Pengantar Ilmu Hukum Indonesia

(1)

PENGANTAR I LMU HUKUM I NDONESI A

DI KTAT – USU

OLEH

Hasim Purba, Sh., Mhum

NIP : 132086733

UNI VERSI TAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS HUKUM


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat merampungkan penulisan diktat/ bahan kuliah mata pelajaran Pengantar Ilmu Hukum Indonesia (PIHI).

Diktat/ bahan kuliah ini merupakan gabungan dari bahan kuliah PIHI yang telah diajarkan penulis di Fakultas Hukum USU Medan sejak Tahun 1993 yang dihimpun dari materi-meteri buku-buku karangan para penulis bidang hukum yang dijadikan sebagai rujukan dalam penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat berteriamkasih sekali dan sangat berhutang budi kepada para penulis yang bukunya telah dijadikan sebagai bahan rujukan terutama buku karangan J.B Daliyo dkk tentang Pengantar Hukum Indonesia, semoga karya ilmiah dan ilmu para penulis buku tersebut menjadi amal ibadah bagi mereka sepanjang masa.

Selanjutnya kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materil dalam mendukung penyusunan diktat/ bahan kuliah ini penulis ucapkan ribuan terimakasih, semoga amal ibadah saudara/ i mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah AWT.

Akhirnya, penulis menyadari sepenuhnya bahwa muatan diktat/ bahan kuliah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis selalu membuka diri atas kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca budiman yang sangat berguna untuk penyempurnaan lebih lanjut.

Sekian dan terimakasih

Me d a n, Okto b e r 2007

Pe nulis/ Pe nyusun

Hasim Purba, SH., M.Hum


(3)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I : HUKUM DALAM ARTI TATA HUKUM ... 1

BAB II : SEJARAH TATA HUKUM INDONESIA DAN POLITIK HUKUM DI INDONESIA ... 5

BAB : III SISTEM HUKUM ... 24

BAB : IV HUKUM TATA NEGARA ... 34

BAB : V HUKUM ADMINISTRASI NEGARA... 53

BAB : VI HUKUM PIDANA ... 66

BAB : VII HUKUM PERDATA ... 77

BAB : VIII HUKUM DAGANG ... 95

BAB : IX HUKUM AGRARIA ... 103

BAB : X HUKUM PERBURUHAN... 116


(4)

BAB I

HUKUM DALAM ARTI TATA HUKUM

I .1 Pe n ge r t ia n Ta t a H u k u m da n Ta t a H u k u m I n don e sia

Tat a hukum adalah susunan hukum yang bar asal m ula dar i ist ilah recht orde (bahasa Belanda) . Susunan hukum t erdiri at as at uran- at uran hukum yang t ert at a sedem ikian rupa sehingga orang m udah m enem ukannya bila suat u ket ika ia m em but uhkannya unt uk m enyelesaikan perist iw a hukum yang t erj adi dalam m asyarakat . At uran- at uran yang dit at a sedem ikian rupa yang m enj adi ” t at a hukum ” t ersebut ant ara sat u dan lainnya saling berhubungan dan saling m enent ukan. Tat a hukum berlaku dalam suat u m asyarakat karena disahkan oleh Pem erint ah m asyarakat it u. Tat a hukum yang sah dan berlaku pada w akt u t ert ent u dan di negara t ert ent u dinam akan hukum posit if (ius const it ut um ) . Tat a hukum yang diharapkan berlaku pada w akt u yang akan dat ang dinam akan ius const it uendum . I us const it uendum dapat m enj adi ius const it ut um baru yang disesuaikan dengan kebut uhan m asyarakat yang senant iasa berkem bang.

I .1 .2 Pe n ge r t ia n t a t a H u k u m I n don e sia

Tat a hukum suat u negara adalah t at a hukum yang dit et apkan at au disahkan oleh negara it u. Jadi t at a hukum I ndonesia adalah t at a hukum yang dit et apkan oleh Pem erint ah Negara I ndonesia. Tat a hukum I ndonesia j uga t erdiri at as at uran- at uran hukum yang dit at a at au disusun sedem ikian rupa, dan at uran- at uran it u ant ara sat u dan lainnya saling berhubungan dan saling m enent ukan. At uran- at uran hukum yang berlaku di I ndonesia berkem bang


(5)

secara dinam is sesuai dengan perkem banm gan zam an dan perkem bangan kebut uhan m asyarakat . Oleh karenanya suat u at uran yang sudah t idak m em enuhi kebut uhan m asyarakat perlu digant i dengan yang baru. Perkem bangan m asyarakat t ent u diikut i perkem bangan at uran- at uran yang m engat ur pergaulan hidup sehingga t at a hukum pun selalu berubah- ubah, begit u pula t at a hukum I ndonesia. Suat u t at a hukum yang selalu berubah-ubah m engikut i perkem bangan m asyarakat dit em pat m ana t at a hukum it u berlaku unt uk m em enuhi perasaan keadilan berdasarkan kesadaran hukum m asyarakat , disebut t at a hukum yang m em punyai st rukt ur t erbuka. Dem ikian pua halnya t at a hukum I ndonesia saling berhubungan dan saling m enent ukan, sebagaim ana disinggung di m uka, dapat dibukt ikan dengan cont oh sebagai berikut :

• Hukum Pidana saling berhubungan dengan hukum acara pidana dan saling m enent ukan sat u sam a lain, karena hukum pidana t idak akan dapat dit erapkan t anpa adanya hukum acara pidana. Sebaliknya j ika t idak ada hukum pidana, hukum acara pidana t idak akan berfungsi.

• Hukum kaluaga berhubungan dan saling m enent ukan dengan hukum w aris. Agar hart a kekayaan yang dit inggalkan oleh seorang yang m eninggal dunia dapat dibagikan kepada para ahli w arisnya perlu dibuat perat urannya. Siapa ahli w arisnya, berapa bagiannya, dan apa kew aj ibannya dit ent ukan oleh hukum w aris.

I .1 .3 Pe n ge r t ia n Se j a r a h Ta t a H u k u m

Pada uraian Subpokok Bahasan I .1.2 dikat akan bahw a t at a hukum selalu berubah- ubah sesuai dengan perkem bangan zam an dan perkem bangan


(6)

m asyarakat di t em pat m ana t at a hukum it u berlaku. Oleh karena it u, at uran-at uran yang t erkandung di dalam nya berubah pula m enurut i kebut uhan m asyarakat it u. At uran dem i at uran akan digant i dengan yang baru apabila at uran yang lam a dianggap sudah t idak sesuai lagi dengan keinginan m asyarakat unt uk m encapai keadilan dan kepast ian hukum . Penggant ian at uran- at uran lam a dengan at uran- at uran baru di dalam m asyarakat at au negara m erupakan kej adian pent ing dalam t at a hukum m asyarakat at au negara it u. Oleh karenanya perlu dicat at / dit ulis at au diingat . Pencat at an at au penulisan kej adian- kej adian pent ing m engenai perubahan t at a hukum dalam suat u negara agar diingat dan dipaham i oleh bangsa di negara yang bersangkut an it u pada m asa kini dinam akan ” sej arah t at a hukum ” . Dengan dem ikian, sej arah t at a hukum I ndonesia m em uat kej adian- kej adian pent ing m engenai t at a hukum I ndonesia pada m asa lalu yang dicat at dan diingat sert a harus dipaham i oleh bangsa I ndonesia.

I .1 .4 Pe n ge r t ia n Polit ik H u k u m

Polit ik hukum adalah pernyat aan kehendak dari Pem erint ah negara m engenai hukum yang berlaku di w ilayahnya dan kearah m ana hukum it u akan dikem bangkan. Dari rum usan pengert ian di at as dapat lah dikem ukakan bahw a polit ik hukum I ndonesia adalah pernyat aan kehendak dari Pem erint ah negara I ndonesia dan kearah m ana hukum it u akan dikem bangkan. Mengenai kearah m ana hukum di I ndonesia akan dikem bangkan m enurut GBHN ( Garis-garis Besar Haluan Negara) kit a, secara t egas dikat akan bahw a pem bangunan dan pem binaan hukum di I ndonesia ialah dengan m engadakan kodifikasi dan


(7)

unifikasi hukum dibidang- bidang hukum t ert ent u dengan m em perhat ikan kesadaran hukum m asyarakat dan perkem bangannya.

I .2 Tu j u a n M e m pe la j a r i Ta t a H u k u m I n don e sia

Seorang yang m em pelaj ari t at a hukum negara t ert ent u berar t i m em pelaj ari keseluruhan peat uran yang berlaku di negara it u at au m em pelaj ari hukum posit if negara it u. Dem ikian pula seseorang yang m em pelaj ari hukum posit if I ndonesia. Tuj uannya adalah baw a orang t ersebut ingin m enget ahui seluruh perat uran yang m engat ur t at a kehidupan negara dan m asyarakat I ndonesia. Lebih j auh orang t ersebut ingin m enget ahui dasar rangka hukum posit if indonesia, t ent ang perbuat an- perbuat an m ana yang m elanggar hukum dan m ana yang m enurut i hukum , sert a ingin m enget ahui kedudukan, hak, dan kew aj ibannya dalam m asyarakat . Seseorang yang m em pelaj ari t at a hukum I ndonesia berart i m em pelaj ari hukum posit if indonesia. Dengan dem ikian, hukum posit if indonesia m enj adi obj ek ilm u penget ahuan.


(8)

BAB II

SEJARAH TATA HUKUM INDONESIA DAN

POLITIK HUKUM DI INDONESIA

I I .1 Pr a k e m e r de k a a n

I I .1 .1 M a sa V e r e e n igde Oost I n disch e Com pa gn ie ( 1 6 0 2 - 1 7 9 9 )

Pada m asa berdagang di I ndonesia, VOC diberi hak- hak ist im ew a oleh Pem erint ah Belanda. Hak ist im ewa yang diberikan Pem erint ah Belanda kepada VOC adalah hak oct r ooi yang m eliput i m onopoli pelayaran dan perdagangan, m engum um kan perang, m engadakan perdam aian dan m encet ak uang. Pem berian hak yang dem ikian it u m em baw a konsekw ensi bahw a VOC m em perluas daerah j aj ahannya dikepulauan Nusant ara . Dalam usahanya unt uk m em perbesar keunt ungan, VOC m em aksakan at uran- at uran yang dibaw a dari negeri asalnya unt uk dit aat i oleh orang- orang pribum i. At uran-at uran yang dipaksakan berlakunya it u adalah peruran-at uran- peruran-at uran dalam bidang perdagangan dan bisa dit erapkan di kapal- kapal dagang. Ket ent uan hukum t ersebut sam a dengan hukum Belanda kuno yang sebagian besar m erupakan ” hukum disiplin” . Dalam perkem bangannya kem udian Gubernur Jenderal Piet er Bot h diberi w ew enang unt uk m em buat perat uran guna m enyelesaikan m asalah dalam lingkungan pegaw ai- pegaw ai VOC didaerah-daerah yang dikuasai VOC. Kecuali it u Gubernur Jenderal Piet er Bot h j uga diberi w ew enang unt uk m em ut uskan per kara –perkara perdat a dan pidana.


(9)

Set iap perat uran yang dibuat dium um kan t et api pengum um an it u t idak disim pan dalam arsip dan sesudah dium um kan kem udian dilepas sert a t idak disim pan dengan baik, sehingga akhirnya t idak diket ahui lagi perat uran m ana yang m asih berlaku dan m ana yang t idak berlaku. Keadaan dem ikian m enim bulkan niat VOC unt uk m engum pulan pengum um an- pengum um an yang pernah dit em pel kem udian disusun secara sist em at ik dan akhirnya dium um kan di Bat avia dengan nam a st at ut a Bat avia (1642) . Usaha serupa dilakukan lagi pada t ahun 1766 dan m enghasilkan st at ut a Bat avia Baru. St at ut a- st at ut a it u berlaku sebagai hukum posit if baik bagi orang- orang pribum i m aupun orang pendat ang dan sam a kekuat an berlakunya dengan perat uran- perat uran lain yang t elah ada. St at ut a- st at ut a t ersebut w alaupun m erupakan kum pulan perat uran, bukanlah suat u kodifikasi karena perat uran- perat uran yang ada dalam st at ut a t ersebut t idak disusun secara sist em at ik. Kem udian penelit ian yang dilakukan oleh Freij er m enghasilkan kit ab hukum yang dinam akan Kom pendium Freij er yang didalam nya t erm uat at uran- at uran hukum perkaw ainan dan hukum w aris I slam . Selain perat uran- perat uran hukum yang dibuat oleh VOC, pada m asa ini pun kaidah- kaidah hukum adat I ndonesia t et ap dibiarkan berlaku bagi orang- orang bum i put ra.

Dari uraian di at as, dapat diket ahui bahw a ket ika VOC berakhir pada 31 Desem ber 1799 ( karena VOC dibubarkan oleh Pem erint ah Balanda) t at a hukum yang berlaku pada w akt u it u t erdiri at as at uran- at uran yang dicipt akan oleh Gubernur Jenderal yang berkuasa didaerah kekuasaan VOC sert a at uran-at uran t idak t ert ulis m aupun t ert ulis yang berlaku bagi orang- orang pribum i, yait u hukum adat nya m asing- m asing.


