Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.51999, 2007.
USU Repository © 2009
tidak dikontrol oleh individu atau kelompok tertentu tetapi sistem ekonomi berjalan dengan baik dan tidak berakhir dengan kekacauan pasar.
B. Konsep Rule of Reason dan Perse Illegal Dalam Hukum Persaingan
Dalam hukum persaingan usaha dikenal istilah perse Illegalbersifat imperatif dengan interpretasi yang memaksa dan rule of reason pembuktian yang rumit
yang mana keduanya memiliki makna yang berbeda.
72
Teori perse ini lebih menitikberatkan kepada struktur pasar tanpa memperhitungkan kepentingan
ekonomi dan sosial yang lebih luas.
73
Dengan kalimat lain, dapat dikatakan bahwa tindakan-tindakan yang jelas-jelas melanggar hukum persaingan usaha sehingga
dengan serta merta dapat ditentukan sebagai tindakan yang illegal. Hanya dengan membuktikan bahwa tindakan telah dilakukan dan tanpa melakukan analisis lebih
jauh terhadap dasar-dasar yang mungkin dikemukakan untuk membenarkan tindakan itu.
74
Teori Rule of Reason ini lebih luas dari teori perse. Teori Rule of reason ini lebih berorientasi kepada prinsip efisiensi. Pendekatan Rule of reason diterapkan
terhadap TindakanTindakan yang tidak bisa scara mudah dilihat ilegalitasnya tanpa menganalisis akibat tindakan itu terhadap kondisi persaingan. Dalam
pendekatan rule of Reason diisyaratkan untuk mempertimbangkan factor-faktor seperti latar belakang dilakukannya tindakan tersebut, alas an bisnis dibalki
tindakan tersebut serta posisi si pelaku tindakan dalam industri tertentu. Setelah mempertimbangkan factor-faktor tersebut, barulah dapat ditentukan apakah suatu
72
Ayudha D.Prayoga dkk, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia, Partnership for Business Competition, Jakarta, 1998, hal.12.
73
Munir Fuady, Op.Cit, hal.46
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.51999, 2007.
USU Repository © 2009
tindakan bersifat illegal atau tidak.
75
Pendekatan rule of reason ini diterapkan dengan menimbang-nimbang akibat negatif dari tindakan tertentu terhadap
persaingan dengan keuntungan ekonomisnya.
76
Pendekatan Rule of Reason dipergunakan Untuk mengakomodasi tindakan tindakan yang berada dalam “grey
area”, antara legalitas dan illegalitas. Dengan analisis pendekatan Rule of Reason tindakan-tindakan yang berada dalam “grey area” namun ternyata berpengaruh
positif terhadappersaingan akan menjadi berpeluang untuk diperbolehkan. Pendekatan Rule of Reason ini seakan-akan menjadi jaminan bagi para pelaku
usaha untuk secara leluasa mengambil langkah bisnis yang mereka kehendaki, sepanjang langkah itu reasonable.
77
Perbedaan antara hambatan yang bersifat mutlak atau tidak menjadi faktor penentu yang penting karena prinsip ini menentukan konsep pendekatan “rule of
reason” dan “perse rule” pada saat menentukan tindakan yang sifatnya anti persaingan atau tidak. Dengan kata lain, paradigma Hukum Persaingan terfokus
pada hal ini, bila hambatan itu mutlak maka pertimbangannya adalah perse illegal, Hukum Persaingan mengenal beberapa konsep dalam mengenali hambatan
restraint yang terjadi dalam suatu proses persaingan. Hambatan yang terjadi ada yang mutlak bersifat menghambat persaingan dan ada yang mempunyai
pertimbangan dan alasan ekonomi. Sehingga dengan pertimbangan ataupun rasionalisasi yang dipengaruhi factor ekonomi, social dan keadilan maka dapat
diputuskan bahwa tindakan tersebut dapat dianggap atau tidak menciptakan hambatan dalam proses persaingan.
74
Arie Siswanto, Op.Cit, hal.65
75
Ibid, hal 66
76
Munir Fuady, Op.Cit, hal.47.
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.51999, 2007.
USU Repository © 2009
tetapi bila bersifat tambahan maka hanya akan dapat diputuskan berdasarkan pertimbangan pembenaran atau “reasonableness” alasannya. Dengan demikian
penting untuk diketahui mengenai perbedaan antara hambatan yang sebenarnya maupun yang sifatnya artificial karena hambatan mutlakpun belum tentu pasti
bersifat perse illegal.
78
Sementara itu hambatan yang bersifat tambahan adalah secara fungsional merupakan bagian integral terhadap perjanjian. Hambatan tersebut adalah untuk
memfasilitasi atau berfungsi menjalankan perjanjian tersebut. Dengan kata lain, transaksi tersebut adalah perjanjian utama dan hambatan hanya bersifat tambahan.
