strategi yang tepat untuk mewujudkan Kuta Lombok menjadi destinasi pariwisata yang berdaya saing tinggi.
2.3 Landasan Teori
Dalam mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan penelitian poensi dan pengembangan objek wisata Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata
diperlukan teori yang ada relevansinya dengan penelitian tersebut, adapun teori yang diperlukan dalam penelitian ini adalah teori perencanaan.
2.3.1 Tinjauan Tentang Siklus Hidup Desinasi
Siklus hidup destinasi terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap pengenalan introduction hingga peremajaan rejuvenation. Richardson dan Fluker
2004:51 mengemukakan bahwa; “A model that characterises each stage in the lifecycle of a destination and
destination areas and resort area including introduction, growth, maturity, and decline and or rejuvenation”
Destinasi berjalan menurut siklus evolusi yang terdiri dari tahap pengenalan introduction, pertumbuhan growth, pendewasaan maturity, penurunan
decline dan atau peremajaan rejuvenation. Tujuan utama dari penggunaan model siklus hidup destinasi destination lifecycle model adalah sebagai alat
untuk memahami evolusi dari produk dan destinasi pariwisata sekaligus untuk mengetahui tahapan pengembangan destinasi pariwisata itu sendiri.
Butler 1980 mengemukakan bahwa terdapat 6 enam tahapan pengembangan pariwisata yang membawa implikasi serta dampak yang berbeda
terhadap pariwisata sebagai berikut: 1
Tahap Explorasi , pertumbuhan spontan dan penjajakan Exploration
Pada tahap ini jumlah wisatawan masih relatif kecil. Mereka cenderung dihadapkan pada kondisi alam yang masih alami dan budaya masyarakat
yang masih alami pada daerah tujuan wisata. Atraksi wisata belum berubah dan kontak masyarkat relative tinggi.
2 Tahap Keterlibatan Involment
Pada tahap ini mulai adanya inisiatif masyarakat lokal untuk menyediakan fasilitas wisata, kemudian promosi daerah wisata dimulai yang dibantu
oleh pemerintah derah setempat. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah kunjungan wisatawan.
3 Tahap Pengembangan dan Pembangunan Development
Pada tahap ini jumlah kunjungan wisatawan meningkat tajam, pada musim puncak wisatawan biasanya menyamai bahkan melebihi jumlah penduduk
lokal. Investor luar berdatangan memperbaharui fasilitas. sejalan dengan meningkatnya jumlah dan pupularitas daerah wisata, masalah-masalah
rusaknya fasilitas mulai terjadi. Perencanaan dan kontrol secara nasional dan regional dibutuhkan , bukan hanya untuk memecahkan masalah yang
terjadi, tetapi juga untuk pemasaran internasional. 4
Tahap Konsolidasi Consolidation Pada tahap ini tingkat pertumbuhan wisatawan mulai menurun, wlaupun
total jumlah wisatawan masih relative meningkat. Daerah pariwisata belum berpengalaman mengatasi masalah dan kecendrungan terjadinya
monopoli yang sangat kuat.
5 Tahap Ketidakstabilan Stagnation
Pada tahap ini jumlah wisatawan yang datang pada puncaknya, wisatawan sudah tidak mampu lagi dilayani oleh daerah tujuan wisata. Ini didasari
bahawa kunjungan ulang wisatawan dan pemamfaatan bisnis dan komponen-komponen
pendukungnya adalah
dibutuhkan untuk
mempertahankan jumlah wisatawan yang berkunjung. Daerah tujuan wisata mungkin mengalami masalah-masalah lingkungan, sosial dan
budaya serta ekonomi. 6
Tahap Penurunan Kualitas Decline dan Kelahiran Baru Rejuvenation Pada tahap Decline, pengunjung kehilangan daerah tujuan wisata yang
diketahui semula menjadi “resort” baru. Resort menjadi tergantung pada
sebuah daerah tangkapan secara geografi lebih kecil untuk perjalanan harian dan kunjungan berakhir pekan. Kepemilikan berpeluang kuat untuk
berubah dan fasilitas –fasilitas pariwisata, seperti akomodasi dan akan
berubah pemamfaatanya. Akhirnya pengambilan kebijakan mengakui tingkatan ini dan memutuskan untuk dikembangkan sebagai”kelahiran
baru”. Selanjutnya terjadinya kebijaksanaan baru dalam berbagai bidang, seperti pemafaatan, pemasaran, saluran distribusi dan meninjau kembali
posisi daerah tujuan wisata destinasi pariwisata tersebut.
Gambar; A Tourism Area Cycle Of Evolution Sumber: Butler, 1980
Selain itu, sebagai penjelasan tambahan dalam siklus hidup destinasi
sebagaimana yang dikemukakan oleh Butler 1980 dalam siklus hidup destinasi destination life cycle, pada siklus ke-6 enam yaitu tahap yang disebut juga
sebagai tahap Post-stagnation selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi 2 lagi yaitu; tahap Decline dan Rejuvenation Pitana dan Diarta, 2009: 132-133.
Pada tahap Decline, wisatawan tertarik dengan destinasi lain yang baru. Fasilitas pariwisata digantikan oleh fasilitas non-pariwisata. Atraksi wisata
menjadi semakin kurang menarik dan fasilitas pariwisata menjadi kurang bermanfaat. Keterlibatan masyarakat lokal mungkin meningkat seiring penurunan
harga fasilitas pariwisata dan penurunan pasar wisatawan. Daerah destinasi menjadi terdegradasi kualitasnya, kumuh dan fasilitasnya tidak berfungsi
sebagaimana mestinya sebagai penunjang aktivitas pariwisata. Sedangkan pada tahap Rejuvenation, terjadi perubahan dramatis dalam
penggunaan dan pemanfaatan sumber daya pariwisata. Terjadi penciptaan
seperangkat atraksi wisata artifisial baru atau penggunaan sumber daya alam yang tidak tereksploitasi sebelumnya.
Berdasarkan beberapa tahapan siklus hidup destinas tersebut destination life cycle posisi Kuta Lombok berada pada tahap keterlibatan involment artinya
bahwa kepariwisataan di Kuta Lombok masih belum berkembang. Pada keterlibatan tersebut ditandai dengan adanya inisiatif masyarakat lokal untuk
menyediakan fasilitas pariwisata dan adanya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan meskipun hal tersebut tidak signifikan.
2.3.2 Tinjaun Tentang Teori Perencanaan