Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Usaha Agribisnis Di Kabupaten Karo

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS

DI KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

HENKI MANUSUN SIHOMBING

050501070

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

N a m a : HENKI MANUSUN SIHOMBING N I M : 050501070

Departemen : EKONOMI PEMBANGUNAN Konsentrasi : EKONOMI PERENCANAAN

Judul Skripsi : ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI KABUPATEN KARO

Tanggal ... Pembimbing Skripsi,

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec. NIP. 130 905 127


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN H a r i : JUMAT

Tanggal : 03 Juli 2009

N a m a : HENKI MANUSUN SIHOMBING N I M : 050501070

Departemen : EKONOMI PEMBANGUNAN Konsentrasi : PERENCANAAN

Judul Skripsi : ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI KABUPATEN KARO

Ketua Departemen, Pembimbing Skripsi,

(Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec) (Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec. NIP. 132206574 NIP. 130 905 127

)

Penguji I Penguji II


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK N a m a : HENKI MANUSUN SIHOMBING

N I M : 050501070

Departemen : EKONOMI PEMBANGUNAN Konsentrasi : EKONOMI PERENCANAAN

Judul Skripsi : ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI KABUPATEN KARO

Tanggal ... Ketua Departemen,

(Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec) NIP. 132206574

Tanggal ... Dekan,

(Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec NIP. 131285985


(5)

ABSTRACT

This research analyzes the relation between the agribussiness developing and Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agricultural sector in Karo Regency. The object to exhibite how the agribussiness developing can effect the Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agricultural sector, by determine the independent variables that is wide of tune, employee, investment in agricultural sector. Theory of agribussiness developing and Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agricultural sector with Ordinary Least Square (OLS) model were used to exhibite how many influence of independent variablest to dependent variable.

The results shows that there is a significant influence of the agribissiness developing to Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agriculture sector by 0,96 coefficient of determinant (R-Square). While, each of the independent variablest has the significant effect to dependent variable. There fore, the scription concludes that the agribusiness developing is so important to solve agribusiness problems in Karo Regency.

Key: Product Domestic Regional Bruto (PDRB), Wide of tune, employee, and investment in agriculture sector.


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisa hubungan antara pengembangan usaha agribisnis dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam sektor pertanian di Kabupaten Karo. Objek penelitian menunjukkan bagaimana pengembangan usaha agribisnis dapat mempengaruhi PDRB sektor pertanian, yang dipengaruhi variabel independen yaitu luas lahan pertanian, tenaga kerja sektor pertanian dan investasi sektor pertanian. Teori dari pengembangan usaha agribisnis dan PDRB sektor pertanian dengan model kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/ OLS) menunjukkan bagaimanan pengaruh variabel indevenden terhadap variabel dependen.

Hasilnya menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan dari pengembangan usaha agribisnis terhadap PDRB sektor pertanian dengan koefisien determinan (R-square) sebesar 0,96. Selain itu, semua variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan kepada variabel dependen. Oleh sebab itu, skripsi ini menyimpulkan bahwa pengembangan usaha agribisnis sangat penting untuk memecahkan masalah agribisnis di Kabupaten Karo.

Kata kunci: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian, Luas lahan sektor pertanian, Tenaga kerja sektor pertanian dan Investasi sektor pertanian.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Tuhan Yesus Kristus sebagai sumber segala hikmat yang telah melimpahkan berkat dan karunianya sejak masa awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini, adapun guna penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Adapun Skripsi ini berjudul “Analisis Faktor– Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Usaha Agribisnis di Kabupaten Karo“ dimana isi dan materi skripsi ini didasarkan pada literatur dengan menganalisis data- data sekunder yang diperoleh dari Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karo, BPS Sumatra Utara dan Dinas Pertanian Kabupaten Karo.

Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, memberikan bimbingan, saran, kritik dan dorongan moril baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi, antara lain :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M. Ec., sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M. Ec., sebagai Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec, sebagai dosen pembimbing skripsi saya yang telah memberikan arahan- arahan, saran, waktu, bimbingan,


(8)

dan masukan selama masa penyelesaian skripsi ini mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

4. Bapak Drs. H. B Tarmizi, SU, sebagai dosen penguji I yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. 5. Bapak Syarief Fauzi, SE, M.Ak, sebagai dosen penguji II menggantikan Ibu

Dra. T Diana Bakti Msi, yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

7. Seluruh staf pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Tingkat I Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karo dan Departemen Pertanian Kabupaten Karo yang telah banyak membantu dalam memperoleh data yang berhubungan dengan skripsi ini.

8. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta St. Bisker Sihombing dan Riameja Marbun, yang telah mengasuh, telah bersabar mendidik saya yang banyak kesalahan, memberikan nasihat serta motivasi baik moril maupun materi, juga kepada Saudara-saudariku tercinta (Kaka Betti , Kaka Mega, Kaka Devi, Fernando dan Lae Gibson Pasaribu) yang telah banyak memberikan motifasi dan sabar menghadapi saya.

