18
3.1.2 Bahan penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun belimbing wuluh Averrhoa bilimbi L, bahan kimia yang digunakan adalah larutan tirode, gas
karbogen mengandung 95 oksigen dan 5 karbondioksida Tri Gases, Medan, Indonesia, asetilkolin Sigma, Switzerland, atropin sulfat Sigma , USA, dimetil
sulfoksida DMSO Merck dan akuades.
3.2 Hewan Percobaan
Hewan percobaan
yang digunakan
adalah marmut
jantan Cavia porcellus, berat badan antara 300-500 gram, usia 3-4 bulan dengan
kondisi sehat Vogel, dkk., 2002 yang didapat dari Jl. Merak Jingga, Medan. Hewan ini diaklimatisasi selama seminggu dengan tujuan untuk menyeragamkan
makanan dan hidupnya dengan kondisi yang serba sama sehingga dianggap memenuhi syarat untuk penelitian.
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan
Pengambilan dan pengolahan sampel telah dilakukan oleh Mutmainah 2014 dalam penelitian uji efek antidiare ekstrak ekstrak etanol daun belimbing
wuluh Averrhoa bilimbi L. terhadap mencit jantan dengan metode transit intestinal. Pada penelitian ini digunakan tumbuhan yang sama sehingga
pengambilan dan pengolahan sampel tidak dilakukan kembali. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan tumbuhan yang sama
dari daerah lain yang diambil dari Jl. Kiwi Sei Sikambing B Kecamatan Medan
19
sunggal, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Daun yang diambil sebagai bahan tumbuhan yang digunakan adalah keseluruhan dari daun tumbuhan.
3.4 Tahapan Persiapan Percobaan 3.4.1 Pembuatan Larutan Tirode
Larutan buffer fisiologis yang digunakan adalah larutan tirode. Untuk membuat 1 liter larutan tirode ditimbang :
CaCl
2
: 0,20 gram MgCl
2
: 0,10 gram KCl
: 0,20 gram NaCl
: 8,00 gram NaH
2
PO
4
: 0,05 gram NaHCO
3
: 1,00 gram D-Glukosa
: 1,00 gram Bahan NaCl, KCl, MgCl
2
, NaH
2
PO
4
, CaCl
2
dilarutkan terpisah dengan akuades sampai larut. NaHCO
3
dan D-Glukosa ditambahkan terakhir setelah semua bahan tercampur.
Setelah semua bahan tercampur, larutan di aerasi dengan karbogen O
2
95, CO
2
5 agar tidak terjadi pengendapan garam kalsium yang ditandai dengan kekeruhan. Selanjutnya larutan diatur pada pH 7,4. Larutan tirode dapat
bertahan selama 24 jam Tyrode, 1910.
20
3.4.2 Pembuatan larutan asetilkolin
Dalam penelitian ini, agonis kolinergik yaitu asetilkolin klorida digunakan sebagai penginduksi. Senyawa ini dapat menyebabkan kontraksi otot polos pada
ileum. Dibuat larutan induk dengan cara melarutkan asetilkolin kedalam akuades sehingga didapat konsentrasi 2x10
-1
M. Kemudian dibuat larutan yang lebih encer sampai kadar 2x10
-6
M dengan faktor pengenceran 5 kali. a.
Pembuatan larutan baku asetilkolin klorida Timbangan seksama asetilkolin klorida BM 181,60 gmol seberat 181,60 mg
kemudian dilarutkan dalam 5,0 ml akuades. Diperoleh larutan asetilkolin klorida 2x10
-1
M. b.
Pembuatan seri konsentrasi asetilkolin klorida i.
Asetilkolin klorida 2x10
-2
M Dipipet 500 µl larutan baku asetilkolin 2x10
-1
M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.
ii. Asetilkolin klorida 2x10
-3
M Dipipet 500 µl larutan baku asetilkolin 2x10
-2
M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.
iii. Asetilkolin klorida 2x10
-4
M Dipipet 500 µl larutan baku asetilkolin 2x10
-3
M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.
iv. Asetilkolin klorida 2x10
-5
M Dipipet 500 µl larutan baku asetilkolin 2x10
-4
M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.
