juga menunjukkan kejadian hipertensi mengalami peningkatan akibat berbagai faktor pemicu pada orang
dewasa, dari 8 pada tahun 1995 meningkat menjadi 32 di tahun 2008 Krishnan, Garg, and Kahandaliyanage, 2013.
B. Kesadaran
Kesadaran adalah pemahaman atau pengetahuan seseorang tentang diri dan keberadaannya, kesadaran menjadi faktor penting bagi seseorang untuk
memahami bagaimana cara bertindak atau menyikapi suatu kenyataan Halawa, 2007. Kamus Bahasa Indonesia mendefinisikan kesadaran sebagai
suatu keadaan yang menunjukan seseorang mengerti dengan apa yang dirasakan dan dialaminya Tim Penyusun Kamus, 2005.
Kesadaran mengenai hipertensi di Indonesia sangat rendah. Data menunjukkan angka kesadaran hanya mencapai 24, artinya masih banyak
masyarakat yang tidak menyadari dirinya menderita hipertensi akibat tidak mengecek tekanan darah Krishnan, Garg, and Kahandaliyanage, 2013.
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular,
akan tetapi walaupun demikian kesadaran seseorang untuk mencegah hipertensi dan mengecek tekanan darah masih sangat rendah Zikru, Gebru, and Kahsay,
2014. Pengetahuan dan kesadaran hipertensi merupakan faktor penting dalam mencapai kontrol tekanan darah, sehingga dengan pengontrolan tekanan darah
secara rutin maka pengendalian hipertensi semakin baik. Beberapa penelitian menghubungkan kesadaran dengan pengetahuan, semakin rendah pendidikan yang
ditempuh maka kesadaran untuk mengontrol tekanan darah semakin kecil, hal ini disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh mengenai bahaya hipertensi yang
juga dapat berdampak pada kematian Aleksander, Gordon, Davis, and Chen, 2004.
C. Terapi
Tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi. Selain terapi farmakologi, penderita hipertensi
seharusnya mampu memodifikasi gaya hidup seperti mengatur pola makan dengan mengkonsumsi buah-buahan serta sayur dan menghindari makanan berlemak,
aktivitas fisik selama 30 menit dalam sehari Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, and
Posey, 2008. Terapi farmakologi hipertensi yang dikenal yaitu diuretik, ACE inhibitor, Angiotensin Reseptor Bloker, Kanal Kalsium Bloker, dan Beta
Bloker Fitrianto, Azmi, dan Kadri, 2014. Pilihan obat bagi masing-masing penderita hipertensi bergantung pada kondisi pasien, penyakit lain yang mungkin
diperbaiki atau diperburuk oleh antihipertensi yang dipilih, serta pemberian obat lain yang mungkin berinteraksi dengan antihipertensi yang diberikan Ikawati,
Jumiani, dan Putu, 2008.
Golongan obat antihipertensi yang digunakan yaitu : 1
Diuretik Contoh obat diuretik adalah tiazid merupakan diuretik dengan potensi
menurunan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi natrium pada daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan eksresi natrium dan volume urin
Gormer, 2007. 2
Beta bloker Obat golongan ini bekerja dengan mengeblok beta-adrenoseptor.
Stimulasi yang terjadi pada reseptor beta di otak dan perifer akan memacu neurotransmitter yang dapat meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis.
Stimulasi reseptor beta-1 pada jantung dapat meningkatkan frekuensi denyut dan kekuatan kontraksi otot jantung, sedangkan stimulasi reseptor beta-1 pada ginjal
akan menyebabkan pelepasan renin, meningkatkan aktivitas sistem renin- angiotensin-aldosteron Gromer, 2007.
3 Angiotensin Converting Enzyme-inhibitor ACEi
Mekanisme kerja obat golongan ini adalah menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekusor angiotensin I yang inaktif
Gormer, 2007. 4
Angiotensin Reseptor Bloker ARB Mekanisme kerja golongan ini adalah mengeblok secara langsung
reseptor angiotensin II tipe 1 reseptor AT1 sehingga Angiotensin II tidak dapat berikatan secara agonis dan tidak dapat menstimulasi efek vasokonstruksi, sekresi
aldosteron, tidak terjadi retensi sodium dan air Straka, 2008.
5 Calcium Chanel Bloker CCB
Mekanisme kerja golongan CCB adalah menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel miokard, sel-sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel-sel otot
polos pembuluh darah sehingga akan menurunkan kontraktilitas jantung, dan memacu aktivitas vasodilatasi Gormmer, 2007.
Penelitian yang dilakukan Setiati mengenai prevalensi hipertensi tanpa dan menggunakan anti-hipertensi menunjukkan bahwa 37,32 penderita
hipertensi tidak melakukan terapi, hal ini ditunjukkan oleh data bahwa yang mengalami hipertensi 1814 subjek, sedangkan dari 1814 subjek yang hipertensi
terdapat 677
subjek yang
dinyatakan tidak
melakukan terapi
Setiati and Sutrisna, 2005. D.
Pengukuran Tekanan Darah
Peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, baik di
rumah sakit maupun di sarana pelayanan kesehatan lainnya. Kalibrasi alat kesehatan bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan keakurasian informasi
hasil pengukuran peralatan kesehatan. Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan BPFK sebagai institusi penguji dan kalibrasi alat kesehatan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes No.363MenkesPerIV1998, diberi wewenang melakukan pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan di sarana
pelayanan kesehatan. Hal ini untuk menjamin mutu yang mencakup: ketelitian, ketepatan, dan keamanan peralatan kesehatan. Kebijakan yang mendukung
pengujian dan kalibrasi adalah Peraturan Pemerintah PP No.72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Depkes RI, 2007.
Semua alat yang digunakan harus terkalibrasi. Pengukuran tekanan darah mencakup tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan darah diukur pada lengan
kanan dengan posisi duduk, kemudian dipasang manset yang lebarnya dapat melingkar sekurang-kurangnya 23 panjang lengan atas dan tidak menempel baju.
Kemudian lakukan pemompaan, catat hasil tekanan darah. Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi dengan menggunakan digital sphygmomanometer.
Pengukuran dilakukan 2 kali berturut-turut dengan interval 2 menit. Apabila terdapat selisih tekanan darah 10 mmHg pada pengukuran ke 1 dan ke 2 baik
pada sistolik
dan atau
pada diastolik,
lakukan pengukuran
ke-3 Handayani, 2013.
E. Faktor Penyebab Hipertensi