Respon Perubahan terhadap Penyakit HIVAIDS

Berikut ini merupakan klasifikasi infeksi HIV menurut Centers for Disease Control and Prevention 2011 berdasarkan patofisiologi penyakit : Tabel 1 . Klasifikasi infeksi HIV yang didasarkan pada patofisiologi penyakit seiring memburuknya secara progresif fungsi imun Kelas Kriteria Grup I 1. Infeksi akut HIV 2. Gejala mirip influensa, mereda sempurna 3. Antibodi HIV negatif HIV asimtomatik Grup II 1. Antibodi HIV positif 2. Tidak ada indikator klinis atau laboratorium adanya imunodefisiensi HIV simtomatik Grup III 1. Antibodi HIV positif 2. Limfadenopati generalisata persisten Grup IV-A 1. Antibodi HIV positif 2. Penyakit konstitusional demam atau diare menetap, menurunnya BB 10 dibandingkan berat normal Grup IV-B 1. Sama seperti grup IV-A 2. Penyakit neurologik demensia, neuropati, mielopati Grup IV-C 1. Sama seperti grup IV-B 2. Hitung limfosit CD4+ kurang daripada 200µl Grup IV-D 1. Sama seperti grup IV-C 2. Tuberkolosis paru, kanker serviks, atau keganasan lain Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 2011

2.1.4 Respon Perubahan terhadap Penyakit HIVAIDS

Penderita HIVAIDS umumnya memiliki respons yang spesifik, yaitu: a. Respon Biologis Imunitas Secara imunologis, sel T yang terdiri dari limfosit T-helper, disebut limfosit CD4+ akan mengalami perubahan baik secara kuantitas maupun kualitas. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T toxic HIV. Secara tidak angsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp 120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen APC. Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptornya bagian sampul tersebut melakukan fusi dengan membran sel dan bagian intinya masuk ke dalam sel membran. Pada bagian inti terdapat enzim reverse transcripatase yang terdiri dari DNA polimerase dan ribonuclease. Pada inti yang mengandung RNA, dengan enzim DNA polimerase menyusun kopi DNA dari RNA tersebut. Enzim ribonuclease memusnahkan RNA asli. Enzim polimerase kemudian membentuk kopi DNA kedua dari DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan Stewart, 1997; Baratawidjaja, 2000. Kode genetik DNA berupa untai ganda setelah terbentuk, maka akan masuk ke nti sel. Kemudian oleh enzim integrase, DNA copi dari virus disisipkan dalam DNA pasien. HIV provirus yang berada pada limfosit CD4+, kemudian bereplikasi yang menyebabkan sel limfosit CD4 mengalami sitolisis Stewart, 1997. Virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh pasien, juga menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di otak, sel- sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfe, sel- sel epitel pada usus, dan sel langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah encepalopati dan pada sel epitel usus adalah diare yang kronis Stewart, 1997. Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi tersebut biasanya baru disadari pasien setelah beberapa waktu lamanya tidak mengalami kesembuhan. Pasien yang terinfeski virus HIV dapat tidak memperlihatkan tanda dan gejala selama bertahuntahun. Sepanjang perjalanan penyakit tersebut sel CD4+ mengalami penurunan jumlahnya dari 1000ul sebelum terinfeksi menjadi sekitar 200 – 300ul setelah terinfeksi 2 – 10 tahun Stewart, 1997. b. Respon Psikologis Tahapan respon psikologis pasien HIV Stewart, 1997 adalah seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 2. Respon Psikologis Pasien HIV Respon Proses psikologis Hal-hal yang biasa di jumpai 1. Shock kaget, goncangan batin Merasa bersalah, marah, tidak berdaya Rasa takut, hilang akal, frustrasi, rasa sedih, susah, acting out 2. Mengucilkan diri Merasa cacat dan tidak berguna, menutup diri Khawatir menginfeksi orang lain, murung 3. Membuka status secara terbatas Ingin tahu reaksi orang lain, pengalihan stres, ingin dicintai Penolakan, stres, konfrontasi 4. mencari orang lain yang HIV positif Berbagi rasa, pengenalan, kepercayaan, penguatan, dukungan sosial Ketergantungan, campur tangan, tidak percaya pada pemegang rahasia dirinya 5. Status khusus Perubahan keterasingan menjadi manfaat khusus, perbedaan menjadi hal yang istmewa, dibutuhkan oleh yang lainnya Ketergantungan, dikotomi kita dan mereka sema orang dilihat sebagai terinfeksi HIV dan direspon seperti itu, over identification c. Respons Adaptif Sosial Aspek psikososial menurut Stewart 1997 dibedakan menjadi 3 aspek interaksi sosial, cemas, dan emosi, yaitu: 1 Stigma sosial memperparah depresi dan pandangan yang negatif tentang harga diri pasien HIV. 2 Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV, misalnya penolakan bekerja dan hidup serumah juga akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan. Bagi pasien homoseksual, penggunaan obat-obat narkotika akan berakibat terhadap kurungnya dukungan sosial. Hal ini akan memperparah stres pasien HIV. 3 Terjadinya waktu yang lama terhadap respons psikologis mulai penolakan, marah-marah, tawar menawar, dan depresi berakibat terhadap keterlambatan upaya pencegahan dan pengobatan. Pasien HIV akhirnya mengkonsumsi obat-obat terlarang untuk menghilangkan stres yang dialami. d. Respons Adaptif Spiritual Respon adaptif spiritual pasien HIV, yaitu distress spiritual. Distres spiritual adalah gangguan kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni, musik, literatur, alam danatau kekuatan yang lebih besar daripada diri sendiri. Contoh distress spiritual, yaitu: pasien HIV merasa terbuang oleh atau karena kemarahan Tuhan, pasien HIV merasa hidup tanpa harapan dan menderita NANDA, 2011 2.1.5 Cara Penularan Virus HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina, dan air susu ibu Wijaya, 2010. Terdapat dua cairan utama dalam transmisi virus HIV yakni, transmisi seksual dan non seksual. Transmisi seksual melalui hubungan seksual baik heteroseksual, homoseksual, oral seks maupun anal seks. Transmisi nonseksual dibedakan menjadi parenteral dan transplasental. Transmisi parenteral yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya alat tindik dan alat tato yang telah terkontaminasi darah yang terinfeksi virus HIV. Transmisi transplasental yakni penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak yang dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui Siregar, 2004; Wijaya, 2010.

2.1.6 Manifestasi Klinis