(10)

I I .1 .2 M a sa Be slu it e n Re ge r in gs ( 1 8 1 4 - 1 8 5 5 )

Pada m asa Besluit en Regerings ( BR) raj a m em punyai kekuasaan m ut lak dan t ert inggi at as daerah- daerah j aj ahan t erm asuk kekuasaan m ut lak t erhadap hart a benda m ilik negara bagian lain.( m enurut Pasal 36 UUD Negeri Belanda 1814) . Kekuasaan m ut lak raj a it u dit erapkan pula dalam m em buat dan m engeluarkan perat uran yang berlaku um um dengan nam a Algem ene Verordening at au Perat ur an Pusat. Perat uran pusat berupa keput usan raj a, m aka dinam akan Keninklij k besluit . Pengundangannya lew at selebaran yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal. Ada 2 ( dua) m acam keput usan raj a sesuai dengan kebut uhannya :

1. Ket et apan raj a yait u besluit sebagai t indakan eksekut if raj a, m isalnya ket et apan pengangkat an gubernur j enderal.

2. Ket et apan raj a sebagai t indakan legislat if, m isalnya berbent uk Algem ene Verordening at au Algem ene Maat regel van Best uur (AMVB) di negeri Belanda.

Raj a m angangkat para Kom isaris Jenderal yang dit ugaskan unt uk m elaksanakan Pem erint ahan di ” Nederlands I ndie” ( Hindia Belanda) . Mereka yang diangkat adalah Elout , Buyskes dan Van de Capellen. Para kom isaris j enderal it u t idak m em buat perat uran baru unt uk m engat ur Pem erint ahannya. Mereka t et ap m em berlakukan Undang- undang dan perat uran- perat uran yang berlaku pada m asa I nggris berkuasa di I ndonesia, yait u m engenai Landrent e dan susunan pengadilan buat an Raffles. Sej ak para kom isaris j enderal m em egang Pem erint ahan di daerah-daerah j aj ahan ( w ilayah Hindia Belanda) , baik raj a m aupun gubernur j enderal t idak m engadakan perubahan perat uran m aupun undang- undang


(11)

karena m ereka m enunggu t erw uj udnya kodifikasi hukum yang direncanakan oleh Pem erint ah Belanda. Lem baga peradilan yang diperunt uk an bagi orang- orang pribum i t et ap sam a digunakan peradilan I nggris begit u pula pelaksanaannya. Dalam usaha unt uk m em enuhi

kekosongan kas negara Belanda Gubernur Jenderal Du Bus dengan

Gisignes m enerapkan polit ik agraria dengan cara m em pekerj akan orang-orang pribum i yang sedang m enj alankan hukum an, yang dikenal dengan kerj a paksa (dw angs arbeid) .

Suat u hal yang perlu diperhat ikan ialah bahw a pada t ahun 1830 Pem erint ah Belanda berhasil m engkodifikasikan hukum perdat a. Pengundangan hukum yang sudah berhasil dikodifikasi it u baru dapat t erlaksana pada t anggal 1 Okt ober 1838. Set elah it u t im bul pem ikiran t ent ang pengkodifikasian hukum perdat a bagi orang- orang Belanda yang berada di Hindia Belanda. Pem ikiran it u akan diw uj udkan sehingga pada t anggal 15 Agust us 1839 m ent er i j aj ahan Belanda m engangkat Kom isi Undang- undang bagi Hindia Belanda yang t erdiri dari Mr. Scholt en van Out Haarlem ( ket ua) dan Mr. Mr. J. Schneit her sert a Mr. J.F.H van Nes sebagai anggot a. Beberapa perat uran yang berhasil dit angani oleh Kom isi it u dan disem purnakan oleh Mr. H.L. Wicher adalah :

1. Reglem ent op de Recht erlij ke Organisat ie (RO) at au Perat uran Oranisasi Pengadilan ( POP) .

2. Algem ene Bepalingen van Wet geving ( AB) at au Ket nt uan- ket ent uan um um t ent ang perundang- undangan.

3. Burger lij k Wet boek ( BW) at au Kit ab Undang- Undang Hukum Perdat a ( KUHPerdat a) .


(12)

4. Wet boek van Koophandel ( WvK) at au KUHD

5. Reglem ent of de Burgerlij ke Recht svor dering (RV) at au perat uran t ent ang acara perdat a ( AP) .

Sem ua perat uran t ersebut set elah disem purnakan oleh Mr. H.L. Wicher diundangk an berlakunya di Hindia Belanda sej ak t anggal 1 Mei 1848 m alalui S.1847: 57.

Dari kenyat aan sej arah t ersebut di at as dapat dit arik kesim pulan bahw a t at a hukum pada m asa Besluit en Regerings ( BR) t erdiri dari perat uran-perat uran t ert ulis yang dikodofikasikan, uran-perat uran- uran-perat ur an t idak t ert ulis ( hukum adat ) yang khusus berlaku bagi orang bukan golongan Eropa.

I I .1 .3 M a sa Re ge r in gs Re gle m e n t ( 1 8 5 5 - 1 9 2 6 )

Pada t ahun 1848 t erj adi perubahan Grand ( UUD) di Negeri Belanda. Perubahan UUD negeri Belanda ini m engakibat kan t erj adinya pengurangan t erhadap kekuasaan raj a, karena St at en General ( Parlem en) cam pur t angan dalam Pem erint ahan dan perundang- undangan j aj ahan Belanda di I ndonesia. Perubahan pent ing yang berkait an dengan Pem erint ahan dan perundang-undangan, aialah dengan dicant um kannya Pasal 59 ayat ( I ) ,( I I ) , dan ( I V) Grand Wet yang isinya :

Ayat ( I ) : Raj a m em punyai kekuasaan t ert inggi at as daerah j aj ahan

dan hart a keraj aan di bagian dari dunia.

Ayat ( I I ) dan ( I V) : At uran t ent ang kebij aksanaan Pem erint ah dit et apkan m elalui undang- undang. Hal- hal lain yang m enyangkut m engenai daerah- daerah j aj ahan dan hart a, kalau diperlakukan akan diat ur dengan undang- undang.


(13)

Dari ket ent uan Pasal 59 ay at ( I ) ,( I I ) , dan ( I V) t ersebut t am pak j elas berkurangnya kekuasaan raj a t erhadap dareah j aj ahan Belanda di I ndonesia. Perat uran- perat uran yang m enat a daerah j aj ahan t idak sem at a- m at a dit et apkan oleh raj a dengan Koninklij k Belsuit -nya, t et api perat uran it u dit et apkan bersam a oleh raj a dan parlem en. Dengan dem ikian, sist em Pem erint ahannya berubah dari m onar ki konst it usional m enj adi m onarki konst it usional parlem ent er. Perat uran dasar yang dibuat bersam a oleh raj a dan parlem an unt uk m engat ur Pem erint ahan daerah j aj ahan di I ndonesia adalah Regerings Reglem ent . Regerings Reglem ent ini berbent uk undang-undang dan diundang-undangkan m elalui S.1855: 2 RR yang selanj ut nya dianggap sebagai UUD Pem erint ah Jaj ahan Belanda. Polit ik hukum Pem erint ah j aj ahan Belanda yang m engat ur t ent ang t at a hukum dicant um kan dalam Pasal 75 RR dalam asasnya sam a sepert i yang dim uat dalam Pasal 11 AB, yait u bahwa dalam m enyelesaiakan perkara perdat a hakim diperint ahkan unt uk m enggunakan hukum perdat a Eropa bagi golongan Eropa dan hukum adat bagi orang bukan Eropa.

Pada t ahun 1920 RR m engalam i perubahan pada Pasal –pasal t ert ent u, m aka kem udian RR dinam akan RR baru yang berlaku sej ak t anggal 1 Januari 1926. Golongan penduduk dalam Pasal 75 RR it u diubah dari dua golongan m enj adi t iga golongan, yait u golonan Eropa, Tim ur Asing, dan I ndonesia ( pribum i) . Pada m asa berlakunya RR t elah berhasil diundangkan kit ab- kit ab hukum , yait u :

1. Hukum yang berlaku pada penduduk golongan Eropa sebagaim ana dit ent ukan dalam Pasal 131 I S adalah Hukum Perdat a, Hukum Pidana Mat erial dan Hukum Acara.


(14)

a. Hukum Perdat a yang berlaku bagi golongan Eropa adalah Burger lij k Wet boek dan Wet boek van Koophandel ( BW dan WvK) yang diundangkan berlakunya t anggal 1 Mei 1848, dengan asas konkordasi. b. Hukum Pidana Mat erial yang berlaku bagi golongan Eropa ialah Wet boek

van St rafr echt ( WvS) yang diundangkan berlakunya t anggal 1 Januari 1948 m elauli S.1915: 732.

c. Hukum Acara yang digunakan dalam proses peradilan bagi golongan Eropa ialah Reglem ent op de Burgerij k Recht svordering unt uk proses perkara perdat a dan Reglem ent op de St rafvordering yang diundangkan m elalui S. 1847: 53. keduanay berlaku unt uk daerah Jaw a dan Madura. Susunan peradilan yang digunakan bagi golongan Eropa di Jaw a dan Madura adalah :

Resident iegerecht

Road van Just it ie

Hooggerecht shof

Peradilan diluar Jaw a dan Madura diat ur dalam Recht s Reglem ent Buit engew est en ber dasarkan S.1927: 227 unt uk daer ah m asing- m asing.

2. Hukum yang berlaku bagi golongan pribum i ( bum i put era) adalah hukum adat dalam bent uk t idak t ert ulis. Nam un j ika Pem erint ah Hindia Belanda m enghendaki lain, hukum adat dapat digant i dengan ordonansi yang dikeluarkan olehnya ( Pasal 131 ayat ( 6) I S) . Dengan dem ikian berlakunya hukum adat t idak m ut lak. Keadaan dem ikian t elah dibukt ikan dengan dikeluarkannya berbagai ordonansi yang diberlakukan lagi bagi sem ua golongan :


(15)

a. 1933: 48 j o S.1938: 2 t ent ang Perat uran Pem bukuan Kapal. b. S.1933: 108 t ent ang Perat uran Um um Perhim punan Koperasi. c. S.1938: 523 ordonansi t ent ang Orang Yang Mem inj am kan Uang. d. S.1938: 524 Ordonansi t ent ang Riba.

Hukum yang berlaku bagi golongan pribum i : a. S. 1927: 91 t ent ang Koperasi Pribum i.

b. S. 1931: 33 Perat uran t ent ang Pengangkat an Wali di Jaw a dan Madur a.

c. S.1933: 74 t ent ang Perkaw inan Orang Krist en di Jaw a, Minahasa, dan Am bon.

d. S.1933: 75 Per at uran t ent ang Pencat at an Jiw a Bagi Orang I ndonesia di Jaw a, Madura, Minahasa, Am bon, Saparua, dan Banda.

e. S.1939: 569 Ordonansi t ent ang Maskapai Andil.

f. S.1939: 570 Ordonansi t ent ang Perhim punan Pr ibum i.

3. Hukum yang berlaku pada Golongan Tim ur Asing:

a. Hukum Perdat a dan Hukum Pidana Adat m ereka m enurut ket ent uan Pasal 11 AB, ber dasarkan S.1855: 79 ( unt uk sem ua golongan Tim ur Asing) .

b. Hukum perdat a golongan Eropa ( BW) hanya bagi golongan Tim ur Asing Cina unt uk w ilayah Hindia Belanda m elalui S.1924: 557, dan unt uk daerah Kalim ant an Barat berlakunya BW t anggal 1 Sept em ber 1925 m elalui S.1925: 92.

c. WvS yang berlaku sej ak 1 Januari 1918, unt uk hukum pidana m at erial.


(16)

d. Hukum acara yang berlaku bagi golongan Eropa dan hukum acara yang berlaku bagi golongan pribum i karena dalam prakt ek kedua hukum acara t ersebut digunakan unt uk peradilan bagi golongan Tim ur Asing.