9. Kepada Oppung, Tua, Uda, Bou, Amang boru, Tulang, Tante, serta abang/ kakak saya yang telah membantu, mendidik, memberikan nasihat serta motivasi baik moril maupun materi.


(9)

10.Kepada sahabat- sahabat EP’05 terspesial Punguan EPOS dan Anak- anak Kost B’58, Bungker Gorengan B’50 dan seluruh angkatan di Ekonomi Pembangunan atas kebersamaan kita selama ini dan juga motivasi, bantuan ide serta sahabat dan teman lama yang telah memberikan doa dan semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

11.Kepada Alumni, Jemaat dan Koordinasi P3KS Jl.Berdikari terspesial Koordinasi 2008-2009 yang telah memberikan doa, semangat, ide oleh (Alex, Roymancon), dan Dia yang telah menjadi inspirasi saya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

12.Kepada Kelompok Kecil dan KTB saya Daut, Richad, Eko, Rudi, Dinan, Andi, Joni terkhusus buat B’Samuel, B’Erwin dan K’Dewi atas kebersamaan kita, doa, semangat dan ide.

13.Kepada Alumni, Dansat, Wadansat, Rekan- rekan Perwira Staf serta Rekan- rekan Resimen Mahasiswa (Menwa) KP Batalyon A USU atas kebersamaan kita selama ini dan juga bantuan ide atau gagasan dan motivasi.

Medan, 25 Juni 2009 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Hipotesis ... 7

1.4 Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Ilmu Pertananian ... 9

2.1.1 Sub Sektor Tanaman Pangan ... 10

2.1.2 Sub Sektor Hortikultura ... 10

2.1.3 Sub Sektor Tanaman Perkebunan... 11

2.1.4 Sub Sektor Peternakan... 11

2.1.5 Sub Sektor Perikanan... 11


(11)

2.2 Agribisnis ... 15

2.3 Pengembangan Agribisni... 16

2.4 Produk domestik Regional Bruto (PDRB) ... 19

2.4.1 Pengertian Produk Domestik Regional (PDRB) ... 19

2.4.2 Metode Perhitungan PDRB ... 22

2.4.3 Teori- Teori PDRB... .. 25

2.5 Luas Lahan... 27

2.5.1 Teori Tentang Lahan... 30

2.6 Tenaga Kerja ... 32

2.6.1 Pengertian Tenaga Kerja... 32

2.6.2 Teori Tentang Tenaga Kerja... 34

2.6.3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja.39 2.7 Investasi... 42

2.7.1 Pengertian Investasi... 42

2.7.2 Teori Investasi... 43

2.7.3 Pembagian Investasi... 44

2.7.4 Fungsi Investasi... 46

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian. ... 49

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 49

3.3 Metode Penelitian dan Tekhnik Pengumpulan Data ... 50


(12)

3.5 Model Analisis Data ... 50

3.6 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) ... 51

3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square) ... 51

3.6.2 Ujj F-statistik ... 52

3.6.3 Uji t-Statistik ... 52

3.7 Uji Asumsi Klasik ... 53

3.7.1 Multikolinearity ... 53

3.7.2 Autokorelasi... 54

3.8 Defenisi Operasional ... 55

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif daerah Penelitian ... 56

4.1.1 Gambaran Umum Wilayah Kabuapaten Karo ... 56

4.1.2 Peranan Kabupaten Karo Terhadap Perekonomian Sumatera Utara. ... 62

4.2 Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Karo ... 64

4.3 Perkembangan Luas Lahan Sektor Pertanian Kabupaten Karo ... 67

4.4 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Kabupaten Karo ... 69

4.5 Perkembangan investasi sektor pertanian Kabupaten Karo ... 71

4.6 Analisa dan Pembahasan ... 73

4.6.1 Hasil Penelitian... 73

4.7 Test Goodnes of Fit... 75


(13)

4.7.2 Uji F-Statistik... 76

4.7.3 Uji t-statistik... 77

4.8 Uji Asumsi Klasik... 81

4.8.1 Multikolinearitas... 81

4.8.2 Autokorelasy... 82

4.8.3 Pembahasan... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman

4.1 : Luas Wilayah Kabupaten Karo Tahun 2007... 59

4.2 : Banyaknya penduduk, kepadatan penduduk dan persentase penduduk Kabupaten Karo Berdasarkan Kecamatan Tahun 2007... 60

4.3 : Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Pekerjaan Utama dan Jenis kelamin Tahun 2007... 61

4.4 : Perbandingan PDRB Kabupaten Karo Terhadap PDRB Sumatera Utara Tahun 2007... 63

4.5 : PDRB Kabupaten Karo Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Pada Sektor Petanian Tahun 1990- 2007 ... 66

