Kerangka Teori Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

Sepanjang yang penulis ketahui belum pernah ada tulisan tentang topik yang sama. Dengan demikian penelitian ini betul asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan terbuka untuk dikritisasi yang sifatnya konstruktif sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

a. Kerangka Teori

Di dalam melakukan penelitian diperlukan adanya kerangka teori sebagai pijakan atau dasar bagi penulis dalam melakukan analisa terhadap permasalahan yang diambil sebagaimana dikemukakan oleh Ronny H. sumitro bahwa untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian harus selalu disertai pemikiran teoritis. Adapun kerangka teori yang dipergunakan adalah Sistem Peradilan Pidana dan teori tujuan pemidanaan. Sistem Peradilan Pidana untuk selanjutnya disingkat dengan SPP. Istilah SPP kini menjadi istilah yang menunjukkan mekanisme kinerja masing-masing sub sistem SPP dalam penanggulangan kejahatan dengan mempergunakan dasar pendekatan system. 10 pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Pariaman Saragih : Pencegahan Tindak Kekerasan Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan Di Rutan Klas I Medan, 2009. Tujuan SPP dapat dirumuskan 11 : a. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan; b. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana; dan c. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya. Mardjono mengemukakan bahwa 4 empat komponen dalam SPP Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan, diharapkan dapat bekerja sama dan dapat membentuk suatu Integrated Criminal Justice System. Apabila keterpaduan dalam bekerja system tidak dilakukan, diperkirakan akan terdapat kerugian sebagai berikut : 1. Kesukaran dalam menilai sendiri keberhasilan atau kegagalan masing- masing instansi, sehubungan dengan tugas mereka bersama ; 2. Kesulitan dalam memecahkan sendiri masalah-masalah pokok masing- masing instansi sebagai sub sistem dari sistem peradilan pidana ; dan 3. Karena tanggung jawab masing-masing instansi sering kurang jelas terbagi maka setiap instansi tidak terlalu memperhatikan efektifitas menyeluruh dari SPP. 12 11 Anastasia Reni Widyastuti, Perbandingan Sistem Peradilan, Medan: Penerbit Unika St. Thomas, 2003, hlm. 15. 12 Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Peran Penegak Hukum melawan kejahatan, dikutip dari Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, 1994, hlm. 84-85 11 pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Pariaman Saragih : Pencegahan Tindak Kekerasan Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan Di Rutan Klas I Medan, 2009. Menurut Muladi, Sistem Peradilan Pidana merupakan suatu jaringan net work peradilan yang menggunakan hukum pidana material, hukum pidaan formil, maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun kelembagaan ini, harus dilihat dalam konteks sosial, sifat yang terlalu formal jika dilandasi hanya untuk kepentingan kepastian hukum saja akan membawa bencana berupa ketidak adilan. 13 Komponen SPP, yang lazim diakui baik dalam pengetahuan, mengenai kebijakan pidana maupun dalam lingkup praktek penegakan hukum, terdiri atas unsur Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan LAPAS. Namun demikian, apabila SPP, dilihat dari sebagai salah satu pendukung atau instrument dari suatu kebijakan kriminal maka unsur yang terkandung di dalamnya termasuk juga pembuat undang-undang sebagaimana dikemukakan oleh Nugel. Hukum Pidana objektif berisi tentang berbagai macam perbuatan yang dilarang yang terhadap perbuatan –perbuatan itu telah ditetapkan ancaman pidana kepada barang siapa yang melakukannya. Sanksi pidana yang telah ditetapkan dalam undang-undang tersebut kemudian oleh Negara dijatuhkan dan dijalankan pada pelaku perbuatan. hak dan kekuasaan Negara yang demikian merupakan sesuatu kekuasaan yang sangat besar yang harus dicari dan diterangkan dasar-dasar pijakannya. Pada dasarnya, tindakan pemidanaan Penahanan dan pemenjaraan adalah upaya paksa terhadap 13 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang : Penerbit UNDIP, 1995, hlm.1-2 12 pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Pariaman Saragih : Pencegahan Tindak Kekerasan Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan Di Rutan Klas I Medan, 2009. seseorang yang bertentangan dengan hak asasi manusia, namun karena dijamin oleh peraturan perundang-undangan, maka tindakan itu sah menurut hukum. rutan dalam hal ini, berfungsi sebagai tempat pelaksanaan “υπαψα paksa “ τερσεβυτ. Σεβαγαι τεmπατ διλακυκαννψα πεmιδανααν, rutan melaksanakan fungsinya berdasarkan teori pemidanaan yang berlaku. 