Dalam proses penyelenggaraan peradilan di sam ping susunan peradilan yang t elah disebut di at as m asih ada lem baga- lem baga pengadilan lain yang m elaksanakan peradilan sendiri. Lem baga pengadilan it u adalah :

• Pengadilan Sw apraj a

• Pengadilan Agam a

• Pengadilan Milit er

I I . 1 .5 M a sa Je pa n g ( Osa m u Se ir e i)

Pada m asa penj aj ahan Jepang daerah Hindia Belanda dibagi m enj adi dua, yait u :

1. I ndonesia Tim ur di baw ah kekuasaan Angkat an Laut Jepang berkedudukan di Makasar.

2. I ndonesia Barat di baw ah kekuasaan Angkat an Darat Jepang berkedudukan di Jakart a.


(17)

Sk e m a k a w u la I n don e sia m e n u r u t Pa sa l 1 6 3 j o 1 3 1 I S

Hasim Purba : Pengantar Ilmu Hukum Indonesia – Diktat USU, 2007

16 EROPA TI MUR ASI NG BUMI PUTERA/ PRI BUMI KAWULA

I NDONESI A

Belanda

Bukan Belanda Tapi Dari Eropa JEPANG EROPA BUMI PUTERA/ PRI BUMI

I ndonesia asli

Ket urunan lain yang sudah lam a m enet ap di indonesia sehingga sudah m elebur kedalam indonesia asli

Hukum Adat

BW & WvKK unt uk beerapa pengecualian

Hukum perdat a

Hukum pidana

Hukum acara

I nlands Reglem eni ( I R) ( acara pedat a)

Cina

Bukan Cina ( I ndia, Arab)

Hukum perdat a

Hukum pidana Hukum perdat a

BW & Wvk

Hukum adat m ereka ( kecuali yang t unduk pada hukum Eropa

Wet boek van St rafrecht ( WvS) Herziene I nlands

Reglem ent ( HI R) ( acara pidana)

Belanda Bukan Belanda t et api dar i Eropa

Jepang

Lain- lain yang hukum keluarganya sam a dengan Belanda: Am er ika, Aust ralia dan lainnya

Ket urunan dari keem pat golongan di at as

Hukum perdat a

Wet boek van St rafrecht ( WvS) Wet boek van Koophandel ( Wv K) Burgelij k Wet boek ( BW)

Hukum acara Hukum pidana

TI MUR ASI NG

Reglem ent of de Burgerlij ke

Recht svorder ing ( acara pidana)

Reglem ent of de St rafvordering


(18)

Perat uran- perat uran yang digunakan unt uk m engat ur Pem erint ah di w ilayah Hindia Belanda dibuat dengan dasar Gun Seirei m elalui Osam u Seirei. Dalam keadaan darurat Pem erint ah bala t ent ara Jepang di Hindia Belanda m enent ukan hukum yang berlaku unt uk m engat ur Pem erint ahan dengan m engeluar kan Osam u Seirei No.1/ 1942. Pasal 3 Osam u Seirie No. 1/ 1942 m enent ukan bahw a ” sem ua badan Pem erint ahan dan kekuasaannya, hukum dan undang- undang dari Pem erint ah yang dulu t et ap diakui sah unt uk sem ent ara w akt u, asal t idak bert ent angan dengan perat uran Pem erint ahan m ilit er” . Dari ket ent uan dengan perat uran Pasal 3 Osam u Seirie No. 1/ 1942 t ersebut dapat diket ahui bahw a hukum yang m engat ur Pem erint ahan dan lain-lain t et ap m enggunakan I ndische St aat regeling ( I S) . Hukum perdat a, pidana, dan hukum acara yang berlaku bagi sem ua golongan sam a dengan yang dit ent ukan dalam Pasal 131 I S, dan golongan- golongan penduduk yang ada adalah sam a dengan yang dit ent ukan dalam Pasal 163 I S.

Kem udian Pem erint ah bala t ent ara Jepang m engeluarkan Gun Seirei nom or ist im ew a 1942, Osam u Seirei No. 25 t ahun 1944 dan Gun Seirie No. 14 t ahun 1942, Gun Seirei nom or ist im ew a t ahun 1942 dan Osam u Seirei No. 25 t ahun 1944 m em uat at at uran pidana yang um um dan at uran-at uran pidana yang khusus. Gun Seirei No. 14 t ahun 1942 m enguran-at ur t ent ang pengadilan di Hindia Belanda.


(19)

I I .2 Pa sca k e m e r de k a a n

Masa pascakem erdekaan adalah m asa sesudah I ndonesia m erdeka. Pada m asa ini t at a hukum I ndonesia dan polit ik hukum I ndonesia akan dibicarakan berdasarkan kurun w akt u berlakunya berbagai Undang- Undang Dasar I ndonesia.

I I .2 .1 M a sa 1 9 4 5 - 1 9 4 9 ( 1 8 - 8 - 1 9 4 5 - 2 6 - 1 2 - 1 9 4 9 )

Sej ak m erdeka 17 Agust us 1945, bangsa I ndonesia m enj adi bangsa yang bebas dan t idak t ergant ung pada bangsa m ana pun j uga. Dengan dem ikian, bangsa I ndonesia bebas dalam m enent ukan nasibnya, m engat ur negaranya dan m enet apkan t at a hukum nya. Undang- undang Dasar yang m enj adi dasar dalam penyelenggaraan Pem erint ah dit et apkan pada t anggal 18 Agust us 1945. Undang- undang Dasar yang dit et apkan unt uk it u adalah UUD 1945. Bent uk t at a hukum dan polit ik hukum yang akan berlaku pada m asa it u dapat dilihat pada Pasal I I At ur an Peralihan UUD 1945.

Pasal I I at uran peralihan UUD m enet ukan bahw a “ segala badan negara dan perat uran yang ada m aih langsung berlaku, selam a belum diadakan yang baru m enurut Undang- Undang Dasar ini” . Dari ket ent uan t ersebut dapat diket ahui bahw a hukum yang dikehendaki unt uk m engat ur penyelenggaraan negara adalah perat uran- perat uran yang t elah ada dan berlaku sej ak m asa sebelum I ndonesia m erdeka. Hal ini berart i segala perat uran yang t elah ada


(20)

dan berlaku pada zam an penj aj ahan Belanda dan m asa Pem erint ah bala t ent ara Jepang, t et ap diberlakukan. Pernyat aan it u adalah unt uk m engat asi kekosaongan hukum , sam bil m enunggu produk perat uran baru yang dibent uk oleh Pem erint ah negara Republik I ndonesia. Dengan dem ikian, j elaslah bahw a t at a hukum yang berlaku pada m asa 1945- 1949 adalah segala perat uran yang t elah ada dan pernah berlaku pada m asa penj aj ahan Belanda, m asa Jepang berkuasa dan produk- produk perat uran baru yang dihasilkan oleh Pem erint ah negar a Republik I ndonesia dar i 1945- 1949.

I I .2 .2 M a sa 1 9 4 9 - 1 9 5 0 ( 2 7 - 1 2 - 1 9 4 9 - 1 6 - 8 - 1 9 5 0 )

Masa ini adalah m asa berlakunya Konst it usi RI S. Pada m asa t ersebut t at a hukum yang berlaku adalah t at a hukum yang t erdiri dari perat uran-perat uran yang dinyat akan berlaku pada m asa 1945- 1949 dan produk perat uran baru yang dihasilkan oleh Pem erint ah negara yang berw enang unt uk it u selam a kurun wakt u 27- 12- 1949 sam pai dengan 16- 8- 1950. hal ini dit ent ukan oleh Pem erint ah negara m elalui Pasal 192 K.RI S yang isinya sebagai berikut : ” perat uran- perat uran, undang- undang dan ket ent uan t at a usaha yang sudah ada pada saat konst it usi ini m ulai berlaku t et ap berlaku t idak berubah sebagai perat uran- perat uran dan ket ent uan- ket ent uan RI S sendiri, selam a dan sekadar perat uran- per at uran dan ket ent uan- ket ent uan it u t idak di cabut , dit am bah at au diubah oleh undang- undang dan ket ent uan t at a usaha at as kuasa konst it usi ini.”

I I .2 .3 M a sa 1 9 5 0 - 1 9 5 9 ( 1 7 - 8 - 1 9 5 0 - 4 - 7 - 1 9 5 9 )


(21)

pada m asa ini adalah t at a hukum yang t erdiri dari sem ua perat uran yang dinyat akan beralaku berdasarkan Pasal 142 UUDS 1950, kem udian dit am bah dengan perat uran baru yang dibent uk oleh Pem erint ah negara selam a kurun wakt u dari 17- 8- 1950 sam pai 4- 7- 1959.

I I .2 .4 M a sa 1 9 5 9 - Se k a r a n g ( 5 - 7 - 1 9 5 9 - Se k a r a n g)

UUDS 1950 hanya berlaku sam pai t anggal 4 Juli 1959, kar ena dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 UUDS 1950 dinyat akan t idak berlaku lagi dan sebagai gant inya adalah UUD 1945. j adi UUD yang berlaku di I ndonesia sej ak 5 Juli 1959 hingga sekarang adalah UUD 1945. Tat a hukum yang berlaku pada m asa ini adalah t at a hukum yang t erdiri dari segala perat uran yang berlaku pada m asa 1950- 1959 dan yang dinyat akan m asih berlaku berdasarkan ket ent uan Pasal I I At uran Peralihan UUD 1945 dit am bah dengan berbagai perat uran yang dibent uk set elah Dekrit Pr esiden 5 Juli 1959 it u.

Tat a at uran perundang- undangan yang berlaku sekarang ini diat ur berdasarkan Ket et apan MPRS No.XX/ MPRS/ 1966 j o Ket et apan MPR No.V/ MPR/ 1973. t at a urut an undangan ( Hierarki perundang-undangan) t ersebut adalah sbagai berikut :

1. UUD 1945

2. TAP MPR

3. UU ( Undang- undang )

4. Perpu ( Perat uran Pem erint ah Penggant i Undang- undang) 5. Perat uran Pem erint ah

6. KepPresiden


(22)

• I nst ruksi Ment eri

• dan lain- lainnya

Tat a urut an t ersebut di at as m engandung konsekw ensi bahw a perat uran yang urut annya lebih rendah t idak boleh bert ent angan dengan perat uran perundang- undangan yang lebih t inggi. Tat a urut an t ersebut di at as belum pernah diat ur sam pai lahirnya Ket et apan MPRS No.XX/ MPRS/ 1966.

Polit ik hukum Pem er int ah sekarang ini secara t egas diat ur dalam Ket et apan MPRS No.I / MPRS/ 1988. dalam TAP MPR No.I / MPR/ 1988 it u dirum uskan t ent ang polit ik hukum Pem erint ah I ndonesia saebagai berikut :

a. Pem bangunan hukum sebagai upaya unt uk m enegakkan keadilan, kebenaran dan ket ert iban dan negara hukum I ndonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, diarahkan unt uk m eningkat kan kesadaran hukum , m enj am in penegakan, pelayanan dan kepast ian hukum , sert a m ew uj udkan t at a hukum nasional yang m engabdi pada kepent ingan nasional.

b. Pem bangunan hukum dit uj ukan unt uk m em ant apkan dan

m engam ankan pelaksanaan pem bangunan dan hasil- hasilnya, m encipt akan kondisi yang lebih m ant ab sehingga set iap anggot a m asyarakat dapat m enikm at i iklim kepast ian dan ket ert iban hukum , lebih m em beri dukungan dan pengarahan kepada upaya pem bangunan unt uk m encapai kem akm uran yang adil dan m erat a, sert a m enum buhkan dan m engem bangkan disiplin nasional dan rasa t anggungj aw ab sosial pada set iap anggot a m asyarakat . Di sam ping it u, hukum benar- benar harus m enj adi pengayom m asyarakat , m em beri rasa am an dan t ent ram , m encipt akan lingkungan dan iklim


(23)

yang m endorong kreat ivit as ser t a m endukung st abilit as nasional yang sehat dan dinam is.

c. Dalam rangka pem bangunan hukum perlu lebih dit ingkat kan upaya pem bauran hukum secara t erarah dan t erpadu ant ara lain kodifikasi dan unifikasi bidang- bidang hukum t ert ent u sert a penyusunan perundang- undangan baru yang sangat dibut uhkan unt uk dapat m endukung pem bangunan di berbagai bidang sesuai dengan t unt ut an pem bangunan yang berkem bang dalam m asyarakat .

d. Dalam rangka m eningkat kan penegakan hukum perlu t erus

dim ant apkan kedudukan dan peranan badan- badan penegak hukum sesuai dengan t ugas dan w ew enangnya m asing- m asing, sert a t erus dit ingkat kan kem am puan dan kew ibaw aannya dan dibina sikap, perilaku dan ket eladanan para penegak hukum sebagai pengayom m asyarakat yang j uj ur, bersih, t egas dan adil.

e. Penyuluhan hukum perlu dim ant apkan unt uk m encapai kadar kesadaran hukum yang t inggi dalam m asyarakat , sehingga set iap anggot a m asyarakat m enyadari dan m enghayat i hak dan kew aj bannya sebagai w arga negara, dalam rangka t egaknya hukum , keadilan dan perlindungan t erhadap harkat dan m art abat m anusia, ket er t iban, ket ent ram an, dan kepast ian hukum sert a t erbent uknya perilaku set iap w arga negara I ndonesia yang t aat pada hukum .

f. Dalam rangka m ew uj udkan pem erat aan m em peroleh keadilan dan perlindungan hukum perlu t erus diusahakan agar proses peradilan m enj adi lebih sederhana, cepat dan t epat dengan biaya yang t erj angkau oleh sem ua lapisan m asyarakat . Sej alan dengan it u perlu


(24)

lebih dim ant apkan penyelenggaraan pem berian bant uan dan konsult asi hukum bagi lapisan m asyarakat yang kurang m am pu.

g. Unt uk m enunj ang upaya pem bangunan hukum , perlu t erus

dit ingkat kan penyediaan sarana dan prasaran yang diperlukan sert a dit ingkat kan pendayagunaannya.

h. Dalam usaha pem bangunan hukum perlu dit ingkat kan langkah-langkah unt uk m engem bangkan dan m enegakkan hak dan kew aj iaban asasi w arga negara dalam rangka m engam alkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

Jika berbagai uraian t ersebut di at as diam at i dan diperhat ikan dapat disim pulkan bahw a dalam polit ik hukum di I ndonesia dari m asa ke m asa ( dari VOC hingga sekarang) ada persam aan dan perbedaan ant ara m asa yang sat u dan m asa yang lain. Polit ik hukum yang dapat dikat akan m em punyai persam aan adalah polit ik hukum yang dinyat akan oleh Pem erint ah bala t ent ara Jepang ( OS) , m asa berlakunya UUD sem ent ara 1945 periode pert am a, m asa berlakunya Konst it usi RI S dan m asa berlakunya UUD 1950. pada m asa-m asa t ersebut Peasa-m erint ah negara unt uk seasa-m ent ara w akt u asa-m easa-m ber lakukan perat uran- perat uran yang t elah ada sebelum undang- undang dasar at au konst it usi it u berlaku. Polit ik hukum pada m asa- m asa t ersebut m asih bersifat sem ent ara karena penguasa pada w akt u it u berm aksud unt uk sekedar m em enuhi kebut uhan hukum agar t idak t erj adi kekosongan (vacuum ) .