21
v. Asetilkolin klorida 2 x 10
-6
M Dipipet 500 µl larutan baku asetilkolin 2x10
-5
M. Masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.
3.4.3 Pembuatan larutan ekstrak etanol daun belimbing wuluh
Sejumlah 800 mg ekstrak etanol daun belimbing wuluh EEDBW dilarutkan dengan 1 ml DMSO Dimethil sulfoxida, kemudian dicukupkan
dengan larutan tirode hingga 5 ml. Diperoleh konsentrasi ekstrak 160 mgml larutan stock. DMSO merupakan pelarut yang inert, non-toksik, dan dapat
melarutkan hampir seluruh senyawa dan merupakan pelarut yang semipolar, namun masih dapat bercampur dengan media tirode Velasco, et al., 2003;
Bertoluzza, et al,. 1979; Brown, et al., 1963. Batas penggunaan pelarut DMSO yang ditambahkan kedalam organ bath 40ml adalah sebesar 400 µl atau 1 vv
Husori, 2011.
3.4.4 Pembuatan larutan atropin sulfat
Dalam penelitian ini atropin sulfat digunakan sebagai antagonis kolinergik. Senyawa ini dapat menghambat kontraksi otot polos pada ileum.
Dibuat larutan induk dengan cara melarutkan atropin sulfat kedalam akuades sehingga didapat konsentrasi 2x10
-1
M. Kemudian dibuat larutan yang lebih encer sampai kadar 2x10
-6
M dengan faktor pengenceran 5 kali. a.
Pembuatan larutan baku atropin sulfat Timbang seksama atropin sulfat BM 694,84 gmol seberat 694,84 mg
kemudian dilarutkan dalam 5,0 ml akuades. Diperoleh larutan atropin sulfat 2x10
-1
M.
22
b. Pembuatan seri konsentrasi atropin sulfat
i. Atropin sulfat 2x10
-2
M Dipipet 500 µl larutan baku atropin sulfat 2x10
-1
M. Masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.
ii. Atropin sulfat 2x10
-3
M Dipipet 500 µl larutan baku atropin sulfat 2x10
-2
M. Masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.
iii. Atropin sulfat 2x10
-4
M Dipipet 500 µl larutan baku atropin sulfat 2x10
-3
M. Masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.
iv. Atropin sulfat 2x10
-5
M Dipipet 500 µl larutan baku atropin sulfat 2x10
-4
M. Masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.
v. Atropin sulfat 2x10
-6
M Dipipet 500 µl larutan baku atropin sulfat 2x10
-5
M. Masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µl akuades. Vortex selama 3 menit.
3.5 Tahapan Pengujian 3.5.1 Preparasi organ
Marmut jantan ditimbang dan dikorbankan dengan cara dislokasi tulang belakang kepala cervix. Dilakukan pembedahan pada bagian abdomen, kulit
bagian abdomen dipotong dengan menggunakan gunting. Usus dibersihkan dari lapisan mesenteric yang melindunginya. Saat jaringan sudah rileks, dipotong
segmen usus bagian bawah yang mendekati caecum sepanjang 2-3 cm. Dengan
23
menggunakan jarum kedua ujung potongan usus diikat dengan benang pada arah yang berlawanan. Benang bagian bawah usus diikatkan pada batang penahan
jaringan dan benang bagian atas usus dihubungkan ke transduser daya. Jaringan usus halus dimasukkan ke dalam organ bath yang berisi larutan tirode, dengan
suhu larutan dipertahankan 37°C sambil diaerasi dengan karbogen secara terus menerus. Jaringan yang telah terisolasi diinkubasi selama 30 menit dengan
pergantian larutan tirode setiap 10 menit. Dibiarkan beberapa saat sampai kondisi ritmik yang optimal Vogel, dkk., 2002.
3.5.2 Pengujian kontraksi seri konsentrasi asetilkolin terhadap otot polos ileum
Pengujian terhadap agonis muskarinik dilakukan untuk mengukur batas maksimum yang dapat ditunjukkan terhadap kontraksi ileum marmut, guna untuk
mendapatkan konsentrasi submaksimum atau Effective Concentration EC
80
asetilkolin. Pengukuran dilakukan secara bertingkat dengan pemberian kumulatif asetilkolin sehingga diperoleh konsentrasi didalam organ bath 10
-8
sampai 3x10
-3
M lihat tabel 3.1. Ileum marmut yang telah diekuilibrasi selama 45 menit dengan pergantian larutan tirode tiap 15 menit diberikan larutan asetilkolin
dengan konsentrasi di dalam organ bath 10
-8
sampai 3x10
-3
M otot polos ileum marmut menunjukkan respons kontraksi maksimum.