4.6 : Luas Lahan Sektor Pertanian Kabupaten Karo Tahun 1990-2007... 68

4.7 : Tenaga Kerja Sektor Pertanian Kabupaten Karo Tahun 1990-2007... 70


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Gambar Halaman

1.1 : Grafik Distribusi persentase PDRB Kab Karo menurut

lapangan usaha ADHB tahun 2005... 5

1.2 : Grafik Distribusi persentase PDRB Kab Karo menurut lapangan usaha ADHB tahun 2007... 6

2.1 : Mata Rantai Kegiatan Agribisnis... 13

2.2 : Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO)... 33

2.3 : Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja... 35

2.4 : Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja... 35

2.5 : Fungsi Investasi Autonomi dan Fungsi Investasi Terpengaruh... 48

4.1 : Peta Prakiraan Sifat Hujan Kabupaten Karo... 58

4.2 : Grafik Perkembangan PDRB ADHB 1990-2007 Kab Karo... 67

4.3 : Grafik Luas Lahan Sektor Pertanian Kab Karo 1990- 2007... 69

4.4 : Grafik Tenaga Kerja Sektor Pertanian Kab Karo 1990- 2007... 71

4.5 : Grafik Investasi Sektor Pertanian Kab Karo 1990- 2007... 73

4.6 : Kurva uji F-statistik... 77

4.7 : Uji t-statistik pada variabel LNX1(-1)... 78

4.8 : Uji t-statistik pada variabel LNX2... 79


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. LAMPIRAN 1. Data Penelitian 2. Hasil Estimasi

3. Serial Correlation LM-Test 4. Uji Multikolinearitas


(17)

ABSTRACT

This research analyzes the relation between the agribussiness developing and Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agricultural sector in Karo Regency. The object to exhibite how the agribussiness developing can effect the Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agricultural sector, by determine the independent variables that is wide of tune, employee, investment in agricultural sector. Theory of agribussiness developing and Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agricultural sector with Ordinary Least Square (OLS) model were used to exhibite how many influence of independent variablest to dependent variable.

The results shows that there is a significant influence of the agribissiness developing to Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agriculture sector by 0,96 coefficient of determinant (R-Square). While, each of the independent variablest has the significant effect to dependent variable. There fore, the scription concludes that the agribusiness developing is so important to solve agribusiness problems in Karo Regency.

Key: Product Domestic Regional Bruto (PDRB), Wide of tune, employee, and investment in agriculture sector.


(18)

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisa hubungan antara pengembangan usaha agribisnis dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam sektor pertanian di Kabupaten Karo. Objek penelitian menunjukkan bagaimana pengembangan usaha agribisnis dapat mempengaruhi PDRB sektor pertanian, yang dipengaruhi variabel independen yaitu luas lahan pertanian, tenaga kerja sektor pertanian dan investasi sektor pertanian. Teori dari pengembangan usaha agribisnis dan PDRB sektor pertanian dengan model kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/ OLS) menunjukkan bagaimanan pengaruh variabel indevenden terhadap variabel dependen.

Hasilnya menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan dari pengembangan usaha agribisnis terhadap PDRB sektor pertanian dengan koefisien determinan (R-square) sebesar 0,96. Selain itu, semua variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan kepada variabel dependen. Oleh sebab itu, skripsi ini menyimpulkan bahwa pengembangan usaha agribisnis sangat penting untuk memecahkan masalah agribisnis di Kabupaten Karo.

Kata kunci: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian, Luas lahan sektor pertanian, Tenaga kerja sektor pertanian dan Investasi sektor pertanian.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian di Indonesia telah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Beberapa peran penting sektor pertanian antara lain adalah sebagai sumber devisa Negara, sebagai penyediaan lapangan kerja yang ekstensif, penyediaan bahan baku industri, dan dalam penyediaan pangan penduduk Indonesia yang jumlahnya 212 juta jiwa (BPS, 2002). Perubahan lingkungan strategis seperti globalisasi ekonomi, otonomi daerah, dan tuntutan masyarakat dunia akan produk hortikultura yang aman dikonsumsi serta kelestarian lingkungan menuntut adanya perubahan kebijakan pengembangan agribisnis yang berdaya saing.

Globalisasi ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan semakin terintegrasinya berbagai aspek perekonomian suatu negara dengan perekonomian dunia. Dalam konteks pasar komoditas globalisasi mendorong terintegrasinya pasar komoditas baik antar wilayah maupun antar negara serta meningkatnya persaingan antar pelaku usaha agribisnis. Sementara itu, kebijakan desentralisasi tersebut diperkirakan akan mendorong setiap daerah, baik provinsi maupun kabupaten, untuk memproduksi berbagai komoditas pertanian dalam kerangka swasembada ditingkat daerah, atau paling tidak mengurangi ketergantungan terhadap daerah lain. Kebijakan


(20)

semacam ini bisa menjadi tidak menguntungkan baik ditinjau dari penggunaan sumber daya domestik maupun perdagangan antar wilayah.

