Analisis Determinan Cadangan Devisa Indonesia
ANALISIS DETERMINAN CADANGAN DEVISA
INDONESIA
TESIS
Oleh
HASTINA FEBRIATY
087018026/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
SE
K O L A
H
P A
S C
A S A R JA
N A
(2)
ANALISIS DETERMINAN CADANGAN DEVISA
INDONESIA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
HASTINA FEBRIATY
087018026/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
(3)
Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN CADANGAN DEVISA INDONESIA
Nama Mahasiswa : Hastina Febriaty Nomor Pokok : 087018026
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Dr. Murni Daulay, SE., M.Si) Ketua
(Drs. Iskandar Syarif, MA) Anggota
Ketua Program Studi
(Dr. Murni Daulay, SE., M.Si)
Direktur
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)
(4)
Telah diuji pada Tanggal : 29 Juli 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, M.A
2. Dr. Jonni Manurung, M.S 3. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.A 4. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec
(5)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
“ANALISIS DETERMINAN CADANGAN DEVISA INDONESIA”.
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, Juli 2010
Yang membuat pernyataan
Hastina Febriaty 087018026/EP
(6)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan simultanitas dalam persamaan cadangan devisa, net ekspor, kurs dan investasi asing langsung. Penelitian ini juga ingin menganalisis pengaruh investasi asing langsung, cadangan devisa sebelumnya dan utang luar negeri terhadap cadangan devisa Indonesia. Pengaruh cadangan devisa, investasi asing langsung dan terhadap net ekspor, pengaruh net ekspor, jumlah uang beredar, dan suku bunga SBI terhadap kurs, serta pengaruh kurs, GDP dan suku bunga SBI terhadap investasi asing langsung selama kurun waktu periode penelitian 1989-2009.
Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan simultanitas adalah 2 SLS (Two Stage Least Square). Dan kaidah identifikasinya menunjukkan bahwa kondisi pada persamaan simultan mengalami overidentified sehingga memungkinkan untuk menggunakan metode 2 SLS.
Berdasarkan hasil estimasi metode 2 SLS (Two Stage Least Square) pada persamaan cadangan devisa menunjukan bahwa cadangan devisa tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan dengan tingkat kepercayaan 5%terhadap cadangan devisa. Cadangan devisa, investasi asing langsung dan inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap net ekspor serta net ekspor, jumlah uang beredar dan suku bunga SBI berpengaruh positif dan signifikan.
Kata Kunci: Cadangan Devisa, Net Ekspor, Kurs, Investasi Asing Langsung 2 SLS (Two Stage Least Square).
(7)
ABSTRACT
The main objective of this study is to find out whether is there simultaneously relationship in the equation of net foreign reserve, net export, foreign exchange and foreign direct investment. Therefore, this study also to analyze the influence of foreign direct investment, foreign reserve before and foreign debt on foreign reserve in Indonesia. The influence foreign reserve, foreign direct investment and inflation on net export, the influence net export, money supply and interest rate SBI on foreign exchange and then the influence foreign exchange, gross domestic product and interest rate SBI on foreign direct investment for while research periode time was 1989-2009.
The method of analysis used is 2 SLS to know the relationship simultaniously. The identification shows that the condition in simultant equation is overidentified so that the method used is Two Stage Least Square (2 SLS).
The based on for result estimation on 2 SLS method (Two Stage Least Square) on equation of foreign reserve shows the foreign reserve before influential positively and significant with level á = 5% on foreign reserve. The foreign reserve and foreign
direct investment influential significant on the net export and then net export, money supply and interest rate SBI influential positively and significant on the foreign exchange and interest rate SBI, gross domestic product and foreign exchange influential significant on foreign direct investment.
Keywords: Foreign Reserve, Net Export, Foreign Exchange, Foreign Direct Investment and 2 SLS (Two Stage Least Square).
(8)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
hikmat dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat mengerjakan dan
menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Analisis Determinan Cadangan Devisa Indonesia” sebagai tugas akhir pada Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang tulus dan sebanyak-banyaknya kepada semua pihak
yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses
penyelesaian tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc., (CTM). Sp.A(K)
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan sehingga bisa mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan
magister.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan
pegawai, khususnya pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran
dan bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu
menyelesaikan studi ini.
3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi
(9)
Dosen Pembimbing I yang telah membimbing selama penyelesaian tesis ini
serta dengan arif dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu
menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Ekonomi Pembangunan
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Iskandar Syarif, MA selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberi masukan dan bantuan kepada penulis dan penyelesain tesis ini.
5. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS selaku Dosen Pembanding yang telah
membantu, memberikan kritik dan saran serta mengarahkan dan memberikan
pelajaran yang sangat berharga kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya.
6. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, M.A dan Wahyu Ario Pratomo, SE, MSc
selaku Dosen Pembanding yang telah membantu penulis, memberikan
motivasi dan dukungan moril sehingga penulis dapat semangat menyelesaikan
tesis ini dengan baik.
7. Kedua orang tuaku tercinta Ayahanda H. Ferrizal, SE, MM dan Ibunda Hj.
Hasnah yang telah memberikan kasih sayangnya serta dukungan moril dan
meteril sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik serta buat
saudara-saudaraku Ferra, Sari dan Puca atas dukungan yang telah mereka
berikan kepada penulis.
8. Buat orang yang paling spesial Bang Danny yang telah memberikan
dukungan, pengertian serta bantuan dan semangat buat penulis sehingga
(10)
Ayah serta Kak Aar dan Bang Afzil terima kasih atas dukungan moril yang
diberikan selama ini kepada penulis.
9. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 15 yang telah sama-sama
berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan
banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat
menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar Allah SWT
memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan semua pihak
yang telah memberikan bantuannya selama ini.
Medan, Juli 2010 Penulis,
Hastina Febriaty NIM. 087018026
(11)
RIWAYAT HIDUP
Nama : Hastina Febriaty
Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 22 Februari 1986 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah Nama Orang Tua
Ayah : H. Ferrizal, SE, MM
Ibu : Hj. Hasnah
Alamat Rumah : Jln. Bromo Gg. Mamiyai No. 19 Medan 20216
Pendidikan
1. Tahun 1991-1997 : SD Muhammadiyah 12 Medan 2. Tahun 1997-2000 : SMP Negeri 18 Medan
3. Tahun 2000-2003 : SMU Swasta Kartika 1-2 Medan 4. Tahun 2003-2007 : Universitas Sumatera Utara
Jurusan Ekonomi Pembangunan
5. Tahun 2008-2010 : Sekolah Pascasarjana Program Magister Ekonomi Pembangunan USU-Medan.
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK………... i
ABSTRACT……….. ii
KATA PENGANTAR ……… iii
RIWAYAT HIDUP. ……… vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Cadangan Devisa ... 8
2.1.1. Pengertian Cadangan Devisa... 8
2.2. Pengertian Ekspor, Impor dan Ekspor Neto ... 15
2.2.1. Peran Ekspor Neto... 17
2.2 2. Arus Modal Internasional dan Neraca Perdagangan ... 19
(13)
2.3.1. Kurs Nominal dan Riil ... 23
2.3.2. Kebijakan Ekonomi Mempengaruhi Kurs Riil ... 24
2.3.2.1. Kebijakan Fiskal Dalam Negeri ... 24
2.3.2.2. Kebijakan Fiskal Luar Negeri ... 26
2.4. Pertumbuhan Mendorong Ekspor ... 27
2.5. Investasi Asing Langsung (FDI) ... 28
2.5.1. Jenis-jenis Penanaman Modal ... 30
2.5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Asing Lansung ... 32
2.6. Utang Luar Negeri... 33
2.7. Jumlah Uang Beredar ... 40
2.7.1. Konsep dan Pengertian ... 40
2.7.2. Jumlah Uang Beredar dalam Arti Sempit (M1) ... 41
2.7.3. Jumlah Uang Beredar dalam Arti Luas (M2) ... 41
2.8. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia ... 42
2.8.1. Pengertian dan Sejarah Penerbitan SBI... 42
2.8.2. Tujuan Penerbitan SBI ... 43
2.8.3. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia... 44
2.9. Inflasi ... 44
2.9.1. Pengertian Inflasi ... 44
2.9.2. Jenis Inflasi Menurut Sifatnya ... 45
2.9.3. Jenis Inflasi Menurut Sebabnya ... 45
(14)
2.10. Penelitian Terdahulu ... 47
2.11. Kerangka Pemikiran ... 49
2.12. Kerangka Pemikiran Kebijakan Fiskal dan Moneter ... 52
2.13. Hipotesis... 54
BAB III METODE PENELITIAN ... 55
3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 55
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 55
3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 55
3.4. Pengolahan Data... 56
3.5. Uji Asumsi ... 56
3.5.1. Uji Stasioneritas Data dengan Akar Unit ... 56
3.5.2. Uji Kointegrasi ... 59
3.6. Model Persamaan Simultan ... 62
3.7. Model Analisis... ... 65
3.7.1. Kaidah Identifikasi ... 65
3.8. Metode 2 SLS (Two Stage Least Square) ... 68
3.9. Identifikasi Persamaan ... 69
3.10. Definisi Operasional ... 71
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 72
4.1. Kondisi Perekonomian Indonesia ... 72
4.2. Perkembangan Cadangan Devisa di Indonesia ... 77
(15)
4.4. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ... 82
4.5. Perkembangan Investasi Asing Langsung/FDI ... 86
4.6. Perkembangan Utang Luar Negeri ... 89
4.7. Perkembangan Tingkat Inflasi Indonesia ... 91
4.8. Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Indonesia dalam Arti Luas (M2) ... ... 93
4.9. Hasil Uji Akar-akar Unit (Uji Stasioner) ... 97
4.10. Uji Kointegrasi ... 98
4.11. Analisis Data Penelitian Two Stage Least Squares (2 SLS)... 100
4.12. Hasil Estimasi Persamaan Cadangan Devisa... 101
4.13. Hasil Estimasi Persamaan Net Ekspor ... 103
4.14. Hasil Estimasi Persamaan Kurs... 104
4.15. Hasil Estimasi Persamaan Investasi Asing Langsung... ... 106
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108
5.1. Kesimpulan ... 108
5.2. Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 111
(16)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Komponen Standar Cadangan Devisa ... ... 13
2.2 Neraca Pembayaran Indonesia (Juta US Dollar) ... 14
2.3 Sektor Ekspor dan Impor 2009 (%) ... 17
2.4 Ikhtisar Arus Barang dan Modal Internasional ... 21
3.1 Hasil Identifikasi Kondisi Order ... 70
4.1 Perkembangan Cadangan Devisa Indonesia (Miliar US$)... 78
4.2 Perkembangan Net Ekspor Indonesia (Miliar US$)... 82
4.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/USD... ... 86
4.4 Perkembangan Investasi Asing Langsung (FDI) (Miliar US$)... 87
4.5 Perkembangan Utang Luar Negeri (Juta US$)... 89
4.6 Perkembangan Tingkat Inflasi di Indonesia (Persen) ... 92
4.7 Perkembangan Jumlah Uang Beredar M2 (Miliar Rp)... 96
4.8 Uji Akar-akar Unit (Uji Stasioneritas) pada Tingkat Level/1st D/2nd D ... 98
4.9 Hasil Estimasi Uji Kointegrasi ... 99
(17)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Penetapan Kurs Riil ... 24
2.2 Dampak Kebijakan Fiskal Ekspansioner dalam Negeri terhadap Kurs Riil ... ... 25
2.3 Dampak Kebijakan Fiskal Ekspansioner Luar Negeri terhadap Kurs Riil ... ... 26
2.4 Kerangka Pemikiran Analisis Determinan Cadangan Devisa Indonesia... ... 49
2.5 Kerangka Pemikiran Kebijakan Fiskal dan Moneter ... .. 52
4.1 Perkembangan Cadangan Devisa Indonesia (Milyar US$)... 79
4.2 Perkembangan Net Ekspor Indonesia (Milyar US$)... 81
4.3 Perkembangan Nilai Tukar Rp/USD ... 85
4.4 Perkembangan Investasi Asing Langsung di Indonesia (Milyar US$) ... 88
4.5 Perkembangan Utang Luar Negeri di Indonesia (Juta US$) ... 90
4.6 Perkembangan Inflasi di Indonesia (%) ... 91
(18)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan simultanitas dalam persamaan cadangan devisa, net ekspor, kurs dan investasi asing langsung. Penelitian ini juga ingin menganalisis pengaruh investasi asing langsung, cadangan devisa sebelumnya dan utang luar negeri terhadap cadangan devisa Indonesia. Pengaruh cadangan devisa, investasi asing langsung dan terhadap net ekspor, pengaruh net ekspor, jumlah uang beredar, dan suku bunga SBI terhadap kurs, serta pengaruh kurs, GDP dan suku bunga SBI terhadap investasi asing langsung selama kurun waktu periode penelitian 1989-2009.
Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan simultanitas adalah 2 SLS (Two Stage Least Square). Dan kaidah identifikasinya menunjukkan bahwa kondisi pada persamaan simultan mengalami overidentified sehingga memungkinkan untuk menggunakan metode 2 SLS.
Berdasarkan hasil estimasi metode 2 SLS (Two Stage Least Square) pada persamaan cadangan devisa menunjukan bahwa cadangan devisa tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan dengan tingkat kepercayaan 5%terhadap cadangan devisa. Cadangan devisa, investasi asing langsung dan inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap net ekspor serta net ekspor, jumlah uang beredar dan suku bunga SBI berpengaruh positif dan signifikan.
Kata Kunci: Cadangan Devisa, Net Ekspor, Kurs, Investasi Asing Langsung 2 SLS (Two Stage Least Square).
(19)
ABSTRACT
The main objective of this study is to find out whether is there simultaneously relationship in the equation of net foreign reserve, net export, foreign exchange and foreign direct investment. Therefore, this study also to analyze the influence of foreign direct investment, foreign reserve before and foreign debt on foreign reserve in Indonesia. The influence foreign reserve, foreign direct investment and inflation on net export, the influence net export, money supply and interest rate SBI on foreign exchange and then the influence foreign exchange, gross domestic product and interest rate SBI on foreign direct investment for while research periode time was 1989-2009.
The method of analysis used is 2 SLS to know the relationship simultaniously. The identification shows that the condition in simultant equation is overidentified so that the method used is Two Stage Least Square (2 SLS).
The based on for result estimation on 2 SLS method (Two Stage Least Square) on equation of foreign reserve shows the foreign reserve before influential positively and significant with level á = 5% on foreign reserve. The foreign reserve and foreign
direct investment influential significant on the net export and then net export, money supply and interest rate SBI influential positively and significant on the foreign exchange and interest rate SBI, gross domestic product and foreign exchange influential significant on foreign direct investment.
Keywords: Foreign Reserve, Net Export, Foreign Exchange, Foreign Direct Investment and 2 SLS (Two Stage Least Square).
(20)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi Indonesia dewasa ini menunjukkan semakin
terintegrasi dengan perekonomian dunia. Hal ini merupakan konsekuensi dari
dianutnya sistem perekonomian terbuka yang dalam aktivitasnya selalu berhubungan
dan tidak lepas dari fenomena hubungan internasional. Adanya keterbukaan
perekonomian ini memiliki dampak pada perkembangan neraca pembayaran suatu
negara yang meliputi arus perdagangan dan lalu lintas modal terhadap luar negeri
suatu negara.
Saat perdagangan bebas diberlakukan, perdagangan luar negeri Indonesia
justru memperlihatkan data yang mengkhawatirkan. Nilai ekspor Indonesia
sepanjang 2009 merosot cukup tajam, yakni sampai 14,98 persen dibanding 2008
(BPS/Data Republika, 2010).
BPS mencatat nilai ekspor Desember 2009 mencapai US$ 12,22 miliar atau
tertinggi dalam sejarah dipicu oleh kenaikan harga komoditas di pasar dunia.
Tingginya ekspor tersebut didorong oleh kenaikan ekspor nonmigas yang mencapai
US$ 10,83 miliar, naik 28,3% dari realisasi November 2009 sebesar US$ 8,44 miliar.
Adapun ekspor migas juga naik 7,07%, dari US$ 2,33 juta pada November 2008
menjadi US$ 2,25 juta. Akan tetapi secara kumulatif nilai ekspor Januari – Desember
(21)
yang sama 2008. Sementara itu, ekspor non migas 2009 mencapai US$ 97,47 miliar
atau turun 9,66% dibandingkan dengan 2008.
Untuk pertama kalinya dalam lima tahun terakhir, kinerja ekspor nasional
turun. Di 2009, tercatat penurunan ekspor hampir 15 persen dari periode sebelumnya,
yang juga diikuti oleh penurunan impor. Banyak faktor yang menyebabkan
penurunan ini, mulai dari lemahnya permintaan global, khususnya di Amerika Serikat
(AS) hingga kompetisi antar negera yang makin sengit di perdagangan dunia
(BPS/Data Republika, 2010).
Tampaknya pengaruh dari krisis keuangan global kali ini mulai terasa sejak
kuartal terakhir 2008. Hal ini tercermin dari fenomena tidak terserapnya
barang-barang ekspor Indonesia di pasar dunia. Akibatnya, akselerasi pertumbuhan ekonomi
Indonesia pun akan melambat. Jika tidak ditangani secara cepat dan tepat,
menurunnya kinerja perekonomian Indonesia akan menyebabkan semakin banyaknya
PHK, pengangguran, dan meningkatnya kemiskinan.
Penurunan kinerja ekspor perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah,
khususnya Departemen Perdagangan dan Departemen Perindustrian. Ekspor industri
manufaktur menyumbang sekitar 85% ekspor non migas dan sekitar 67% total ekspor
Indonesia sejak 1994. Strategi penyelamatan ekspor harus terintegrasi dengan
penyelamatan sektor industri manufaktur.
Jelas sekali bahwa kita tidak dapat berharap banyak dari ekspor pada tahun
2010 ini. Belum lagi dampak perdagangan bebas ASEAN dan CINA (ACFTA) yang
(22)
dari Cina yang masuk ke dalam negeri tanpa dikenakan tarif sedikitpun. Turunnya
permintaan pasar dunia akan barang-barang ekspor Indonesia merupakan fakta kuat
terjadinya krisis global. Terlebih lagi perekonomian negara-negara Eropa, AS, Jepang
dan Korea Selatan tahun 2009 diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan negatif.
Fenomena yang paling sering terjadi jika kurangnya cadangan devisa yang
dimiliki oleh suatu negara diakibatkan karena lebih tingginya nilai impor dari pada
nilai ekspor. Belum lagi negara tersebut melakukan pinjaman luar negeri yaitu salah
satunya negara tersebut mau tidak mau harus melakukan pinjaman kepada lembaga
keuangan di luar negeri yaitu IMF, ADB, Bank Dunia atau pinjaman dari
negara-negara lain untuk menutupi likuiditas atau membiayai pembangunan dalam negeri
dari hasil pinjaman tersebut sehingga mengakibatkan cadangan devisa suatu negara
semakin tergerus atau semakin berkurang jumlahnya. Belum lagi dalam beberapa
tahun belakangan ini dalam masalah ekspor peringkat Indonesia di pasar dunia untuk
sejumlah produk tertentu yang diunggulkan Indonesia, baik barang-barang
manufaktur maupun pertanian terus menurun. Bukan suatu hal yang mustahil bahwa
pada suatu saat dimasa depan Indonesia akan tersepak dari pasar dunia untuk
produk-produk tersebut. Dan sebaliknya berdasarkan data laporan BI, impor bahan baku yang
dibutuhkan industri manufaktur merupakan peringkat teratas penyumbang
terkurasnya cadangan devisa negara.
Fenomena lain yang baru baru ini terjadi yaitu cadangan devisa dan
peningkatan ekspor hanya ditopang oleh kenaikan harga komoditi internasional dan
(23)
krisis 1997/1998. Selama ini dua tahun terakhir, cadangan devisa Indonesia
meningkat dramatis dari sekitar US$ 35 miliar pada tahun 2005 menjadi US$ 51
miliar dolar. Namun peningkatan cadangan devisa tersebut tidak didukung oleh
peningkatan ekspor (export competitiveness) atau peningkatan aliran investasi langsung, tetapi hanya diakibatkan oleh faktor situsional seperti melambungnya harga
komoditi internasional seperti karet, logam, minyak nabati, rempah-rempah dan
lain-lain serta derasnya aliran hot money investasi jangka pendek investasi (portofolio) yang mencapai lebih dari US$ 20 miliar.