24
Tabel 3.1 Pemberian asetilkolin secara kumulatif pada organ bath volume 40 ml.
Konsentrasi larutan baku Asetilkolin M
Volume yang ditambahkan ke dalam
organ bath µl Konsentrasi Asetilkolin
dalam organ bath M 2x10
-6
200 1x10
-8
2x10
-6
400 3x10
-8
2x10
-5
140 1x10
-7
2x10
-5
400 3x10
-7
2x10
-4
140 1x10
-6
2x10
-4
400 3x10
-6
2x10
-3
140 1x10
-5
2x10
-3
400 3x10
-5
2x10
-2
140 1x10
-4
2x10
-2
400 3x10
-4
2x10
-1
140 1x10
-3
2x10
-1
400 3x10
-3
3.5.3 Pengujian efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada kontraksi otot polos ileum melalui induksi asetilkolin
Ileum marmut dikondisikan dengan larutan tirode dalam organ bath yang terhubung pada transduser isometrik. Ileum dikontraksi dengan pemberian 622 µl
larutan asetilkolin 2x10
-3
M sehingga akan diperoleh konsentrasi submaksimum asetilkolin 2,91x10
-5
M dalam organ bath. Setelah diperoleh kondisi kontraksi maksimum yang stabil kemudian dilakukan pemberian konsentrasi bertingkat
ekstrak etanol daun belimbing wuluh lihat Tabel 3.2.
25
Tabel 3.2 Pemberian konsentrasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh secara
kumulatif pada organ bath volume 40 ml. Konsentrasi larutan
baku EEDBW mgml Volume yang
ditambahkan ke dalam organ bath µl
Konsentrasi EEDBW dalam organ bath
mgml 160
125 0,5
160 125
1 160
125 1,5
160 125
2 160
125 2,5
160 125
3 160
125 3,5
160 125
4
Dari larutan stock dipipet berturut-turut EEDBW: i.
dimasukkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 0,5 mgml.
ii. tambahkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga
konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 1 mgml. iii.
tambahkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 1,5 mgml.
iv. tambahkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga
konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 2 mgml. v.
tambahkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 2,5 mgml.
vi. tambahkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga
konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 3 mgml.
26
vii. tambahkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga
konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 3,5 mgml. viii.
tambahkan 125 µl EEDBW kedalam organ bath volume 40 ml sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 4 mgml.
3.5.4 Pengujian efek relaksasi atropin sulfat pada kontraksi otot polos ileum melalui induksi asetilkolin
Ileum marmut dikondisikan dengan larutan tirode dalam organ bath yang terhubung pada tranduser isometrik. Ileum dikontraksi dengan pemberian 622 µl
larutan asetilkolin 2x10
-3
M sehingga akan diperoleh konsentrasi sub maksimum asetilkolin 2,91x10
-5
M dalam organ bath. Setelah diperoleh kondisi kontraksi maksimum yang stabil kemudian dilakukan pemberian konsentrasi bertingkat
atropin sulfat lihat Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Pemberian konsentrasi atropin sulfat secara kumulatif pada organ bath
volume 40 ml.
Konsentrasi larutan baku Atropin sulfat
Volume yang ditambahkan ke dalam
organ bath µl Konsentrasi Atropin
sulfat dalam organ bath M
2x10
-6
200 1x10
-8
2x10
-6
400 3x10
-8
2x10
-5
140 1x10
-7
2x10
-5
400 3x10
-7
2x10
-4
140 1x10
-6
2x10
-4
400 3x10
-6
2x10
-3
140 1x10
-5
2x10
-3
400 3x10
-5
27
3.5.5 Pengujian mekanisme aksi terhadap efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada otot polos ileum melalui penghambatan reseptor
muskarinik
Ileum marmut dikondisikan dengan larutan tirode dalam organ bath yang terhubung pada tranduser isometrik. Pengujian mekanisme aksi melalui
penghambatan reseptor muskarinik dilakukan dengan membandingkan pola kontraksi asetilkolin yang telah diinkubasi EEDBW dengan pola kontraksi
asetilkolin tanpa inkubasi dan asetilkolin yang diinkubasi atropin sulfat.
