Duduk Perkara Sengketa PILKADA Depok 1. Kasus Posisi

BAB IV ANALISA PUTUSAN PERKARA NOMOR 002SKLN-IV2006 MENGENAI PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA DEPOK

A. Duduk Perkara Sengketa PILKADA Depok 1. Kasus Posisi

Komisi Pemilihan Umum Daerah KPUD Kota Depok pada tanggal 16 Juli 2005 telah menetapkan hasil pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Depok dalam keputusan KPU Kota Depok Nomor 18 Tahun 2005 tentang penetapan pasangan calon terpilih Walikota dan Wakil Walikota Depok dalam Pemilihan Kepala Daerah pilkada Kota Depok tahun 2005, yang menyatakan pasangan calon Dr. Ir. H. Nurmahmudi Ismail, M.Sc dengan Drs. H. Yuyun Wirasaputra dengan Nomor urut calon 5 sebagai calon terpilih. Keputusan tersebut didasarkan pada hasil perolehan suara setiap pasangan calon sebagaimana dinyatakan dalam keputusan KPUD Kota Depok Nomor 18 Tahun 2005 tentang penetapan dan pengumuman rekapitulasi hasil perhitungan suara pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Depok 2005. Hasil perolehan suara yang telah di tetapkan tersebut yaitu: No. Urut Nama Calon Walikota dan Wakil Walikota Depok Jumlah Suara Final Prosentase 1. H. Abdul Wahab Abidin dan M. Ilham Wijaya 32.461 6,13 2. Drs. H. Harun Heryana dan Drs. H. Farkhan A.R 23.859 4,50 3. Drs. H. Badrul Kamal, M.M. dan K.H. Syihabuddin Ahmad 206.781 39,03 4. Drs. Yus Ruswandi dan H. M. Soetandi Dipowongso, S.H 43.096 6,44 5. Dr. Ir. H. Nurmahmudi Ismail dan Drs. H. Yuyun Wirasaputra 232.610 43,90 Dari hasil perolehan suara tersebut bahwa pasangan calon Nomor 3, Drs. H. Badrul Kamal, MM dengan KH. Syihabuddin Ahmad, BA, tidak dapat menerima hasil yang telah ditetapkan oleh KPUD Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok, dan mengajukan permohonan keberatan kepada Pengadilan Tinggi Bandung melalui Pengadilan Negeri Cibinong. Permohonan di terima dan di registrasi oleh Pengadilan Tinggi Bandung pada tanggal 12 Juli 2005 dengan Nomor Perkara 01PILKADA2005 PT. Bdg. Pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota peserta Pemilihan Kepala Daerah Kota Depok Tahun 2005 yang telah divonis menang oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung dalam putusan Nomor 01PILKADA2005PT. Bgd. Berdasarkan undang- undang Nomor 32 Tahun 2004, khususnya pasal 106 yang menyatakan vonis Pengadilan Tinggi final dan mengikat. Dan di dalam penjelasan ayat 7 dinyatakan final dan mengikat, berarti tidak ada lagi upaya hukum perlawanan terhadap vonis itu. 101 Oleh karena pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Depok pasangan Badrul Kamal dan Syihabuddin Ahmad merasa bahwa putusan Pengadilan Tinggi Bandung tersebut bersifat final, dan merasa bahwa dialah yang memenangkan dalam pemilihan kepala daerah tersebut. Maka, Komisi Pemilihan Umum Daerah merasa keberatan dan telah mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung dengan putusan Nomor 01 PKPilkada2005. 101 Mahkamah Konstitusi, Putusan perkara Nomor 001PUU-IV2006, “ Pengujian Undang- undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 ” Jakarta: Mahakamah Konstitusi, 2006, h. 3. Pasangan calon Nomor 3 tiga atas nama Badrul Kamal dan Syihabuddin Ahmad merasa keberatan dengan putusan Mahakamah Agung Nomor 01 PKPilkada2005 tersebut, oleh karena putusan Nomor 01 PKPilkada2005 bertentangan dengan Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 jo. Petaruran Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 jo. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2005. Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 102 tersebut telah di atur secara tegas dalam ayat 6 yang menyatakan; “Mahkamah Agung dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana di maksud pada ayat 1 dapat mendelegasikan kepada Pengadilan Tinggi untuk memutus sengketa hasil perhitungan suara pemilihan kepala daerah kabupaten dan kota”. Selanjutnya dalam ayat 7 menyatakan “Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana di maksud pada ayat 6 bersifat final ”. Penjelasan ayat 7 menyatakan; “Putusan Pengadilan Tinggi yang bersifat final 103 dalam ketentuan ini adalah Putusan Pengadilan tinggi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan tidak bisa lagi di tempuh upaya hukum” . Hal ini dipertegas lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 pada Pasal 94 ayat 7 yang berbunyi “Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat 6 bersifat final dan mengikat. Bahwa dengan dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung Nomor 01 PKPilkada2005 yang membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung Nomor 01Pilkada2005PT.Bdg., maka pasangan calon nomor urut 3 merasa sangat dirugikan sebagai pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota yang seharusnya sudah dilantik jadi Walikota dan Wakil Walikota Depok setelah di menangkan oleh Pengadilan 102 Indonesia, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 106 Ayat 6 dan 7. 