Ditinjau dari aspek permintaan, prospek permintaan domestik terus meningkat baik dalam bentuk konsumsi segar maupun olahan, sebagai akibat dari peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta berkembangnya pusat kota, industri dan pariwisata. Sementara itu, Globalisasi ekonomi telah mendorong kondisi perekonomian menjadi semakin komplek dan kompetitif sehingga

menuntut tingkat efisiensi usaha yang tinggi, yang mengharuskan orientasi

pembangunan pertanian dirubah dari orientasi produksi kearah orientasi peningkatan

pendapatan petani. Guna mendukung perubahan orientasi pembangunan pertanian ini

pendekatan pembangunan pertanian tidak lagi melalui pendekatan usaha tani

melainkan melalui pengembangan agribisnis (Yasin dkk, 2002).

Pengertian agribisnis dalam arti sempit adalah perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Sedangkan menurut Rahim dkk (2007), Pengertian agribisnis mengacu kepada semua aktivitas mulai dari pengadaan, prosesing, penyaluran sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain. Dengan demikian agribisnis dapat dipandang sebagai suatu sistim pertanian yang memiliki beberapa komponen sub sistim yaitu, sub sistim usaha tani/yang memproduksi bahan baku; sub sistim pengolahan hasil pertanian, dan sub sistim pemasaran hasil pertanian.


(21)

Bagi Indonesia pengembangan usaha agribisnis cukup prospektif karena

memiliki kondisi yang menguntungkan antara lain; berada di daerah tropis yang

subur, keadaan sarana prasarana cukup mendukung serta adanya kemauan politik

pemerintah untuk menampilkan sektor agribisnis sebagai prioritas dalam

pembangunan. Tujuan pembangunan agribisnis adalah untuk meningkatkan daya

saing komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

mengembangkan kemitraan usaha. Dengan visi mewujudkan kemampuan

berkompetisi merespon dinamika perubahan pasar dan pesaing, serta mampu ikut

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indonesia dikenal sebagai Negara yang kaya

akan keragaman sumber daya alamnya, termasuk hasil buah-buahan, sayuran dan

bunga (Hortikultura) serta produk pertanian tropis lainnya, namun kenyataannya

sejauh ini pemasok devisa utama masih berasal dari perkebunan dan perikanan.

Bertambah cepatnya pertumbuhan sub sektor perikanan, perkebunan dan peternakan

disebabkan karena perilaku petani maupun pengusaha lebih berfikir maju, yang

ditandai oleh; cepatnya mengadopsi inovasi baru, berani menanggung resiko dan mau

mencoba hal-hal baru (Soekartawi, 1994).

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu basis sektor pertanian di Indonesia. Sektor pertanian di Sumatera Utara tersohor karena luas pertaniannya, hingga kini, pertanian tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Komoditas tersebut telah diekspor ke berbagai negara dan memberikan sumbangan devisa yang sangat besar bagi Indonesia. Selain komoditas pertanian, perkebunan, Sumatra Utara


(22)

juga dikenal sebagai penghasil komoditas holtikultura (sayur- mayur dan buah- buahan); misalnya Jeruk Medan, Jambu Deli, Sayur Kol, Tomat, Kentang, dan Wortel yang dihasilkan oleh Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara. Produk holtikultura tersebut telah diekspor ke Malaysia, Jepang, Belanda dan Singapura.

Kabupaten Karo adalah salah sat dataran tinggi Karo ini bisa ditemukan indahnya nuansa alam pegunungan dengan udara yang sejuk dan berciri khas daerah buah dan sayur yang berkontribusi terbesar terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Karo. Hal ini didukung oleh tidak sedikitnya kekayaan alam yang tersedia sehingga menarik peluang pasar untuk menanamkan modal. Hal ini kemudian berimbas dengan mulai menjamurnya perusahaan atau industri. Hingga tahun 2003 tercatat sebanyak 3.225 perusahaan yang mempekerjakan sebanyak 6.518 tenaga kerja dengan total investasi

sebesar Rp 15.271.000.000

Pembangunan pertanian merupakan pembangunan strategis di Kabupaten Karo. Hal ini dapat diamati dari jumlah penduduk yang bermata pencarian di sektor pertanian 245.958 jiwa atau 70% dari 351.368 jiwa jumlah penduduk Kabupaten Karo pada tahun 2007 yang tersebar di 17 kecamatan, yang secara relatif berkontribusi terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Karo sebesar 60,55% atau sebesar Rp 2.230.136.590.000 pada tahun 2005, Sedangkan pada tahun 2007 persenannya mengalami penurunan yaitu 59,80%, tetapi


(23)

nilai kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Karo meningkat menjadi Rp 2.681.189.580.000. Hal ini diakibatkan oleh pertumbuhan sektor- sektor lainnya, seperti sektor pertambangan/ penggalian sebesar 0,29% pada tahun 2005 menjadi 0,32% pada tahun 2009 dan juga terjadinya perubahan atau pemakaian lahan pertanian sebagai tempat bangunan- bangunan industri, perumahan, hotel dan lain sebagainya. Peningkatan kontribusi sektor pertanian yang terdiri atas sub sektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Karo menunjukkan bahwa sektor ini memegang peranan penting dalam tatanan perekonomian Kabupaten Karo.