Sedangkan polit ik hukum pada m asa- m asa Regerings Reglem ent ( RR) dan m asa I ndische Regeling sudah lebih t egas lagi hukum apa at au yang bagaim ana yang dikehendaki penguasa pada m asa- m asa it u. Pada m asa Besluit en Regerings polit ik hukum Pem erint ah Hindia Belanda m enghendaki


(25)

dua m acam hukum yang berlaku bagi dua golongan penduduk yang ada pada w akt u it u. Berdasarkan Pasal 6- 10 AB, penduduk Hindia Belanda pada w akt u it u dibagi m enj adi dua bagian, yait u golongan Eropa dan bukan Eropa. Hukum yang berlaku bagi golongan Eropa adalah hukum perdat a Eropa, sedangkan bagi golongan bukan Eropa adalah hukum adat nya. Pem berlakuan hukum sepert i it u dinyat akan dalam Pasal 11 AB. Polit ik hukum Pem erint ah Hindia Belanda pada m asa RR dicant um kan dalam Pasal 5 RR dan pada asasnya sam a dengan yang dit ent ukan dalam Pasal 11 AB. Perbedaan ant ara kedua polit ik hukum t ersebut hanya t erlet ak pada cara penggolongan penduduk saj a. Perbedaan golongan penduduk berdasarkan Pasal 6- 10 AB adalah berdasarkan agam a, sedangkan pada Pasal 109 RR ber dasarkan kedudukan ” penj aj ah” dan ” yang dij aj ah” . Polit ik hukum pada m asa I ndiche St aat sregeling ( I S) dicant um kan pada Pasal 131 I S yang pada dasarnya m engandung asas hukum t ert ulis dan t idak harus dikodifikasikan t et api diharapkan set iap perat uran dibuat t ert ulis dan dit et apkan dalam or donansi. Pem erint ah Hindia Belanda m em bagi penduduknya m enj adi t iga golongan sebagaim ana yang dit et apkan pada Pasal 163 I S ( golongan Eropa, Tim ur Asing, dan Pribum i/ Bum i Put era) . Hukum perdat a yang berlaklu pada w akt u it u bersifat dualist is, karena yang berlaku pada golongan Eropa adalah hukum perdat a Eropa/ Barat dengan asas konkordansi, sedangkan bagi golongan Tim ur Asing dan pribum i berlaku hukum perdat a adat m asing- m asing. Nam un, j ika dilihat dari sist em hukum adat , ia bahkan bukan dualist is dalam hukum perdat a t et api bahkan pluralist is.

Polit ik hukum yang ada m ulai m asa Orba ( 1967 sam pai sekarang) , at au lebih t epat sej ak dit et apkannya GBHN t ahun 1973 sam pai sekarang, sudah


(26)

lebih t egas lagi karena Pem erint ah RI dalam pem binaan hukum nya sudah m engarah kepada hukum kodifikasi dan unifikasi yang didasarkan pada kebut uhan hukum m asyarakat I ndonesia, dan dalam j angka panj ang Pem erint ah m enghendaki t at a hukum baru yang benar- benar produk Pem erint ah RI dan sesuai dengan kebut uhan. Jadi, j ika disim pulkan perbedaan polit ik hukum dari m asa ke m asa yang pernah dit erapkan ialah bahw a ada polit ik hukum yang t et ap dalam t egas dalam art i hukum yang bagaim ana yang dikehendaki, dan ada polit ik hukum yang sem ent ara sekedar unt uk m enj aga agar t idak t erj adi kekosongan hukum .


(27)

BAB III

SISTEM HUKUM

I I I .3 Pe n da h u lu a n

Sist em hukum adalah kesat uan ut uh dari t at anan- t at anan yang t erdiri dari bagian- bagian at au unsur- unsur yang sat u sam a lain saling berhubungan dan berkait an secara erat . Unt uk m encapai suat u t uj uan kesat uan t ersebut perlu kerj a sam a ant ara bagian- bagian at au unsur- unsur t ersebut m enurut rencana dan pola t ert ent u. Dalam sist em hukum yang baik t idak boleh t erj adi pert ent angan- pert ent angan at au t um pang t indih di ant ara bagian- bagian yang ada. Jika pert ent angan at au kont radiksi t ersebut t erj adi, sist em it u sendiri yang m enyelesaikan hingga t idak berlarut . Hukum yang m erupakan sist em t ersusun at as sej um lah bagian yang m asing- m asing j uga m erupakan sist em yang dinam akan subsist em . Kesem uanya it u bersam a- sam a m erupakan sat u kesat uan yang ut uh. Marilah kit a m engam bil cont oh sist em hukum posit if I ndonesia. Dalam sist em hukum posit if I ndonesia t ersebut t erdapat subsist em hukum perdat a, subsist em hukum pidana, subsist em hukum t at a negara, dan lain- lain yang sat u sam a lain saling berbeda. Sist em hukum di dunia ini ada berm acam - m acam , yang sat u dengan lainnya saling berbeda.


(28)

Sist em hukum Eropa Kont inent al berkem bnag di negara- negara Eropa dan sebagian disebut dengan ist ilah Civil Law . Sem ula sist em hukum it u berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Rom awi pada m asa Pem erint ahan Kaisar Yust inianus. Kodifikasi hukum it u m erupakan kum pulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum m asa Yust inianus yang disebut Corpus Juris Civilis. Corpus Juris Civilis dij adikan prinsip dasar dalam perum usan dan kodifikasi hukum dinegara- negara Eropa darat an sepert i Jerm an, Belanda, Prancis, I t alia, Am erika Lat in, Asia ( t erm asuk I ndonesia pada m asa penj aj ahan Belanda) .

Prinsip ut am a at au prinsip dasar sist em hukum Er opa Kont inent al ialah bahw a hukum it u m em peroleh kekuasaan m engikat karena berupa perat uran yang berbent uk undang- undang yang t ersusun secara sist em at is dalam kodifikasi. Kepast ian hukum lah yang m enj adi t uj uan hukum . Kepast ian hukum dapat t erw uj ud apabila segala t ingkah laku m anusia dalam pergaulan hidup diat ur dengan perat uran t ert ulis. Dalam sist em hukum ini, t erkenal suat u adagium yang berbunyi ” t idak ada hukum selain undang- undang”. Dengan kat a lain hukum selalu diident ifikasikan dengan undang- undang. Hakim dalam hal ini t idak bebas dalam m encipt akan hukum baru, karena hukum hanya m enerapkan dan m enafsirkan perat uran yang ada berdasarkan w ew enang yang ada padanya. Put usan hakim t idak m engikat um um t et api hanya m engikat para pihak yang berperkara saj a.

I I I . Sist e m h u k u m An glo- Sa x on ( An glo- Am e r ik a )

Sist em hukum Anglo- Saxon ( Anglo- Am erika) m ula- m ula berkem bang di negaraI nggris, dan dikenal de ist ilah Com m on Law at au Unw rit en Law ( hukum


(29)

t idak t ert ulis) . Sist em hukum ini dianut di negara- negara anggot a persem akm uran I nggris,Am erika Ut ara,Kanada, Am erika Serikat . Sist em hukum Anglo- Saxon bersum ber pada put usan–put usan hakim / put usan pengadilan at au yurisprudensi. Put usan- put usan hakim m ew uj udkan kepast ian hukum , m aka m elalui put usan- put usan hakim it u prinsip- prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibent uk dan m engikat um um .

Kebiasaan- kebiasaan dan perat uran hukum t ert ulis yang berupa undang- undang dan perat uran adm inist rasi negara diakui j uga, kerena pada dasarnya t erbent uknya kebiasaan dan perat uran t ert ulis t ersebut bersum ber dari put usan pengadilan. Put usan pengadilan, kebiasaan dan perat uran hukum t ert ulis t ersebut t idak t ersusun secara sist em at is dalam kodifikasi sebagaim ana pada sist em hukum Eropa Kont inent al. Hakim berperan besar dalam m encipt akan kaidah- kaidah hukum yang m engat ur t at a kehidupan m asyarakat . Hakim m em punyai w ew enang yang luas unt uk m enafsirkan perat uran- perat uran hukum dan m encipt akan prinsip- prinsip hukum baru yang berguna sebagai pegangan bagi hakim –hakim lain dalam m em ut uskan perkara sej enis. Oleh karena it u, hakim t erikat pada prinsip hukum dalam put usan pengadilan yang sudah ada dari perkara- perkara sej enis (asas doct rine of precedent ) . Nem un, bila dalam put usan pengadilan t erdahulu t idak dit em ukan prinsip hukum yang dicari, hakim berdasarkan prinsip kebenaran dan akal sehat dapat m em ut uskan perkara dengan m enggunakan m et ode penafsiran hukum . Sist em hukum Anglo- Am erika sering disebut j uga dengan ist ilah Case Law .

Dalam pem bagian hukum nya, sist em hukum ini j uga m em bagi hukum m enj adi dua golongan, yait u hukum publik dan hukum privat . Hukum privat


(30)

m enurut sist em hukum ini lebih dit uj ukan kepada kaidah hukum t ent ang hak m ilik, hukum t ent ang orang, hukum perj anj ian dan hukum t ent ang perbuat an m elaw an hukum .

I I I . Sist e m H u k u m Ada t

Sist em hukum adat t erdapat dan berkem bang dilingkungan kehidupan sosial di I ndonesia, Cina, I ndia, Jepang, dan negara lain. Di I ndonesia asal m ula ist ilah hukum adat adalah dari ist ilah ”Adat recht” yang dikem ukakan oleh Snoucg Hugrony. Sist em hukum adat um um nya bersum ber dari perat uran-perat uran hukum t idak t ert ulis yang t um buh dan berkem bang sert a dipert ahankan berdasarkan kesadaran hukum m asyarakat ny a. Sifat hukum adat adalah t radisional dengan berpangkal pada kehendak nenek m oyangnya. Hukum adat berubah- ubah karena pengaruh kej adian dan keadaan sosial yang silih bergant i. Karena sifat nya yang m udah berubah dan m udah m enyesuaikan dengan perkem bangan sit uasi sosial, hukum adat elast is sifat nya. Karena sum bernya t idak t ert ulis, hukum adat t idak kaku dan m udah m enyesuaikan diri.

Sist em hukum adat di I ndonesia dibagi dalam t iga kelom pok, yait u : a. hukum adat m engenai t at a negara, yait u t at anan yang m engat ur

susunan dan ket ert iban dalam persekut uan- persekut uan hukum , sert a susunan dan lingkungan kerj a alat - alat perlengkapan, j abat an- j abat an, dan penj abat nya.

b. Hukum adat m engenai w arga ( hukum w arga) t erdiri dari : 1. hukum pert alian sanak ( kekerabat an)


(31)

3. hukum perut angan

c. Hukum adat m engenai delik ( hukum pidana)

Yang berperan dalam m enj alankan sist em hukum adat adalah pem uka adat ( penget ua- penget ua adat ) , karena ia adalah pim pinan yang disegani oleh m asyarakat .

I I I .5 Sist e m H u k u m I sla m

Sist em hukum I slam berasal dari Arab, kem udian berkem bang ke negara-negara lain sepert i negara-negara- negara-negara Asia, Afrika, Eropa, Am erika secara individual m aupun secara kelom pok. Sist em hukum I slam bersum ber pada :

a. Qur’an, yait u kit ab suci kaum m uslim in yang diw ahyukan dari Allah kepada Nabi Muham m ad SAW m elalui Malaikat Jibril.

b. Sunnah Nabi, yait u cara hidup dari nabi Muham m ad SAW at au cerit a t ent ang Nabi Muham m ad SAW.

c. I j m a, yait u kesepakat an para ulam a besar t ent ang suat u hak dalam cara hidup.

d. Qiyas, yait u analogi dalam m encari sebanyak m ungkin persam aan ant ara dua kej adian.