14 Mengenai teori-teori pemidanaan berhubungan langsung dengan pengertian hukum pidana subjektif tersebut. Teori-teori ini mencari dan menerangkan tentang dasar dari hak Negara dalam menjatuhkan dan menjalankan pidana tersebut. 15 Ada berbagai macam pendapat mengenai teori pemidanaan. Namun yang banyak itu dapat dikelompokkan dalam 3 tiga golongan besar yaitu : 1. Teori absolute atau teori pembalasan 2. Teori relatif atau teori tujuan 3. Teori gabungan. Ad. 1 Teori absolute atau teori pembalasan Dasar pijakan dari teori ini adalah pembalasan,. Inilah dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan hukum pribadi masyarakat atau 14 Warta Pemasyarakatan Nomor: 24 Tahun VII, Jakarta : Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Maret, 2007, hlm19 15 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005, hlm.156 13 pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Pariaman Saragih : Pencegahan Tindak Kekerasan Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan Di Rutan Klas I Medan, 2009. Negara yang telah dilindungi. Oleh karena itu, ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya. Penjatuhan pidana yang pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain. Ad.2 Teori relatif atau teori tujuan Teori relatif atau teori tujuan berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib hukum di dalam masyarakat. Tujuan pidana adalah tata tertib masyarakat dan menegakkan tata tertib itu diperlukan pidana. Pidana adalah alat untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan dengan tujuan agar tata tertib masyarakat tetap terpelihara. Ad. 3 Teori gabungan. Teori gabungaan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas perwarga binaan pemasyarakatan tata tertib masyarakat. Dengan kata lain 2 dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu sebagai berikut : 1. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan tetapi pembalasan itu tidak boleh melampaui batas apa yang perlu dan cukup untuk dapat dipertahankannya tata tertib masyarakat. 14 pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Pariaman Saragih : Pencegahan Tindak Kekerasan Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan Di Rutan Klas I Medan, 2009. 2. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat dari perbuatan yang dilakukan terpidana 16 Sebagaimana kita ketahui, teori pemidanaan dari masa ke masa mengalami perubahan. Pada jaman dahulu, pidana dijatuhkan dengan tujuan pembalasan. Keadilan masyarakat dicapai melalui pembalasan yang setimpal, mata dibalas dengan mata, dan gigi dibalas dengan gigi an eye for an eye, and a tooth for a tooth : mozaik doctrin. Pada masa kemudian, di samping masih menganut teori pembalasan, tujuan pemidanaan berkembang dalam bentuk penjeraan deterrence, baik yang ditujukan kepada si pelaku special deterrence maupun kepada anggota masyarakat general. Pecah kulit, atau diikat dan ditarik dengan beberapa kuda dari semua arah, di samping juga pengurungan dalam sel, merupakan bagian dari penjeraan seseorang. Maksud mendapatakan rasa keadilan si korban dan masyarakat pada kedua jaman tersebut dilakukan melalui perlakuan fisik kekerasan, yang lebih cenderung termasuk kategori penyiksaan. Pada masa selanjutnya sudah tidak lagi berorientasi kepada tujuan pembalasan penjeraan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, tujuan pemidanaan berubah pada orientasi rehabilitasi 16 Schravendijk, Buku Pelajaran Tentang Hukum Pidana Indonesia, Jakarta : Groningen, 1955, hlm. 218 15 pdf M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se Ge t you r s n ow “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobes A.Sar r as - USA Pariaman Saragih : Pencegahan Tindak Kekerasan Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan Di Rutan Klas I Medan, 2009. perbaikan, penyembuhan, namun masih dipandang berorientasi pada individu dengan mengesampingkan kepentingan masyarakat secara umum. Oleh karenanya, pada masa kini pemidanaan diarahkan lebih pada tata perlakuan yang bertujuan bukan saja agar para terpidana bertobat dan tidak melakukan tindak pidana lagi, melainkan juga melindungi masyarakat dari tindak kejahatan. Tata perlakuan ini dilaksanakan berdasarkan Sistem Pemasyarakatan yang berlaku sejak 27 April 1964. 17

b. Kerangka Konsep