10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kedelai
Menurut Adisarwanto 2005 kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM, tanaman kedelai
tersebar ke berbagai tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia dan Amerika. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Famili : Leguminosae
Genus : Glycine
Spesies : Glycine max L. Merrill
2.2 Tahu
Tahu adalah gumpalan protein biji kedelai yang diperoleh dari hasil penyarian biji kedelai yang telah digiling dengan penambahan air. Penggumpalan
protein dilakukan dengan cara penambahan cairan biang atau garam-garam kalsium, misalnya kalsium sulfat yang dikenal dengan nama batu tahu atau sioko.
Tahu juga dikenal sebagai makanan rakyat karena harganya yang murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat dapat dibuat bermacam-macam produk turunan, antara
lain tahu goreng, tahu isi, stik tahu dan sebagainya Sarwono dan Pieter, 2001.
11 Tahu putih berupa tahu cina, teksturnya lebih padat, halus, kenyal
dibandingkan dengan tahu yang lain, ukurannya sekitar 12 cm x 8 cm dan ukuran bobot tahu relatif seragam karena proses pembuatannya dicetak dengan
menggunakan papan kayu Sarwono dan Pieter, 2001. Tahu kuning berupa tahu takwa khas Kediri, Jawa Timur dan mirip dengan
tahu putih, bentuknya tipis dan lebar, kalau dipijit tahunya terasa padat. Tahu ini banyak digunakan dalam masakan cina, dijual dan disimpan dalam keadaan kering
tanpa perlu direndam air seperti tahu putih Sarwono dan Pieter, 2001.
2.2.1 Komposisi Gizi Tahu
Komposisi gizi tahu per 100 g, dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi gizi tahu per 100 g
Kandungan Gizi Jumlah
Energi Kal Protein g
Lemak g Kalsium mg
Air g 68
7,8 4,6
124 84,8
Sumber: Khomsan dan Anwar 2008
2.2.2 Proses Pembuatan Tahu
Menurut Adisarwanto 2005 proses pembuatan tahu yang dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Sortasi biji
Biji-biji kedelai yang akan diproses menjadi tahu harus disortir terlebih dahulu agar tahu yang diproduksi mempunyai kualitas yang baik.
12 b.
Pencucian dan Perendaman Biji-biji kedelai hasil sortiran dimasukkan ke dalam bak atau ember, kemudian
dicuci hingga bersih, pencucian disarankan menggunakan air yang mengalir. Perendaman biji kedelai dilakukan di dalam bak semen selama 6 – 12 jam,
tujuannya agar biji kedelai menjadi lunak dan kulit arinya mudah terkelupas. c.
Pengupasan kulit ari biji kedelai Proses pengupasan kulit ari dapat dilakukan secara manual menggunakan
tangan dengan cara diremas-remas. Selain itu, bisa juga menggunakan alat pengupas kulit ari. Hasil pengupasan biji kedelai berupa keping-keping biji
kedelai. d.
Penggilingan Penggilingan dilakukan dengan alat penggiling yang telah ditambahkan air
panas agar enzim lipoksigenase penyebab bau langu tidak aktif. Hasil gilingan berupa bubur putih.
e. Pendidihan
Bubur putih hasil penggilingan dimasukkan dalam wajan besar dan dipanaskan dengan api sampai mendidih, besarnya api harus tetap stabil.
Adonan dalam tungku tersebut perlu diaduk-aduk agar tidak timbul busa. Lama periode pendidihan sekitar 15 – 30 menit.
f. Penyaringan dan Penggumpalan
Penyaringan bubur kedelai dilakukan dengan kotak kayu yang dilengkapi dengan papan kayu dan kain blacu atau mori kasar. Papan kayu ini ditekan
sekuat tenaga sehingga semua air yang berada di dalam bubur kedelai terperas
13 keluar. Penyaringan ini dapat diulangi beberapa kali agar diperoleh sari bubur
kedelai yang terbaik. Kalsium sulfat batu tahu atau asam cuka ditambahkan ke dalam sari bubur kedelai yang diperoleh agar terbentuk gumpalan tahu dan
siap dikonsumsi atau dijual. Proses pengolahan tahu kuning pada prinsipnya sama dengan tahu putih,
warna kuning dikarenakan sepuhan atau larutan sari kunyit, sebelum dipasarkan tahu kuning dimasak atau dicelup beberapa menit dalam air kunyit mendidih
sehingga warnanya menjadi kuning Sarwono dan Pieter, 2001.
2.2.3 Persyaratan Mutu Tahu
Persyaratan mutu pada tahu, dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Persyaratan mutu tahu
No. Jenis Uji
Satuan Persyaratan
1. 1.1
1.2 1.3
1.4 Keadaan:
Bau Rasa
Warna Penampakan
normal normal
putih normal atau kuning normal normal tidak berlendir dan tidak
berjamur 2.
Abu bb
maks. 1,0 3.
Protein bb
min. 9,0 4.
Lemak bb
min 0,5 5.
Serat kasar bb
maks 0,1 6.