103 Bersifat final yaitu tidak bisa lagi ditempuh upaya hukum. Tinggi Jawa Barat. Karena dengan di keluarkannya putusan Mahkamah Agung Nomor 01 PKPilkada2005 yang membatalkan putusan Pengadilan Tinggi yang sudah bersifat final dan mengikat tersebut, maka beralasan tidak dapat diterima quod non jika pasangan Badrul Kamal dan Syihabuddin Ahmad tidak jadi dilantik. 104 Berikut adalah duduk perkara dari perselisihan hasil sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kota Depok Tahun 2005; a. Gugatan Pasangan Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad Terhadap KPUD Depok ke Pengadilan Tinggi PT Jawa Barat Pengadilan Tinggi 105 Jawa Barat di Bandung sebagai lembaga yang memeriksa dan mengadili perkara 106 permohonan keberatan dalam tingkat pertama dan terakhir. Permohonan keberatan yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Bandung adalah didasari pada hasil prolehan suara sebagaimana dinyatakan dalam keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Depok Nomor 17 Tahun 2005 tentang penetapan dan pengumuman rekapitulasi hasil perhitungan suara pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Depok. Pasangan calon Walikota atau Wakil Walikota Depok peserta Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Depok Tahun 2005 yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok yaitu pasangan Nomor urut 3 tiga 107 , tentang penetapan Mahkamah Konstitusi, Putusan perkara Nomor 001PUU-IV2006, “ Pengujian Undang- undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945” Jakarta: Mahakamah Konstitusi, 2006, h. 4 Pengadilan Tinggi merupakan sebuah lembaga peradilan dilingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri. 106 Kepaniteraan Pengadilan Tinggi Bandung Jawa Barat terdaftar di bawah register Nomor: 01Pilkada2005PT.Bdg. melalui Pengadilan Negeri Cibinong. 107 Pemohon yaitu pasangan Badrul Kamal dan Syihabuddin Ahmad merasa keberatan terhadap penetapan Komisi Pemilihan Umum Kota Depok Nomor 18 Tahun 2005, tanggal 16 Juli 2005. tentang penetapan calon terpilih Walikota dan Wakil Walikota Depok Tahun 2005. pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota 2005. Hasil perolehan suara yang telah ditetapkan tersebut telah memenangkan pasangan calon Nurmahmudi Ismail. 108 Pasangan nomor urut 3 berpendapat bahwa hasil perhitungan suara tersebut terdapat kesalahan, sehingga merugikan pemohon yang mengakibatkan tidak masuk sebagai pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih. Oleh karenanya, pasangan Badrul Kamal dan Syihabuddin Ahmad melalui kuasa hukumnya menggugat keberatan tersebut ke Pengadilan Tinggi Bandung agar memeriksa dan memutus. Pemohon berpendapat bahwa hasil perhitungan suara yang benar untuk perolehan suara pemohon adalah sebanyak 269.531 suara, dan perolehan suara untuk calon nomor 5 lima atas nama Nurmahmudi Ismail dan Yuyun Wirasaputra adalah sebanyak 195.353 suara, sehingga pemohonan menempati urutan pertama dalam perolehan suara pada pemilihan kepala daerah Kota Depok. Pemohon mendapatka pernyataan dari masyarakat yang menyatakan bahwa terdapat penggelembungan jumlah pemilih sebanyak 9.471 untuk calon nomor 5 lima. Dengan kejadian tersebut di atas maka pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Sebagai akbat dari kecurangan seperti tersebut diatas, maka di tetapkan hasil perhitungan suara yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya sebagaimana tertera dalam penetapan keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok. Permohonan yang di ajukan ke Pengadilan Tinggi Bandung bukanlah semata-mata tertuju untuk kemenangan salah satu calon atau hanya dengan hasil akhir terpilihnya 108 Lihat Tabel 1 pada bab II tentang Perolehan Suara Sah Para pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Depok, h. 49. seorang Walikota dan Wakil Walikota. akan tetapi, jauh lebih dalam maknanya dari pada itu, yaitu membangun tatanan demokrasi yang akan mempengaruhi pembentukan karakter bangsa Nation Character Building dan membangun tatanan pemerintahan yang baik dan bersih Good ang clean Governance. Maka berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, pemohon mohon kepada Pengadilan tinggi Bandung untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut; 1. Mengabulkan permohonan pemohon; 2. Menyatakan batal atas jeputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok Nomor 18 tahun 2005 tentang penetapan hasil perhitungan suara untuk pasangan Walikota dan Wakil Walikota Depok; 3. Menetapkan hasil perhitungan suara yang benar untuk calon nomor urut 3 atas nama Badrul Kamal dan Syihabuddin Ahmad dengan jumlah perolehan suara 269. 