Investasi asing dalam portofolio saham dan portofolio obligasi sangat rentan
terhadap gejolak finansial global. Dalam situasi panik, para investor bisa saja menarik
seluruh modal investasi yang ada di saham dan obligasi. Oleh karena sifatnya yang
jangka pendek dan mudah keluar-masuk setiap saat, dana investasi asing di portofolio
lebih dikenal dengan hot money. Mengandalkan cadangan devisa dengan hot money
sangat rentan terhadap pelarian modal investasi. Oleh karena itu, sudah selayaknya
pemerintah mewaspadai pergerakan dana hot money yang diparkir di Indonesia. Kenaikan cadangan devisa dan ekspor yang mendukung stabilitas nilai tukar
tersebut seringkali dijadikan alasan oleh berbagai kalangan, terutama pemerintah
untuk bersikap over-confidence. Padahal pencapaian tersebut hanya disebabkan oleh membaiknya faktor eksternal yang bersifat situasional dan tidak sustainable. Tanpa upaya untuk memperbaiki daya saing industri komestik, ekspor dan cadangan devisa
yang pada gilirannya akan mengalami penurunan mengikuti siklus pergerakan harga
(24)
Peningkatan impor yang apabila tidak dapat dibendung karena daya saing
yang rendah dari produk-produk serupa buatan dalam negeri, maka tidak mustahil
pada suatu saat pasar domestik sepenuhnya akan dikuasai oleh produk-produk dari
luar negeri khususnya tingginya nilai impor bahan baku untuk industri manufaktur
yang semakin tinggi perkembangannya dan kegiatannya. Hal ini dapat dilihat bahwa
tingginya nilai impor bahan baku diakibatkan adanya penurunan tarif yang
diberlakukan pemerintah terhadap ribuan pos tarif di Indonesia sehingga
menyebabkan terjadinya defisit neraca pembayaran.
Merosotnya cadangan devisa yang pernah dialami Indonesia pada tahun 1997
menyebabkan Indonesia harus berhutang ke lembaga keuangan seperti IMF, ADB
ataupun Bank Dunia. Hutang tersebut merupakan penyakit kronis yang dialami
bangsa ini sampai sekarang. Hutang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan utang
swasta. Atas saran IMF, Indonesia justru melakukan transformasi utang swasta
menjadi utang publik yang telah mendorong peningkatan drastis beban anggaran.
Utang pemerintah menjadi luar biasa besar, khususnya utang domestik yang sebelum
krisis belum ada sama sekali. Sebelum krisis tahun 1997, total utang Indonesia
mencapai sebesar US 136 miliar, yang terdiri dari utang pemerintah sebesar US$ 54
miliar dan utang swasta sebesar US$82 miliar. Namun pada tahun 2001, utang luar
negeri pemerintah meningkat menjadi US$74 miliar, ditambah utang domestik
sebesar Rp. 647 triliun (sekitar US $65 miliar). Sedangkan utang swasta setelah krisis
berkurang menjadi US$67 miliar karena percepatan pembayaran maupun
(25)
melebihi besarnya PDB Indonesia yang hanya sekitar US$ 150 miliar. Sebagai akibat
dari krisis finansial dan salah obat IMF. Padahal ketika ekonomi sedang sekarat,
pemerintah seharusnya mencari berbagai cara untuk memompa ekonomi, bukan
malah memperlambatnya dengan mengetatkan kebijakan moneter dan fiskal.
Untuk melihat faktor apa saja yang dapat mempengaruhi besar kecilnya
cadangan devisa di suatu negara maka penulis tertarik untuk membuat suatu
penelitian yang berjudul “Analisis Determinan Cadangan Devisa Indonesia”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah dan beberapa fenomena
masalah dapat diuraikan pokok-pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian
ini, yaitu:
1. Apakah investasi asing langsung, cadangan devisa sebelumnya dan utang luar
negeri berpengaruh terhadap cadangan devisa Indonesia.
2. Apakah cadangan devisa, investasi asing langsung dan inflasi berpengaruh
terhadap net ekspor Indonesia.
3. Apakah net ekspor, jumlah uang beredar dan suku bunga SBI berpengaruh
terhadap kurs di Indonesia.
4. Apakah kurs, gross domestic bruto dan suku bunga SBI berpengaruh terhadap investasi asing langsung di Indonesia.
(26)
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitan ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh investasi asing langsung, cadangan devisa
sebelumnya dan utang luar negeri terhadap cadangan devisa Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh cadangan devisa, investasi asing langsung dan inflasi
terhadap net ekspor di Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh net ekspor, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga
SBI terhadap kurs di Indonesia.
4. Untuk mengetahui pengaruh kurs, gross domestic product dan tingkat bunga SBI terhadap investasi asing langsung di Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Sebagai pengetahuan tambahan bagi penulis khususnya determinan cadangan
devisa di Indonesia.
2. Untuk memperkaya wawasan ilmiah dan non ilmiah penulis dalam ilmu yang
penulis tekuni serta dapat mengaplikasikannya secara kontekstual dan tekstual.
3. Sebagai masukan bagi pemerintah, dalam hal referensi untuk pengambilan
kebijakan.
4. Sebagai masukan bagi pengamat dan pelaku ekonomi dalam menambah wawasan
serta bahan penelitian lebih lanjut mengenai faktor determinan cadangan devisa
(27)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cadangan Devisa
2.1.1. Pengertian Cadangan Devisa
Dalam perkembangan ekonomi nasional Indonesia dikenal dua terminologi
cadangan devisa, yaitu official foreign exchange reserve dan country foreign exchange reserve, yang masing-masing mempunyai cakupan yang berbeda. Pertama,
merupakan cadangan devisa milik negara yang dikelola, diurus, dan ditatausahakan
oleh bank sentral, sesuai dengan tugas yang diberikan oleh UU No. 13 Tahun 1968.
Kedua, mencakup seluruh devisa yang dimiliki badan, perorangan, lembaga, terutama lembaga keuangan nasional yang secara moneter merupakan bagian dari kekayaan
nasional (Halwani Hendra, 2005).
Bank sentral dalam pengolahan devisa, selain memperhatikan jumlah devisa
yang benar-benar ada dalam administrasi juga diperhitungkan semau potensi asset
yang akan diperoleh serta kewajiban atau utang yang ada maupun yang akan dating,
sehingga neto akhirnya dapat diperkirakan besarnya cadangan devisa. Untuk
mengukur suatu cadangan devisa dianggap memadai atau tidak, maka dipakai kriteria
jumlah besarnya kemampuan cadangan devisa tersebut untuk menutup impor minimal
selama 3 bulan.
Cadangan devisa (Foreign Exchange Reserves) adalah simpanan oleh bank sentral dan otoritas moneter. Simpanan ini merupakan (aset/aktiva) bank sentral yang
(28)
tersimpan dalam beberapa (mata uang cadangan) (reserve currency) seperti dollar, euro, yen dan digunakan untuk menjamin (kewajibannya) yaitu mata uang lokal yang
diterbitkan dan cadangan berbagai (bank) yang disimpan dalam bentuk mata uang
asing melainkan dalam bentuk surat-surat berharga ataupun logam mulia.
Cadangan devisa merupakan posisi aktiva luar negeri pemerintah dan
bank-bank devisa yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Dalam
mengelola cadangan devisa, Bank Indonesia telah mengutamakan tercapainya tujuan
likuiditas dan keamanan daripada keuntungan yang tinggi. Namun demikian, Bank
Indonesia selaku otoritas moneter Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan
yang terjadi di pasar internasional sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya
pergeseran dalam portofolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa.
Cadangan devisa bertambah ataupun berkurang tampak dalam neraca lalu
lintas moneter. Cadangan devisa disimpan dalam neraca pembayaran (BOP).
Cadangan devisa lazim diukur dengan rasio cadangan resmi terhadap impor, yakni
jika cadangan devisa cukup untuk menutupi impor suatu negara selama 3 bulan, lazim
dipandang sebagai tingkat yang aman, dan jika hanya 2 bulan atau kurang maka akan
menimbulkan tekanan terhadap neraca pembayaran (Rustian Kamaluddin, 1998).
Laju ekspor yang tinggi akan menghasilkan hard currency yang dapat memperkuat cadangan devisa, namun mengakibatkan apresiasi domestik currency, yang kemudian menambah jumlah uang beredar melalui NFA (Net Foreign Asset) yang pada akhirnya dapat mendorong inflasi. Ini merupakan suatu siklus ekonomi
(29)
yang berkesinambungan dan erat kaitannya dalam proses pertahanan pengolahan
cadangan devisa.
Dalam rumus cadangan devisa dapat dilihat sebagai berikut:
Keterangan:
Cdvt 1 = Cadangan devisa sebelumnya
Tbt = Transaksi berjalan
Tmt = Transaksi modal
Selain pengaruh kegiatan ekspor-impor, posisi cadangan devisa banyak
dipengaruhi masuknya investasi, hibah asing, perolehan dan pembayaran pinjaman
luar negeri. Selain itu, cadangan devisa negara juga merupakan instrumen BI dalam
melakukan stabilisasi rupiah melalui operasi pasar terbuka (OPT).
Menurut Bank Dunia, peranan cadangan devisa adalah:
1. Untuk melindungi negara dari guncangan eksternal. Krisis keuangan pada
akhir 1990 an membuat para pembuat kebijakan memperbaiki pandangannya
atas nilai dari cadangan devisa sebagai proteksi dalam melindungi dari krisis
mata uang.