Bahan tambahan makanan
bb sesuai SNI 01-0222-M dan
Peraturan Men.Kes No 722Men.KesPerIX1988
7. 7.1
7.2 7.3
7.4 7.5
Cemaran logam: Timbal Pb
Tembaga Cu Seng Zn
Timah Sn Raksa Hg
mgkg mgkg
mgkg mgkg
mgkg maks. 2,0
maks. 30,0 maks. 40,0
maks. 40,0250,0 maks. 0,03
8. Cemaran arsen As
mgkg maks. 1,0
9. 9.1
9.2 Cemaran mikroba:
Escherichia coli Salmonella
APMg 25g
maks. 10 negative
Sumber: SNI 01-3142-1998
14
2.2.4 Manfaat Tahu
Tahu yang kaya akan protein dan asam amino sangat baik untuk pembentukan, pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh, pembentukan antibodi
dan meningkatkan kecerdasan anak, bermanfaat mencegah penyakit jantung, stroke, alzheimer pikun dan pembentukan sel darah merah Anggraini dan
Surbakti, 2008.
2.3 Protein
Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang utama atau yang didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia Belanda.
Gerardus Mulder 1802 – 1880, karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting pada setiap organisme Almatsier, 2001.
Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida, suatu senyawa organik yang
berbobot molekul tinggi berkisar antara beberapa ribu sampai jutaan dan tersusun dari atom C, H, O dan N yang membentuk unit-unit asam amino. Suatu molekul
protein disusun oleh sejumlah asam amino tertentu, urutan susunan asam amino dalam protein maupun hubungan antara asam amino yang satu dan asam amino
lainnya Girindra, 1986. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu
sama lain dengan ikatan peptida. Asam amino terdiri atas atom karbon yang terikat pada satu gugus karboksil –COOH, satu gugus amino –NH
2
, satu atom hidrogen –H dan satu gugus alkil –R atau rantai cabang, semua asam amino
15 yang terdapat pada protein mempunyai satu gugus karboksil dan satu gugus
amino. Gugus amino terletak pada atom C yang berdamping dengan gugus karb
oksil, karena itu disebut asam α-amino. Tiap asam amino mempunyai gugus R yang sangat khas sifatnya Almatsier, 2001.
Suatu peptida ialah suatu amida yang dibentuk dari dua asam amino atau lebih. Ikatan amida antara suatu gugus α-amino dari suatu asam amino dan gugus
karboksil dari asam amino lain disebut ikatan peptida Fessenden, 1982.
2.3.1 Sifat-sifat Karakteristik Protein
Protein kebanyakan merupakan senyawa yang amorf, tidak berwarna, tidak mempunyai titik cair atau titik didih yang tertentu dan bila dilarutkan dalam
air akan memberikan larutan koloidal Sastrohamidjojo, 2009. Protein sangat cenderung mengalami beberapa bentuk perubahan yang
dinyatakan sebagai denaturasi. Denaturasi adalah terbukanya lipatan alamiah struktur protein, proses denaturasi mengubah bentuk dan lipatan tapi tidak
merusak ikatan peptida yang terdapat antara asam amino dalam struktur primer Martoharsono, 1988.
2.3.2 Struktur Protein
Menurut Girindra 1986 para ahli biokimia membagi makro molekul protein atas empat struktur dasar sebagai berikut:
a. Struktur Primer
Pada struktur primer ini ikatan antar asam amino hanya ikatan peptida. Disini tidak terdapat ikatan atau kekuatan lain yang menghubungkan asam amino
yang satu dengan lainnya.
16 b.
Struktur Sekunder Istilah ini dipakai untuk struktur protein di mana rantai asam amino bukan
hanya dihubungkan oleh ikatan peptida tetapi juga diperkuat oleh ikatan hidrogen. Struktur sekunder protein adalah struktur dua dimensi dari protein.
c. Struktur Tersier
Dalam hal ini rantai polipeptida cenderung untuk membelit atau melipat membentuk struktur yang kompleks. Kestabilan struktur ini bergantung pada
gugus R pada setiap asam amino yang membentuknya dan distabilkan oleh ikatan hidrogen, ikatan disulfida, interaksi hidrofilik dan interaksi hidrofobik.
d. Struktur Kuartener
Molekul protein ini terbentuk dari beberapa tersier dan biasa terdiri dari protomer yang sama atau protomer yang berlainan. Protein yang dibentuk oleh
protomer yang sama disebut homogenus, jika terdiri dari protomer berlainan disebut heterogenus.
2.3.3 Fungsi Protein
Menurut Almatsier 2001 fungsi protein sebagai berikut: a.
Mengangkut Zat- zat Gizi Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari
saluran cerna melalui dinding saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke jaringan-jaringan dan melalui membran sel ke dalam sel-sel. Sebagian besar bahan
yang mengangkut zat-zat gizi tertentu adalah protein.
17 b.
Pembentukan Antibodi Kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi bergantung pada
kemampuannya untuk memproduksi antibodi terhadap organisme yang menyebabkan infeksi tertentu terhadap bahan-bahan asing yang memasuki tubuh.