3.6 Data dan Analisa Data 3.6.1 Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kontraksi atau relaksasi otot polos ileum pada komputer program komputer: LabChart
®
7.0.2. Data yang diperoleh dalam persentase respon terhadap respon maksimum
yang dicapai. Selanjutnya, dibuat grafik hubungan antara konsentrasi terhadap respon.
3.6.2 Analisis data
Nilai EC
80
konsentrasi agonis yang dapat menghasilkan respon sebesar 80 dari respon maksimum agonis reseptor, dihitung berdasarkan grafik
hubungan konsentrasi terhadap respon. EC
80
dihitung berdasarkan persamaan dibawah ini :
LogEC
80
= [
80 −�1
�2−�1
x X
2
-X
1
] + X
1
28
Keterangan : X1
: Log. Konsentrasi dengan respon tepat di bawah 80 X2
: Log. Konsentrasi dengan respon tepat di atas 80 Y1
: respon tepat di bawah 80 Y2
: respon tepat di atas 80 Selanjutnya, data disajikan dalam bentuk tabel dan nilai rata-rata ± SEM
Standar Error mean Husori, 2011. Data relaksasi dianalisis secara statistik dengan menggunakan SPSS.
29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemeriksaan Bahan Tumbuhan 4.1.1 Identifikasi bahan tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh Mutmainah, 2014 menunjukkan
bahwa bahan
uji adalah
daun belimbing
wuluh Averrhoa bilimbi L. suku Oxalidaceae. Hasil identifikasi dapat dilihat pada
Lampiran 1, halaman 44.
4.1.2 Karakterisasi simplisia
Karakterisasi simplisia telah dilakukan oleh Mutmainah tahun 2014, hasil karakterisasi serbuk simplisia daun belimbing wuluh memenuhi persyaratan
menurut Materia Medika Indonesia Edisi V tahun 1989 dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 49.
4.1.3 Skrining fitokimia simplisia
Skrining fitokimia simplisia telah dilakukan oleh Mutmainah tahun 2014, Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia daun belimbing wuluh dapat dilihat pada
Lampiran 7 halaman 49.
4.2 Hasil Pengujian Kontraksi Seri Konsentrasi Asetilkolin Terhadap Otot Polos Ileum.
Kontraksi yang dipicu oleh asetilkolin dapat diamati melalui pengamatan terhadap perubahan respons kontraksi otot polos ileum terisolasi terhadap
penambahan seri konsentrasi asetilkolin 10
-8
- 3x10
-3
M pada organ ileum Lampiran 20 halaman 71. Persentase kontraksi maksimal otot polos ileum
diperoleh pada konsentrasi asetilkolin 3x10
-3
M dan konsentrasi submaksimal
30
pada konsentrasi asetilkolin 2,91x10
-5
M Lampiran 8 halaman 50. Pemberian secara bertingkat seri konsentrasi asetilkolin menghasilkan terjadinya kontraksi
bertingkat otot polos ileum marmut terisolasi. Pengujian kontraksi bertingkat dengan asetilkolin dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi submaksimal atau
Effective Concentration EC
80
asetilkolin yang selanjutnya akan digunakan untuk pengujian efek relaksasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh.