2. Tingkat cadangan devisa merupakan faktor penting dalam penilaian kelayakan
kredit dan kredibilitas kebijakan secara umum, sehingga negara dengan
tingkat cadangan devisa yang cukup dapat memberi pinjaman dengan kondisi
yang lebih nyaman. CCdvt = ( Cdvt 1 + Tbt + Tmt )
(30)
3. Kebutuhan likuiditas untuk mempertahankan stabilitas nilai tukar.
Munculnya kebijakan Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN) beberapa
waktu lalu tidak lain sebagai upaya pemerintah untuk mengendalikan penggunaan
devisa maupun komitmen lainnya, yang dapat membawa implikasi negatif tentang
neraca pembayaran serta cadangan devisa dikemudian hari. Namun, yang masih tetap
sulit dihindari adalah ketidaksiplinan ataupun langkah/kegiatan para usahawan, yang
karena naluri bisnisnya tidak menghiraukan etika maupun kepentingan nasional,
sehingga berlakunya rezim devisa bebas dianggap sebagai karunia yang
menguntungkan mereka.
Menurut Santoso dan Iskandar (1999), kebijakan moneter yang ekspansif
berpengaruh terhadap cadangan devisa yang dapat dibedakan pada dua situasi:
1. Situasi Perfect Capital Mobility
Dalam situasi demikian, kebijakan moneter yang ekspansif akan menurunkan
suku bunga dan mendorong investasi sehingga pendapatan riil masyarakat meningkat.
Meningkatnya pendapatan akan mendorong impor sehingga menghasilkan defisit
keseluruhan keseimbangan neraca pembayaran atau deficit overall balance of payment (BOP).
Selain itu, dengan asumsi perfect capital mobility, menurunnya suku bunga akan mendorong aliran modal keluar sehingga menambah deficit overall BOP. Keseimbangan jangka panjang memerlukan zero balance of overall balance of payment. Oleh karena itu nilai tukar harus dipertahankan konstan, maka defisit BOP tersebut harus dibiayai dengan cadangan devisa sehingga jumlah uang beredar
(31)
menurun. Menurunnya jumlah uang beredar akan mendorong suku bunga kembali
bergerak pada posisi semula yang lebih tinggi dan mengakibatkan kontraksi kegiatan
ekonomi. Dalam situasi demikian, kebijakan moneter kemungkinan masih efektif
apabila elastisitas suku bunga terhadap investasi lebih besar daripada elastisitas suku
bunga terhadap aliran modal internasional. Kebijakan fiskal dalam sistem nilai tukar
tetap dalam perfect capital mobility justru efektif karena ekspansifnya pengeluaran pemerintah akan meningkatkan suku bunga dan investasi sehingga pendapatan riil
masyarakat bertambah. Naiknya suku bunga akan mendorong aliran modal masuk
dan overall BOP menjadi surplus sehingga cadangan devisa meningkat dan jumlah
uang beredar bertambah. Kebijakan fiskal semakin kurang efektif jika elastisitas
aliran modal internasional semakin kecil terhadap suku bunga dalam negeri.
2. Situasi Perfect Capital Immobility
Dalam situasi demikian, kebijakan moneter tidak efektif karena tidak dapat
meningkatkan pendapatan riil masyarakat. Kebijakan moneter yang ekspansif akan
menurunkan suku bunga dan mendorong investasi dan menaikkan pendapatan riil
masyarakat. Namun karena suku bunga tidak elasitis sempurna terhadap aliran modal,
maka penurunan suku bunga tersebut tidak mengakibatkan aliran modal keluar.
namun meningkatkanya pendapatan tersebut dapat mendorong masyarakat untuk
membeli barang-barang impor sehingga overall balance of payment (keseluruhan keseimbangan neraca pembayaran) mengalami defisit. Sampai seberapa jauh
kenaikan pendapatan tersebut akan menyebabkan keseluruhan keseimbangan neraca
(32)
bersar rasio MPI, semakin besar pula defisit BOP yang akan terjadi, oleh karena
sistem nilai tukar harus dipertahankan, maka defisit keseluruhan keseimbangan
neraca pembayaran tersebut harus dibiayai dengan cadangan devisa. Akibatnya
cadangan devisa menurun dan jumlah uang beredar juga menurun yang pada
gilirannya mengakibatkan kontraksi pada kegiatan ekonomi. Menurunnya jumlah
uang beredar akan mengembalikan suku bunga pada posisi semula sehingga
kebijakan moneter kemungkinan masih efektif apabila elastisitas suku bunga terhadap
investasi lebih besar daripada rasio marginal propensity to import (MPI).
Tabel 2.1. Komponen Standar Cadangan Devisa
Emas moneter
Hak tarik khusus (SDR) Posisi cadangan di IMF (RPF) Cadangan dalam valuta asing
Uang dan simpanan Pada otoritas moneter Pada bank
Surat Berharga
Obligasi
Instrumen pasar uang Derivatif
Finansial Tagihan lainnya
(33)
Tabel 2.2. Neraca Pembayaran Indonesia (Juta US Dollar)
Rincian1) 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
1. Transaksi Berjalan 1.564 278 10.859 10.492 126 10.582
A. Barang (Neraca Perdagangan), bersih
20.152 17.534 29.660 32.754 22.916 35.197
1. Ekspor (f.o.b) 70.767 86.995 103.528 118.014 139.606 119.513
2. Impor (f.o.b) -50.615 -69.462 -73.868 -85.260 -116.690 -84.316
B. Jasa-jasa, bersih -8.811 -9.122 -9.874 -11.841 -12.998 -14.155
C. Pendapatan, bersih -10.917 -12.927 -13.790 -15.525 -15.155 -15.331
D. Transfer berjalan, bersih 1.139 4.793 4.863 5.104 5.364 4.871
II. Transaksi Modal dan Finansial
1.852 345 3.025 3.592 -1.876 3.673
A. Transaksi Modal … 333 350 547 294 69
B. Transaksi Finansial 1.852 12 2.675 3.045 -2.170 3.577
1. Investasi Langsung -1.512 5.271 2.188 2.253 3.419 2.313
2. Investasi Portofolio 4.409 4.190 4.277 5.567 1.721 10.103
3. Investasi Lainnya -1.045 -9.449 -3.790 -4.775 -7.309 -8.838
III. Jumlah (I + II) 3.415 623 13.885 14.085 -1.750 14.225
IV. Selisih Perhitungan Bersih -3.106 -179 625 -1.369 -195 -1.749
V. Neraca Keseluruhan (III+IV) 309 444 14.510 12.715 -1.945 12.506
VI. Cadangan Devisa yang Terkait
-309 -444 -14.510 -12.715 1.945 -12.506
a. Perubahan Cadangan Devisa 674 663 -6.902 -12.715 1.945 -12.506
b. Pinjaman IMF -938 -1.107 -7.608 0 0 0
Memorandum:
1. Posisi Cadangan Devisa Setara Impor dan Pembayaran
36.320 34.724 42.586 56.920 51.639 66.105
Utang Luar Negeri Pemerintah (%)
5,7 4.0 4.6 5.8 4.0 6.5
2. Transaksi Berjalan/PDB (%) 0,6 0.1 2.9 2.4 0.0 1.9
1) Sejak 2004 NPI memakai format baru.
2) Negatif berarti surplus dan positif berarti defisit. Sejak triwulan pertama 2004, perubahan cadangan devisa untuk data realisasi hanya mencakup data transaksi.
3) Sejak 2000 posisi cadangan devisa memakai konsep International Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL) menggantikan Gross Foreign Assests (GFA).
(34)
Pengertian Ekspor, Impor dan Ekspor Neto
Mankiw (2003) Ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi di dalam
negeri dan dijual di luar negeri.
Impor adalah barang dan jasa yang diproduksi di luar negeri dan dijual
di dalam negeri.
Ekspor neto (net export) adalah nilai ekspor suatu negara dikurangi nilai impornya. Karena ekspor neto memberitahu kita apakah sebuah negara menjadi
pembeli atau penjual di pasar dunia, maka ekspor neto disebut juga neraca
perdagangan (trade balance).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor, impor dan ekspor neto suatu negara
adalah:
1. Selera konsumen terhadap barang-barang produksi dalam negeri dan luar
negeri.
2. Harga barang-barang di dalam dan luar negeri.
3. Kurs yang menentukan jumlah mata uang domestik yang dibutuhkan untuk
membeli mata uang asing.
4. Pendapatan konsumen di dalam negeri dan di luar negeri.
5. Ongkos angkutan barang antarnegara.
6. Kebijakan pemerintah mengenai perdagangan internasional.
Menurut Rusman (Harian Republika, 2010: Harga Komoditas Picu Ekspor)
“Ekspor komoditas berbasis sumber daya alam masih menjadi penyumbang dominan
(35)
atau CPO dengan kenaikan sebesar US$ 1,09 miliar. Kenaikan selanjutnya diikuti
oleh kelompok komoditas biji, kerak, dan abu logam, serta tembaga yang
kenaikannya mencapai US$ 284,04 juta. Bahan bakar mineral atau batu bara naik
US$ 268,84 juta. Tiga barang yang umumnya resources-based menolong ekspor kita sepanjang 2009 sehingga peningkatan ekspor terjadi hampir ke semua negara mitra
dagang kecuali Australia. Hal ini menjadi sinyal positif pemulihan ekonomi dunia
yang mulai tampak sejak Oktober atau kuartal IV/2009”.
