Pengertian Perlindungan, Hak dan Kewajiban Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK PERLINDUNGAN

KONSUMEN PENGGUNA JASA PENERBANGAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

A. Pengertian Perlindungan, Hak dan Kewajiban Konsumen

Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia baru mulai terjadi pada dekade 1970-an. Hal ini ditandai dengan berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI pada bulan Mei 1973. 13 Ketika itu gagasan perlindungan konsumen disampaikan secara luas kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan advokasi konsumen, seperti pendidikan, penelitian, pengujian, pengaduan , dan publikasi media konsumen. Ketika YLKI berdiri, kondisi politik bangsa Indonesia saat itu masih dibayang- bayangi dengan kampanye penggunaan produk dalam negeri. Namun, seiring perkembangan waktu, gerakan perlindungan konsumen seperti yang dilakukan YLKI dilakukan melalui koridor hukum yang resmi, yaitu bagaimana memberikan bantuan hukum kepada masyarakat atau konsumen. 14 Pada masa pemerintahan BJ Habibie, tanggal 20 April 1999 UUPK disahkan. Dengan adanya UUPK, Jaminan atas perlindungan hak-hak konsumen di Indonesia diharapkan bisa terpenuhi dengan baik. Masalah perlindungan konsumen kemudian ditempatkan ke dalam koridor suatu system hukum perlindungan konsumen yang merupakan bagian dari sistem hukum nasional. 13 Janus Sidabalok, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 248 14 Ibid hlm. 250 Universitas Sumatera Utara Dalam Penjelasan UUPK, disebutkan bahwa keberadaan UU Perlindungan Konsumen adalah dimaksudkan sebagai landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Dengan kata lain, UU Perlin dungan Konsumen merupakan “payung” yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen. Seiring Perkembangan Waktu, gerakan-gerakan konsumen banyak tumbuh dan berkembang di Tanah Air. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat LPKSM, sebagai lembaga yang bertugas melindungi hak-hak konsumen, menjamur di mana-mana. Tentunya, perkembangan tersebut patut disambut secara positif. Munculnya gerakan konsumen adalah untuk membangkitkan kesadaran kritis konsumen secara kontinuitas. Kesadaran kritis ini tidak hanya dimaksudkan untuk mendapatkan hak-hak konsumen, tapi juga dalam proses pengambilan keputusan yang terkait tentang kepentingan konsumen, serta berbagai keputusan yang terkait dengan kepentingan publik dan konsumen yang harus dipertanggungjawabkan secara terbuka. 15 Lambannya perkembangan perlindungan konsumen di Indonesia pada tahap permulaan karena sikap pemerintah pada umumnya masih melindungi kepentingan pengusaha yang merupakan faktor penting dalam pembangunan suatu Negara. Akibat dari perlindungan kepentingan pengusaha maka ketentuan- 15 Happy Susanto, 2008, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, Visi Media, Jakarta Selatan hlm. 11 Universitas Sumatera Utara ketentuan hukum yang bermaksud untuk memberikan perlindunggan kepada konsumen atau masyarakat kurang berfungsi, karena tidak diterapkan secara tegas. Walaupun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa usaha pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen telah dilakukan sejak lama, hanya saja kadang tidak disadari bahwa pada dasarnya tindakan tertentu yang dilakukan oleh pemerintah merupakan usaha untuk melindungi kepentingan konsumen. 16 Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan: “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen” Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindak sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen. Meskipun undang-undang ini disebut sebagai Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK namun bukan berarti kepentingan pelaku usaha tidak ikut menjadi perhatian, teristimewa karena keberadaan perekonomian nasional banyak ditentukan oleh para pelaku usaha. 16 Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, 2011 hlm. 68 Universitas Sumatera Utara Kesewenang-wenangan akan mengakibatkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, agar segala upaya memberikan jaminan akan kepastian hukum, ukurannya secara kualitatif ditentukan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan undang-undang lainnya yang juga dimaksudkan dan masih berlaku untuk memberikan perlindungan konsumen, baik dalam Hukum Privat Perdata maupun bidang hukum publik. Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri. 17 Adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan dampak ekonomi yang positif bagi dunia usaha. Yakni, dunia usaha dipacu untuk meningkatkan kualitasmutu produk barang dan jasa sehingga produknya memiliki keunggulan kompetitif di dalam dan di luar negeri. Kekhawatiran adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen bisa menghancurkan perkembangan industri, perdagangan, dan pengusaha kecil tidak masuk akal. Pengusaha kecil yang sudah ada pada awal munculnya isu perlindungan konsumen di Indonesia hampir seperempat abad yang lalu, sampai saat ini tidak bangkit, bahkan tergilas sepak terjang konglomerat yang menggurita. 