531 suara, atau jika Pengadilan Tinggi berpebdapat lain, mohon di nyatakan pasangan calon dengan nomor urut 5 di nyatakan tidak memenuhi syarat atau diskualifikasi . Adapun tentang hukumnya yang diajukan pemohon Badrul Kamal dan Syihabuddin Ahmad, adalah bahwa Majelis Pengadilan Tinggi berpendapat, karena yang diperiksa sesuai dengan wewenang Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi 109 , maka hanya memeriksa berkenaan dengan hasil akhir perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon, bukan tentang pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaan Pilkada, maka tidak merupakan keharusan untuk menarik pihak panwasda sebagai pihak, oleh karena itu maka eksepsi ini pun harus dinyatakan di tolak. 109 Pasal 3 ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2005. Bahwa Majelis Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang dibentuk berdasarkan penetapan ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang mulai menyidangkan perkara Nomor 01Pilkada2005PT.Bdg., yang berdasarkan pasal 3 ayat 1 dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2005, hanya berwenang memeriksa perselisihan atas perbedaan hasil akhir perhitungan suara yang di umumkan oleh KPUD dengan hasil perhitungan yang dilakukan oleh pemohon, dimana perbedaan perhitungan tersebut harus dibuktikan oleh pemohon baik panggembosan, maupun penggelembungan mark up jumlah pemilih. Oleh karena pemohon merasa terdapat kecurangan ataupun kesalahan dalam hal penetapan jumlah pemilih, maka Badrul Kamal telah mengemukakan bukti-bukti di dalam persidangan. Pertama, masalah adanya daftar pemilih yang tidak memenuhi syarat dalam pemilihan, seperti warga yang hanya mengontrak atau kos dipaksa untuk memilih pasangan calon nomor urut 5. Kedua, terdapat laporan pada Polres Depok yaitu adanya pemalsuan dokumen kartu pemilih dan telah terjadi politik uang money politic. Ketiga, diakui oleh beberapa warga pendukung pasangan nomor urut 3, bahwa telah dihalang- halangi untuk menggunakan hak pilihnya. 110 Dengan kejadian tersebut di atas, hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat beralasan bahwa dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak di laksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Demi tegaknya dan berlangsungnya pilkada yang demokratis, maka calon yang tidak mematuhi aturan main dan melanggar aturan, tidak layak menjadi pemimpin sebagai panutan masyarakat. Karena di dalam proses pemilihan terdapat kesalahan aparatur pelaksana 110 Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 01PILKADA2005PT.B.dg, h. 9. pemilihan walikota dan wakil walikota, oleh karenanya harus dinyatakan gugur demi hukum atau diskualifikasi . Menimbang bahwa benar terdapat penggembosan suara untuk pasangan nomor urut 3 sudah terbukti sejumlah 62.770 suara, dan jumlah penggelembungan untuk pasangan nomor urut 5 adalah 27.782 suara. Maka majelis berpendapat bahwa perolehan suara yang benar untuk pasangan nomor urut 3 adalah 269.551 suara sedangkan untuk nomor urut 5 adalah 204.828 suara, oleh karena permohonan pemohon cukup terbukti 111 dan permohonan dapat dikabulkan. Pengadilan Tinggi Bandung pada putusannya MENGADILI bahwa menolak eksepsi termohon 112 , mengabulakan permohonan dari pemohon 113 , menyatakan batal akan hasil perhitungan suara akhir yang di umumkan oleh KPUD Depok tanggal 6 Juli 2005, menyatakan jumlah perhitungan suara yang benar adalah; untuk pasangan calon nomor 3 perolehan suara menjadi 269.551 suara, dan untuk calon pasangan nomor 5 perolehan suara menjadi 204.828 suara. b. Permohonan Peninjauan Kembali PK KPUD Depok atas Putusan Pengadilan Tinggi PT Jawa Barat kepada Mahkamah Agung 1.Dasar hukum Pengajuan Peninjauan Kembali PK a. Dasar Filosofis Bahwa pemohon Peninjauan Kembali sangat keberatan dan tidak dapat menereima putusan a quo, karena di dalamnya terdapat kekeliruan yang nyata yang melanggar asas- 111 Berdasarkan alasan tersebut, oleh karenanya hakim majelis Pengadilan Tinggi Bandung Jawa Barat telah terjadi kekeliruan dalam putusannya. 112 Termohon adalah Komisi Pemilihan Umum Kota Depok dalam eksepsi tertulis yang di ajukan kepada hakim Pengadilan Tinggi melalui kuasa hukumnya, pada tanggal 21 Juli 2005. 113 Pemohon adalah pasangan Drs. H. Badrul Kamal, MM dan KH. Syihabuddin Ahmad, BA. Dalam putusan Nomor 01?Pilkada2005Pt.Bdg asas terpenting dalam penyelenggaraan Pilkada dan pemilu pada umumnya. Jika putusan seperti itu dibenarkan dan menjadi preseden, maka bukan hanya Pilkada di Kota Depok yang akan dicederai, melainkan juga akan mengancam kepastian bagi setiap penyelenggara Pilkada di seluruh Indonesia. Adalah berlebihan bilamana terdapat Putusan Pengadilan Tinggi Bandung tersebut di tafsirkan sebagai upaya hukum terakhir yang menutup koreksi, karena bertentangan dengan doktrin yang berlaku umum, yaitu tujuan hukum adalah keadilan.

