Partisipasi Politik Landasan Teori

18 dikenal dari garis keturunan ayah. 7 Dalam proses berikutnya, pandangan manusia mengenai hak milik diperluas. Bukan hanya hak milik atas barang-barang, tetapi juga hak untuk mengambil keputusan dalam kehidupan. Pada waktu yang sama, maka terjadilah perampasan hak perempuan dalam hal pengambilan keputusan. 8 Sesuai dengan istilah partisipasi, maka partisipasi berarti keikutsertaan warga negara biasa yang tidak mempunyai kewenangan dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik berupa kebijakan publik. Perjalanan budaya patriarki makin kuat dan mantap, ketika terjadi perubahan sosial ke masyarakat feodal. Kemudian masyarakat ini berkembang menjadi masyarakat kapitalis dan kemudian dikunci dengan sistem militerisme. Akibat perubahan sosial itu, dalam masyarakat terdapat pandangan bahwa norma manusia yang dianggap benar apabila dipandang dari sudut laki-laki. Semua ini berlaku di berbagai aspek kehidupan, sosial, ekonomi, politik, kebudayaan bahkan agama. Keadaan inilah yang melahirkan segala macam diskriminasi terhadap perempuan, walaupun akibatnya mengenai laki-laki juga.

1.5.3. Partisipasi Politik

9 Di pihak lain, Budiarjo secara umum mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta dan aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah. 10 7 A. Nunuk Muniarti, op. cit., hal. 79. 8 Ibid. 9 Agustino, Leo, Perihal Ilmu Politik, [Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007], hal. 58. 10 Budiarjo, Miriam, Partisipasi dan Partai Politik, [Jakarta: PT Gramedia, 1982], hal. 1. Universitas Sumatera Utara 19 Partisipasi politik perlu dibedakan dengan perilaku politik, meskipun partisipasi politik merupakan perilaku politik, akan tetapi perilaku politik belum tentu merupakan partisipasi politik. Kegiatan yang termasuk dalam pengertian partisipasi politik mencakupi hal-hal sebagai berikut: 1. Partisipasi politik terwujud sebagai kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat diamati dan bukan berupa sikap dan orientasi. 2. Kegiatan itu diarahkan untuk mempenagruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. 3. Kegiatan yang berhasil maupun yang gagal dalam mempengaruhi keputusan politik pemerintah termasuk dalam partisipasi politik. 4. Kegiatan mempengaruhi politik pemerintah dapat dilakukan secara langsung tanpa perantara, dan secara tidak langsung. 5. Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan melalui prosedur yang wajar tanpa kekerasan, dan dengan cara-cara yang tidak wajar. 6. kegiatan individu untuk mempengaruhi pemerintah ada yang dilakukan atas dasar kesadaran sendiri dan atas desakan atau paksaan dari pihak lain. Partisipasi politik dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Partisipasi sebagai kegiatan dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu partisipasi aktif dan partisipasi pasif. 11 11 Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmi Politik, [Jakarta: PT Gramedia, 1992], hal.142. Universitas Sumatera Utara 20 Partisipasi aktif mencakupi kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan dan ikut serta dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan. Di pihak lain partisipasi pasif antara lain berupa kegiatan mentaati peraturanperintah, menerima dan melaksanakan begitu saja keputusan pemerintah. 12 Sementara itu Milbrath dan Goel membedakan partisipasi menjadi beberapa kategori. 13 Partisipasi politik berdasarkan sifatnya juga dapat dibedakan menjadi partisipasi yang bersifat sukarela otonom dan atas desakan orang lain dimobilisasi. Nelsom membedakannya dengan dua sifat, yaitu “autonomous participation” partisipasi otonom dan “mobilized participation” partisipasi yang dimobilisasikan. Sementara berdasarkan jumlah pelakunya partisipasi politik dapat dikategorikan menjadi dua, yakni partisipasi individual dan partisipasi kolektif. Kategori pertama adalah apatis, yaitu orang yang menarik diri dari proses politik. Kedua adalah spektator. Kategori kedua ini berupa orang yang setidak-tidaknya pernah ikut dalam pemilihan umum. Ketiga gladiator, yaitu orang-orang yang secara aktif terlibat dalam proses politik, yakni sebagai komunikator dengan tugas khusus mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye, serta aktivis masyarakat. Keempat pengkritik yaitu orang- orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak konvensional. 12 Sastroatmodjo, Sudijono, Perilaku Politik, [Semarang: IKIP Semarang Press, 1995], hal.74. 13 Surbakti, Ramlan, op. cit., hal.43. Universitas Sumatera Utara 21 Pemberian suara dalam kegiatan pemilihan umum merupakan bentuk partisipasi politik yang terbiasa, yang seringkali lebih luas dibandingkan dengan partisipasi politik yang lain. Tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang dipengaruhi oleh dua variabel penting, yakni kesadaran politik seseorang dan kepercayaan politik terhadap pemerintah. 14 14 Sastroatmodjo, Sudijono, op. cit., hal 91. Aspek kesadaran politik seseorang meliputi kesadaran terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara baik hak-hak politik, hak ekonomi, maupun hak-hak mendapat jaminan sosial dan hukum. Selain itu, kesadaran warga negara terhadap kewajibannya dalam sistem politik, kehidupan sosial dan kewajiban lain ikut memberikan pengaruh terhadap tinggi rendahnya partisipasi seseorang dalam politik. Faktor pertama itu sebenarnya juga menyangkut seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang akan lingkungan masyarakat dan politik di sekitarnya dan menyangkut minat dan perhatiannya terhadap lingkungannya. Faktor kedua menyangkut bagaimanakah penilaian, dan apresiasinya terhadap pemerintah, baik terhadap kebijakan-kebijakan maupun terhadap pelaksanaan pemerintahannya. Penilaian itu merupakan rangkaian dari kepercayaannya baik yang menyangkut apakah pemerintah itu dapat dipercaya atau tidak maupun apakah pemerintah dapat dipengaruhi atau tidak. Artinya, apabila pemerintah dipandang tidak dapat dipengaruhi dalam proses pengambilan keputusan politik untuk berpartisipasi secara aktif baginya merupakan hal yang sia-sia. Universitas Sumatera Utara 22 Status sosial dan status ekonomi juga terkadang memiliki kontribusi yang penting dalam mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik. Kedudukan sosial tertentu, misalnya orang yang memiliki jabatan atau keduduka n yang tinggi dalam masyarakat, akan memiliki tingkat partisipasi politik yang cenderung lebih tinggi daripada orang yang hanya memiliki kedudukan sosial yang rendah. Demikian pula dalam kaitannya dengan status ekonomi, seseorang yang memiliki status ekonomi tinggi dipandang lebih cenderung untuk berpartisipasi politik secara aktif, dibandingkan dengan yang statusnya lebih rendah. variabel lainnya ialah afiliasi politik orang tuanya dan pengalaman-pengalaman organisasi yang dimilikinya. Seringkali, afiliasi politik orang tua memiliki pengaruh yang besar terhadap aktif tidaknya seseorang dalam politik. Kesadaran politik nantinya akan mempengaruhi partisipasi yang akan ditunjukkan oleh seseorang. Tingkat kesadaran politik yang tinggi yang diikuti dengan tingginya kepercayaan pada sistem yang ada akan menghasilkan suatu partisipasi politik yang aktif. Sementara di sisi lain apabila tingkat kesadaran politik tinggi namun kepercayaan akan sistem yang ada rendah maka partisipasi yang terjadi adalah partisipasi pasif tertekan dan apabila tingkat kesadaran politik masyarakat sangat rendah sementara kepercayaan sistem politik sangat tinggi maka terjadilah kategori kesadaran politik pasif. Universitas Sumatera Utara 23