Sist em hukum I slam dalam ”Hukum Fikh” t erdiri dari dua bidang hukum , yait u :

1. hukum rohaniah ( ibadat ), ialah cara- cara m enj alankan upacara t ent ang kebakt ian t erhadap Allah ( sholat , puasa, zakat , m enunaikan ibadah haj i) , yang t idak dipelaj ari di fakult as hukum .


(32)

a. Muam alat, yait u t at a t ert ib hukum dan perat uran m engenai hubungan ant ara m anusia dalam bidang j ual- bei, sew a m enyew a, perburuhan, hukum t anah, perikat an, hak m ilik, hak kebendaan dan hubungan ekonom i pada um um nya.

b. Nikah, yait u perkaw inan dalam art i m em bet uk sebuah keluar ga yang t ediri dari syarat - syarat dan rukun- rukunnya, hak dan kew aj iban, dasar- dasar perkaw inan m onogam i dan akibat - akibat hukum perkaw inan.

c. Jinayat, yait u pidana yang m eliput i ancam an hukum an t erhadap hukum Allah dan t indak pidana kej ahat an.

Sist em hukum I slam m enganut suat u keyakinan dan aj aran islam dengan keim anan lahir bat in secara individual.

Negara- negara yang m enganut sist em hukum I slam dalam bernegara m elaksanakan perat uran- perat uran hukum nya sesuai dengan rasa keadilan berdasarkan perat uran perundangan yang bersum ber dari Qur’an. Dari penj elasan ini t am pak j elas bahw a di negara- negara penganut asas hukum I slam , agam a I slam berpengaruh sangat besar t erhadap cara pem bent ukan negara m aupun cara bernegara dan berm asyarakat bagi w arga negara dan penguasanya.

I I I . 6 Sist e m H u k u m Ka n on ik

Kit ab Hukum Kononik ( KHK) t erdiri at as t uj uh buku : Buku I : m em uat t ent ang norm a- norm a um um Buku I I : m em uat t ent ang Um at Allah


(33)

Buku I V : m em uat t ent ang t ugas gerej a m enguduskan Buku V : m em uat t ent ang hart a benda duniaw i gerej a

Buku VI : m em uat t ent ang hukum an- hukum an dalam gerej a dan sanksi- sanksi dalam gerej a.

Buku VI I : m em uat t ent ang proses at au hukum acara

Set iap buku dibagi dalam bagian, seksi, j udul, bab dab art ikel. Nom or-nom or ket ent uan hukum disebut kanon. Kit ab Hukum Kanonik m enggunakan prinsip pem bagian dari yang t erbesar ke yang t erkecil. Seluruh Kit ab Hukum Kanonik 1983 m em uat 1.752 kanon.

Buku I t erdiri dari sebelas j udul :

Buku I m em uat at ur an- at uran um um yang dit erapkan dan m engat ur seluruh hukum dalam gerej a lat in. Buku I bersifat t eknis yuridis sehingga t idak m udah dipaham i oleh orang- orang yang m em ang t idak t erbiasa berkecim pung dalam bidang t eknik hukum . Jum lah kanon dalam buku I adalah 203.

Judul I : t erdiri dari 16 kanon, m em uat t ent ang bagaim ana lahirnya undang- undang gerej ani, siapa yang t erikat , kapan m ulai m engikat , bagaim ana m enafsirkannya.

Judul I I : m em uat t ent ang hukum kebiasaan dan hubungannya dengan undang- undang, t erdiri dari 6 kanon.

Judul I I I : t erdiri dari 6 kanon, m em bahas t ent ang dekrit um um , inst ruksi, fungsinya, pem buat annya, m acam nya, dan

perbedaannya.

Judul I V : t erdiri dari 59 kanon, dibagi dalam 5 bab. Dalam j udul I V ini dibahas t ent ang t indakan- t indakan adm inist rat if khusus


(34)

nor m a- norm a um um t indakan t er sebut , dekrit , perint ah khusus, reskrip, privilegi, dan dispensasi.

Judul V : t er diri dari 2 kanon, yait u t ent ang st at ut a dan t ert ib acara. Judul VI : t erdiri dari 28 kanon, dibagi dalam 2 bab. Bab I m em bahas

t ent ang kedudukan kanonik dari orang perorangan, m isalnya kapan seor ang dianggap dew asa, dom isili, kuasi dom isili dan bagaim ana m em perolehnya, j uga bagi biar aw at i dan biaraw an m engenai hubungan persaudaraan dan cara penghit ungannya. Bab I I m em bicarakan t ent ang badan hukum , m isalnya

bagaim ana m endirikannya, siapa yang dapat m endirikan, apa m acam nya.

Judul VI I : t erdiri dari 5 kanon,m em bahas t ent ang t indakan yuridis, syarat - syarat sahnya t indakan yuridis, gant i rugi bagi orang yang dirugikan karena t indakan orang lain.

Judul VI I I : m engenai kuasa kepem im pinan, t erdiri dari 16 kanon,

didalam nya dibahas t ent ang kuasa yurisdiksi, kuasa legislat ive, yudikat if, kuasa j abat an, kuasa yang didelegasikan, dan

bagaim ana m endelegasikan.

Judul I X : m em bahas t ent ang j abat an- j abat an gerej ani, t erdiri dari 51 kanon dalam 2 bab. Dalam j udul ini dibahas t ent ang pem berian j abat an, penindakan, pem berhent ian, dan j abat an gerej ani dan pelet akan j abat an.

Judul X : m em bahas t ent ang kadaluarsa, t erdiri dari 3 kanon. Dalam j udul ini dij elaskan t ent ang pengert ian kadaluarsa, dan apa saj a yang t idak t erkena kadaluarsa.


(35)

Judul XI : m em bahas t ent ang perhit ungan w akt u, t erdiri dari 4 kanon, ant ara lain m engenai w akt u yang t erus m enerus, w akt u guna,

hari dan m inggu.

Buku I I t erdiri dari lim a j udul :

Judul I : m engat ur t ent ang kew aj iban dan hak sem ua orang krist iani. Judul I I : m engat ur t ent ang kew aj iban dan hak kaum krist iani aw am . Judul I I I : m engat ur t ent ang para pelayan rohani ( klerus)

Judul I V : m engat ur plerat ur personal.

Judul V : m engat ur serikat - serikat kaum ber im an krist iani. Buku I I I t erdiri dari lim a j udul :

Judul I : Mengat ur t ent ang kegiat an m isi gerej a Judul I I : Mengat ur t ent ang kegiat an m isi gerej a Judul I I I : Mengat ur t ent ang pendidikan Kat olik. Judul I V : Mengat ur t ent ang alat - alat kom unikasi Judul V : Mengat ur t ent ang pengakuan im an. Buku I V t erdiri dari t uj uh j udul :

Judul I : Mengat ur t ent ang perm andian.

Judul I I : Mengat ur t ent ang sakram en penguat an. Judul I I I : Mengat ur t ent ang Ekarist i Mahasuci. Judul I V : Mengat ur t ent ang Sakram en t obat

Judul V : Mengat ur t ent ang Sakram en Pengurapan orang sakit Judul VI : Mengat ur t ent ang I m am at

Judul VI I : Mengat ur t ent ang perkaw inan Buku V t erdiri dari em pat j udul :


(36)

Judul I : Mengat ur t ent ang bagaim ana m em peroleh hart a benda. Judul I I : Mengat ur t ent ang pengelolaan hart a benda.

Judul I I I : Mengat ur t ent ang kont rak, t erut am a t ent ang peralihan m ilik. Judul I V : Mengenai kehendak saleh dan fondasi saleh.

Buku VI m em euat t ent ang sanksi- sanksi dalam gerej a dan t erdiri dari enam j udul yait u :

Judul I : Mengat ur t ent ang penghukum an t indak pidana pada um um nya. Judul I I : Mem uat undang- undang pidana dan perint ah pidana.

Judul I I I : Mem uat t ent ang subj ek yang t erkena sanksi pidana. Judul I V : m em uat t ent ang hukum an dan penghukum an lainnya. Judul V : Mengat ur t ent ang m enj at uhkan hukum an


(37)

BAB IV

Hukum Tata Negara

I V . 1 Pe n ge r t ia n H u k u m Ta t a N e ga r a

Beberapa orang sarj ana m engem ukakan pendapat nya yang sat u dengan yang lain t idak sam a t ent ang pengert ian hukum t at a negara. Para sarj ana it u, ant ara lain :

a. Van der Pot yang berpendapat , bahw a hukum t at a negara adalah perat uran- perat uran yang m enent ukan badan- badan yang diperlukan, w ew enang m asing- m asing badan, hubungan ant ara badan- badan it u dengan individu- individu di dalam suat u negara. b. Van Vollenhoven berpendapat , bahw a hukum t at a negara adalah

hukum yang m engat ur sem ua m asyarakat hukum at asan dan m asyarakat hukum baw ahan m enurut t ingkat annya, dan m asing-m asing asing-m asyarakat hukuasing-m it u asing-m enent ukan w ilayah lingkungan rakyat nya dan m enent ukan badan- badan sert a fungsinya m asing-m asing yang berkuasa dalaasing-m asing-m asyarakat dari badan- badan t ersebut .

c. L.J Van Apeldroorn berpendapat , bahw a hukum t at a negara adalah hukum negara dalam art i sem pit .


(38)

d. Kusum adi Pudj osew oj o yang berpendapat , bahw a hukum t at a negara adalah hukum yang m engat ur bent uk negara, bent uk Pem erint ahan, m enunj ukkan m asyarakat hukum at asan dan m asyarakat baw ahan m enurut t ingkat annya, selanj ut nya m enegaskan w ilayah lingkungan rakyat nya m asing m asing m asyarakat hukum , m enunj ukkan alat -alat perlengkapan negara yang berkuasa dalam m asing- m asing m asyarakat hukum it u dan susunan, w ew enang sert a im bangan dari alat perlengkapan t ersebut .

e. Ogem ann berpendapat , bahw a hukum t at a negara adalah hukum yang m engat ur organisasi negara.

I V .2 Se j a r a h Ke t a t a n e ga r a a n Re pu blik I n don e sia

Negara republik I ndonesia lahir pada t anggal 17 Agust us 1945, m elalui pernyat aan proklam asi kem erdekaan I ndonesia oleh Bung Karno dan Bung Hat t a at as nam a bangsa I ndonesia. Naskah proklam asi dit andat angani oleh Bung Karno dan Bung Hat t a, dibacakan oleh Bung Karno didepan rum ah yang t erlet ak di j alan Pegangsaan Tim ur No. 56 Jakart a j am 10 pagi. Pem bacaan naskah proklam asi oleh Bung Karno dilanj ut kan dengan pidat o proklam asi.

Dengan pr oklam asi kem erdekaan I ndonesia berart i bahw a sej ak saat it u negara I ndonesia t elah ada, dan bangsa I ndonesia sudah bert ekad unt uk m enent ukan nasib sendiri, t idak bersandar kepada bangsa lain m ana pun j uga dan t idak m enggant ungkan nasibnya kepada bangsa lain. Dengan dem ikian, sej ak saat it u ( 17- 8- 1945) t elah lahir negara baru, yait u negara Republik I ndonesia dan bersam aan dengan it u berdiri pula t at a hukum dan t at a negara I ndonesia.


(39)

Dari uaraian di at as dapat disim pulan, bahw a proklam asi kem erdekaan I ndonesia m ngandung art i :

a. lahirnya negara kesat uan Republik I ndonesia.

b. Sebagai puncak perj uangan pergerakan kem erdekaan bangsa I ndonesia yang dihayat i sej ak 20- 5- 1908.

c. Tit ik t olak pelaksanaan am anat penderit aan rakyat .

I V .2 .2 La h ir n y a Pe m e r in t a h I n don e sia

Pada t anggal 29 Mei 1945 bala t ent ara Jepang di Jakat a m em bent uk suat u badan yang diberi nam a Dokurit zu Zyum bi Tyoosakai at au Badan Penyelidik Usaha- usaha persiapan Kem erdekaan I ndonesia ( BPUPKI ) . Badan it u t erdiri dari 62 orang anggot a yang diket uai oleh I r. Radj im an

Widyodiningrat . Badan ini m engadakan dua kali sidang, yait u : pert am a t anggal 29 Mei 1945 sam pai dengan 1 Juni 1945, dan kedua t anggal 10 Juli 1945 sam pai dengan 16 Juli 1945.