Menurut (BPS/Data Republik, 2010) arti penting ekspor, yaitu:
1. Berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
2. Menopang tenaga kerja di dalam negeri.
3. Mampu meningkatkan pendapatan perkapita.
4. Akselerasi pembangunan.
5. Daya saing produk nasional.
Dan penyebab turunnya ekspor RI, yaitu:
1. Krisis global.
2. Pasar yang jenuh.
3. Tak ada difersivikasi pasar ekspor.
4. Daya beli rendah.
5. Praktik-praktik proteksionisme di negara lain.
6. Kontrak kerja sama tak diperpanjang.
(36)
Tabel 2.3. Sektor Ekspor dan Impor 2009 (%) EKSPOR
Industri 63,03 Tambang 16,89 Migas 16,33 Pertanian 3,75
IMPOR
Bahan Baku 77,92 Barang Konsumen 6,97 Barang Modal 21,11 Sumber: BPS/Data Republika
2.2.1. Peran Ekspor Neto
Dalam perekonomian terbuka, sebagian output dijual untuk domestik dan sebagian diekspor keluar negeri. Kita bisa memilah pengeluaran atas output pada perekonomian terbuka Y menjadi empat komponen:
1. Cd, konsumsi barang dan jasa domestik.
2. Id, investasi dalam barang dan jasa domestik.
3. Gd, pembelian pemerintah atas barang dan jasa domestik.
4. EX, ekspor barang dan jasa domestik.
Pembagian pengeluaran menjadi empat komponen tersebut ditunjukkan dalam
identitas:
Y = Cd + Id + Gd + EX (2.1)
Jumlah dari tiga komponen pertama, Cd + Id + Gd , adalah pengeluaran
domestik atas barang dan jasa domestik. Komponen keempat, EX, adalah
(37)
Sedikit manipulasi dapat membuat identitas ini lebih berguna. Untuk itu
pengeluaran domestik atas seluruh barang dan jasa adalah jumlah pengeluaran
domestik untuk barang dan jasa domestik serta barang dan jasa mancanegara. Karena
itu, konsumsi total C sama dengan konsumsi barang dan jasa domestik Cd ditambah
konsumsi barang dan jasa mancanegara Cf; investasi total I sama dengan investasi
dalam barang dan jasa domestik Id ditambah investasi dalam barang dan jasa
mancanegara If, dan belanja pemerintah total G sama dengan belanja pemerintah atas
barang dan jasa domestik Gd ditambah belanja pemerintah atas barang dan jasa
mancanegara Gf. Jadi,
C = Cd + Cf (2.2)
I = Id + If (2.3)
G = Gd + Gf (2.4)
Kita substitusikan persamaan tersebut ke dalam identitas di atas:
Y = (C – Cf) + (I – If) + (G – Gf) + EX (2.5)
Kita bisa ubah persamaan tersebut menjadi
Y = C + I + G + EX – (Cf + If + Gf) (2.6)
Jumlah pengeluaran domestik atas barang dan jasa mancanegara (Cf + If + Gf) adalah
pengeluaran untuk impor (IM). Jadi kita bisa menuliskan identitas perhitungan
pendapatan nasional di atas menjadi
Y = C + I + G + EX – IM (2.7)
Karena pengeluaran untuk impor dimasukkan ke dalam pengeluaran domestik (C + I
(38)
output suatu negara, maka persamaan itu harus dikurangi dengan pengeluaran untuk
impor. Dengan mendefinisikan ekspor neto (net exports) sebagai ekspor dikurangi impor (NX = EX – IM), identitas tersebut menjadi:
Y = C + I + G + NX (2.8)
Persamaan itu menyatakan bahwa pengeluaran atas output domestik adalah jumlah dari konsumsi, investasi, belanja pemerintah, dan ekspor neto. Ini adalah
bentuk identitas perhitungan pendapatan nasional yang paling umum.
Identitas perhitungan pendapatan nasional yang menunjukkan hubungan
antara output domestik, pengeluaran domestik, dan ekspor neto. Dengan demikian, NX = Y – (C + I + G) (2.9)
Ekspor Neto = Output– Pengeluaran Domestik
Persamaan ini menunjukkan bahwa dalam perekonomian terbuka, pengeluaran
domestik tidak perlu sama dengan output barang dan jasa. Jika output melebihi pengeluaran domestik, kita mengekspor perbedaan itu; ekspor neto adalah positif.
Jika output lebih kecil dari pengeluaran domestik, kita mengimpor perbedaan itu; ekspor neto adalah negatif.
2.2.2. Arus Modal Internasional dan Neraca Perdagangan
Dalam perekonomian terbuka, seperti dalam perekonomian tertutup, pasar
uang dan pasar barang sangatlah terkait. Identitas perhitungan pendapatan nasional
dalam bentuk tabungan dan investasi dimulai dengan identitas
(39)
Kurangi C dan G dari kedua sisi untuk mendapatkan
Y – C – G = I + NX (2.11)
Bahwa Y – C – G adalah tabungan nasional S, jumlah tabungan perseorangan, Y – T
– C, dan tabungan masyarakat, T – G, di mana T adalah pajak. Karena itu,
S = I + NX (2.13)
Dengan menguarangi I dari kedua sisi persamaan tersebut, kita bisa menulis identitas
perhitungan pendapatan nasional sebagai
S – I = NX (2.14)
Bentuk perhitungan pendapatan nasional ini menunjukkan bahwa ekspor neto suatu
perekonomian harus selalu sama dengan selisih antara tabungannya dan investasinya.
Bagian yang mudah adalah sisi sebelah kanan, NX, yang merupakan ekspor neto dari
barang dan jasa. Nama lain untuk ekspor neto adalah neraca perdagangan (trade balance), karena menunjukkan bagaimana perdagangan barang dan jasa melenceng dari tolok ukur kesamaan ekspor dan impor.
Sisi sebelah kiri dari identitas itu adalah selisih antara tabungan domestik dan
investasi domestik, S – I, yang disebut arus modal keluar neto (net capital inflow). (Terkadang disebut juga investasi asing neto (net foreign investment). Arus modal keluar neto adalah jumlah dana yang dipinjamkan orang asing kepada kita. Jika arus
modal keluar neto kita positif, maka tabungan kita melebihi investasi dan kita
meminjamkan kelebihannya kepada pihak asing. Jika arus modal keluar neto kita
negatif, perekonomian mengalami arus modal masuk: investasi melebihi tabungan,
(40)
Jadi arus modal keluar neto ini mencerminkan area dana internasional untuk
membiayai akumulasi modal.
Identitas perhitungan pendapatan nasional menunjukkan bahwa arus modal
keluar neto selalu sama dengan neraca perdagangan, yaitu,
Arus Modal Keluar Neto = Neraca Perdagangan
S – I = NX (2.15)
Jika S – I dan NX adalah positif, kita memiliki surplus perdagangan (trade surplus). Dalam kasus ini, kita adalah negara donor di pasar uang dunia, dan kita mengekspor
lebih banyak barang serta jasa daripada mengimpornya. Jika S – I dan NX adalah
negatif, kita memiliki defisit perdagangan (trade deficit). Dalam hal ini, kita adalah negara pengutang di pasar uang dunia, dan kita lebih banyak mengimpor barang dan
jasa dari pada mengekspornya. Jika S – I dan NX adalah 0, kita dikatakan memiliki
perdagangan berimbang (balanced trade) karena nilai impor sama dengan nilai ekspor. Tabel di bawah ini menunjukkan tiga hal yang dapat dialami oleh
perekonomian terbuka.
Tabel 2.4. Ikhtisar Arus Barang dan Modal Internasional
Surplus Perdagangan Perdagangan Berimbang Defisit Perdagangan
Ekspor > Impor Ekspor Neto > 0 Y > C + I + G
Tabungan > Investasi
Arus Modal Keluar Neto > 0
Ekspor = Impor Ekspor Neto = 0 Y = C + I + G
Tabungan = Investasi
Arus Modal Keluar Neto = 0
Ekspor < Impor Ekspor Neto < 0 Y < C + I + G
Tabungan < Investasi
Arus Modal Keluar Neto < 0
Perdagangan internasional akan terjadi pada suatu perbandingan harga
tertentu yaitu antara harga ekspor dan harga impor yang sering disebut nilai tukar
(41)
pengaruhnya terhadap kesejahteraan suatu bangsa dan juga sebagai pengukur posisi
perdagangan luar negeri suatu bangsa. TOT yang disimbolkan dengan N dihitung
sebagai perbandingan antara indeks harga ekspor (Px) dengan indeks harga impor
(Pm) atau N = Px/Pm (Nopirin 1992: 71). Kenaikan N menunjukkan perbaikan
di dalam Terms of Trade. Perbaikan terms of trade ini dapat timbul sebagai akibat nilai perubahan harga ekspor yang lebih besar realatif terhadap harga impor.
Perbaikan terms of trade akan meningkatkan pendapatan negara tersebut dari perdagangan demikian sebaliknya. Selain mempengaruhi pendapatan negara,
pergerakan TOT juga mempengaruhi nilai tukar riil, (Mankiw, 2000: 195). Upaya
untuk mengatasi pengaruh memburuknya terms of trade terhadap nilai tukar ini dapat menggunakan cadangan devisa (international reserves) yang dimiliki negara yang bersangkutan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Aizenman and Crichton (2006), menyebutkan bahwa negara-negara yang mengekspor barang-barang sumberdaya
alam memiliki volatilitas terms of trade yang 3 kali lebih volatil dibandingkan negara-negara yang mengekspor barang manufaktur. Selain besaran pergerakan TOT,
volatilitas ini juga mempengaruhi nilai tukar riil suatu Negara. Pada dasarnya
international reserves berfungsi sebagai buffer stock untuk berjaga-jaga guna menghadapi ketidakpastian keadaan yang akan datang. Sehingga, apabila terjadi
depresiasi nilai tukar riil akibat memburuknya terms of trade maka disitulah
international reserves berfungsi sebagai penstabil. Perbaikan terms of trade akan meningkatkan aliran modal masuk sehingga akan kembali mendorong apresiasi nilai
(42)
2.3. Nilai Tukar (Kurs)
Kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan
dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan
pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca
pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan “kuat” apabila transaksi
autonomous kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca pembayaran), sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya mengalami
defisit, atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi penawaran dari
valuta asing (Nopirin, 2000).
Kurs (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan (Mankiew, 2007).
2.3.1. Kurs Nominal dan Riil
Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan kurs
riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara (Mankiew, 2007).
Secara umum kurs dapat ditulis dalam perhitungan tingkat harga di mana kita
memperdagangkan barang domestik dengan barang luar negeri tergantung pada harga
barang dalam mata uang lokal dan pada tingkat kurs yang berlaku. Hal ini dapat
dilihat dalam perhitungan di bawah ini:
Perhitungan kurs riil untuk barang tunggal ini menjelaskan bagaimana
seharusnya kita mendefenisikan kurs riil untuk kelompok barang yang lebih luas. kita
(43)
di Amerika Serikat (diukur dalam dolar), dan P* adalah tingkat harga di Indonesia (diukur dalam rupiah). Maka kurs riil adalah:
Kurs Riil Kurs Nominal Rasio Tingkat Harga e (P/P*)
Kurs riil di antara kedua negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga dikedua
negara. Jika kurs riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah, dan
barang-barang domestik relatif lebih mahal. Jika kurs riil rendah, barang-barang luar
negeri relatif lebih mahal, dan barang-barang domestik relatif lebih murah.