Grafik 1.1 Sumber: BPS Kabupaten Karo Dalam Angka 2005


(24)

Grafik 1.2 Sumber: BPS Kabupaten Karo Dalam Angka 2007.

Hal ini juga ditunjukkan oleh peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Karo dari sektor pertanian antara 2005 dan 2007 sebesar 20,23%, dimana peningkatan dan pertumbuhan sektor pertanian relatif lebih tinggi dibanding dengan sektor lain (Grafik 1.1 dan 1.2). Artinya pada kondisi ekonomi yang cukup buruk tersebut sektor pertanian mampu bertahan dan bahkan menjadi penyelamat perekonomian Kabupaten Karo.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Usaha Agribisnis di Kabupaten Karo”.


(25)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang, maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Berapa besar pengaruh luas lahan sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

2. Berapa besar pengaruh jumlah tenaga kerja dalam sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

3. Berapa besar pengaruh investasi sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

1.3. Hipotesa

Hipotesa penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesanya adalah sebagai berikut:

1. Luas lahan sektor pertanian berpengaruh positif terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

2. Jumlah tenaga kerja dalam sektor pertanian berpengaruh positif terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

3. Investasi sektor pertanian berpengaruh positif terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.


(26)

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian. 1. Tujuan Penelitian.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh luas lahan sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah tenaga kerja dalam sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh investasi sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

2. Manfaat Penelitian.

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi kalangan akademis, peneliti dan mahasiswa fakultas ekonomi terutama Ekonomi Pembangunan yang akan melakukan penelitian selanjutnya.

2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis yang penulis tekuni. 3. Sebagai tambahan, pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Ilmu Pertanian

Pertanian merupakan kegiatan dalam usaha mengembangkan (reproduksi) tumbuhan dan hewan dengan maksud supaya tumbuh lebih baik untuk memenuhi kebutuhan manusia, misalnya bercocok tanam, beternak, dan melaut. Pertanian juga sebagai jenis usaha atau kegiatan ekonomi berupa penanaman tanaman atau usahatani (pangan, hotikultura, perkebunan, dan kehutanan), peternakan (beternak) dan perikanan (budi daya dan menangkap). Sementara petani adalah orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di dalam bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usaha tani, peternakan, perikanan (termasuk penangkapan ikan), dan pemungutan hasil laut (Surahman et. al, 1999).

Sektor pertanian terdiri atas subsektor (Rahim dan Hastuti, 2007), yaitu: 1. Tanaman pangan

2. Hortikultura 3. Perkebunan. 4. Perikanan. 5. Peternakan, dan 6. kehutanan.


(28)

Dalam penelitian kali ini, penulis akan menitip beratkan pada subsektor. 2.1.1. Sub Sektor Tanaman Pangan

Subsektor tanaman pangan (food) dikenal juga sebagai makanan pokok. Suatu komoditas termasuk sebagai makanan pokok jika dikonsumsi (dimakan) secara teratur oleh kelompok penduduk dalam jumlah yang cukup besar. Sebagai contoh tanaman pangan adalah padi dan palawija (kedelai, kacang hijau, jagung dan gandum). Pangan menurut Suharja et. Al (1985) merupakan bahan- bahan yang dimakan sehari- hari untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian jaringan tubuh yang rusak.

2.1.2 Sub Sektor Hortikultura

Subsektor tanaman holtikultura (horticulture) merupakan cabang ilmu pertanian yang membicarakan masalah budi daya tanaman yang menghasilkan buah, sayuran, tanaman hias, serta rempah- rempah dan bahan baku obat tradisional (Soenoeadji: 2001). Contoh tanaman buah- buahan antara lain apel (pyrusmalus), anggur (vitis sp), alpukat (porsea americana), belimbing manis (averrloa

carambola), dan jeruk (citrus sp). Contoh tanaman sayur adalah kubis/ kol (brassica oleracea), cabai (capsicum sp), kapri (pisum sativun), bayam (amaratum sp), labu

putih (legenaria leucantha), wortel (daucus carota), dan tomat (solanum lypersicum). Tanaman hias seperti anggrek (orchidaceace), bakung (crinum asiaticum), mawar (rosaceae), dan melati (rubiaceae). Sementara itu, contoh tanaman penghasil rempah- rempah dan bahan baku tanaman obat tradisional antara lain jahe dan temulawak.