b. Legalitas Upaya Hukum Peninjauan Kembali PK atau Dasar Yuridis

Sebagaimana diketahui ketentuan Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan; “ Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan” 114 Ketentuan tersebut di atas dengan jelas menegaskan bahwa penyelenggaraan peradilan berfungsi untuk menegakan hukum dan keadilan. Penyelenggaraan peradilan yang justru menimbulkan keadaan yang sebaliknya, yaitu diabaikannya hukum dan dilecehkannya rasa keadilan merupakan hal yang sangat tidak di harapkan, namun hal itu praktis mungkin saja terjadi. Oleh karena itu, hukum dan perundang-undangan menyediakan lembaga korektif 115 untuk meluruskan kembali putusan-putusan badan peradilan yang bertentangan dengan hukum dan keadilan. Penggunaan upaya korektif upaya hukum peninjauan kembali ini tidak terbatas terhadap putusan-putusan yang belum mempunyai hukum tetap, melainkan dalam hal-hal yang sangat terbatas. Dapat pula diajukan terhadap putusan-putusan yang telah 114 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia 1945, Pasal 24 ayat 1. 115 Lembaga Korektif dalam hal ini adalah Mahkamah Agung. berkekuatan hukum tetap. Hal ini ditegaskan dalam ketentuan pasal 23 ayat 1 Undang- undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman yang menyatakan 116 ; “Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pihak- pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang di tentukan dalam Undang- undang.” Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa yang dapat dan terkadang perlu di gunakan untuk melakukan koreksi terhadap putusan-putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Ketentuan di atas merupakan ketentuan umum yang berlaku bagi setiap jenis perkara. Pengecualian atas ketentuan umum ini harus di dasarkan pada norma yang jelas, tegas dan tidak memuat keraguan. 117 Mengenai kekeliruan Pengadilan Tinggi Bandung dalam mengadili sengketa pemilihan kepala daerah pilkada Depok, yaitu berdasarkan penerapan ketentuan pasal 106 ayat 1jo ayat 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 jo. Pasal 94 ayat 1 jo. Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 jo. Pasal 3 ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2005. yang menegaskan bahwa ketentuan pasal 106 ayat 1 jo. Ayat 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, yang menyatakan; “1 keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat di ajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lama 3 tiga hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah . 2 Keberatan sebagaimana di maksud pada ayat 1 hanya berkenaan dengan hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. 118 116 Kekuasaan kehakiman, Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 23 ayat 1. Mahkamah Konstitusi, Putusan perkara Nomor 001PUU-IV2006, “ Pengujian Undang- undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 ” Jakarta: Mahakamah Konstitusi, 2006, h. 14 118 Pasal 106 Ayat 1 jo. Ayat 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Kemudian ketentuan pasal 94 ayat 1 jo. Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 di nyatakan; “Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan hanya dapt di ajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 tiga hari setelah penetapan hasil pemilihan. Keberatan sebagaimana di maksud pada ayat 1 hanya berkenaan dengan hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon”. 119 Selanjutnya di dalam ketentuan pasal 3 ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2005, di nyatakan secara tegas; “1 Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah Pilkada dan wakil kepala daerah propinsi atau kabupaten kota hanya dapat di ajukan berkenaan dengan hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon ”. 120 Mengartikan upaya hukum dalam penjelasan pasal 106 ayat 7 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dalam arti luas sehingga tercakup ke dalamnya upaya hukum luar biasa, yang berarti menutup peluang dilakukannya upaya korektif terhadap putusan pengadilan. Membatasi kemungkinan pengajuan Peninjauan Kembali untuk sengketa yang menyangkut kepentingan publik dan hak politik rakyat serta proses demokrasi di sebuah daerah seperti halnya kota Depok dengan memaksakan interpretasi tertentu atas makna penjelasan satu ketentuan undang-undang. Argumentasi tersebut di atas, secara sistematik didasarkan pada ketentuan pasal 21 jo. Pasal 22 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman sebagai payung hukum sistem peradilan di Indonesia di anut proses pemeriksaan perkara dengan 3 tiga tingkatan, masing-masing yaitu tingkat pertama, tingkat banding, dan tingkat kasasi, kesemuanya di kualifikasikan sebagai upaya hukum biasa, yang billamana telah 119 Pasal 94 Ayat 1 jo. Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 3 Ayat 1, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2005. sampai pada putusan kasasi atau para pihak tidak mengajukan upaya hukum selanjutnya, maka dikualifikasi sebagai putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap atau final in kracht van gewedsjede. 