Gambar 4.1 Grafik konsentrasi otot polos organ ileum terisolasi yang
dikontraksi dengan pemberian seri konsentrasi asetilkolin -8,0=10
-8
; -7,5=3x10
-8
; -7,0=10
-7
; -6,5=3x10
-7
; -6,0=10
-6
; -5,5=3x10
-6
; -5,0=10
-5
; -4,5=3x10
-5
; -4,0=10
-4
; -3,5=3x10
-4
; -3,0=10
-3
; -2,5=3x10
-3
M. Data yang disajikan adalah nilai rata-rata ± SEM, n=3.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
110
-8,0 -7,5
-7,0 -6,5
-6,0 -5,5
-5,0 -4,5
-4,0 -3,5
-3,0 -2,5
K ont
ra ks
i
Log konsentrasi M ACh
EC
80
31
Asetilkolin merupakan agonis kolinergik yang berarti obat yang memacu atau meningkatkan aktivitas syaraf kolinergik. Asetilkolin akan berinteraksi
dengan reseptor muskarinik pada sel organ efektor syaraf kolinergik misalnya sel perietal lambung, otot jantung, dan otot polos saluran pencernaan. Pada ileum,
asetilkolin akan berinteraksi dengan reseptor M
3
dan M
1
yang akan menimbulkan peningkatan motilitas otot polos Nugroho, 2012. Teori tersebut sesuai dengan
hasil yang didapat pada Gambar 4.1 bahwa pemberian seri konsentrasi asetilkolin 10
-8
- 3x10
-3
M meningkatkan kontraksi pada otot polos ileum marmut.
4.3 Hasil Pengujian Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh EEDBW Pada Kontraksi Otot Polos Ileum Melalui Induksi Asetilkolin
Pengujian efek relaksasi EEDBW terhadap otot polos ileum terisolasi dilakukan dengan cara mengkontraksi otot polos ileum dengan asetilkolin
2,91x10
-5
M, dilanjutkan dengan pemberian seri konsentrasi ekstrak 0,5 - 4 mgml. Efek relaksasi ekstrak diamati melalui pengamatan terhadap perubahan efek
relaksasi ekstrak pada organ ileum
32
Gambar 4.2 Grafik relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi ekstrak etanol
daun belimbing wuluh EEDBW pada otot polos ileum terisolasi yang dikontraksi dengan asetilkolin 2,91x10
-5
M. Data yang disajikan adalah nilai rata-rata ± SEM, n=6.
Berdasarkan Gambar 4.2 pemberian EEDBW dengan seri konsentrasi pada otot polos yang sebelumnya diinduksi dengan asetilkolin menunjukkan penurunan
kontraksi dengan adanya korelasi positif antara penurunan kontraksi oleh EEDBW terhadap efek kontraksi ileum r = 0,982 hal ini menyatakan bahwa
sebanyak 98,2 peningkatan persentase efek relaksasi dipengaruhi oleh peningkatan konsentrasi ekstrak. Berdasarkan hal tersebut maka persentase efek
relaksasi ekstrak pada otot polos ileum meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi EEDBW.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
110 120
130
0,5 1
1,5 2
2,5 3
3,5 4
R el
aks as
i
Dosis Ekstrak mgml Ach+EEDBW
33
4.4 Hasil Pengujian Efek Relaksasi Atropin Sulfat pada Kontraksi Otot Polos Ileum Melalui Induksi Asetilkolin
Pengujian efek relaksasi atropin sulfat terhadap otot polos ileum terisolasi dilakukan dengan cara mengkontraksi otot polos ileum dengan asetilkolin
2,91x10
-5
M, dilanjutkan dengan pemberian seri konsentrasi atropin sulfat 10
-8
– 3x10
-5
M.
Gambar 4.3 Grafik relaksasi setelah pemberian seri konsentrasi atropin sulfat
1=10
-8
; 2=3x10
-8
; 3=10
-7
; 4=3x10
-7
; 5=10
-6
; 6=3x10
-6
; 7=10
-5
; 8=3x10
-5
M pada otot polos ileum terisolasi yang dikontraksi dengan asetilkolin 2,91x10
-5
M. Data yang disajikan adalah nilai rata-rata ± SEM, n=6.
Efek relaksasi atropin sulfat diamati melalui pengamatan terhadap perubahan efek relaksasi pada pemberian seri konsentrasi atropin sulfat
10
-8
– 3x10
-5
M pada organ ileum. Pada Gambar 4.3 pemberian seri konsentrasi atropin sulfat menghasilkan efek relaksasi terhadap kontraksi yang di induksi oleh
asetilkolin 2,91x10
-5
M. Persentase efek relaksasi atropin sulfat pada otot polos ileum meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
110 120
130
1 2
3 4
5 6
7 8
R el
aks as
i
Konsentrasi atropin M
Ach+Atropin
34
4.5 Perbandingan Relaksasi Atropin Sulfat dan EEDBW pada