(29)

2.1.3. Subsektor Tanaman Perkebunan

Subsektor tanaman perkebunan (plantation) sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah melalui Departemen Pertanian (Deptan) dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tanaman tahunan atau keras (perennial crop) dan tanaman semusim (annual

crop). Tanaman yang termasuk perennial crop adalah kakao, karet, kopi, teh, kelapa,

kelapa sawi, kina, kayu manis, cengkeh, kapuk, lada, pala, jambu mete dan sebagainya. Sementara annual crop antara lain tebu, tembakau, kapas, rosella, dan rami.

2.1.4. Subsektor Peternakan

Subsektor peternakan (cattle raising) terdiri dari komoditas unggas (ayam dan itik yang menghasilkan telur dan daging), sapi potong dan kambing yang menghasilkan daging, serta sapi perah menghasilkan susu.

2.1.5. Subsektor Perikanan

Subsektor perikanan (fishery) terdiri dari perikanan laut (penangkapan di laut misalnya ikan tuna dan tenggiri serta budi daya di laut, muara dan sungai misalnya tiram dan mutiara) dan perikanan darat (penangkapan di perairan umum, yaitu di sungai, waduk dan rawa; serta budi daya di darat, yaitu tambak, kolam, keramba, dan sawah).

2.1.6. Subsektor Kehutanan

Subsektor kehutanan (forestry) terdiri atas hutan lindung yang berfungsi mencegah erosi dan banjir; hutan produksi untuk keperluan manusia, industri, dan


(30)

ekspor, misalnya hutan jati, hutan wisata untuk keperluan wisata; serta hutan suaka alam seperti flora fauna dan marga satwa (binatang liar) yang mempunyai nilai khas. 2.2 Agribisnis

Menurut soekartawi (1990) dalam bukunya agribisnis teori dan aplilkasinya mengatakan bahwa semakin bergemanya kata “Agribisnis” ternyata belum diikuti dengan pamahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa agribisnis diartikan sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal, pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari konsep semula yang dimaksud.

Konsep agribisnis sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan pertanian. Menurut Arsyad dkk. (1985), yang dimaksud dengan agribisnis adalah:

“Suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Yang dimaksud dengan ada hubungannya dengan pertanian dalam arti yang luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian baik kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian”.

Terlihat di Gambar 2.1, bahwa cakupan kegiatan agribisnis cukup luas dan karena itu penanganan agribisnis sering kali sangat kompleks.


(31)

AGRIBISNIS

Gambar 2.1. Mata Rantai Kegiatan Agribisnis (Arsyad dkk, 1985). Sumber: Agribisnis Teori dan Aplikasi ( Soekartawi, 1990)

Bagi Indonesia, agribisnis berkembang dan berprospek cerah karena kondisi daerah yang menguntungkan, antara lain:

1. Lokasinya digaris khatulistiwa yang menyebabkan adanya sinar matahari yang cukup bagi perkembangan sektor pertanian. Suhu tidak terlalu panas dan karena agroklimat yang relatif baik, maka kondisi lahan juga relatif subur.

2. Lokasi Indonesia berada diluar zona angin taifun seperti banyak yang manimpa Filipina, Taiwan dan Jepang.

Kegiatan usaha yang menghasilkan, menyedi kan prasarana/ sarana/ input bagi kegiatan pertanian (industri pupuk, alat-alat pertanian, pestisida dan sebagainya).

Kegiatan usaha yang mengguanakan hasil pertanian sebagai input (industri pengolahan hasil pertanian, perdagangan dan sebagainya).

Kegiatan Pertanian


(32)

3. Keadaan sarana dan prasarana seperti daerah aliran sungai, tersedianya bendungan irigasi, jalan dipedesaan yang relatif baik, mendukung berkembangnya agribisnis.

4. Adanya kemauan politik pemerintah yang masih menempatkan sektor pertanian menjadi sektor yang mendapatkan prioritas.

Walaupun sektor pertanian telah mengalami kemajuan yang cukup nyata selama empat pelita yang lalu, namun disana-sini masih terdapat hambatan- hambatan yang masih perlu dibenahi. Menurut Perhepi (1989), hambatan dalam pengembangan agribisnis di Indonesia terletak pada berbagai aspek antara lain:

1. Pola produksi pada beberapa komoditi pertanian tertentu terletak di lokasi yang terpencar- pencar, sehingga penyulitkan pembinaan dan menyulitkan terciptanya efisiensi pada skala usaha tertentu.

2. Sarana dan prasarana, khususnya yang ada diluar jawa terasa belum memadai, sehingga menyulitkan untuk mencapai efisiensi usaha pertanian.

3. Akibat dari kurang memadainya sarana dan prasarana tersebut, maka biaya trasportasi menjadi lebih tinggi. Hal ini terjadi bukan saja dalam satu pulau tetapi juga antar pulau. Hal ini memang merupakan konsekuensi logis dari suatu Negara yang terdiri dari banyak pulau.