121 Bahwa dengan demikian, makna upaya hukum dalam ketentuan pasal 106 ayat 7 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 haruslah di tafsirkan secara sistematis sebagai upaya hukum biasa, artinya terhadap Putusan Pengadilan Tinggi tersebut hanya tertutup untuk upaya banding maupun kasasi. Konsekuensi hukumnya, maka terhadap putusan a quo masih terbuka untuk diuji melalui upaya hukum luar biasa in casu peninjauan Kembali. Sebagaimana dinyatakan secara tegas dalam ketentuan Pasal 23 ayat 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dengan demikian alasan hukum yang diajukan tersebut di atas mempunyai alasan hukum yang sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana telah dengan tepat di pertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam perkara nomor 01 PKPILKADA2005 dalam putusannya 122 . Bahwa dengan demikian dalil pemohon 123 seolah-olah terhadap putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 01PILKADA2005PT.Bdg., sudah bersifat final dan tidak ada Mahkamah Konstitusi, Putusan perkara Nomor 001PUU-IV2006, “ Pengujian Undang- undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 ” Jakarta: Mahakamah Konstitusi, 2006, h.15. 122 Putusan Nomor 01 PKPILKADA2005 hal. 16 Nomor 6 “ Bahwa Mahkamah Agung berpendapat putusan yang bersifat final dan mengikat sebagaimana di maksud dalam pasal 106 ayat 5 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Pasal 94 ayat 7 PP Nomor 6 Tahun 2005 dan Pasal 4 ayat 6 Peraturan Mahkamah Agung PERMA Nomor 2 Tahun 2005 dapat di tafsirkan sebagai putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebagaimana di maksud dalam pasal 342 HIR, sehingga oleh karena itu untuk menjaga supaya hukum di laksanakan secara wajar tepat dan adil., adalah beralasan menurut hukum apabila di beri kesempatan kepada pihak yang keberatan tergadap putusan Mahkamah Agung atau putusan Pengadilan Tinggi dalam kedudukannya sebagai penerima delegasi dari Mahkamah Agung untuk dapat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali sesuai dengan Pasal 34 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. ”. 123 Pemohon adalah Komisi Pemilihan Umum Kota Depok terhadap putusan Pengadilan Tinggi bandung tertanggal 04 Agustus 2005. upaya hukum lain, dan seolah-olah putusan Mahkamah Agung di dalam perkara Nomor 01 PKPILKADA2005 telah melanggar peraturan perundang-undanganyang berlaku, termasuk peraturan yang di buatnya sendiri, in casu peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2005 adalah keliru dan tidak berdasar, sehingga karenanya adalah beralasan hukum untuk di tolak setidak-tidaknya dikesampingkan. Apabila terdapat keberatan terhadap penitipan hasil pemilihan kepala daerah, keberatan tersebut dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung, dalam waktu paling lambat tiga hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah. Keberatan yang dapat diajukan kepada Mahkamah Agung hanya berkenaan dengan hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. Pengajuan keberatan kepada Mahkamah Agung disampaikan melalui Pengadilan Tinggi untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi dan kepada Pengadilan Negeri untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupten atau kota. Berdasarkan surat putusan Nomor 01PILKADA2005 yang diajukan oleh Komisi Pemilihan Umum Kota Depok Pemohon PK 124 melawan Badrul Kamal dan Syihabuddin Ahmad Termohon PK terhadap putusan Pengadilan Tinggi Bandung yang telah berkekuatan hukum tetap. Dengan ini pemohon keberatan hasil pilkaka dengan duduk perkara seperti di atas pada pengajuan yang dilakukan oleh Badrul Kamal dan Syihabuddin Ahmad ke Pengadilan Tinggi Bandung. 124 Pemohon adalah pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Depok peserta Pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Depok Tahun 2005 yang terdaftar di KPUD Kota Depok Bahwa sesudah putusan yang bersifat final dan mengikat tersebut 125 , pemohon Peninjauan Kembali PK yang semula adalah termohon telah mengajukan permohonan Peninjauan Kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Tinggi tanggal 16 Agustus 2005 Nomor 01Pilkada2005PT.Bdg. Kemudian disusul dengan memori alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada hari yang bersamaan. Terlebih dahulu akan dipertimbangkan apakah terhadap putusan Pengadilan Tinggi dalam perkara sengketa Pilkada sebagai penerima delegasi dari Mahkamah Agung dapat diajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, sebagaimana diatur dalam pasal 34 Undang- undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004, mengingat putusan a quo bersifat final dan mengikat. Hakim Mahkamah Agung menimbang sehubungan dengan alasan tersebut; bahwa dalam hubungan ini tidak berkelebihan untuk dikemukakan terlebih dahulu bahwa Pasal 16 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa; “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang dia ajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya ” 126 Sedangkan pasal 28 ayat 1 Undang-undang tersebut menentukan; “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat” 125 Dalam hal ini Putusan Pengadilan Tinggi Bandung tanggal 4 Agustus 2005 Nomor 01Pilkada2005PT.Bdg. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan kehakiman Pasal 16. Dan pasal 79 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. “Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang di perlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup di atur dalam undang-undang ini”. Bahwa Mahkamah Agung berpendapat putusan yang bersifat final dan mengikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat 5 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 94 ayat 7, Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 dan pasal 4 ayat 6 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2005 dapat ditafsirkan sebagai putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam pasal 342 HIR, sehingga oleh karena itu untuk menjaga hukum di laksanakan secara wajar tepat dan adil, adalah beralasan menurut hukum. 127 Dengan demikian, dalil permohonan pemohon atau termohon Peninjauan Kembali, baik tentang penggembosan maupun penggelembungan suara merupakan dalil yang secara hukum tidak mungkin dibuktikan di muka sidang Hakim Mahkmah Agung, oleh karena kebenaran ataupun ketidak benaran dalil tersebut berada di luar jangkauan kewenangan Hakim untuk menilainya. Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor 01 PKPILKADA2005 yang di ajukan oleh pemohon Peninjauan Kembali KPUD Kota Depok melawan Badrul Kamal dan Syihabuddin Ahmad atas putusan Pengadilan Tinggi ke Mahkamah Agung. Bahwa tentang keberatan yang diajukan pemohon, Mahkamah Agung berpendapat dapat di 127 Yaitu Apabila di berikan kesempatan kepada pihak yang keberatan terhadap putusan Mahkamah Agung, atau putusan Pengadilan Tinggi dalam kedudukannya sebagai penerima delegasi dari Mahkamah Agung untuk dapat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali sesuai dengan pasal 34 Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 jo. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. benarkan, karena Pengadilan Tinggi telah melakukan kekeliruan dalam menerapkan hukum, berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: 1. Bahwa yang menjadi wewenang Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi sebagai penerima delegasi Mahkamah Agung dalam memeriksa dan mengadili sengketa Pilkada adalah hanya terhadap penetapan hasil pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah propinsi atau kabupaten kota yang berkenaan dengan hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. 128 2. Konsekuensi diajukan keberatan dalam sengketa hasil Pilkada tersebut adalah kewajiban dari pemohon untuk membuktikan adanya kehilangan suara pemohon yang dapat mempengaruhi terpilihnya pasangan termohon, yang tentunya pembuktian tersebut harus berdasarkan alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata, 129 bukan berdasarkan pada dugaan atau asumsi yang tidak dapat merupakan alat bukti yang sempurna. Untuk pembuktian yang dapat di akui secara yuridis, misalnya dengan membandingkan formulir hasil rekapitulasi suara yang di miliki oleh para saksi pasangan calon. 3. Alat bukti yang diajukan oleh termohon Peninjauan Kembali menurut pendapat Mahkamah Agung selain tidak ada yang dapat mempengaruhi penetapan hasil perhitungan suara yang signifikan yang dapat mempengaruhi penetapan hasil perhitungan suara tahap akhir dari Komisi pemilihan Umum Daerah KPUD tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Depok, lagi pula alat bukti tersebut hanya berkenaan dengan teknis dalm penyelenggaraan pemilihan, 128 Lihat Pasal 106 ayat 2 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 jo. Pasal 94 ayat 2 PP Nomor 6 Tahun 2005 dan Pasal 2 PERMA Nomor 02 Tahun 2005. 129 Pasal 164 HIR menentukan alat bukti yang sah adalah surat, bukti saksi, sangkaan, pengakuan dan sumpah. yang untuk memeriksa dan memutusnya bukan menjadi wewenang Mahkamah Agung maupun Pengadilan Tinggi sebagai penerima delegasi wewenang untuk memeriksa dan mengadili sengketa Pilkada. Dalam putusan Hakim Mahkamah Agung Nomor 01 PKPILKADA2005, berdasarkan pertimbangan dari bukti-bukti yang ada atas pertimbangannya, tanpa mempertimbangkan keberatan atau alasan Peninjauan Kembali selebihnya, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali yang dilakukan oleh pemohon, yaitu adalah KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA DEPOK dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung tanggal 4 Agustus 2005 Nomor 01Pilkada2005PT.Bdg. dan sekaligus membatalkan keberatan dari permohonan pemohon keberatan Pilkada Depok, yaitu Drs. H. Badrul Kamal, MM dan KH. Syihabuddin Ahmad, BA.Serta Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara ini dengan amar, membatalkan keberatan dari permohonan pemohon keberatan Pilkada Depok, yaitu Drs. H. Badrul Kamal, MM dan KH. Syihabuddin Ahmad, BA. B. Proses Penyelesaian Akhir Sengketa Pemilihan Kepala Daerah PILKADA Depok di Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi dalam salah satu kewenangannya adalah memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, dalam putusan perkara Nomor 002SKLN-IV2006 terkait sengketa kewenangan lembaga negara yang diajukan oleh Badrul Kamal dan Syihabuddin Ahmad pemohon terhadap Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok Termohon. Pemohon telah mengajukan permohonan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya di berikan terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. dalam hal ini pemohon atas nama Badrul Kamal dan Syihabuddin Ahmad adalah pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota peserta pemilihan kepala daerah Kota Depok Tahun 2005 yang telah di vonnis menang atau terpilih oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung dalam putusan nomor 01Pilkada2005PT.Bdg. berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 khususnya pasal 106 ayat 7 yang menyatakan vonnis Pengadilan Tinggi final. Oleh karena telah diputuskan memperoleh suara terbanyak atau terpilih oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat, maka pemohon menang dan terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam hal ini Walikota dan Wakil Walikota Depok, sehingga pemohon dapat dikategorikan sebagai Lembaga Negara Pemerintahan Daerah. 