Kita menulis hubungan diantara kurs riil dan ekspor neto sebagai
NX NX( )
2.3.2. Kebijakan Ekonomi Mempengaruhi Kurs Riil
2.3.2.1. Kebijakan fiskal dalam negeri
Apa yang terjadi dengan kurs riil jika pemerintah mengurangi tabungan
nasional dengan meningkatkan belanja pemerintah atau memotong pajak?
Gambar 2.1. Penetapan Kurs Riil Kurs Riil
Ekuilibrium
Kurs Riil,
NX( )
Ekspor Neto, NX S - I
(44)
Kurs riil ditetapkan oleh perpotongan garis vertikal yang menunjukkan
tabungan dikurangi investasi dengan skedul ekspor – neto yang memiliki kemiringan
negatif. Pada perpotongan ini jumlah dolar yang ditawarkan untuk arus modal keluar
neto sama dengan jumlah dollar yang diminta untuk ekspor barang dan jasa neto.
Seperti yang sudah diketahui bahwa pengurangan dalam tabungan ini
mengurangi S – I, sekaligus NX yaitu, penurunan dalam tabungan menyebabkan
defisit perdagangan.
Gambar 2.2. Dampak Kebijakan Fiskal Ekspansioner dalam Negeri terhadap Kurs Riil
Gambar di atas menunjukkan bagaimana kurs riil ekuilibrium berubah karena
penurunan NX. Perubahan kebijakan tersebut menggeser garis vertikal I – S ke kiri,
mengurangi persediaan dollar yang akan diinvestasikan ke luar negeri. Persediaan
dollar yang lebih sedikit ini menyebabkan kurs riil ekuilibrium meningkat dari 1 ke
2 dan dollar menjadi lebih berharga. Karena kenaikan dalam nilai dollar itu,
barang-NX2 NX1
Kurs riil,
NX(
S2 - I S1 - I
1. Penurunan tabungan mengurangi persediaan
2…yang
meningkatkan
kurs riil…
2
3… dan
mengurangi ekspor netto..
(45)
barang domestik menjadi relatif lebih mahal dibanding barang-barang impor, yang
menyebabkan ekspor turun dan impor naik. Perubahan ekspor dan impor ini akan
mengurangi ekspor neto.
Kebijakan fiskal ekspansioner dalam negeri, seperti peningkatan belanja
pemerintah atau pemotongan pajak, mengurangi tabungan nasional. Akibatnya
pengurangan tabungan menurunkan jumlah dolar yang ditukarkan menjadi mata uang
asing turun dari S1 – I ke S2 – I. Pergeseran ini meningkatkan kurs riil ekuilibrium
dari 1 ke 2.
2.3.2.2. Kebijakan fiskal luar negeri
Gambar 2.3. Dampak Kebijakan Fiskal Ekspansioner Luar Negeri terhadap Kurs Riil
Perubahan kebijakan fiskal ini akan mengurangi tabungan dunia dan
menaikkan tingkat bunga dunia. Kenaikan tingkat bunga dunia akan mengurangi
investasi domestik I, yang meningkatkan S – I dan NX, sehingga menyebabkan
NX1 NX2
Kurs riil,
NX(
1. kenaikan tingkat bunga dunia mengurangi investasi, yang
meningkatkan penawaran dolar
2…menyebabkan
kurs turun…
1
3… dan meningkatkan ekspor netto..
(46)
surplus perdagangan. Gambar di atas menunjukkan bahwa perubahan kebijakan ini
akan menggeser garis vertikal S – I ke kanan, meningkatkan persediaan dollar yang
diinvestasikan ke luar negeri. Kurs riil ekuilibrium akan turun. Dollar menjadi kurang
berharga, dan barang domestik menjadi relatif lebih murah terhadap
barang-barang luar negeri.
2.4. Pertumbuhan Mendorong Ekspor
Implikasi penemuan terhadap strategi perdagangan luar negeri, terutama
strategi promosi ekspor yang dianut oleh negara berkembang yaitu pengembangan
industri yang berorientasi ekspor dapat menimbulkan misallocation of resources, yang sama parahnya seperti yang terjadi dalam pengembangan industri substitusi
impor, bahkan lebih parah seandainya tidak secara tepat memperhitungkan domestic resources cost yang berkaitan dengan industri ekspor yang akan dikembangkan.
Akhirnya perlu dikemukakan di sini bahwa proses perkembangan ekonomi
yang jitu ialah proses perkembangan ekonomi yang mampu menimbulkan situasi
bahwa pertumbuhan mendorong ekspor, bukan sebaliknya. Ekspor merupakan ujung
proses pertumbuhan, bukan pangkalnya. Dengan kata lain, proses perkembangan
ekonomi yang jitu adalah proses perkembangan ekonomi yang mendukung hipotesis
pertumbuhan intern mendorong pertumbuhan ekspor atau mendukung internally generated export hypothesis (Halwani Hendra, 2005).
(47)
2.5. Investasi Asing Langsung (FDI)
Untuk keperluan statistik, istilah investasi asing kita gunakan definisi dari
IMF Balance of Payment Manual (edisi keempat), yang juga digunakan oleh Bank Indonesia. Definisi tersebut adalah: “investasi langsung mengacu pada investasi
untuk memperoleh manfaat yang cukup lama dalam kegiatan perusahaan dalam suatu
perekonomian di luar tempat penanaman modal tersebut, sementara tujuan
penanaman modal adalah untuk memperoleh pengaruh secara efektif dalam
pengelolaan perusahaan tersebut.” Istilah “manfaat yang cukup lama” tersebut
merupakan investasi yang pengelolaannya memerlukan sedikit pengawasan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun
yang berpatungan dengan peranan modal dalam negeri.
Salah satu ciri negara berkembang adalah “modal kurang” atau tabungan yang
rendah dan investasi yang rendah. Rata-rata investasi kotornya hanya mencapai 5%
sampai dengan 6% dari GNP, padahal untuk negara maju berkisar antara 25% sampai
dengan 20%. Laju pertumbuhan yang rendah ini sudah barang tentu tidak cukup
untuk menghadapi pertumbuhan penduduk mencapai 2-2,5% per tahun, apalagi untuk
investasi ke dalam proyek-proyek baru. Upaya memobilisasi tabungan domestik
melalui perpajakan dan pinjaman masyarakat tidak cukup untuk meningkatkan laju
(48)
daya konsumsi dan daya beli masyarakat, sehingga justru membuat masyarakat
menderita. Dalam hal ini kiranya PMA dapat membantu kekurangan tabungan
domestik melalui peralatan modal dan bahan mentah, sehingga menaikkan laju
tabungan marjinal dan laju pembentukan modal.
Demikian menurut Jhingan (1990), negara berkembang tidak sanggup
mengawali industri dasar dan industri kunci secara sendiri-sendiri. Sekali lagi melalui
modal asinglah mereka dapat mendirikan pabrik baja, alat-alat mesin, pabrik
elektronika berat dan kimia, dan lain-lain. Lebih dari itu, penggunaan modal asing
pada suatu industri akan dapat mendorong perusahaan setempat dengan mengurangi
biaya pada industri-industri lain yang dapat mengarah pada perluasan mata rantai
industri terkait lainnya. Dalam hal ini modal asing akan membantu
mengindustrialisasikannya.
Modal asing dapat membantu menekan laju inflasi sebagai akibat kesenjangan
antara penawaran dan permintaan. Di samping itu keuntungan lain dari pemanfaatan
modal asing adalah dapat membantu mengatasi kesulitan neraca pembayaran yang
dialami oleh negara berkembang akibat tidak serasinya antara ekspor dan impor.
Melalui modal asing negara berkembang dapat memenuhi semua keperluan impornya
pada saat yang sama menghindarkan kesulitan dalam neraca perdagangan dan
sekaligus menambah devisa untuk membayar utang luar negeri.
Investasi asing di Indonesia dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu investasi
portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio dilakukan melalui pasar modal
(49)
langsung dikenal dengan penanaman modal asing (PMA), merupakan bentuk
investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan.
Arus modal asing dalam bentuk investasi bisa investasi langsung atau jangka
panjang, yang disebut foreign direct investment (FDI) atau penanaman modal asing (PMA), atau investasi tidak langsung atau jangka pendek, yang umum disebut
investasi portofolio. Dalam hal PMA, dalam dua dekade belakangan ini semakin
banyak perusahaan-perusahaan yang berbasis di suatu negara melakukan investasi
jangka panjang di negara-negara lain, yang dilandasi oleh berbagai motivasi seperti
pasar yang luas dan ketersediaan sumber daya produksi di negara-negara tujuan
investasi. Perkembangan ini dengan sendirinya meningkatkan arus PMA antarnegara,
yang terefleksi dalam peningkatan pangsa dari PMA sebagai suatu persentase dari
investasi total dunia.
2.5.1. Jenis-jenis Penanaman Modal
2.5.1.1. Investasi langsung (direct investment)
Investasi langsung (Direct Investment) merupakan investasi yang melibatkan pihak investor secara langsung dalam operasional usaha yang akan dilaksanakan,
sehingga dinamika usaha yang menyangkut kebijakan perusahaan yang di tetapkan,
tujuan yang hendak dicapai, tidak lepas dari pihak yang berkepentingan (investor
asing). Investasi langsung, langsung diperjualbelikan di pasar uang (money market), pasar modal (capital market) dan pasar turunan (derivative market).
(50)
2.5.1.2. Investasi tidak langsung (portofolio)
Investasi tidak langsung (portofolio) merupakan investasi keuangan yang
dilakukan di luar negeri. Investor membeli uang atau ekuitas, dengan harapan
mendapat manfaat finansial dari investasi tersebut. Bentuk investasi portofolio yang
sering ditemui adalah pembelian obligasi/perusahaan asing, tanpa kontrol manajemen
di perusahaan investasi.
Secara lebih rinci, kategori tipe investasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Investasi langsung, merupakan kategori investasi internasional yang
mencerminkan tujuan penduduk suatu negara (direct investor) dalam memperoleh manfaat dalam jangka panjang pada suatu perusahaan yang
merupakan penduduk di negara lainnya (direct investment enterprise). Hubungan investasi langsung diantara direct investor dan direct investment enterprise dianggap ada jika direct investor memiliki minimal 10% saham perusahaan investasi langsung.