18 Perlindungan Konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan konsumen dalam memperoleh barang dan jasa, yang berawal dari 17 Janus Sidabalok, 2014 “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”, Citra Aditya, Bandung. hlm. 77 18 Celine Tri Siwi Kristiyanti, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen , SInar Grafika, Jakarta, hlm, 116 Universitas Sumatera Utara tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga ke akibat-akibat dari pemakaian barang dan jasa itu. Cakupan perlindungan konsumen dalam dua aspeknya itu, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkan kepada konsumen barang dan jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau melanggar ketentuan undang-undang. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, desain produk, dan sebagainya, apakah telah sesuai dengan standar sehubungan keamanan dan keselamatan konsumen atau tidak. Juga, persoalan tentang bagaimana konsumen mendapatkan penggantian jika timbul kerugian karena memakai atau mengonsumsi produk yang tidak sesuai. 2. Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat-syarat yang tidak adil. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan promosi dan periklanan, standar kontrak, harga, layanan purnajual, dan sebagainya. Hal ini berkaitan dengan perilaku produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya. 19 Ada 2 aspek Perlindungan Konsumen, yaitu: 1. Tanggung Jawab Produk Aspek pertama dari perlindungan konsumen adalah persoalan tentang tanggung jawab produsen-pelaku usaha atas kerugian sebagai akibat yang ditimbulkan oleh produknya. Dengan singkat persoalan ini lazim disebut dengan tanggung jawab produk. 19 Janus Sidabalok, 2014 “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”, Citra Aditya, Bandung. hlm. 252 Universitas Sumatera Utara Salah satu defenisi tanggung jawab produk dipaparkan berikut ini: Agnes M. Toar mendefnisikan tanggung jawab produk sebagai berikut: Tanggung jawab produk ialah tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkanmenyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut. 2. Standar Kontrak Perjanjian Standar, Perjanjian Baku Aspek kedua dari perlindungan konsumen adalah persoalan tentang pemakaian standar kontrak dalam hubungan antara produsen-pelaku usaha dan konsumen. Dalam praktik sering ditemukan cara bahwa untuk mengikat suatu perjanjian tertentu , salah satu pihak telah mempersiapkan sebuah konsep draft perjanjian yang akan berlaku bagi para pihak. Konsep itu disusun sedemikian rupa sehingga pada waktu penandatanganan perjanjian, para pihak hanya tinggal mengisi beberapa hal yang sifatnya subjektif, seperti identitas dan tanggal waktu pembuatan perjanjian yang sengaja dikosongkan sebelumnya. Sedangkan ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian term of conditions sudah tertulis tercetak lengkap, yang pada dasarnya tidak dapat diubah lagi. Konsep perjanjian seperti inilah yang disebut dengan standar kontrak perjanjian perjanjian standar, perjanjian baku. Istilah ini menunjuk pada syarat-syarat perjanjian yang sudah dibakukan sebelumnya. 20 Berkaitan dengan perlindungan konsumen, khususnya dengan tanggung jawab produk, perlu dijelaskan beberapa istilah terlebih dahulu untuk memperoleh kesatuan persepsi. Istilah yang memerlukan penjelasan itu adalah produsen atau 20 Ibid hlm. 20 Universitas Sumatera Utara pelaku usaha, konsumen, produk dan standardisasi produk, peranan pemerintah, serta klausula baku. Berikut penjelasannya: 1. Produsen atau Pelaku Usaha Produsen sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir, dan pengecer professional, yaitu setiap orangbadan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen. Sifat professional merupakan syarat mutlak dalam hal menuntut pertanggungjawaban produsen. 21 Dengan demikian, produsen tidak hanya diartikan sebagai pelaku usaha pembuat pabrik yang menghasilkan produk saja, tetapi juga mereka yang terkait dengan penyampaian peredaran produk hingga sampai ke tangan konsumen. 22 Dengan perkataan lain, dalam konteks perlindungan konsumen, produsen diartikan secara luas. Sebagai contoh, dalam hubungannya dengan produk makanan hasil industry pangan olahan, maka produsennnya adalah mereka yang terkait dalam proses pengadaan makanan hasil industri pangan olahan itu hingga sampai ke tangan konsumen, mereka itu adalah: pabrik pembuat, distributor, eksportir atau importer, dan pengecer, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum. 2. Konsumen 21 Janus Sidabalok, 2014 Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung hlm. 13 22 Ibid, hlm. 80 Universitas Sumatera Utara Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi. 23 Menurut pasal 1 angka 2 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen disebutkan: ͚͛Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. ͟ Persoalan hubungan produsen-pelaku usaha dengan konsumen biasanya dikaitkan dengan produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh teknologi. Maka persoalan perlindungan konsumen erat kaitannya dengan persoalan teknologi, khususnya teknologi maknufatur dan teknologi informasi. Dengan makin berkembangnya industri dan teknologi memungkinkan semua lapisan masyarakat terjangkau oleh produk teknologi, yang berarti juga memungkinkan semua masyarakat terlibat dalam