(33)

4. Sering dijumpai adanya pemusatan agroindustri yang terpusat di kota- kota besar, sehingga nilai bahan baku pertanian menjadi lebih mahal untuk mencapai lokasi agrobisnis tersebut.

5. Sistem kelembagaan, terutama di pedesaan terasa masih lemah sehingga kondisi seperti ini kurang mendukung berkembangnya kegiatan agribisnis. Akibat dari lemahnya kelembagaan ini dapat dilihat dari berfluktuasinya produksi dan harga komoditi pertanian.

Masalahnya bukan saja terletak pada aspek produksi, pegolahan hasil dan pemasaran saja, tetapi juga pengaruh yang lain. Dengan adanya persaingan yang ketat tentang pemasaran hasil pertanian di pasaran dunia (world market), menuntut peranan kualitas produk, dan kemampuan menerobos pasar dunia menjadi sangat penting. Kemampuan mengantisipasi pasar (market intelligent), juga menjadi amat penting dan untuk itu bentuk usaha yang skala kecil perlu bergabung dalam skala usaha yang lebih besar agar mampu bersaing dipasaran internasional. Untuk menjaga kelangsungan kemampuan menerobos pasar ini, maka kontinuitas bahan baku pertanian perlu dijamin; bukan saja pada jumlah bahan baku yang diperlukan tetapi juga kualitas dan kontinuitasnya.

2.3. Pengembangan Agribisnis

Petani atau golongan masyarakat pedesaan dapat dikategorikan pada kelompok masyarakat yang selalu memaksimalkan keuntungan pada setiap usaha


(34)

ada pula golongan petani yang dikenal dengan istilah petani subsistem yang dicirikan oleh kemauan mereka untuk tujuan memaksimumkan kepuasan (utility maximization) dari pada memaksimumkan keuntungan.

Dari pengamatan para ahli proses pengambilan keputusan (decision making

behaviour) yang dilakukan oleh petani dan golongan masyarakat terhadap teknologi

baru dapat beraneka ragam tergantung dari situasi dan kondisi setempat; namun paling tidak ada enam kategori, yaitu:

1. Yang berkaitan dengan pentingnya aspek sosial-ekonomi.

2. Yang berkaitan dengan faktor resiko dan ketidakpastian.

3. Yang berkaitan dengan keterbatasan penguasaan sumber daya.

4. Yang berkaitan dengan potensi desa atau kelompok masyarakat desa.

5. Yang berkaitan dengan model pembangunan petani kecil.

6. Yang berkaitan dengan aspek ekonomi yang lain.

Mengetahui ciri- ciri petani tersebut adalah penting kalau dikaitkan dengan pengembangan agribisnis yang kini sedang digalakkan. Sebab agaknya sulit untuk mengajak petani komersial untuk mengusahakan tanaman pertanian yang mempunyai elastisitas permintaan yang rendah dan sebaliknya agak sulit ubtuk mengajak petani subsistem untuk mengusahakan tanaman pertanian yang mempunyai elastisitas permintaan yang tinggi. Hal ini disebabkan karena cakupan agribisnis adalah luas dan


(35)

kompleks, yaitu meliputi kaitan mulai dari proses produksi, pengolahan sampai pada pemasaran hasil pertanian termasuk didalamnya kegiatan lain yang menunjang kegiatan proses produksi pertanian.

Pengembangan agribisnis Indonesia mempunyai posisi yang strategis antara lain karena pertimbangan sebagai berikut:

1. Letak geografis Indonesia yang dekat dengan pasar dunia (world market) yang kini bergerak ke Asia- Pasifik.

2. Kondisi investasi untuk tujuan ekspor, baik dibidang pertanian maupun non migas lainnya, cukup mendukung sebagai akibat kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi.

3. Masih banyaknya sumber alam khususnya untuk kegiatan disektor pertanian yang belum dimanfaatkan seoptimal mungkin.

4. Semakin baiknya nilai tambah dan kualitas produk pertanian yang mampu menerobos pasar dunia.

5. Masih besarnya (sekitar 54%) tenaga kerja disektor pertanian.

Pola dan hubungan seluruh mata rantai agribisnis didalam negeri pada umumnya belum optimal, karena beberapa faktor antara lain:

1. Pola produksi pertanian sebagian besar tidak mengelompok dalam satu areal yang kompak sehingga asas efisiensi berdasarkan skala usaha tertentu belum


(36)

2. Sarana dan prasarana ekonomi (di daerah tertentu misalnya di luar Jawa dan Bali) khususnya di daerah sentral produksi belum memadai.

3. Pola agroindustri yang cenderung terpusat di daerah perkotaan dan bukan di daerah pedesaan atau daerah sentral produksi.