Hambatan dapat saja merupakan elemen utama dari transaksi ataupuntambahan yang sifatnya adalah memproteksi elemen utama dari transaksi tersebut. Sehingga
kunci utama untuk justifikasi hal ini adlah dengan melihat apakah para pihak merupakan bagian utama dari suatu kegiatan produksi. Juga dengan
mempertimbangkan apakah perjanjian atau transaksi antara para pihak dan fungsi yang relevan dari hambatan terhatap perjanjian para pihak dimana fungsi
merupakan unsure penentu yang penting. Dengan kata lain bahwa seluruh hambatan dalam akan dinyatakan melanggar hukum, kecuali apabila:
79
a. hanya bersifat tambahan ancillary tehadap tujuan utama dari kontrak
atau perjanjian yang legal, misalnya perjanjian yang berisikan kesepakatan dimana pembeli untuk tidak bersaing dengan pembeli atau pembeli tidak
bersaingan dengan penjual yang membeli usaha penjual tersebut.
77
Arie Siswanto,Op.Cit, hal.47.
78
Ningrum Natasya Sirait, Hukum persaingan Usaha di Indonesia, Op.Cit, hal.72
79
Ibid, hal.73
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.51999, 2007.
USU Repository © 2009
b. Atau pegawai tidak akan bersaing dengan perusahaan yang
memperkerjakannya dimana perjanjian tersebut memang dibutuhkan untuk melindungi usaha tersebut
c. Tidak berisi hambatan yang dianggap sangat tidak wajar “exceeds the
necessity presented”. Bila alasan pendukung sifatnya ekonomis menyatakan hambatan tersebut
dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang produktif, tetapi mengakibatkan persaingan terhambat, maka bukan berarti hambatan itu dapat dikategorikan
sebagai tambahan. Sehingga fungsi sangat menentukan dimana mereka akan tetap dikategorikan mutlak karena tidak memiliki hubungan fungsional tehadap
produktivitas bersama tersebut. Oleh sebab itu argument mengenai efisiensi dapat dikemukakan baik dalam konteks hambatan yang sifatnya mutlak atau tambahan.
Perbedaannya terletak bukan pada isu efisiensi, tetapi lebih pada bagaimana caranya mencapai tahap efisiensi tersebut. Sehingga untuk menda[patkan nilai
maksimum, maka hambatan merupakan elemen utama dalam transaksi tersebut.
80
80
Ibid, hal.73
Hambatan mutlak tujuan ekonominya adalah umtuk membatasi atau menghambat kebebasan ekonomi pihak lain. Contohnya adalah penetapan harga,
dimana tidak terdapat alas an pembenaran kecuali persetujuan untuk menghambat persaingan. Pada saat para pihak setuju untuk membatasai kebebasan
merekadalam berusaha dan mengekakan persaingan, maka dapat dikategorikan sebagi hambatan mutlak. Bentuk lainnya adalah dalam hal membagi wilayah,
konsumen ataupun menetukan produk apa yang akan dijual dimana factor utama penetu adalah para pihak merupakan pesaing.
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.51999, 2007.
USU Repository © 2009
Sulit untuk menentukan penggunaan yhambatan yang sifatnya mutlak ataupun tambahan dalam menentukan suatu keadaan. Faktor “reasonableness” atau alas an
dalam sifat pertimbangan sangant subjektif pada suatu kasus dan waktu dalam pasar yang kompetitif. Bila aplikasi hambatan mutlak diperlukan untuk melihat
pertimbangan secara subjektif untuk setiap kasus, maka akan sulit untuk memutuskan karena mudah menjadi bias. Sehingga dibutuhkan analisis yang
mengikutsertakan elemen mengenai permintaan dan penyediaan, tujuan social serta objektif dari Hukum persaingan yang mampu menjawab apakah suatu
hambatan itu menguntungkan atau merugikan. Secara yuridis hal inilah yang akan dihadapi oleh system hukum untuk setiap
kasus. Karena memang ada kenyataan yang menunjukkan bahwa hambatan yang sifatnya mutlak justru menguntungkan masyarakat. Cara praktis untuk
menyelesaikannya adalah dengan memikirkan suatu petunjuk komprehensif sesuai dengan sudut pandang ekonomi dan hukum yang cocok dengan peraturan yang
berlaku dan sesuai dengan kepentingan umum.