masalah perlindungan konsumen ini. 3. Produk dan Standardisasi Produk Dilihat dari pengertian luas, produk ialah segala barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu proses sehingga produk berkaitan erat dengan teknologi. Produk terdiri dari barang dan jasa. 24 Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen: 23 Ibid, hlm. 14 24 Ibid, hlm. 15 Universitas Sumatera Utara ͞ Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen. Untuk menghindari kemungkinan adanya produk yang cacat atau berbahaya, maka perlu ditetapkan standar minimal yang harus dipedomani dalam berproduksi untuk menghasilkan produk yang layak dan aman dipakai. Usaha inilah yang disebut dengan standardisasi. Standarisasi merupakan penentuan ukuran yang harus diikuti dalam memproduksikan sesuatu, sedang pembuatan banyaknya macam ukuran barang yang akan diproduksikan merupakan usaha simplifikasi. Standardisasi adalah proses pembentukan standar teknis , yang bisa menjadi standar spesifikasi , standar cara uji , standar definisi , prosedur standar atau praktik, dll 25 Menurut Gandi, standardisasi adalah; “Proses penyusunan dan penerapan aturan-aturan dalam pendekatan secara teratur bagi kegiatan tertentu untuk kemanfaatan dan dengan kerja sama dari semua pihak yang berkepentingan, khususnya untuk meningkatkan pengehematan menyeluruh secara optimum dengan memperhatikan kondisi fungsional dan persyaratan keamanan. Hal ini didasarkan pada konsolidasi dari hasil ilmu teknologi dan pengalaman.” 26 Selanjutnya ia mengatakan bahwa dengan standardisasi akan diperoleh manfaat sebagai berikut: 25 Janus Sidabalok, 2014 Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung hlm. 78 26 Ibid, hlm. 82 Universitas Sumatera Utara a. Pemakaian bahan secara ekonomis, perbaikan mutu, penurunan ongkos produksi, dan penyerahan yang cepat. b. Penyederhanaan pengiriman dan penanganan barang. c. Perdagangan yang adil, peningkatan kepuasan langganan. d. Keselamatan kehidupan dan harta 4. Peranan pemerintah Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 30 menerangkan bahwa Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang- undangan di selenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. 27 Berkaitan dengan pemakain teknologi yang makin maju dan supaya tujuan standardisasi dan sertifikasi tercapai semaksimal mungkin, maka peranan pemerintah perlu aktif dalam membuat, menyesuaikan, dan mengawasi pelaksanaan peraturan yang berlaku. Sesuai dengan prinsip pembangunan yang antara lain, menyatakan bahwa pembangunan dilaksanakan bersama oleh masyarakat dengan pemerintah dan karena itu menjadi tanggung jawab bersama pula, maka melalui pengaturan dan pengendalian oleh pemerintah, tujuan pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan baik. 27 M. Sadar, Taufik Makarao dan Habloel Mawadi, 2012, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia , Akademia, Jakarta hlm. 70 Universitas Sumatera Utara Upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dari produk yang merugikan dapat dilaksanakan dengan cara mengatur; mengawasi; serta mengendalikan produksi, distribusi, dan peredaran produk sehingga konsumen tidak dirugikan, baik kesehatannya maupun keuangannya. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan kebijakan yang akan dilaksanakan, maka langkah-langkah yang dapat ditempuh pemerintah adalah: a. Registrasi dan penilaian b. Pengawasan produksi c. Pengawasan distribusi d. Pembinaan dan pengembangan usaha e. Peningkatan dan pengembangan prasarana dan tenaga. 28 5. Klausula Baku Sehubungan dengan standar kontrak adalah penggunaan klausula baku dalam transaksi konsumen. Yang dimaksud dengan klausula baku menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah: “Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.” Pembuat undang-undang ini menyadari bahwa pemberlakuan standar kontrak adalah suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindari sebab sebagai mana dikatakan Syahdeini, perjanjian bakustandar kontrak adalah suatu kenyataan yang memang lahir dari kebutuhan masyarakat. 28 Janus Sidabalok, 2014 Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung hlm. 19 Universitas Sumatera Utara Sebagai pemakai barangjasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperujuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha. 29 Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut: a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barangjasa. b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barangjasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barangjasa. d. Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barangjasa yang digunakan. e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 29 M. Sadar, Taufik Makarao dan Habloel Mawadi, 2012, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia , Akademia, Jakarta hlm. 33 Universitas Sumatera Utara h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barangjasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Dan Kewajiban Konsumen, sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah: a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang danatau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. 30

