Asetosal Landasan Teori PENELAAHAN PUSTAKA

G Asetosal ata dari asam, berbentuk larut dalam air, sang Termasuk dalam gol sebagai pereda nyeri adanya inflamasi, ny gigi, dismenorea. Ase suhu 2-15°C Dinkes, Asetosal ada sebagai senyawa ana menurunkan demam Penggolonga analgesiknya menurut

1. Golongan analgesik

a. Metode jepitan e dosis tertentu sec

E. Asetosal

Gambar 3. Struktur asetosal Helmenstine, 2010 atau asam asetil salisilat gambar 3 merupaka uk kristal putih seperti batang atau jarum dan ngat larut dalam alkohol. Nilai pKa dari aset golongan analgesik non-narkotik. Indikasi ri, sakit kepala, nyeri ringan lain yang berhubun nyeri ringan sampai sedang setelah operasi, m setosal stabil pada penyimpanan pH rendah s, 2010. dalah sejenis obat turunan dari salisilat yang s nalgesik penahan rasa sakit, antipiretik oba dan antiinflamasi anti radang Encyclopedi

F. Metode Uji Daya Analgesik

ongan metode pengujian daya analgesik be rut Turner 1965 adalah: sik narkotika ekor. Sekelompok tikus diinjeksi dengan se secara subkutan s.c maupun intravena i.v 2010. upakan ester salisilat dan berbau. Sedikit setosal adalah 3,5. si asetosal adalah rhubungan dengan melahirkan, sakit ndah 2-3 dan pada sering digunakan obat yang dapat dia, 2003. berdasarkan jenis senyawa uji pada .v dan 30 menit kemudian jepit dipasang pada pangkal ekor tikus yang dilapisi karet tipis selama 30 detik. Tikus yang tidak diberi analgesik akan berusaha untuk melepaskan diri dari kekangan karet dengan cara menggigiti jepitan, tetapi tikus yang diberi analgesik akan mengabaikan kekangan tersebut karena rasa sakit tidak begitu dirasakannya. Respon positif adanya daya analgesik dapat dicatat jika tidak ada usaha dari tikus untuk melepaskan diri dari jepitan selama 15 menit. b. Metode pengukuran tekanan. Alat yang digunakan adalah sebuah alat untuk mengukur tekanan yang diberikan pada tikus secara seragam. Alat tersebut terdiri dari 2 syringe yang dihubungkan ujung dengan ujungnya yang rata-rata bersifat elasatis, fleksibel, dan terdapat pipa plastik yang diisi sebuah cairan. Sisi pipa dihubungkan dengan manometer. Manometer akan membaca ketika tikus memberikan respon. Respon tikus yang pertama adalah meronta-ronta kemudian akan mengeluarkan suara mencicit kesakitan. c. Metode rangsang panas. Alat yang digunakan adalah lempeng panas hot plate yang terdiri dari silinder untuk mengendalikan. Hot plate bersuhu sekitar 50 -55 C, dilengkapi dengan penangas yang berisi campuran sebanding antara aseton dengan etil format yang mendidih. Tikus yang sudah diberi larutan secara subkutan atau peroral, diletakkan pada hot plate yang sudah disiapkan. Reaksi tikus adalah menjilat-jilat kakinya lalu akan melompat dari silinder. d. Metode potensi petidin. Metode ini kurang baik karena dibutuhkan hewan uji dalam jumlah besar untuk melakukan uji ini. Tiap kelompok tikus terdiri dari 20 ekor, setengah dari kelompok dibagi menjadi 3 bagian diberi petidin dengan dosis berturut-turut 2, 4, dan 8 mgkg. Setengah kelompok yang lain diberi petidin dengan senyawa uji dengan dosis 25 dari LD 50 . Persen analgetik dihitung dengan bantuan metode rangsang panas. e. Metode kejang okstitosin. Oksitoksin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary posterior, dapat menyebabkan kontraksi uterin sehingga menimbulkan kejang pada tikus. Respon kejang meliputi kontraksi abdominal, sehingga menarik pinggang dan kaki ke belakang. Penurunan kejang diamati, dan ED 50 dapat diperkirakan. f. Metode pencelupan pada air panas. Tikus disuntik secara intraperitonial dengan senyawa uji, kemudian ekor tikus dicelupkan dalam air panas suhu 58 C. Respon tikus dilihat dari hentakan ekornya yang menghindari air panas..

