wilayah kerja Puskesmas Gunungpati Kota Semarang tergolong tidak memenuhi syarat untuk kesehatan baik dari kelompok kasus maupun kelompok kontrol
karena pada intensitas cahaya tersebut sangat mendukung pertumbuhan nyamuk Aedes sp
. Pencahayaan optimum untuk pertumbuhan nyamuk yaitu 60 lux Budiyono, 2006.
Dalam penelitian ini pencahayaan tidak berhubungan dengan kejadian chikungunya mungkin disebabkan karena faktor lain, misalnya perilaku yaitu
kebiasaan menguras dan menutup tempat penampungan air rumah. Tempat penampungan air rumah yang tidak biasa dikuras dan tidak biasa ditutup, akan
menjadi tempat peluang nyamuk untuk berkembang biak mulai dari telur hingga menjadi nyamuk dewasa.
5.5 HUBUNGAN ANTARA KEBERADAAN TANAMAN DENGAN
KEJADIAN CHIKUNGUNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNUNGPATI KOTA SEMARANG
Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Gunungpati Kota Semarang dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara keberadaan tanaman
dengan kejadian chikungunya, didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna dengan p value = 0,280.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Sefianti Agustin 2010, yang menyatakan ada hubungan antara keberadaan tanaman di pekarangan dengan
kejadian demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Tegal Timur dengan nilai p value = 0,007; OR = 3,567.
Puskesmas Gunungpati terletak di Kecamatan Gunungpati bagian selatan Kota Semarang. Daerah ini berada pada ketinggian 259 mdpl di atas permukaan
air laut. Secara geografis wilayah ini merupakan perbukitan yang berhawa sejuk dan segar. Lebih banyak dimanfaatkan untuk area perkebunan, persawahan, dan
perbukitan. Hasil observasi banyak dijumpai tanaman-tanaman yang tumbuh
besar dan rimbun di sekitar rumah. Dalam penelitian ini keberadaan tanaman tidak berhubungan dengan
kejadian chikungunya mungkin disebabkan karena faktor lain, misalnya perilaku yaitu kebiasaan menguras dan menutup tempat penampungan air rumah. Tempat
penampungan air rumah yang tidak biasa dikuras dan tidak biasa ditutup, akan menjadi tempat peluang nyamuk untuk berkembang biak mulai dari telur hingga
menjadi nyamuk dewasa.
5.6 HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MENGURAS TPA DENGAN
KEJADIAN CHIKUNGUNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNUNGPATI KOTA SEMARANG
Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Gunungpati Kota Semarang dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara kebiasaan menguras
tempat penampungan air dengan kejadian chikungunya, didapatkan hasil ada hubungan yang bermakna dengan p value = 0,009; OR = 3,580 95 CI = 1,341–
9,561, menunjukkan bahwa sampel yang tidak mempunyai kebiasaan menguras tempat penampungan air mempunyai risiko 3,580 kali lebih besar menderita
chikungunya daripada sampel yang mempunyai kebiasaan menguras tempat penampungan air.
Hal ini sesuai dengan penelitian Eka Arsanti 2007, yang menyatakan ada hubungan antara kebiasaan menguras tempat penampungan air dengan kejadian
suspect demam chikungunya di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang. Pada
kelompok yang tidak mempunyai kebiasaan menguras tempat penampungan air seminggu sekali mempunyai risiko 2,923 kali lebih besar dibandingkan dengan
kelompok yang mempunyai kebiasaan menguras tempat penampungan air. Menguras bak mandi atau tempat penampungan air sekurang-kurangnya
seminggu sekali. Kebiasaan menguras tempat penampungan air lebih dari seminggu sekali akan memberikan kesempatan telur untuk berkembang biak
menjadi nyamuk dewasa. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna artinya dari telur menjadi larva kemudian larva akan
tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Perkembangan dari telur hingga menjadi nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7-10 hari, namun dapat lebih lama
jika kondisi tidak mendukung Depkes RI, 2005.
5.7 HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MENUTUP TPA DENGAN