B. Asas, Tujuan Serta Tanggung Jawab Konsumen Menurut Undang- Undang

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Pembatalan Penerbangan Secara Sepihak Oleh Penyedia Jasa Kepada Konsumen Jasa Penerbangan Menurut UU Perlindungan Konsumen

2 62 120

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Jasa Penerbangan pada PT. Garuda Indonesia di Medan.

0 14 93

Tinjauan Hukum Terhadap Penerapan Harga Tiket Pesawat Udara Pada Maskapai Garuda INdonesia Untuk Penerbangan Domestik (Analisis Peraturan Mentri Perhubungan No. 26 Tahun 2010)

19 99 120

Tinjauan hukum terhadap penerapan harga tiket pesawat udara pada maskapai Garuda Indonesia untuk penerbangan domestik (analisis peraturan Mentri Perhubungan No. 26 Tahun 2010)

21 123 120

PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

0 7 100

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PENERBANGAN ATAS TERJADINYA KETERLAMBATAN ANGKUTAN PENERBANGAN : STUDI PADA PT GARUDA INDONESIA (PERSERO) TBK BANDAR UDARA INTERNASIONAL I GUSTI NGURAH RAI.

2 15 79

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA JASA PENERBANGAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN - Perlindungan Hak Konsumen atas Pengguna Jasa Pene

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hak Konsumen atas Pengguna Jasa Penerbangan Dalam Hal Kenaikan Harga Tiket yang Tinggi Ketika Musim Libur dan Keselamatan Penerbangan (Studi Pada PT. Garuda Indonesia Kantor Cabang Medan)

0 0 11

PERLINDUNGAN HAK KONSUMEN ATAS PENGGUNA JASA PENERBANGAN DALAM HAL KENAIKAN HARGA TIKET YANG TINGGI KETIKA MUSIM LIBUR DAN KESELAMATAN PENERBANGAN

0 1 9

PERLINDUNGAN KONSUMEN MASKAPAI PENERBANGAN PT.CITLINK INDONESIA JIKA JADWAL PENERBANGAN TIDAK EFEKTIF -

0 0 70