dan memahami tujuan organisasi dengan antusias dan bekerja secara efektif ke arah tercapainya tujuan organisasi.
8. Bersikap menghargai Setiap orang pada dasarnya menghendaki adanya pengakuan dan
penghargaan diri pada orang lain. Demikian pula setiap bawahan dalam organisasi memerlukan adanya pengakuan dan penghargaan dari atasan.
Oleh karena itu, menjadi suatu kewajiban bagi pemimpin untuk mau memberikan penghargaan atau pengakuan dalam bentuk apapun kepada
bawahannya. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi, menggerakkan, mengarahkan, mendorong, dan mengajak orang lain untuk bekerja sama dan mau bekerja
secara produktif guna pencapaian tujuan tertentu, sehingga indikator yang digunakan dalam variabel kepemimpinan adalah menggunakan teori dari
Wahjosumidjo yaitu: bersifat adil, memberi sugesti, mendukung tercapainya tujuan, sebagai katalisator, menciptakan rasa aman, sebagai wakil organisasi,
sumber inspirasi, dan bersikap menghargai.
2.2.3 Teori-teori Kepemimpinan
a. Teori Bawaan atau Heredity Theory Teori ini berasumsi bahwa sifat-sifat kepemimpinan seseorang
adalah faktor bawaan sejak lahir, dimana menjadi pemimpin atau tidaknya seseorang karena takdir semata. Teori ini berpandangan bahwa
secara filosofis, manusia itu memiliki kemampuan yang luar biasa, baik
fisik maupun otaknya. Modal dasar seperti bakat, intuisi atau kecakapan praktis tanpa dibarengi dengan teori-teori atau prinsip-prinsip, dianggap
cukup untuk membuat seseorang menjadi pimpinan. b. Teori Psikologi atau Psychological Theory
Teori ini berasumsi bahwa sifat kepemimpinan seseorang dapat dibentuk sesuai dengan jiwanya. Konsep dasar teori kejiwaan ini adalah
bahwa kapasitas seseorang dapat dibentuk, dimanipulasi, didongkrak kematangannya, dan karenanya bakat yang dibawa sejak lahir ke muka
bumi ini bias diabaikan. c. Teori Situasi atau Situational Theory
Teori ini mengajarkan bahwa kepemimpinan seseorang muncul sejalan dengan situasi atau lingkungan yang mengelilinginya. Pada saat
tertentu seseorang berfungsi sebagai pemimpin, dan pada saat lain sebagai manusia yang dipimpin. Teori ini adalah sintesis dari teori
keturunan yang mengatakan bahwa bakat adalah faktor dominan, dan teori kejiwaan yang berasumsi bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin
jika dibekali pengetahuan dan sejumlah pengalaman yang memadai.
2.2.4 Tipe-tipe
Kepemimpinan
a. Pemimpin Otokratik Kepemimpinan otokratik bertolak dari anggapan bahwa
pimpinanlah yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap organisasi. Pemimpin otokratik barasumsi bahwa maju mundurnya organisasi hanya
tergantung kepada dirinya. Dia bekerja sungguh-sungguh, belajar keras, tertib, dan tidak boleh dibantah. Sikapnya senantiasa mau menang
sendiri, tertutup terhadap ide dari luar, dan hanya idenya yang dianggap akurat.
b. Pemimpin Demokratis Tipe kepemimpinan demokratis bertolak dari asumsi bahwa
hanya dengan kekuatan kelompok, tujuan-tujuan yang bermutu dapat dicapai. Pemimpin yang demokratis berusaha lebih banyak melibatkan
anggota kelompok dalam memacu tujuan-tujuan organisasi. Tugas dan tanggung jawab dibagi-bagi menurut bidang masing-masing.
c. Tipe Permisif Pemimpin permisif tidak mempunyai pendirian yang kuat,
sikapnya serba boleh. Pimpinan yang termasuk ke dalam kategori ini biasanya terlalu banyak mengambil muka dengan dalih untuk
mengenakan individu yang dihadapinya. Dia memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada manusia organisasional sehingga bawahan tidak
mempunyai pegangan yang jelas, informasi yang diterima simpang siur, dan tidak konsisten.
2.2.5 Keterampilan