(2) Investasi portofolio, merupakan investasi pada saham dan surat utang (yang
tidak termasuk dalam investasi langsung dan cadangan devisa).
(3) Derivatif finansial, mencakup instrumen finansial yang dikaitkan dengan instrumen finansial tertentu, indikator, atau komoditas; dan melalui instrumen
finansial ini risiko, finansial tertentu (seperti risiko suku bunga dan nilai
tukar) dapat diperdagangkan di pasar finansial.
(4) Investasi lainnya merupakan kategori residual yang mencakup transaksi yang
(51)
derivatif finansial, atau cadangan devisa. Investasi lainnya meliputi utang
dagang, pinjaman, uang dan simpanan, dan aset/kewajiban finansial lainnya.
(5) Cadangan devisa mengacu pada aset finansial luar negeri yang tersedia bagi
dan di bawah kontrol otoritas moneter (Bank Indonesia) untuk membiayai
atau mengatur ketidakseimbangan pembayaran.
Klasifikasi utama untuk investasi langsung adalah arah investasi, yaitu
investasi langsung ke luar negeri (direct investment abroad) dan investasi langsung di Indonesia (direct investment in Indonesia). Selanjutnya dalam masing-masing arah investasi tersebut dicatat data aset dan kewajiban investasi asing langsung secara
terpisah. Investasi langsung Indonesia ke luar negeri merupakan selisih (netting) antara klaim investor langsung Indonesia dengan kewajibannya terhadap perusahaan
investasi langsungnya di luar negeri. Sementara investasi langsung di Indonesia
merupakan selisih antara kewajiban perusahaan investasi langsung di Indonesia
dengan klaimnya terhadap investor langsungnya di luar negeri. Untuk investasi
portofolio, derivatif finansial, dan investasi lainnya, klasifikasi utama didasarkan
pada aset dan kewajiban. Sementara untuk cadangan devisa hanya terdiri dari aset.
2.5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Asing Langsung
Arus modal yang berasal dari investasi asing langsung berubah ketika kondisi
disuatu negara mengubah keinginan perusahaan untuk menjalankan bisnis di negara
tersebut. Beberapa faktor umum yang mungkin mengubah daya tarik suatu negara
(52)
1. Perubahan Batasan. Suatu negara menurunkan batasan untuk investasi asing
langsung, karenanya membuka peluang untuk menambah investasi di negara
tersebut.
2. Privatisasi yaitu penjualan beberapa usaha mereka pada perusahaan atau investor
lain. Tren kearah privatisasi tidak diragukan lagi akan meningkatkan pasar global
yang lebih kompetitif.
3. Potensi pertumbuhan ekonomi. Negara yang memiliki potensi pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi akan lebih menarik investasi asing langsung karena
perusahaan yakin dapat memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi tersebut
dengan beroperasi di negara itu.
4. Tarif Pajak. Negara yang mengenakan tarif pajak relatif rendah atas laba
perusahaan akan lebih menarik investasi asing langsung. Saat menilai
kemungkinan melakuan investasi, perusahaan mengestimasi arus kas setelah
pajak yang dapat diperoleh dari investasi tersebut.
5. Nilai tukar yaitu perusahaan lebih suka melakukan investasi di negara yang mata
uangnya diperkirakan akan menguat dibandingkan mata uang investor.
2.6. Utang Luar Negeri
Sejak krisis utang luar negeri (ULN) dunia pada awal 1980-an, masalah utang
luar negeri yang dialami oleh banyak negara sedang berkembang (NSB) tidak
semakin baik. Banyak NSB semakin terjerumus ke dalam krisis ULN sampai
(53)
terhadap ekonomi mereka atas desakan dari Bank Dunia dan Dana Moneter
Internasional (IMF), sebagai syarat utama untuk mendapat pinjaman baru atau
pengurangan terhadap pinjaman lama (Tambunan, 2001).
Tingginya ULN dari banyak NSB disebabkan terutama oleh tiga jenis defisit:
defisit transaksi berjalan (TB) atau di dalam literatur umum disebut trade gap, yakni ekspor (X) lebih sedikit daripada impor (M), defisit investasi atau I-S gap, yakni dana yang dibutuhkan untuk membiayai investasi (I) di dalam negeri lebih besar daripada
tabungan nasional atau domestik (S), dan defisit fiskal (fiscal gap). Dari faktor-faktor, defisit TB sering disebut di dalam literatur sebagai penyebab utama membengkaknya
ULN dari banyak NSB. Besarnya defisit TB melebihi surplus neraca modal (CA)
(kalau saldonya memang positif) mengakibatkan defisit neraca pembayaran (BoP),
yang berarti juga cadangan devisa (CD) berkurang. Apabila saldo TB setiap tahun
negatif, maka CD dengan sendirinya akan habis jika tidak ada sumber-sumber lain
(misalnya modal investasi dari luar negeri), seperti yang dialami oleh negera-negara
paling miskin di benua Afrika. Padahal devisa sangat dibutuhkan terutama untuk
membiayai impor barang-barang modal dan pembantu untuk kebutuhan kegiatan
produksi di dalam negeri.
Defisit TB yang terjadi terus-menerus membuat banyak NSB harus tetap
bergantung pada pinjaman luar negeri (PLN), terutama negara-negara berkembang
yang kondisi ekonominya tidak menggairahkan investor-investor asing, sehingga sulit
bagi negara-negara tersebut untuk mensubstitusikan PLN dengan investasi, misalnya
(54)
Sejak pemerintahan Orde Baru hingga saat ini tingkat ketergantungan
Indonesia pada ULN tidak pernah menyusut, bahkan mengalami suatu akselerasi
yang pesat sejak krisis ekonomi 1997/98, karena pada periode tersebut pemerintah
Indonesia terpaksa membuat utang baru dalam jumlah yang besar dari IMF untuk
membiayai pemulihan ekonomi. Pada masa normal selama pemerintahan Soeharto,
ULN dibutuhkan terutama untuk membiayai defisit investasi, defisit TB, dan
beberapa komponen dari sisi pengeluaran di dalam APBN.
Ketiga defisit tersebut, yang berkaitan satu sama lainnya (Dornbusch, 1980),
dapat disederhanakan di dalam sebuah model yang terdiri atas beberapa persamaan
berikut:
TB (X-M) + F (2.16)
Di mana X = ekspor barang dan jasa, M = impor barang dan jasa, dan F = transfer
internasional atau arus modal masuk neto.
S – I = Sp + Sg – I = (Sp – I) + (T – G) (2.17)
di mana: S = tabungan, I = investasi atau pembentukan modal tetap bruto, Sp =
tabungan individu/rumah tangga dan perusahaan, Sg = tabungan pemerintah, T =
pendapatan pemerintah (pajak dan non pajak) dan G = pengeluaran pemerintah.
S = Sp + Sg (2.18)
Sg = T – G (2.19)
Ekonomi domestik dalam kondisi keseimbangan (saat permintaan agregat =
(55)
akumulasi aset luar negeri neto (X + F – M), maka identitas TB dapat ditulis sebagai
berikut.
S – I = X + F – M (2.20)
Atau (Sp – I + (T – G) = X – M (2.21)
Berdasarkan persamaan (1.2), surplus dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara atau APBN (yaitu T-G>0) dapat dianggap sebagai bagian dari surplus
tabungan – investasi (S-I>0), atau defisit anggaran pemerintah, atau fiscal gap (Ty
-G<0) adalah sebagian dari defisit S-I. Persamaan (1.5) menunjukkan bahwa surplus
TB (X-M>0) sama dengan surplus S-I di dalam negeri, yang memberi pengertian
bahwa defisit dalam cadangan devisa (CD) merupakan bentuk dari S dari luar negeri.
Persamaan (1.6) memperlihatkan bahwa surplus TB sama dengan perbedaan S swasta
yang melebihi I ditambah surplus APBN.
Arus modal masuk terdiri atas arus PLN atau ULN dan Investasi. Arus ULN
terdiri atas utang jangka panjang, ULNLR (lebih dari 1 tahun), dan utang jangka
pendek ULNSR (kurang dari atau hingga satu tahun). Arus investasi dari luar negeri
bisa dalam bentuk PMA (disebut investasi langsung atau jangka panjang) dan
investasi portofolio (disebut investasi tidak langsung atau jangka pendek). Perubahan
CD (R – R-1) dapat didefinisikan sebagai perubahan saldo TB ditambah perubahan
CA (Current Account) atau perubahan jumlah ULN dan arus investasi, atau: ULNLR + ULNSR + PMA + IP + TB = R – R-1 (2.22)
(56)
Apabila ULNLR diistilahkan sebagai persediaan (stok), sebut L, dan tidak ada
tunggakan (Alun, 1992), maka jumlah ULNLR pada tahun, misalnya 2003, adalah
perubahan stok pada tahun tersebut, atau:
L – L-1 = ULNLR (2.23)
maka dapat diperoleh:
(L – L-1) – (R – R-1) = -TB – ULNSR – PMA – IP (2.24)
Selain itu, perkembangan ULN dapat dianalisis melalui pendekatan
permintaan dan penawaran utang. Dasar teorinya adalah sebagai berikut: derajat
keterutangan luar negeri dari sebuah negara ditentukan oleh tingkat optimalisasi
dalam penggunaan dana yang ada oleh masyarakat di negara tersebut dengan
kesempatan yang ada untuk meminjam uang dari pasar internasional dan pilihan yang
ada antara mengonsumsi dan menanam modal (Alun, 1992). Selanjutnya berdasarkan
kerangka teori mikro mengenai model optimasi dua periode, analisis optimalisasi
dapat juga diterapkan pada tingkat makro. Analisis diawali dengan persamaan
mengenai identitas pendapatan.
Y = C + I + G + X – M (2.25)
Di mana Y = pendapatan nasional, dan C = konsumsi rumah tangga (variabel-variabel
lainnya telah dijelaskan di atas).
