Keselamatan Penerbangan Sumber Hukum Udara Sumber Hukum Udara Nasional

Dalam Ordonansi Pengangkutan Udara juga dalam Undang-undang No. 1 tahun 2009 tidak ada ketentuan yang mengatur tentang perjanjian baik mengenai pengertiannya ataupun mengenai cara-cara mengadakan serta sahnya perjanjian pengangkutan udara. perjanjian pengangkutan udara mempunyai sifat consensus artinya adanya kata sepakat antara para pihak perjanjian pengangkutan dianggap ada dan lahir. Dalam praktik perjanjian pengangkutan udara niaga, nama penumpang justru harus dicantumkan dalam tiket penumpang. Jadi, tiket penumpang harus diterbitkan ͞ atas nama͟. Pencantuman nama penumpang perlu karena dia adalah pihak dalam perjanjian, dan untuk kepastian dalam angkutan udara niaga. Berdasarkan praktik perjanjian pengangkutan udara niaga, rincian keterangan isi yang dimuat dalam Pasal 5 ayat 1 OPU dilengkapi lagi dengan keterangan sebagai berikut: a. Nomor tiket penumpang; b. Jenis pesawat udara pengangkut; c. Nomor Penerbangan; d. Tanggal dan waktu keberangkatan; e. Waktu melapor dan status OK; f. Masa berlaku tiket penumpang; g. Jumlah biaya angkutan termasuk premi asuransi; h. Syarat-syarat perjanjian; i. Tanda tangan pengangkut atau orang atas nama pengangkut.

5. Keselamatan Penerbangan

Keselamatan Penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, Universitas Sumatera Utara angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. 86 Menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan; Keselamatan Penerbangan adalah keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan penerbangan yang lancar sesuai dengan prosedur operasi dan persyaratan kelayakan teknis terhadap sarana dan prasarana berserta penunjangnya. Keselamatan penerbangan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor kondisi fisik pesawat, kondisi awak pesawat, infrastruktur, serta faktor alam. Tetapi yang menjadi faktor utama adalah kondisi fisik pesawat. Kondisi fisik suatu pesawat tergantung dari perawatan yang dilakukan, semakin baik sebuah pesawat maka semakin besar pula biaya yang harus dilakukan begitu sebaliknya.

6. Sumber Hukum Udara

Pada hakekatnya sumber hukum udara terdiri dari UU Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Undang-undang ini merupakan perubahan atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan. Selain itu sumber hukum udara antara lain PP No. 40 Tahun 1985 Tentang Angkutan Udara, PP No. 3 Tahun 2001 tentang Keselamatan dan Keamanan Penerbangan, Konvensi Chicago 7 Desember 1944 Tentang Penerbangan Sipil Internasional menghasilkan ICAO, Konvensi Montreal Tahun 1999 Tentang Tanggung Jawab pengangkut Udara dan Dokumen Angkutan, Konvensi Roma 86 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Universitas Sumatera Utara Tahun 1952 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Pada Pihak Ke-3, Konvensi Tokyo 1963 tentang Tindak Pidana di Pesawat Udara. 87

7. Sumber Hukum Udara Nasional

Sumber hukum udara nasional terdapat diberbagai peraturan perundang-undangan nasional sebagai implementasi Undang-Undang Dasar 1945, antara lain Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, Stb 1939-100 tentang Ordonansi Pengangkutan Udara, Undang-undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan semuanya beserta peraturan pelaksanaannya pada tataran peraturan pemerintah sampai dengan Instruksi Kepala Direktorat dan seterusnya. Di samping itu, berbagai peraturan pada tataran regulasi terdapat pada berbagai peraturan seperti keputusan mengenai kebandarudaraan, keselamatan penerbangan, lalu lintas udara, angkutan udara, teknik perawatan udara dan lain lain yang merupakan sumber hukum udara nasional. 88 Sumber hukum nasional terdapat pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956, undang-undang tersebut merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan Lembar Negara Tahun 2001 Nomor 9, tambahan Lembaran Negara Nomor 4075. 89 87 H.K Martono dan Agus Pramono, 2013, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional , PT. Rajagrafindo Persada hlm. 4 88 Ibid hlm. 8 89 H.K Martono, 2007, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, hlm 9 Universitas Sumatera Utara

B. Peranan dan Harga Tiket Berdasarkan Ketetapan Pemerintah

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Pembatalan Penerbangan Secara Sepihak Oleh Penyedia Jasa Kepada Konsumen Jasa Penerbangan Menurut UU Perlindungan Konsumen

2 62 120

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Jasa Penerbangan pada PT. Garuda Indonesia di Medan.

0 14 93

Tinjauan Hukum Terhadap Penerapan Harga Tiket Pesawat Udara Pada Maskapai Garuda INdonesia Untuk Penerbangan Domestik (Analisis Peraturan Mentri Perhubungan No. 26 Tahun 2010)

19 99 120

Tinjauan hukum terhadap penerapan harga tiket pesawat udara pada maskapai Garuda Indonesia untuk penerbangan domestik (analisis peraturan Mentri Perhubungan No. 26 Tahun 2010)

21 123 120

PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

0 7 100

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PENERBANGAN ATAS TERJADINYA KETERLAMBATAN ANGKUTAN PENERBANGAN : STUDI PADA PT GARUDA INDONESIA (PERSERO) TBK BANDAR UDARA INTERNASIONAL I GUSTI NGURAH RAI.

2 15 79

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA JASA PENERBANGAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN - Perlindungan Hak Konsumen atas Pengguna Jasa Pene

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hak Konsumen atas Pengguna Jasa Penerbangan Dalam Hal Kenaikan Harga Tiket yang Tinggi Ketika Musim Libur dan Keselamatan Penerbangan (Studi Pada PT. Garuda Indonesia Kantor Cabang Medan)

0 0 11

PERLINDUNGAN HAK KONSUMEN ATAS PENGGUNA JASA PENERBANGAN DALAM HAL KENAIKAN HARGA TIKET YANG TINGGI KETIKA MUSIM LIBUR DAN KESELAMATAN PENERBANGAN

0 1 9

PERLINDUNGAN KONSUMEN MASKAPAI PENERBANGAN PT.CITLINK INDONESIA JIKA JADWAL PENERBANGAN TIDAK EFEKTIF -

0 0 70