81
81
Ibid, hal.75
Oleh sebab itu peran sutau badan independen yang secara terus menerus memberikan pertimbangan dibutuhkan untuk memutuskan bila hambatan mutlak
memang dibutuhkan untuk mencapai tujuan sosial atau efisiensi. Implikasi analisis ini adalah bila hambatan itu bersifat mutlak maka haurus diputuskan
mutlakmelanggar hukum, sebaliknya bila tidak maka harus dinyatakan bahwa tindakan itu legal. Sehingga tidak dibutuhkan adanya pertimbangan subjektif atau
ditengahnya.
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.51999, 2007.
USU Repository © 2009
Bila tidak didapat alternatif lain maka hambatan tambahan tersebut dianggap beralasan karena pertimbangannya lebih efisien dan dalam ekonomi pasar. Tetapi
bila ada alternatif lain, maka harus dipertimbangkan biaya dan akibat social dari hambatan ini. Karena semua hambatan tambahan akan berhadapan dengan analisis
yang sifatnya subjektif per kasus maka penentu keputusan mungkin saja untuk mempertimbangkan biaya social atau keuntungan atau efeknya bagi masyarakat.
Pertimbangan antara analisis kesejahteraan umum efisiensi sering menjadi acuan untuk memutuskan perbedaan antara hambatan yang sifatnya mutlak atau
tambahan. Umumnya hambatan mutlak hanya kan menghambat persaingan dan mengakibatkan biaya social bagi mayarakat. Termasuk diantaranya perpindahan
kesejahteraan dan alokasi yang tidak efisien dari sumber daya.
82
Pada umumnya terdapat 2 pendekatan untuk melihat apakah pelaku usaha atau perusahaan diduga telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang Hukum
Persaingan atau tidak. Yaitu dengan melihat pada: Disamping itu dalam jangka panjang hal ini akan dapat menimbulkan distorsi
pasar. Bila hambatan mutlak diijinkan maka seolah-olah memberikan kebebasan untuk pelaku pasar untuk mengeksploitas pasar. Walaupun demikian harus dilihat
kenyataan bahwa misalnya, perjanjian yang sifatnya kartel juga mempunyai sisi ekonomi yang menguntungkan misalnya untuk menyelamatkan suatu keadaan
dimana memang dibutuhkan perjanjian kartel untuk menjaga kestabilan harga atau pasokan. Sehingga untuk menghindarkan eksploitasi pelaku pasar maka
dibutuhkan adanya pengawasan masyarakat.
83
82
Ibid, hal.76
83
Ibid, hal.77
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.51999, 2007.
USU Repository © 2009
a. Struktur pasar market structure, misalnya perusahaan memiliki pangsa
pasar lebuh dari indicator yang ditetapkan oleh undang-undang, yaitu 50 untuk 1 pelaku atau 75 untuk 2 pelaku usaha atau lebih.
b. Perilaku behavior misalnya melalui tindakan atau perjanjian yang
dilakukan oleh pelaku usaha tersebut dengan pelaku usaha pesaingnya atau tidak, contohnya tindakan jual rugi predatory pricing, perjanjian
distributor tersebut dsb. Pendekatan yang dipergunakan di banyak negara yang telah memberlakukan
Hukum Persaingan adalah lebih menitikberatkan kepada pendekatan perilaku behavior yang bersifat anti persaingan. Kedua pendekatan yang telah disebut
diatas tidaklah mudah penerapannya dalam kasus-kasus persaingan yang terjadi di masyarakat. Karena tidak semua orang mempunyai persepsi yang sama terhadap
pengertian yang menyatakan suatu tindakan dinyatakan mutlak melanggar ataupun dapat diputuskan setelah melihat argumentasi dan alasan rasional
tindakannya. Banyak metode yang telah dicoba oleh para akademisi, ahli Hukum Persaingan dan praktisi hukum untuk menetapkan aplikasi ini walaupun tuidak
bersifat mutlak. Oleh sebab itu selama waktu ini, perdebatan masih tetap berlangsung dalam hukum persaingan ketika menentukan ukuran factor
reasonableness tersebut. Adapun factor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengukurnya adalah :
84
a. Akibat yang ditimbulkan dalam pasar dan persaingan
b. Pertimbangan bisnis yang mendasari tindakan tersebut
c. Kekuatan pangsa pasar market power
84
Ibid, hal.78
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.51999, 2007.
USU Repository © 2009
d. Alternatif yang tersedia
e. Tujuan dari tindakan tersebut
Suatu tindakan atau perilaku baru dapat dikatakan bersifat anti persaingan anti competitive behavior adalah dengan melihat akibat dari tindakan tersebut,
misalnya penetapan harga. Dalam ukuran perse illegal maka pihak yang menuduh melakukan pelanggaran hanya harus membuktikan bahwa tindakan itu benar
dilakukan tanpa harus membuktikan efek atau akibatnya. Tindakan yang dilakukan itu juga tidak memiliki pertimbangan bisnis atau ekonomi yang rasional
dan dapat dibenarkan, misalnya penetapan harga hanya dengan tujuan untuk mengelakkan persaingan. Dalam hal ini pemisahan yang tegas antara pendekatan
perse illegal dan rule of reason dinyatakan dengan bright line test perse rules. Selebihnya dengan melihat pakah unsur alasan dengan jalan mengevaluasi tujuan
dan akibat dari tindakannya dalam suatu pasar atau proses persaingan.