Seperti di dalam model optimasi, korelasi antara investasi (I) dan tingkat suku
bunga (r) adalah negatif: semakin tinggi tingkat suku bunga, semakin mahal biaya
alternatif dari investasi, semakin kecil nilai investasi, sedangkan relasi antara
(57)
variabel-variabel lainnya dari permintaan agregat tetap tidak berubah, semakin tinggi tingkat
pendapatan. Namun relasi antara investasi dan pendapatan (output agregat) bisa dua arah. Dari arah yang lain, semakin tinggi pendapatan, semakin besar kemampuan
negara bersangkutan melakukan investasi. Korelasi antara variabel r dan variabel Y
dengan variabel I dapat dirumuskan sebagai berikut.
I = i1Y – I2r (2.26)
Selanjutnya, dengan asumsi bahwa pengeluaran domestik (konsumsi dan
investasi) adalah suatu fungsi positif dari pendapatan, maka defisit APBN (G –T) dan
ULN neto:
A = a1Y + a2(G-T) + a3ULN (2.27)
atau relasinya bisa juga sebagai berikut:
ULN = b1Y + b2A + b3(G-T) (2.28)
Relasi dalam persamaan (2.13) dapat dijelaskan dengan suatu contoh sebagai
berikut. Kenaikan pendapatan dan selanjutnya belanja masyarakat cenderung
menaikkan impor, baik barang konsumsi maupun barang modal dan penolong (atau
umum disebut produk-produk antara) serta bahan baku untuk keperluan industri dan
kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya di dalam negeri. Dibanyak NB, impor selalu lebih
besar daripada ekspor, sehingga kenaikan impor cenderung menaikkan ULN.
Kenaikan defisit APBN juga cenderung meningkatkan arus ULN. Terkecuali jika
pemerintah tidak mempunyai akses ke pasar uang internasional atau bantuan dari
(58)
Menurut Sachs (1981, 1982) negara yang mempunyai masalah dalam
pelunasan ULN-nya cenderung untuk tidak menunda membayar utangnya karena
pilihan menunda akan menghadapi resiko gangguan dalam perdagangan internasional
dan arus modal masuk. Oleh karena itu, kenaikan dalam pelunasan utang (LS)
cenderung menaikkan ULN. Jadi, mengikuti Alun (1992), persamaan (2.13) menjadi:
ULN = c1Y + c2A + c3G + c4LS (2.29)
Selain variabel-variabel di atas, permintaan ULN juga ditentukan oleh tingkat
suku bunga di pasar uang internasional atau lebih tepatnya selisih (SP), yaitu margin
di atas LIBOR ( ). Jadi, persamaan permintaan ULN dari NB dapat ditulis sebagai
berikut.
ULNd = d1Y – d2X + d3M + d4G + d5LS – d6SP (2.30)
dan persamaan penawaran ULN ke NB:
ULNs = e1Y + e2X – e3M – e4G + e5LS + e6SP + e7PK (2.31)
Di mana PK adalah peringkat kredit negara bersangkutan.
Idealnya, jika sebuah negara telah mencapai suatu tingkat pembangunan
tertentu atau pada tahap “akhir” dari suatu proses pembangunan, ketergantungan
negara tersebut terhadap PLN akan lebih rendah dibandingkan pada saat negara itu
baru mulai membangun. Proksi yang umum digunakan untuk mengukur tingkat
pembangunan sebuah negara adalah tingkat pendapatan (atau PDB) dalam nilai riil
perkapita, sedangkan indikator-indikator makro yang umum digunakan untuk
(59)
misalnya rasio ULN – PDB, rasio ULN terhadap nilai total dari perdagangan luar
negeri (X + M) atau rasionya terhadap nilai ekspor.
2.7. Jumlah Uang Beredar 2.7.1. Konsep dan Pengertian
Jumlah Uang Beredar (JUB) adalah uang yang berada di tangan masyarakat.
Ada dua definisi JUB yang banya dipakai baik di Negara maju maupun Negara
Sedang Berkembang (NSB). Kedua definisi itu disusun berdasarkan dua pendekatan,
yaitu:
a. Pendekatan Transaksional (Transactional Approach)
Pendekatan ini memandang JUB yang dihitung merupakan jumlah uang yang
diperlukan untuk transaksi dengan pendekatan bahwa JUB yang dimaksud merupakan
jumlah uang dalam arti sempit (narrow money = M1). Di Indonesia, yang tergolong dalam M1 adalah uang kartal dan uang giral.
b. Pendekatan Likuiditas (Liquidity Approach)
JUB dalam pendekatan ini merupakan jumlah uang yang dibutuhkan untuk
transaksi ditambahkan dengan uang kuasa (quasy money). Dalam prakteknya, pendekatan ini digunakan untuk menghubungkan jumlah uang dalam arti luas (board money) yang dikenal sebagai M2 yang merupakan penjumlahan dari M1 dan uang kuasi. Uang kuasi merupakan simpanan valuta maupun valas milik penduduk pada
(1)
Null Hypothesis: D(FDI) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.170244 0.0199 Test critical values: 1% level -4.532598
5% level -3.673616
10% level -3.277364
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20
observations and may not be accurate for a sample size of 19
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(FDI,2)
Method: Least Squares Date: 06/01/10 Time: 08:43 Sample (adjusted): 1991 2009
Included observations: 19 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(FDI(-1)) -1.044574 0.250483 -4.170244 0.0007
C 2067.003 4390.660 0.470773 0.6442
@TREND(1989) -176.8565 357.0099 -0.495383 0.6271 R-squared 0.521452 Mean dependent var -214.9526 Adjusted R-squared 0.461633 S.D. dependent var 11588.99 S.E. of regression 8503.246 Akaike info criterion 21.07822 Sum squared resid 1.16E+09 Schwarz criterion 21.22734 Log likelihood -197.2431 F-statistic 8.717222 Durbin-Watson stat 1.998012 Prob(F-statistic) 0.002750
(2)
Null Hypothesis: D(ULN) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.838431 0.0370 Test critical values: 1% level -4.532598
5% level -3.673616
10% level -3.277364
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20
observations and may not be accurate for a sample size of 19
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(ULN,2)
Method: Least Squares Date: 06/01/10 Time: 08:44 Sample (adjusted): 1991 2009
Included observations: 19 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(ULN(-1)) -1.081023 0.281631 -3.838431 0.0015
C 5410.079 5746.141 0.941515 0.3604
@TREND(1989) 59.22196 439.9596 0.134608 0.8946 R-squared 0.489292 Mean dependent var 889.7368 Adjusted R-squared 0.425453 S.D. dependent var 13671.63 S.E. of regression 10362.94 Akaike info criterion 21.47380 Sum squared resid 1.72E+09 Schwarz criterion 21.62292 Log likelihood -201.0011 F-statistic 7.664515 Durbin-Watson stat 1.846466 Prob(F-statistic) 0.004628
(3)
Null Hypothesis: INF has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.626081 0.0078 Test critical values: 1% level -4.498307
5% level -3.658446
10% level -3.268973
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INF)
Method: Least Squares Date: 06/01/10 Time: 08:45 Sample (adjusted): 1990 2009
Included observations: 20 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. INF(-1) -1.117232 0.241507 -4.626081 0.0002
C 15.16949 8.210127 1.847656 0.0821
@TREND(1989) -0.185243 0.644285 -0.287517 0.7772 R-squared 0.558708 Mean dependent var -0.160000 Adjusted R-squared 0.506791 S.D. dependent var 23.65559 S.E. of regression 16.61304 Akaike info criterion 8.595735 Sum squared resid 4691.885 Schwarz criterion 8.745094 Log likelihood -82.95735 F-statistic 10.76161 Durbin-Watson stat 2.022894 Prob(F-statistic) 0.000955
(4)
Null Hypothesis: D(JUB,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.774724 0.0000 Test critical values: 1% level -4.571559
5% level -3.690814
10% level -3.286909
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20
observations and may not be accurate for a sample size of 18
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JUB,3)
Method: Least Squares Date: 06/01/10 Time: 08:46 Sample (adjusted): 1992 2009
Included observations: 18 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(JUB(-1),2) -1.601776 0.206024 -7.774724 0.0000
C -1919.939 35854.22 -0.053548 0.9580
@TREND(1989) 1965.679 2856.696 0.688095 0.5019 R-squared 0.801228 Mean dependent var 1575.111 Adjusted R-squared 0.774725 S.D. dependent var 131745.6 S.E. of regression 62530.55 Akaike info criterion 25.07571 Sum squared resid 5.87E+10 Schwarz criterion 25.22411 Log likelihood -222.6814 F-statistic 30.23174 Durbin-Watson stat 2.015387 Prob(F-statistic) 0.000005
(5)
Null Hypothesis: R has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.185845 0.0184 Test critical values: 1% level -4.498307
5% level -3.658446
10% level -3.268973
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(R)
Method: Least Squares Date: 06/01/10 Time: 08:46 Sample (adjusted): 1990 2009
Included observations: 20 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. R(-1) -1.015410 0.242582 -4.185845 0.0006
C 19.28579 5.407926 3.566208 0.0024
@TREND(1989) -0.500524 0.270498 -1.850379 0.0817 R-squared 0.509437 Mean dependent var -0.452000 Adjusted R-squared 0.451724 S.D. dependent var 8.785748 S.E. of regression 6.505465 Akaike info criterion 6.720643 Sum squared resid 719.4583 Schwarz criterion 6.870003 Log likelihood -64.20643 F-statistic 8.827040 Durbin-Watson stat 1.975863 Prob(F-statistic) 0.002349
(6)
Full Hypothesis: D(PDB,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.241459 0.0029 Test critical values: 1% level -4.571559
5% level -3.690814
10% level -3.286909
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20
observations and may not be accurate for a sample size of 18
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDB,3)
Method: Least Squares Date: 06/01/10 Time: 08:47 Sample (adjusted): 1992 2009
Included observations: 18 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(PDB(-1),2) -1.297288 0.247505 -5.241459 0.0001
C -13344.00 49068.43 -0.271947 0.7894
@TREND(1989) 1299.566 3894.641 0.333680 0.7432 R-squared 0.646899 Mean dependent var -1503.111 Adjusted R-squared 0.599819 S.D. dependent var 135074.7 S.E. of regression 85448.11 Akaike info criterion 25.70022 Sum squared resid 1.10E+11 Schwarz criterion 25.84861 Log likelihood -228.3020 F-statistic 13.74037 Durbin-Watson stat 2.188984 Prob(F-statistic) 0.000407