1.5.4. Perilaku Politik

Dokumen yang terkait

Pengaruh Program Simpan Pinjam Perempuan Terhadap Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga ( Studi Kasus Pada PNPM-MP Kelompok SPP ) Di Desa Sinonoan Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal

2 61 114

Kinerja Lembaga Legislatif Perempuan Dalam Merespon Kepentingan Perempuan (Studi Kasus DPRD Provinsi Sumatera Utara 2009-2010)

15 83 85

Sikap Politik Calon Legislatif Perempuan Nomor Urut Satu Terhadap Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.22 & 24/PUU-VI/2008 (Studi Pada Calon Legislatif Perempuan DPRD Kota Medan) Tentang Suara Terbanyak.

0 23 109

Perempuan dan Politik (Studi Penetapan Kuota 30% Calon Anggota Legislatif Perempuan oleh PNI Marhaenisme dan Partai Sarikat Indonesia di Kota Medan).

0 14 91

Strategi Pemenangan Calon Anggota Legislatif Perempuan Pada Pemilu Legislatif 2009 (Studi Pada : Caleg Perempuan Terpilih Pada DPRD Kota Medan).

1 40 121

Partisipasi Calon Legislatif Perempuan di Sumatera Utara pada Pemilu 2009

0 28 95

Pemahaman Pemilih Perempuan Di Dalam Mencermati Dan Memilih Calon Legislative Tingkat II Kabupaten Madina Terkait Dengan Permasalahan Perempuan (Studi Deskriptif: Pemilih Perempuan di Desa Gunung Tua Raya Kabupaten Mandailing Natal pada Pemilu Legislatif

2 26 73

Peranan Relawan Demokrasi Terhadap Partisipasi Pemilih Pada Pemilu Legislatif 2014 Di Kabupaten Deli Serdang

1 40 96

Pemilih Di Kabupaten Kerinci. 1.2 Permasalahan Penelitian

0 0 21

Pengaruh Budaya Patriarki Terhadap Partisipasi Politik Perempuan di DPRD pada Pemilu Legislatif Kabupaten Nias Tahun 2014 I.IDENTITAS RESPONDEN

0 0 22