2. Golongan analgesik non-narkotika

a. Metode rangsang kimia. Dalam metode ini, rasa nyeri yang timbul berasal dari rangsang kimia yang disebabkan oleh zat kimia yang diinjeksikan secara intraperitonial pada hewan uji. Beberapa zat yang sering dipergunakan untuk menimbulkan rasa nyeri dipakai dalam metode ini, yaitu asam asetat dan fenil kuionon. Metode ini cukup peka untuk pengujian senyawa-senyawa analgesik yang mempunyai daya analgesik lemah. Metode ini telah sering digunakan oleh banyak peneliti dan bisa direkomendasikan sebagai metode penapisan sederhana Vogel, 2002. Efek analgesik dapat dievaluasi menggunakan persen proteksi geliat Putra, 2003. proteksi = 100 – PK x 100 Keterangan: P: Jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi perlakuan K: Jumlah kumulatif geliat mencit kontrol negatif Putra, 2003. Perubahan persen proteksi geliat terhadap kontrol positif menggunakan rumus: Perubahan proteksi geliat = ୔ି୏୮ ୏୮ x 100 Keterangan: P = proteksi geliat pada tiap kelompok perlakuan KP = rata-rata proteksi geliat pada kontrol positif Putra, 2003. b. Metode pedodolorimeter. Metode ini menggunakan aliran listrik untuk mengukur besarnya daya analgesik. Alas kandang tikus terbuat dari kepingan metal yang bisa mengalirkan listrik. Tikus diletakkan pada kandang tersebut kemudian dialiri aliran listrik. Respon ditandai dengan teriakan dari tikus tersebut. Pengukuran ini dilakukan setiap 10 menit selama 1 jam Putra, 2003. c. Metode rektodolorimeter. Tikus diletakkan dalam sebuah kandang yang dibuat khusus dengan alas tembaga yang dihubungkan dengan sebuah penginduksi yang berupa gulungan. Ujing lain dari gulungan tersebut kemudian dihubungkan dengan silinder elektroda tembaga. Sebuah voltmeter yang sensitif untuk mengubah 0,1 volt dihubungkan dengan kondukutor yang berada di gulungan di atas. Tegangan yang sering digunakan untuk menimbulkan teriakan mencit adalah 1 sampai 2 volt Putra, 2003.

G. Landasan Teori

Nyeri merupakan suatu perasaan sensoris dan emosional yang muncul sebagai pertanda adanya kerusakan jaringanRoach, 2004. Nyeri mengeluarkan mediator nyeri berupa prostaglandin untuk mengaktivasi reseptor nyeri, yang akan menandakan adanya suatu peradangan.Impuls yang diterima reseptor nyeri akan diteruskan ke pusat nyeri di otak besar dan kemudian dirasakan sebagai nyeri Tjay dan Rahardja, 2002. Tjay dan Raharja 2007 melaporkan bahwa ada kaitan antara penangkapan radikal bebas dengan penghambatan pembentukan mediator nyeri dan peradangan. Bila radikal bebas ditangkap oleh suatu senyawa antioksidan dimungkinkan proses perubahan asam arakidonat menjadi enderoperoksida dan asam hidroperoksida melalui jalur siklooksigenase akan terhambat sehingga mediator nyeri dan peradangan tidak akan terbentuk serta tidak akan terjadi nyeri. Mekanisme kerusakan sel oleh suatu senyawa radikal bebas, yaitu melalui proses inisiasi peroksidasi lipid. Radikal bebas akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel. Dimulai jika ada suatu senyawa radikal bebas berdekatan dengan membran phosfolipid sehingga akan menyerang rantai lipid tersebut serta dapat mengambil elektron dari lipid dan akhirnya mengakibatkan adanya kerusakan sel. Peroksidasi ini akan mempengaruhi fluiditas membran, serta struktur dan fungsi membran Powers and Jackson, 2008. Penelitian terhadap komposisi kimia bunga telang menunjukkan bahwa bunga ini kaya akan senyawa fitokimia yang memiliki efek positif bagi kesehatan, seperti senyawa jenis flavonoid yang berperan sebagai antioksidan yang terkandung pada bunga telang. Menurut penelitian Herman 2005, air rendaman bunga telang dapat digunakan sebagai obat tetes mata pada penderita konjungtivitis. Menurut penelitian Kazuma et al 2003, senyawa aktif pada bunga telang, quercetin dan isoquercetin merupakan substansi antiradang yang efektif dan juga memilki potensi dalam melawan alergi.

H. Hipotesis