130 Adapun kedudukan termohon KPUD Kota Depok selaku penyelenggara pemilihan kepala daerah yang diberi tugas secara khusus 131 dan mempunyai kewenangan serta kewajiban yang telah diatur secara tegas dalam Pasal 5 dan 6 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, sehingga Komisi Pemilihan Umum Daerah KPUD telah melaksanakan sebuah tugas Lembaga Negara yaitu Pemilihan Kepala Daerah secara demokratis sesuai amanat Pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok yang dalam menjalankan perintah 130 Pasal 61 ayat 1 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi atau “yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang di persengketakan” 131 Berdasarkan Pasal 57 ayat 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagai pelaksanaan Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 57 dapat dikategorikan sebagai Lembaga Negara. Dengan demikian, pemohon berhak mengajukan Komisi Pemilihan Umum Daerah KPUD sebagai “termohon” untuk penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara kepada Mahkamah Konstitusi sesuai dengan pasal 30 huruf b Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003. Pemohon keberatan terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor 01 PKPilkada2005 tersebut, oleh karena putusan Mahkamah Agung Nomor 01 PKPilkada 2005 dikeluarkan berdasarkan surat yang diberi judul: Memori Peninjauan Kembali 132 oleh KPUD Termohon yang tidak di kenal dan bertentangan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, jo. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, jo. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2005. Bahwa berdasarkan pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 jo. Pasal 57 ayat 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 jo pasal 18 ayat 1 Undang-Undang dasar 1945, tidak ada wewenang ataupun tugas KPUD termohon untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali atas suatu putusan pengadilan yang bersifat final dan mengikat, sebagaimana layaknya kejaksaan yang berfungsi sebagai pengacara negara, atau seperti salah satu pihak yang berkepentingan langsung terhadap suatunputusan pengadilan selain dari pada kewajiban untuk melaksanakan putusan yang bersangkutan. Bahwa oleh karena pembuat undang-undang telah mengatur secara tegas dan jelas tentang wewenang Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok dan kedudukan suatu putusan pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung. Maka KPUD itu, tidak berwenang 132 Memori Peninjauan Kembali di ajukan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 01PILKADA2005?PT.Bdg tanggal 04 agustus 2005, kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui ketua Pengadilan Tinggi Bandung mengajukan Peninjauan Kembali ke mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 106 ayat 7 telah dinyatakan final. Karena KPUD telah mendapat kewenangan untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, juga bersumber dari Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 itu. Perbuatan Komisi Pemilihan Umu Daerah Kota Depok a quo 133 yang mengajukan surat yang berjudul: Memori Peninjauan Kembali terhadap putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 01Pilkada2005PT.Bdg., berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dapat di bandingkan dengan mengajukan peninjauan Kembali atas putusan Mahkamah Konstitusi berdasarkan pasal 10 ayat 1 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan putusan bersifat final. Undang-undang yang berlaku untuk penyelenggaraan dan penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah pilkada adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang ditentukan oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah itu adalah Komisi Pemilihan Umum Daerah KPUD, dalam hal ini adalah KPUD Kota Depok. Bahwa di hubungkan dengan ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 106 ayat 7 maka dengan dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung Nomor 01 PKPilkada2005 yang membatalkan putusan Pengadilan 133 Pasal 10 a quo di tegaskan “putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat di tempuh” Tinggi Jawa Barat di Bandung Nomor 01Pilkada2005PT.Bdg. adalah suatu pengingkaran dan pelanggaran terhadap Undang-Undang dasar 1945 cq Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai peraturan pelaksanaannya. Bahwa pemohon nomor urut 3 pada pemilihan kepala daerah Kota Depok Badrul kamal dan Syihabuddin Ahmad merasa sangat dirugikan sebagai pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Depok setelah dimenangkan atau terpilih oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung tersebut. Karena, dengan di keluarkannya putusan Mahkamah Agung Nomor 01 PKPilkada2005 yang membatalkan putusan Pengadilan Tinggi yang sudah bersifat final dan mengikat tersebut, maka pemohon terancam batal dilantik jadi Walikota dan walikota Depok berdasarkan hasil pemilihan kepala daerah yang diputus oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung. Dengan dimohonkannya Peninjauan Kembali di luar sistem hukum positif yakni Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentant Pemilihan Kepala Daerah oleh KPUD, maka Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok telah melampui kewenangan yang diperolehnya dari amanat undang-undangan quo, sekaligus telah mencaplok kewenangan pembuat undang-undang yang diberi wewenang oleh Undang-Undang Dasar 1945. C. Analisis Terhadap Putusan Hakim Mahkamah Konstitusi Tentang Sengketa Pemilihan Kepala Daerah PILKADA Dalam pasal 61 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 di jelaskan lebih lanjut syarat pokok untuk mengajukan sengketa kewenangan antar lembaga negara ke Mahkamah Konstitusi, yaitu; 1. Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang Dasar 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan [Pasal 61 ayat 1]; dan 2. Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang kepentingan langsung pemohon dan menguraikan kewenangan yang di persengketakan serta menyebutkan dengan jelas lembaga negara yang menjadi termohon [Pasal 61 ayat 2] Bahwa berdasarkan ketentuan di atas, jelas dalil pemohon yang mendalilkan seolah-oleh pemohon adalah lembaga negara dengan dalih telah dinyatakan memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Depok oleh putusan Pengadilan Tinggi Bandung dalam putusannya Nomor 01Pilkada2005PT.Bdg., tidak dapat dibenarkan dan karenanya harus di tolak. Hal ini berdasarkan pada alasan hukum, sebagai berikut: 1. Putusan Pengadilan Tinggi Bandung tersebut telah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 01 PKPilkada2005 tanggal 16 Desember 2005, sehingga karenanya berdasarkan prinsip mengenai kekuatan suatu putusan dalam arti positif apa yang telah di putus oleh hakim harus dianggap benar “Res judicata pro veritate habetur ” 134 . Putusan Pengadilan Tinggi Bandung a quo tidak berlaku lagi, dan yang berlaku adalah putusan Mahkamah Agung Nomor 01 PKPilkada2005 tenggal 16 Desember 2005. 2. Kedudukan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota beserta segala kewenangannya baru 134 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: LIBERTY, 2002 Ed ke-6, h. 27. memiliki legalitas setelah mengucapkan sumpah atau janji jabatan, sebagaimana dinyatakan secara eksplisit dalam ketentuan Pasal 110 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 135 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Dari ketentuan pasal dan ayat dalam Undang-undang tersebut, terbukti bahwa merupakan fakta hukum pelamtikan yang di dalamnya di ucapkan sumpah atau janji jabatan merupakan peristiwa hukum yang harus dipenuhi untuk di perolehnya status Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dengan demikian pemohon nukanlah lembaga negara, sehingga tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan dalam pasal 61 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dengan kata lain bahwa pemohon dalam pengajuan perkaranya ke Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kedudukan hukum legal standing dan tidak dapat dikatakan sebagai Lembaga negara. Dalam permohonan pemohon mempersoalkan dan menyatakan bahwa termohon KPUD Kota Depok tidak berwenang mengajukan permohonan Peninjauan Kembali PK terhadap putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 01Pilkada2005PT.Bdg, yang telah melahirkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 01 PKPilkada2005. Bahwa sudah barang tentu dalil pemohon a quo adalah sangat keliru dan tidak berdasar dan setidak- tidaknya dikesampingkan. Hal ini didasarkan kepada argumentasi atau pertimbangan hukum, sebagai berikut 136 : 135 Pasal 110 ayat 1-3 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 136 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, putusan perkara Nomor 002SKLN-IV2006 “Sengketa Kewenangan Lembaga Negara Antara Drs. H. Badrul Kamal, MM, dkkDengan Komisi Pemilihan Umum daerah Kota Depok ” Jakarta: 25 Januari 2006, h. 13. 1. Peninjauan Kembali adalah upaya hukum yang merupakan hak setiap subyek hukum, termasuk Lembaga Negara, yang terlibat dalam suatu perkara. Hak untuk mengajukan PK oleh suatu lembaga negara bukan dan tidak dapat di pandang dan di tempatkan dalam konteks kewenangan lembaga negara. Berwenang tidaknya suatu lembaga negara yang terlibat dalam suatu perkara pengajuan PK bukan masalah kewenangan yang dapat dipersengketakan dalam peradilan di Mahkamah Konstitusi, sebagaimana secara tegas dinyatakan dalam ketentuan pasal 23 Undang- undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. 2. Tepat tidaknya atau benar tidaknya suatu permohonan Peninjauan Kembali tidaknya subyek hukum yang mengajukannya merupakan wewenang dari Mahkamah Agung untuk menilainya. Dalam kaitannya dua hal perlu di kemukakan: Pertama, Mahkamah Agung berwenang untuk menafsirkan dan memberikan makna atas suatu ketentuan Undang-undang 137 . Kedua, menurut ketentuan Pasal 65 Undang- undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara pada Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, maka mempermasalahkan terpilih tidaknya pemohon dalam Pemilihan Kepala Daerah Kota Depok merupakan sengketa mengenai kepentingan pemohon sebagai Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Depok, dan bukan serta tidak bisa di paksakan menjadi sengketa antar lembaga negara. Oleh karena itu, termohon mohon dengan hormat kiranya Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut: 137 Pasal 16 ayat 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, h. 14. “Menyatakan Mahkamah Konstitusi tidak berwenang untuk mengadili dan memutus perkara permohonan pengujian Sengketa Kewenangan Lembaga Negaramyang di berikan oleh Undang-Undang Dasar 1945 ini yang di ajukan oleh Badrul Kamal dan Syihabuddin Ahmad, dan karenanya harus di nyatakan tidak dapat di terima ”. Memaparkan beberapa persoalan khususnya menyangkut tentang putusan Mahkamah Konstitusi dan implikasinya terhadap pencari keadilan justiciabellen. Secara garis besar persoalan yang munculkan adalah pengaturan mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi, isi dan karakteristik putusan, rekapitulasi putusan Mahkamah Konstitusi terakhir, beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang penting, serta tentang finalnya putusan Mahkamah Konstitusi sehingga upaya hukum terhadap putusan tidak dikenal. 138 Membahas mengenai tata cara dan bentuk-bentuk pelaksanaan putusan serta problematikanya di lingkungan Mahkamah Konstitusi. Seperti diketahui, pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi berbeda sebagaimana yang diatur di lingkungan Peradilan Umum. Putusan Mahkamah konstitusi bersifat erga omnes, sehingga daya ikatnya tidak hanya kepada para pihak yang berperkara saja, tetapi mengikat juga kepada pihak lain, misalnya dalam putusan judicial review terhadap suatu Undang-undang yang dianggap bertentangan dengan konstitusi.

D. Alasan Hukum Hakim Mahkamah Konstitusi