BPUPKI m em bent uk panit ia kecil unt uk m erum uskan hasil sidang yang beranggot akan 9 orang, yait u : I r. Soekar no, Drs.Moham m ad Hat t a, Mr.A.A Maram is, Abi Kusno Tj okrosuj oso, Abdulhakar Muzakir, Haj i Agus Salim , Mr. Achm ad Subardj o, KHA. Wahid Hasj im , dan Mr. Moham m ad Yam in. Tanggal 22 Juni 1945 BPUPKI berhasil m enyusun naskah rancangan Pem bukaan UUD 1945 dan t anggal 16 Juli 1945 selesai m enyusun naskah rancangan UUD 1945. set elah it u BPUPKI dibubarkan. Tanggal 9 Agut sus 1945 dibent uk badan baru dengan nam a Dokurit zu Zyum bi I inkai at au Panit ia Persiapan


(40)

PPKI diket uai oleh I r. Soekarno dengan w akil Drs. Moham m ad Hat t a, anggot any a 21 orang yang kem udian dit am bah 6 orang m enj adi 27 orang. Para anggot a PPKI berasal dar i rakyat I ndonesia yang m ewakili m asing-m asing daerah asalnya yang boleh dikat akan sebagai ” badan perw akilan” . PPKI kem udian dij adikan ” Kom it e Nasional” . PPKI m enyaksikan pula

pem bacaan naskah proklam asi oleh Bung Karno pada t anggal 17 Agust us 1945. Kem udian pada t anggal 18 Agust us 1945 PPKI bersidang dan hasilnya m ent apkan :

a. Pem bukaan UUD 1945.

b. Undang- Undang Dasar 1945 sebagai UUD negara Republik I ndonesia c. I r. Soekarno dan Drs. Moham m ad Hat t a m asing- m asing sebagai

Presiden dan Wakil Presiden Republik I ndonesia.

d. Pekerj aan presiden unt uk sem ent ara dibant u oleh sebuah Kom it e Nasional.

Pada t anggal 19 Agust us 1945 PPKI bersidang lagi dan hasilnya m ent apkan :

a. m em bent uk 12 depart em en Pem erint ah.

b. Mem bagi wilayah Republik I ndonesia m enj adi 8 provinsi dan t iap provinsi dibagi m enj adi keresidenan- keresidenan.

Dengan selesainya sidang PPKI t anggal 18 dan 19 Agust us 1945 dengan hasil sepert i t ersebut di at as, secara form al negara Republik I ndonesia t elah m em enuhi sem ua unsur yang diperlukan unt uk t erbent uknya suat u organisasi negara yait u dengan adanya rakyat , wilayah,

kedaulat an, dan pem erint ahan sert a m em punyai t uj uan negara. Dengan dem ikian secara singkat dapat disim pulkan bahw a lahirnya


(41)

Pem erint ahan Republik I ndonesia adalah pada t anggal 18 Agust us 1945 yait u sej ak dit et apkannya UUD 1945 sebagai UUD negara Republik I ndonesia dan dit et apkannya I r. Suekarno sert a Drs. Moham m ad Hat t a m asing- m asing sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik I ndonesia . m ulai t anggal t ersebut negara Republik I ndonesia t elah m em iliki UUD sebagai pelaksanaan pem erint ah, presiden sebagai pucuk pim pinan pem erint ah.

I V .2 .2 Sist e m Pe m e r in t a h a n I n don e sia

Pengert ian t ent ang bent uk pem erint ahan adalah suat u sist em yang berlaku, yang m enet ukan bagaim ana hubungan ant aralat perlengkapan negara yang diat ur oleh konst it usinya. Oleh karena it u, bent uk Pem erint ahan sering disebut at au lebih populer dengan ist ilah sist em Pem erint ahan. Sist em Pem erint ahan adalah keseluruhan dari susunan at au t at anan yang diat ur dari lem baga- lem baga negara yang ber kait an sat u sam a lain baik langsung

m aupun t idak langsung m enurut suat u pola unt uk m encapai t uj uan negara. Ada t iga m ,acam sist em Pem erint ahan :

1. Sist em Pem erint ahan Par lem ent er adalah suat u sist em Pem erint ahan dim ana hubungan ant ara pem egang kekuasaan eksekut if dan

parlem en sangat erat . Eksekut if dipim pin oleh seorang perdana m ent eri yang dibent uk oleh parlem en yang m ayorit asnya dari part ai at au organisasi t ert ent u. Perdana m ent eri j at uh apabila t idak

m endapat dukungan dari parlem en, sebaliknya kepala negara dapat m em bubar kan parlem en at as perm int aan perdana m ent eri yang


(42)

kem udian digant i dengan parlem en baru yang dibent uk m elalui suat u pem ilu.

2. Sist em Pem erint ahan Presidensil adalah sist em Pem erint ah yang m em isahkan secara t egas badan legeslat if, badan eksekut if dan badan yudikat if. Presiden bert indak sebagai kepala negara sekaligus kepala eksekut if. Presiden t idak dipilih oleh parlem en, m aka ia t idak bert anggungj aw ab kepadanya. Presiden dan kabinet nya t idak dapat dij at uhkan oleh parlem en, sebaliknya presiden t idak dapat

m em bubar kan parlem en. Kedua lem baga ini m elaksanakan t ugasnya sesuai dengan ket ent uan konst it usi dan m asa j abat annya berakhir sesuai dengan ket ent uan dalam konst it usi it u pula.

3. Sist em Pem erint ahan dengan pengaw asan langsung oleh rakyat t erhadap badan legislat if. Dalam sist em Pem erint ahan ini parlem en t unduk kepada kont rol langsung dar i rakyat . Kont r ol t er sebut dilaksanakan dengan cara :

a. Referendum , yait u kegiat an polit ik dilakukan oleh rakyat unt uk m em ber ikan keput usan set uj u at au t idak set uj u t erhadap kebij aksanaan yang dit em puh Pem erint ah. Ada t iga m acam referendum , yait u :

- Referendum Obligat or ( referendum yang w aj ib) yait u referendum dalam hal parlem en akan m em berlakukan undang- undang yang m enyangkut hak- hak rakyat . - Referendum Fakult at if, yait u referendum yang dilakukan

oleh beberapa kelom pok m asyarakat t ert ent u t erhadap suat u undang- undang yang dibuat oleh parlem en.


(43)

- Referendum konsult at if, adalah referendun unt uk soal- soal t ert ent u dim ana rakyat t idak t ahu t eknisnya.

b. Usul inisiat if rakyat , yait u hak rakyat unt uk m engaj ukan suat u rancangan undang- undang kepada parlem en dan Pem erint ah. Sist em Pem erint ahan m enurut UUD yang pernah berlaku di Republik

I ndonesia :

a. Menurut Konst it usi RI S, adalah sist em Pem erint ah parlem ent er yang t idak m urni, karena Pasal 118 m enyebut kan bahw a presiden t idak dapat diganggu gugat dan para m ent eri bert anggungj aw ab at as seluruh

kebij akan Pem erint ah baik bersam a- sam a unt uk seluruhnya m aupun m asing- m asing unt uk bagiannya sendiri. Tet api dalam Pasal 122 dit ent ukan bahw a DPR t idak dapat m em aksa kabinet at au m ent eri-m ent eri unt uk eri-m elet akkan j abat annya secara bersaeri-m a- saeri-m a eri-m aupun sndiri- sendiri.

b. Menurut UUDS 1950, adalah sist em Pem erint ahan berparlem ent er yang m urni. Dapat dilihat dari Pasal 83 ayat ( 1) , ( 2) dan Pasal 84 UUD

t ersebut . Pasal 83 ( 1) m enent ukan bahw a presiden dan w akil pr esiden t idak dapat diganggu gugat . Pasal 83 ( 2) m enent ukan bahw a m ent eri-m ent eri bert anggungj aw ab at as seluruh kebij aksanaan Peeri-m erint ah baik bersam a- sam a unt uk seluruhnya m aupun m asing- m asing unt uk

bagiannya sendir i. Dalam Pasal 114 dit ent ukan bahw a presiden dapat dan berhak m em bubarkan DPR. Set elah DPR dibubarkan m aka 30 hari kem udian harus sudah t erbent uk DPR baru hasil pem ilu.

c. Menurut UUD 1945, adalah bukan sist em Pem erint ahan yang


(44)

yait u bahw a DPR t idak dapat dibubarkan oleh Presiden, suat u hal yang berlainan dengan sist em parlem ent er. Dalam penj elasan UUD 1945 lebih lanj ut dikat akan bahw a sist em Pem erint ahan m enurut UUD 1945 didasarkan pada t uj uh kunci pokok, yang secara rinci m enguraikan hubungan ant ara MPR, DPR, dan Presiden dalam negara hukum

berdasarkan sist em konst it usional. Tuj uh kunci pokok t ersebut adalah : 1. I ndonesia adalah negara yang berdasarkan hukum .

2. Sist em konst it usional.

3. Kekuasaan negara t ert inggi di t angan MPR.

4. Presiden adalah penyelenggara Pem erint ahan negara t ert inggi di baw ah MPR.

5. Presiden t idak bert anggungj aw ab kepada DPR.

6. Ment eri Negara adalah pem bant u Presiden, dan t idak bert anggungj aw ab kepada DPR.

7. Kekuasaan kepala negara t idak t ak t erbat as.

I V . 3 Le m ba ga - La m ba ga Te r t in ggi D a n Tin ggi N e ga r a

Yang dim aksud dengan lem baga- lem baga t ert inggi dan t inggi negara Republik I ndonesia adalah lem baga- lem baga t ert inggi dan t inggi negara

m enurut UUD 1945. Lem abaga Tert inggi dan Tinggi Negara yang disebut dalam UUD 1945 adalah :

a. Maj elis Per m usyaw ar at an Rakyat ( MPR) b. Presiden

c. Dew an Pert im bangan Agung ( DPA) d. Dew an Per w akilan Rakyat ( DPR)


(45)

e. Badan Pem eriksa Keuangan ( BPK) f. Mahkam ah Agung ( MA)

Dari enam lem baga yang disebut dalam UUD 1945, MPR m erupakan yang t ert inggi, sedangkan lim a yang lain adalah Lem baga t inggi.

a. Maj elis Per m usyaw ar at an Rakyat ( MPR) . Susunan anggot a MPR t erdiri dari anggot a –anggot a DPR dit am bah ut usan daerah, golongan polit ik dan golongan karya ( Pasal 1 ayat ( 1) Undang- Undang No.16/ 1969) . Jum lah anggot a DPR ( Pasal 1 ayat ( 2) Undang- Undang No. 16/ 1969) . Anggot a t am bahan MPR t erdiri :

• Ut usan daerah, m inim al 4 orang dan m aksim al 7 orang ( Pasal 8 UU No. 16/ 1969) . Daerah t ingkat I yang berpenduduk kurang dari sat u j ut a j iw a m endapat 4 orang ut usan. Daerah t ingkat I yang berpenduduk 1- 5 j ut a j iw a m endapat 5 orang ut usan. Daerah t ingkat I yang berpenduduk 5- 10 j ut a j iw a m endapat 7 orang ut usan.

• Ut usan golongan polit ik dan golongan karya dit et apkan

berdasarkan im bangan hasil pem ilu, dij am in sekurang- kurangnya m endapat 5 orang ut usan.

• Ut usan golongan karya ABRI dan golongan bukan ABRI

dit et apkan berdasarkan pengangkat an yang j im lahnya 100 orang. MPR sebagai lem baga t ert inggi negara m em punyai t ugas sebagai

pem egang kedaulat an negara dan pelaksana kedaulat an t ersebut ( Pasal 1 ayat ( 2) UUD 1945) . Dalam UUD 1945 dit ent ukan bahw a MPR m em iliki beberapa kew enangan at au kekuasaan, yait u :


(46)

Ü Kew enangan unt uk m enet apkan dan m engubah UUD ( Pasal 3 dan 37 UUD 1945) , ser t a m enet apkan Garis- Garis Besar Haluan

Negara.

Ü Kew enangan unt uk m em ilih presiden dan w akil presiden ( Pasal 6 ayat ( 2) UUD 1945)

b. Presiden, adalah lem baga t inggi negara yang berkedudukan sebagai kepala eksekut if dan kepala negara, berdasarkan ket ent uan Pasal 4 ayat ( 1) UUD 1945 dan penj elasannya Pasal 10, 11, 12,13, 14 dan 15 UUD 1945 m eliput i :

• Kew enangan eksekut if yang diat ur dalam Pasal 4 ayat ( 1) , Pasal 5 ayat ( 2) , dan Pasal 22 ayat ( 1) .

• Kew enangan legislat if yang diat ur dalam Pasal 5 ayat ( 1) UUD 1945.

Kekuasaan presiden yang diat ur dalam Pasal 4 ayat ( 1) , Pasal 5 ayat ( 1) , Pasal 5 ayat ( 20, Pasal 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan Pasal 22 UUD 1945 m eliput i :

• Kekuasaan eksekut if.

• Kekuasaan legislat if.

• Kekuasaan adm inist rat if.

• Kekuasaan m ilit er.

• Kekuasaan yudikat if.

• Kekuasaan diplom at ik.

Dalam m enj alankan t ugasnya, presiden dibant u oleh seorang w akil presiden dan para m ent eri negara. Hal ini dit ent ukan dalam Pasal 4 ayat ( 2) dan Pasal 17 UUD 1945.


(47)

c. Dew an Pert im bangan Agung ( DPA) , dibent uk at as dasar ket ent uan Pasal 16 ayat ( 1) UUD 1945. pasal t ersebut m enet ukan bahwa susunan DPA dit et apkan dengan UU. DPA pert am a dibent uk dengan ket ent uan

sem ent ara ( DPAS) berdasarkan Penpres No. 3 t ahun 1959. DPA definit if dibent uk berdasarkan UU No.3/ 1967. anggot a DPAS t erdiri dari :

• Wakil golongan polit ik 12 orang.

• Wakil golongan karya 24 orang.

• Wakil dar i t okoh- t okoh m asyarakat 9 orang.