Tingginya tingkat kematian pada anak-anak yang menderita kurang gizi kebanyakan disebabkan oleh menurunnya daya tahan terhadap infeksi dan
kemampuan untuk menghalangi pengaruh toksik berkurang karena ketidakmampuannya membentuk antibodi dalam jumlah yang cukup.
c. Mempertahankan Netralisasi Tubuh
Protein tubuh bertindak sebagai buffer penyangga yaitu bereaksi dengan asam dan basa untuk menjaga pH pada taraf konstan. Sebagian besar jaringan
tubuh berfungsi dalam keadaan pH netral atau sedikit alkali pH 7,35 – 7,45.
2.4 Penetapan Kadar Protein
1. Metode Kjeldahl
Menurut SNI 01-2891-1992, prinsip penetapan kadar protein adalah senyawa nitrogen diubah menjadi amonium sulfat oleh asam sulfat pekat.
Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan natrium hidroksida. Ammonia yang dibebaskan diikat dengan asam borat dan kemudian dititar dengan larutan
baku asam. Cara Kjeldahl ini disebut sebagai kadar protein kasar. Peneraan jumlah
protein dalam bahan makanan umumnya dilakukan berdasarkan peneraan empiris tidak langsung, yaitu melalui penentuan kandungan N yang ada dalam bahan.
18 Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl ini umumnya protein
alamiah mengandung unsur N rata-rata 16, apabila jumlah unsur N dalam bahan telah diketahui maka jumlah protein dapat diperhitungkan dengan jumlah N x
10016 atau jumlah N x 6,25. Untuk campuran senyawa-senyawa protein yang belum diketahui komposisi unsur-unsur penyusunnya secara pasti, maka faktor
perkalian 6,25 inilah yang dipakai Sudarmadji, 1989. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu tahap destruksi, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen C, H teroksidasi
menjadi CO, CO
2
dan H
2
O, sedangkan N akan berubah menjadi NH
4 2
SO
4
. Se sebagai katalisator dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut
selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan valensi yang tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya. Tahap destilasi, NH
4 2
SO
4
dipecah menjadi NH
3
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. NH
3
yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Larutan asam standar yang dapat dipakai adalah HCl atau H
3
BO
3
4 dalam jumlah yang berlebihan. Destilasi diakhiri bila sudah semua NH
3
terdestilasi sempurna dengan ditandai destilat tidak bereaksi basis. Tahap titrasi, apabila penampung destilasi
digunakan H
3
BO
3
maka banyaknya H
3
BO
3
yang bereaksi dengan NH
3
dapat diketahui dengan titrasi menggunakan HCl 0,1 N dengan indikator metil red dan
bromcresol green. Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari hijau menjadi warna biru. Setelah diperoleh N, selanjutnya dihitung kadar
proteinnya dengan mengalikan suatu faktor Sudarmadji, 1989.
19 2.
Metode Spektrofotometer UV Kebanyakan protein mengabsorbsi sinar ultraviolet maksimum pada
280 nm. Hal ini terutama oleh adanya asam amino tirosin, triptophan dan fenilalanin yang ada pada protein tersebut. Pengukuran protein berdasarkan
absorbsi sinar UV adalah cepat, mudah dan tidak merusak bahan Sudarmadji, 1989.
3. Metode Lowry
Konsentrasi protein diukur berdasarkan optikal density pada panjang gelombang 600 nm. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, dibuat
kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan optikal density. Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari dari
fosfotungstat-fosfomolibdat 1:1 dan larutan B yang terdiri dari Na
2
CO
3
2 dalam NaOH 0,1 N, CuSO
4
dan Na-K-tartrat 2. Cara penentuannya adalah: 1 ml larutan protein ditambahkan 5 ml Lowry B, dikocok dan dibiarkan selama 10
menit. Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A dikocok dan dibiarkan 20 menit, selanjutnya diamati optikal densitynya pada panjang gelombang 600 nm
Sudarmadji, 1989. 4.
Metode Biuret Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan
larutan CuSO
4
encer. Uji ini menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida
−CONH
2
, dengan demikian uji biuret tidak hanya untuk protein tetapi zat lain juga memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan
timbulnya warna merah-violet atau biru-violet Sudarmadji, 1989.
20
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Makanan Minuman Hasil Pertanian Balai Riset dan Standarisasi Baristand Industri Medan yang berada di
Jalan Sisingamangaraja No. 24 Medan pada tanggal 02 – 27 Februari 2015.
3.2 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan alat penyulingan dan kelengkapannya, batang pengaduk, beaker glass, botol semprot, buret, corong, erlenmeyer, klem, labu
Kjeldahl 100 ml, labu ukur 100 ml, neraca analitik, pipet tetes, pipet volum, spatula dan statif.
3.3 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan H
3
BO
3
4, HCl 0,01 N, H
2
SO
4
p, indikator campuran metil red dan bromocresol green, NaOH 30, SeO
2
dan
akuades. 3.3.1 Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, artinya sampel dipilih hanya atas dasar pertimbangan peneliti yang menganggap unsur-unsur yang ingin
diteliti sudah mewakili seluruh anggota sampel. Sampel yang digunakan adalah