85
Pasal-pasal dalam Undang-undang No.51999 menggambarkan bentukdari pendekatan perse illegal ini melalui pasal yang sifatnya imperative dengan
intepretasi yang memaksa. Sebagai kebalikan dari pendekatan perse illegal maka pendekan rule of reason menggunakan alasan pembenaran apakah tindakan
tersebut walaupun bersifat anti persaingan tetapi mempunyai alasan pembenaran yang menguntungkan dari pertimbangan sosial, keadilan ataupun efek yang
ditimbulkannya serta juga unsur maksud intent. Dalam substansi UU No.51999 umumnya mayoritas juga menggunakan pendekatan rule of reason. Dalam
undang-undang no.51999 maka substansi pasal-pasalnya yang menggunakan
Pendekatan Rule of Reason dan Perse Illegal dalam UU No.51999
85
Ibid, hal.78-79
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.51999, 2007.
USU Repository © 2009
pendekatan rule of reason tergambar dalam konteks kalimat yang membuka alternatif interpretasi bahwa tindakan tersebut harus dibuktikan dulu akibatnya
secara keseluruhan dengan memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam undang-undang apakah telah mengakibatkan terjadinya praktek monopoli ataupun
praktek persaingan tidak sehat.
86
Pasal yang menyiratkan unsur pendekatan rule of Reason dalam UU No.51999 tergambar dalam ketentuan pasal-pasal yang berbunyi sebagai berikut
ini adalah dalam kalimat yang membuka peluang dengan melihat akibat yang ditimbulkan dari suatu tindakan yang sebelum dinyatakan melanggar undang-
undang, yaitu:
87
a. Pasal 1 ayat 2 “…sehingga menimbulakn persainganusaha tidak sehat dan
dapat merugikan kepentingan umum” b.
Pasal 4 ”… yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”
c. Pasal 7,21,22 dan 23 ”…Yang dapat mengakibatkan terjadinya
persainganusaha tidak sehat” d.
Pasal 8 “…. Sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”. Pasal 9 “.. sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktrek
monopoli dan atua persaingan usaha tidak sehat’. e.
Pasal 10 ayat 2 “…sehingga perbuatan tersebut : a merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain”.
f. Pasal 11,12,13,16,17,19 “…yang dapat mengakibatkan trejadinya
persaingan usaha tidak sehat”
86
Ibid, hal.81
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.51999, 2007.
USU Repository © 2009
g. Pasal 14, “…yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau dapat merugikan masyarakat”. h.
Pasal 18,20,26,”… yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”.
i. Pasal 28 ayat 1 dan 2 “…yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat”. Dengan melihat beberapa isi pasal diatas, maka sejak awal memang telah
banyak asumsi yang disampaikan bahwa substansi UU No.51999 mengandung berbagai kerancuan yang dapat menimbulkan masalah Dallam interpretasinya.
Oleh sebab itu telah banyak juga masukan dan kritik agar undang-undang ini diamandeman untuk memberikan kejelasan dalam penerapan hukumnya.
87
Ibid, hal.82
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.51999, 2007.
USU Repository © 2009
BAB IV PERILAKU PELAKU USAHA UNTUK MENJADI POSISI DOMINAN
MELALUI PEMILIKAN SAHAM YANG BERTENTANGAN DENGAN UU NO.51999
A. Posisi Dominan dalam Persaingan Usaha
Persaingan yang berkaitan dengan posisi dominan, adalah mengenai satu pelaku usaha atau beberapa pelaku usaha yang memegang kekuatan di suatu pasar
tertentu . Di benua Eropa masih banyak kontroversi mengenai batasan dan pengukuran dominasi dalam suatu pasar. Banyak ahli ekonomi yang
memfokuskan perhatiannya pada dominasi penjualan atau pembelian produk tertentu dalam suatu daerah geografis tertentu.
88
Pengukuran dominasi atau kekuatan pasar berdasarkan pangsa pasar merupakan penyederhanaan yang dapat menyesatkan. Walaupun bila suatu pasar
dapat dilukiskan dengan jelas, kekuatan di dalamnya tidak dapat dilukiskan
88
Frank Fishwick, Op.Cit, hal 63.