Jadi j um lah DPAS adalah 45 orang t idak t erm asuk ket ent uannya ( m enurut Kepres No.168/ 1959) . Anggot a DPA t erdiri dari :

• Tokoh- t okoh polit ik

• Tokoh- t okoh karya

• Tokoh- t okoh daerah

• Tokoh- t okoh nasional ( t erm asuk kaum cendikiaw an dan rohaniaw an) yang j um lah seluruhnya 27 orang.

Tugas DPA adalah m enj aw ab pert anyaan presiden yang berkait an dengan m asalah Pem erint ahan ( Pasal 16 ayat ( 2) UUD 1945) dan ber hak pula m engaj ukan usul kepada Pem erint ah. Dengan kat a lain DPA berfungsi sebagai badan penasehat presiden.

d. Dew an Perw akilan Rakyat ( DPR) , keanggot aan DPR sebagai lem baga t inggi negara Republik I ndonesia t erdiri dari golongan polit ik dan golongan karya. ( Pasal 10 ayat ( 1) UU No. 16/ 1969) . Jum lah anggot a DPR 460 or ang, 360 anggot a ber asal dar i hasil pem ilu, 100 or ang anggot a berasal dari m ereka yang diangkat . Perkem bangan t erakhir


(48)

pada pem ilu 1987 j um lah anggot a DPR bert am bah m enj adi 500 orasng. Wew enang DPR m enurut UUD 1945 adalah :

• Bersam a presiden m em bent uk UU ( Pasal 5 ayat ( 1) j o Pasal 20 ayat ( 1) ) .

• Bersam a presiden m enet apkan APBN dan m em bent uk UU ( Pasal 23 ayat ( 1) ) .

Disam ping t ugas m em beri perset uj uan t erhadap set iap rancangan UU dan rancangan APBN yang diaj ukan oleh Pem erint ah, DPR j uga bert ugas m engaw asi kebij aksanaan Pem erint ah, yait u dalam hal presiden

m enj alankan Pem erint ahan negara. DPR j uga berhak unt uk m engaj ukan usul rancangan UU ( Pasal 21 UUD 1945) . Unt uk dapat m enj alankan t ugasnya DPR m em punyai bebrapa hak t ert ent u yait u :

• Hak m engaj ukan pert anyaan bagi m asing- m asing anggot a.

• Hak m em int a ket erangan ( int erpelasi) .

• Hak m engadakan perubahan UU.( am andem en)

• Hak m engaj ukan pernyat aan pendapat .

• Hak m engaj ukan seseorang j ika dit ent ukan oleh perat uran perundangan.

• Hak angket .

• Hak inisiat if.

e. Badan Pem eriksa Keuangan ( BPK) , adalah lem baga t inggi negara yang bert ugas m em eriksa t anggungj aw ab keuangan negara ( Pasal 23 ayat ( 5) UUD 1945) . Hasil pem eriksaan yang dilaksanakan oleh BPK


(49)

Penpres. No. 11/ UM/ 1946 t anggal 1 Januari 1947. lebih lanj ut BPK diaut r dengan UU No. 5/ 1973. sususnan BPK adalah :

• Ket ua m erangkap anggot a

• Wakil ket ua m erangkap anggot a

• Anggot a- anggot a.

Tugas dan w ew enang BPK adalah m em eriksa t anggungj aw ab keuangan negara. Maka dalam m elaksanakan t ugasnya, BPK diberi w ew enang : 1. m em int a, m em eriksa, m enelit i pert anggungj aw aban at as penggunaan,

pengurusan keuangan negara, sert a m em beri pet unj uk t ent ang t at a cara pem eriksaan, pengaw asan dan pengadm inist rasian keuangan negara.

2. m engadakan penunt ut an perbendaharaan dan t unt ut an gant i rugi. 3. m elaksanakan penelit ian t erhadap perat uran perundangan yang berlaku

khusus yang m enyangkut bidang keuangan.

Berkait an dengan kew enangan BPK t ersebut , m aka BPK m em punyai fungsi : 1. fungsi operat if, yait u fungsi unt uk m elakukan pem er iksaan,

pengaw asan dan penelit ian at au penguasaan dan pengurusan keuangan negara.

2. fungsi yudikat if, yait u fungsi unt uk m elakukan penunt ut an

perbendaharaan dan t unt ut an gant i rugi t erhadap bendaharaw an dan pegaw ai negeri lain yang m elanggar hukum at au m elalaikan

kew aj ibannya, sehingga m engakibat kan kerugian negara.

3. fungsi m em beri rekom endasi, yait u m em beri pert im bangan kepada Pem erint ah t ent ang pengurusan keuangan negara.


(50)

f. Mahkam ah Agung ( MA) , adalah lem baga t inggi negara yang m erupakan lem baga peradilan t ert inggi negara Republik I ndonesia. Oleh karena it u, MA bert ugas m engaw asi kegiat an- kegiat an peradilan yang dilakukan oleh lem baga peradilan lain yang berada di baw ahnya. Tugas MA t ersebut sesuai dengan ket ent uan Pasal 24 ayat ( 1) UUD 1945 yang m enent ukan kekuasaan kehakim an dilakukan oleh sebuah Mahkam ah Agung dan lain- lain badan kehakim an m enurut UU. Dengan UU Pasal 24 ayat ( 2) UUD 1945, Mahkam ah Agung dan lain- lain badan kehakim an lain bert ugas m enegakkan t ert ib hukum yang sudah digariskan oleh rakyat m elalui wakil- wakilnya. Maka dalam m enj alankan t ugasnya, lem baga- lem baga t ersebut bebas dari pengaruh lam baga- lam baga lain ( t erm asuk Pem erint ah) . Dibebaskannya lem baga- lem baga penegak hukum t ersebut dari pengaruh lem baga at au kekuasaan lain adalah unt uk m enj aga obj ekt ivit as dalam pelaksanaan t ugasnya. Dengan dem ikian, diharapkan agar keput usan yang diam bil m elalui proses peradilan adalah keput usan yang adil bagi sem ua pihak. Undang-undang yang m engat ur kakuasaan kehakim an adalah UU No. 14/ 1970 dan UU No. 14/ 1985. UU No. 14/ 1970 m engat ur t ent ang Pokok- Pokok Kekuasaan Kehakim an pada um um nya, sedangkan UU No. 14/ 1985 khusus m engat ur t ent ang kekuasaan MA.

Hubungan t at a kerj a ant ara lem baga t ert inggi dan lem baga- lem baga t inggi negara.

a. Hubungan ant ara MPR dan Presiden

Bert olak dari ket ent uan Pasal 1 ayat ( 2) UUD 1945 bahw a MPR sebagai pem egang kedaulat an rakyat . Hubungan ant ara MPR dan


(51)

Presiden dapat diket ahui dari penj elasan UUD 1945 pada angka I V. Penj elasan t ersebut m engat akan bahw a presiden adalah

penyelenggra Pem erint ahan t ert inggi di baw ah MPR, presiden sebagai Mandat aris MPR, yang ahrus t unduk dan m elaksanakan GBHN yang dit et apkan MPR, sert a bert anggungj aw ab kepanya. Dari penj elasan diat as dapat diket ahui bahw a hubungan ant ara MPR dan Presiden adalah hubungan subordinasi, karean j elas kedudukan presiden di baw ah MPR. Presiden dipih dan diangkat oleh MPR, m aka kedudukan presiden t ergant ung pada MPR. Juka MPR m enilai bahw a

kebuj aksanaan presiden t idak sesuai dengan UUD 1945 dan GBHN, t idak m ust ahil presiden akan diberhent ukan sebelum berakhirnya m asa j abat annya. Masa j abat an presiden adalah liam t ahun. b. Hubungan ant ara MPR dengan DPR.

Seluruh anggot a DPR adalah j uga anggot a MPR. I ni sesuai dengan ket ent uan Pasal 2 ayat ( 1) UUD 1945. Dengan dem ikian, karena j um lah anggot a MPR dit et apkan dua kali lipat j um lah DPR, set engah dari seluruh anggot a MPR berasal dari anggot a DPR. Dalam

kenyat aannya t idak dapat disangkal bahw a hubungan ant ara MPR dan DPR t erj alin baik dengan kerj a sam a kedua lem baga negara it u

bersifat koordinat if. Jika dikait kan dengan hubungan ant ara MPR dan Presiden dan t ugas r angkap dari DPR, t am pak lebih j elaslah

kerj asam a ant ara MPR dan DPR. MPR sebagai pem beri m andat kepada Presiden dan akan selalu m em int a pert angungj aw aban

Presiden at as kebij aksanaan Pem erint ahannya. Unt uk m encegah agar j angan t erj adi penyim pangan- penyim pangan yang dilakukan


(52)

presiden, MPR m em beri t ugas kepada DPR unt uk m elakukan pengaw asan. Oleh karenanya anggot a DPR adalah anggot a MPR, boleh dikat akan bahw a pengaw asan t erhadap Pem erint ah secara m at erial adalah pengaw asan langsung, nam un secara form alnya adalah pengaw asan t idak langsung karena pengaw asan t ersebut m enj adi t ugas DPR.

Nam un dem ikian, karena dalam MPR sem ua anggot a DPR adalah sat u, hubungan ant ara MPR dan DPR t erj alin baik dan koordinat if. Sebagai cont oh dapat dilihat dari perasn DPR dalam pengaw asan t erhadap presiden.j ika dilihat bahw a presiden benar- benar t elah penyim pang dari GBHN dan UUD, MPR berw enang m enyam paikan surat t eguran ( m em orendum ) kepda presiden. apabila t eguran t ersebut belum m engubah sikap presiden dalam w akt u t iga bulan sej ak surat t eguran disam paikan, DPR m engirim surat t eguran kedua, dan apabila dalam j angka w akt u sat u bulan presiden m asih belum m enanggapinya, DPR dapat m engaj ukan perm ohonan sidang

ist im ew a kepada MPR unt uk m em int a pert anggungj aw aban presiden. c. Hubungan ant ara Presiden dan DPR.

Ber t olak dar i ket ent uan Pasal 5 ayat ( 1) , Pasal 20 ayat ( 1) , Pasal 21 ayat ( 1) , dan Pasal 23 ayat ( 1) UUD 1945 t am pak j elas bagaim ana hubungan ant ara presiden dan DPR. Hubungan dalam hal- hal sebagaim ana dit ent ukan dalam Pasal- pasal UUD 1945 t ersebut m enunj ukkan bahw a DPR adalah part ner Pem erint ah ( cq.Presiden) , yait u part ner dalam pem bent ukan UU dan penet apan RAPBN m enj adi APBN. Nam un, j ika dit inj au dari sisi lain ( dari fungsi DPR sebagai


(53)

pengaw as presiden) , hubungan kedua lem baga t ersebut t idak lagi sebagai part ner, t et api bersifat fungsional. Kecuali Pasal- pasal UUD 1945 t ersebut di at as, hubungan ant ara presiden dan DPR dapat dilihat pula dari ket ent uan Pasal 11 UUD 1945.

d. Hubungan ant ara Presiden dengan DPA

Di dalam Pasal 16 ayat ( 2) UUD 1945 dit ent ukan bahw a DPA berkewaj iaban m em beri j aw aban at as pert anyaan- pert anaan presiden, dan berhak m engaj ukan usul- usul kepada presiden. DPA adalah badan penasehat presiden sebagai kepala Pem erint ahan. Kedudukan DPA t idaklah di baw ah presiden t et api sej aj at . Nasehat at au usul- usul it u dapat dit erim a dan dapat j uga dit olak, dan

penolakan usul DPA t ersebut t idak m enim bulkan sanksi begi pr esiden. j adi hubungan ant ara kedua lem baga t ersebut boeh dikat akan

hubungan fungsional pula. e. Hubungan ant ara DPR dan BPK

Sebagaim ana dit ent ukan oleh Pasal 2 ayat ( 1) dan ( 2) UU No. 5/ 1973, t ugas BPK adalah m em eriksa t anggungj aw ab Pem erint ah t ent ang keuangan negara dan m em eriksa sem ua anggaran

pendapat an dan belanj a negara. Sedangkan Pasal 2 ayat ( 4) UU No. 5/ 1973 m enet ukan bahw a hasil pem eriksaan yang dilakukan BPK diberit ahukan kepada DPR. Jika ket ent uan- ket ent uan t ersebut

diperhat ikan dapat disim pulakan bahw a BPK bukanlah baw ahan DPR. Jika hubungan ant ara kedua lem baga t ersebut bukan hubungan subordinasi t et api hubungan fungsional. Pem berit ahuan hasil pem eriksaan kepada DPR m erupakan konsekw ensi logis dari


(54)

ket ent uan bahw a DPR adalah lem baga yang t urut m enet apkan APBN. Maka, j ika dalam pem eriksaan t erdapat penyim panagn t erhadap APBN hasil pem eriksaan t ersebut m erupakan bahan pert im bangan DPR unt uk perset uj uan RAPBN t ahun berikut nya. Sedangkan ket ua dan w akil ket ua BPK sendir i diangkat oleh presiden at as usul DPR. Dengan dem ikian, t am pak j uga bagaim ana perasn DPR t erhadap lem baga BPK khususnya dalam penet apan pim pinan lem baga it u. f. Hubungan ant ara MA dan Lem abaga- lem baga t inggi negara lainnya.

Guna m enget ahui sej auhnam a dan abgaim ana hubungan anat ar MA dan lem baga- lem baga t inggi negara lainnya, kit a m encoba m elihat t ugas- t ugas MA m enurut beber apa Pasal UUD No. 14/ 1985. Pasal 35 UU No.14/ 1985 m enent ukan bahwa MA m em berikan nasihat - nasihat hukum kepada presiden sebagai kepala negara dalam rangka

m engabulkan at au m enolak perm ohonan grasi seseorang t erdakw a dan t erhukum . Pasal 36 UU No.14/ 1985 m enet uk an bahwa MA dan Pem erint ah m elakukan pengaw asan t erhadap para nasehat hukum dan not aris- not aris. Pasal 37 UU No. 14/ 1985 m enet ukan bahw a MA dapat m em berikan pert im bangan- pert im bangan dalam bidang hukum kepada lem baga- lem baga t inggi negara yang lain, baik dim int a

m aupun t idak. Jika kit a perhat ikan ket ent uan dari ket iga Pasal UU No.14/ 1985 t ersebut , j elas dapat diket ahui bahw a ant ara MA dan lem baga- lem baga t inggi negara yang lain ada hubungan fungsional m aupun kerj a sam a.


(55)

Sk e m a Te n t a ng H u bu n ga n Ta t a Ke r j a Ant a r a

Le m ba ga Te r t in ggi D a n Le m a ba ga - Le m ba ga Tin ggi N e ga r a

DPR

UU

Presiden

BPK

MPR

UUD 1945


(56)

BAB V

Hukum Administrasi Negara

V . 1 Pe n ge r t ia n H u k u m Adm in ist r a si N e ga r a

Dikalangan para sarj ana t idak ada kat a sepakat t ent ang pengert ian Hukum Adm inist rasi Negara. Beberapa pendapat para sarj ana adalah sebagai berikut :

a. Hukum Adm inist rasi Negara adalah perat uran hukum yang m engat ur adm inist rasi, yait u hubungan ant ar w arga negara dan Pem erint ahnya yang m enj adi sebab hingga negara it u berfungsi. ( R. Abdoel Dj am ali) b. Hukum Adm inist rasi Negara adalah keseluruhan at uran hukum yang

m engat ur bagaim ana negara sebagai penguasa m enj alankan usaha-usaha unt uk m em enuhi t ugasnya. ( Kusum adi Poedj osew oj o)


(1)

d. Pem ut usan hubungan kerj a t erhadap buruh yang t elah m enj adi anggot a serikat buruh, harus dirundingkan lebih dahulu dengan serikat buruh yang bersangkut an.

e. Pada dasarnya pem ut usan hubungan kerj a sedapat m ungkin dicegah.

Macam - m acam pem ut usan hubungan kerj a adalah sebagai berikut :

1. pem ut usan hubungan kerj a karena hukum , yait u pem ut usan hubungan kerj a kar ena w akt u kerj a yang dit et apkan dalam perj anj ian kerj a sudah habis.

2. pem ut usan hubungan kerj a karena keput usan pengadilan, yait u pem ut usan hubungan kerj a yang t erj adi karena at as perm int aan pihak yang berkepent ingan.

3. pem ut usan hubungan kerj a karena perset uj uan buruh, yait u pem ut usan hubungan kerj a t erj adi set elah ada kat a sepakat dari buruh yang bersangkut an m elalui perundingan ant ara pihak buruh at au serikat buruh dengan m aj ikan.

4. pem ut usan hubungan kerj a karena kehendak m aj ikan, yait u pem ut usan hubungan kerj a yang t erj adi bila ada perset uj uan dari P4D at au P4P.

X .7 Pe r se lisih a n Pe r bu r u h a n

Perselisihan perburuhan m enurut ket ent uan Pasal 1 ayat ( 1) sub 2 UU No. 22 t ahun 1957 adalah pert ent angan ant ara m aj ikan dan serikat buruh at au golongan serikat buruh yang disebabkan t idak adanya persesuaian paham m engenai hubungan kerj a.


(2)

Rum usan pengert ian t ersebut di at as m engandung art i bahw a yang dapat berselisih dalam perselisihan perburuhan hanyalah serikat buruh dengan m aj ikan, oleh karena it u, buruh yang belum m enj adi anggot a serikat buruh yang secara perseorangan berselisih dengan m aj ikan t idak at au belum t erlindungi oleh UU No. 22/ 1957.

Perselisihan perburuhan ada dua m acam , yait u :

a. perselisiahan hak, yait u perselisihan yang t erj adi karena isi perj anj ian kerj a t idak dipenuhi, padahal perj anj iankerj a t elah disepakat i bersam a. b. Perselisihan kepnt ingan, yait u perselisiahan yang t erj adi karena

adanya usaha dari pihak serikat buruh unt uk m engubah syarat - syarat perburuhan dem i t erpeliharanya kepent ingan buruh, dan t uj uan it u diarahkan kepada pihak pengusaha at au m aj ikan.

Penyelesaian perselisihan perburuhan dapat diupayakan m elalui : 1. Badan Pem isah ( Arbit rase)

2. Panit ia Penyelesaian Per selisishan Perburuhan Daerah ( P4D) 3. Panit ia Penyelesaian Per selisihan Per buruhan Pusat ( P4P)

4. Ment eri Tenaga Kerj a at au Pej abat di lingkungan Depnaker yang dit unj uk.

5. Pengadilan Negeri.

Upaya penyelesaian perselisihan perburuhan dilakukan secara bert ahap, yait u t ahap pert am a, kedua, ket iga, keem pat dan kelim a.

1. Penyelesaian Tahap Pert am a

Pada t ahap ini diharapkan m ereka dapat saling m em aham i perm aslahannya, saling m enghargai sehingga perselisihan dapat diselesaikan dengan cepat . Dasar hukum dalam penyelesaian usaha


(3)

penyelesaian t ahap ini adalah Pasal 2 UUNo. 22 t ahun 1957, yang m enyat akan bahw a :

a. bila t erj adi perselisihan perburuhan, serikat buruh dan m aj ikan m encari penyelesaian perselisihan it u dengan j alan dam ai m elalui perundingan.

b. Hasil perundingan yang dicapai set elah disusun dij adikan perj anj ian perburuhan m enurut ket ent uan yang ada dalam perj anj ian perburuhan.

Dalam t ahap ini t er dapat beberapa proses yang harus dilalui karena sering dalam perundingan belum t ercapai kat a sepakat . Apabila dem ikian sit uasinya, proses pert am a adalah buruh dim int a m em berit ahukan secara resm i dan langsung kepada m aj ikan baik t ert ulis m aupun lisan m elalui wakil-w akilnya. Dalam wakil-w akt u 7 hari dit unggu reaksi dari m aj ikan at as ket erangan t ersebut . Bila dalam w akt u t ersebut belum ada reaksi, proses berikut nya adalah buruh m alalui w akil- w akilnya m enyam paikan keluhan kepada w akil pengusaha set em pat yang t ert inggi kedudukannya. Terhadap proses kedua ini, reaksi dari pihak m aj ikan/ w akil pengusaha dit unggu dalam w akt u 2 x 7 hari. Bila dalam wakt u t ersebut r eaksi belum j uga ada, buruh m elalui wakil-w akilnya m em beri t ahu kepada pegawakil-w ai pengawakil-w as ( m enurut Pasal 3 ayat ( 1) UUNo. 22 t ahun 1957) .

2. Penyelesaian Tahap Kedua

Dalam t ahap ini pegaw ai pengaw as berperan sebagai perant ara unt uk m enyelesaikan perselisihan, oleh karenanya ia berusaha dalam w akt u 7 hari harus sudah selesai m engadakan penyelidikan t ent ang pokok perm asalahannya. Dalam w akt u 7 hari t ersebut sesuai dengan at uran


(4)

perm ainan dalam P4D, ia m ulai berunding dengan para pihak yang bersangkut an. Apabila perundingan m enghasilkan kat a sepakat , hasil t ersebut dij adikan perj anj ian perburuhan, t et api apabila belum berhasil, pegaw ai pengaw as m eneruskan hal t ersebut kepada P4D dan para pihak yang bersangkut an diberi t ahu t ent ang hal it u.

Dengan dikeluarkannya Perat uran Ment eri Tenaga Kej a No. 04/ MEN/ 1986, prosedur penyelesaian perselisihan perburuhan t ahap pert am a dan kedua m engalam i sedikit m odulasi sebagai berikut :

” j ika perundingan ant ara pengusaha dan buruh t idak berhasil m encapai kat a sepakat dalam penyelesaian perselisihan yang t erj adi di ant ara m ereka secara dam ai, kedua pihak at au salah sat u pihak m engaj ukan perm ohonan kepada kant or depart em en t enaga kerj a unt uk diperant arai oleh pegaw ai perant ara, pegaw ai perant ara harus sudah m elakukan t ugasnya sebagai perant ara. Jika usaha pegaw ai perat ara t idak berhasil, at au berhasil t et api hasilnya adalah para pihak sepakat unt uk m elakukan pem ut usan hubungan kerj a, pegaw ai perant ara segera m enyam paikan persoalan it u kepada kepala kant or w ilayah depart em an t enaga kerj a. Dalam w akt u 30 hari set elah m enerim a laporan, kepala kant or w ilayah depart em an t enaga kerj a m em int a pet unj uk t erlebih dahulu dari m ent eri t enaga kerj a sebelum perselisihan it u disidangkan oleh P4D at au P4P.”

3. Penyelesaian Tahap Ket iga

Pada t ahap ini penyelesain dilakukan oleh P4P karena para pihak belum puas t erhadap keput usan P4D. Dasar hukum dari penyelesaian t ahap ini adalah Pasal 11 UUNo. 22 Tahun 1957. Tim P4P t erdiri dar i w akil- w akil


(5)

kem ent erian t enaga kerj a, kem ent erian pert anian, dan kem ent erian perhubungan m asing- m asing sat u orang, dan dari pihak buruh sebanyak 7 orang, m aj ikan diw akili m asing- m asing 5 orang. Tim P4P diangkat dan diberhent ikan oleh dew an m ent eri berdasarkan surat keput usan presiden. Keput usan yang diam bil P4P m engikat para pihak dan t idak boleh dim int akan banding.

[

4. Penyelesaian Tahap Keem pat

Penyelesaian dalam t ahap ini m erupakan kebij aksanaan dari m ent eri t enaga kerj a. Kebij aksanaan ini berupa pem bat alan at au penagguhan pelaksanaan put usan P4P dengan pert im bangan dem i pem eliharaan ket ert iban um um dan m elindungi kepent ingan negara ( ket ent uan Pasal 17 ayat ( 2) UUNo.22 t ahun 1957) . Pebat alan at au penundaan t ersebut harus dirundingkan lebih dahulu dengan para m ent eri yang salah sat u st afnya ada at au duduk dalam P4P.

5. Penyelesaian Tahap Kelim a

Penyelesaian t ahap ini m elalui pengadilan negeri. Dalam hal ini pengadilan negeri hanya m enegaskan bahw a put usan P4D, P4P dan keput usan m ent eri t enaga kerj a dapat dilaksanakan. Jika ada penegasan dari pengadilan negeri berart i pelaksanaan keput usan – keput usan t ersebut sepert i pelaksanaan keput usan perdat a, dapat dikenakan sanksi pidana m elalui proses acara pidana.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Ac hma d Sa nusi; Pe ng a nta r Ilmu Hukum da n Pe ng a nta r Ta ta Hukum

Indo ne sia, Pe ne rb it Ta rsito , Ba nd ung , 1977

Arie f Sid ha rta , Be rna rd ; Re fle ksi Te nta ng Struktur Hukum, Pe ne rb it, C V. Ma nd a r Ma ju Ba nd ung , 1999

C .S.T Ka nsil; Pe ng e rtia n Hukum da n Ta ta Hukum Indo ne sia, Pe ne rb it Ba la i Pusta ka , Ja ka rta , 1977

E. Utre c ht; Pe ng a nta r Da la m Hukum Indo ne sia , Pe ne rb it, PT. IKHTIAR Ba ru, Ja ka rta , 1983

J.B Da liyo d kk; Pe ng a nta r hukum Indo ne sia ; Buku Pa ndua n Ma ha siswa ,

d ite rb itka n a ta s ke rja sa ma d e ng a n APTIK, Pe ne rb it PT. Gra me d ia Pusta ka Uta ma , Ja ka rta , 1995

So e d jo no Dird jo siswo ro , Pe ng a nta r Ilmu Hukum, PT. Ra ya Gra find o Pe rsa d a , Ja ka rta 1999

Sud ima n.K; Pe ng a nta r Ta ta Hukum Indo ne sia , Pe ne rb it Pe mb a ng una n Ja ka ta .

Va n Ap e ld o o rn; Pe ng a nta r Ilmu Hukum, c e ta ka n ke d ua p uluh tig a , PT. Pra d ja Pa ra mita , Ja ka rta , 1986.