4. Kondisi georafis Indonesia yang terdiri dari kepulauan dan juga karena kondisi trasportasi khususnya di luar Jawa dan Bali yang belum memadai, sehingga biaya trasportasi menjadi relatif mahal.

5. Sistem klembagaan di pedesaan, baik kelembagaan keuangan, pasar atau informasi pasar yang belum memadai.

Empat aspek seperti yang dikemukakan Mosher perlu diubah dan diarahkan untuk memperhatikan aspek tersebut yaitu:

1. Pemanfaatan sumber daya dengan tanpa merusak lingkungannya (resource

endowment).

2. Pemanfaatan teknologi yang senantiasa berubah (technological endowment).

3. Pemanfaatan institusi (kelembagaan) yang menguntungkan (institutional

endowment).

4. Pemanfaatan budaya (cultural endowment) untuk keberhasilan pembangunan pertanian.


(37)

2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

2.4.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Nilai akhir dari PDRB akan sama dengan total nilai nominal dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta ekspor bersih (salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi disuatu daerah dalam satu periode tertentu adalah PDRB). (BPS,1992)

Konsumsi (consumption) terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga. Konsumsi dibagi menjadi tiga subkelompok: barang tidak tahan lama, barang tahan lama, dan jasa. Barang tidak tahan lama (nondurable goods) adalah barang- barang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan dan pakaian. Barang tahan lama (durable goods) adalah barang- barang yang memiliki usia panjang, seperti mobil dan televise. Jasa (services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk konsumen oleh individu dan perusahaan, seperti potong rambut dan berobat ke dokter.

Investasi (investment terdiri dari barang- barang yang dibeli untuk penggunaan dimasa depan. Investasi juga dibagi menjadi tiga subkelompok: investasi tetap bisnis, investasi tetap residensi, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan. Investasi tetap residensi adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan rumah. Sedangkan investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan (jika


(38)

Pengeluaran pemerintah (government expenditure) adalah barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Kelompok ini meliputi paralatan militer, jalan layang, dan jasa yang diberikan pegawai pemerintah. Ini tidak termasuk pembayaran transfer kepada indifidu, seperti jaminan sosial dan kesejahtraan, karena merelokasi pendapatan yang ada dan tidak membuat perubahan dalam barang dan jasa. (BPS,1992)

Ekspor bersih (nett export) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurangi nilai barang dan jasa yang di impor dari Negara alin. Ekspor bersih menunjukkan pengeluaran bersih dari luar negeri pada barang dan jasa kita, yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik.

Umumnya PDRB dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu PDRB atas harga berlaku (nominal) dan PDRB atas harga konstan (riil). PDRB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada setiap tahun. Jadi, pada PDRB atas harga berlaku sudah termasuk unsur inflasi. Sedangkan PDRB atas harga konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu, misalnya 1983, 1993, atau 2002. PDRB atas harga konstan meningkat hanya jika jumlah barang dan jasa meningkat, sedangkan PDRB atas harga berlaku bisa meningkat karena produksi naik atau harga turun (BPS,1992)

Setelah PDRB atas harga berlaku dan PDRB atas harga konstan diketahui, maka dapat dihitung deflator PDRB. Deflator PDRB, juga disebut dengan deflator


(39)

harga implisit untuk PDRB, yang didefinisikan sebagai rasio PDRB atas harga berlaku terhadap PDRB atas harga konstan.

Deflator PDRB=

Deflator PDRB mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh tingkat harga dalam perekonomian.

2.4.2. Metode Perhitungan PDRB

Pada dasarnya metode yang digunakan untuk menghitung PDRB adalah sama dengan konsep untuk menghitung Produk Nasional (Gross National Product) dan Produk Domestik Bruto (Gross Domestik Bruto).

Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menghitung PDRB, yaitu: a. Metode Langsung.

1. Pendekatan Produksi (Production Approach)

PDRB merupakan jumlah nilai tambah bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit produksi disuatu wilayah dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NPB adalah nilai produksi bruto dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi.


(40)

Dimana:

Y = PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).

P1,P2,…Pn = Harga satuan produk pada satuan masing- masing sektor ekonomi.

Q1,Q2,…,Qn = Jumlah produk pada satuan masing- masing sektor ekonomi yang

dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari adanya perhitungan ganda.

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor- faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka nilai tambah bruto adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan; semuanya belum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pola komponen penyusutan dan pajak tidak langsung neto.

Y = Yw + Yr+ Yi+ Yp Dimana:

Y = PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Yw = Pendapatan upah/ gaji

Yr = Pendapatan sewa Yi =Pendapatan bunga Yp = Pendapatan laba


(41)

3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor bersih di dalam suatu wilayah tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan nilai tambah bruto bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.

Y = C+ I + G+ ( X- M) Dimana:

Y = PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)

C = Pengeluaran rumah tangga konsumen untuk konsumsi I = Pengeluaran rumah tangga perusahaan untuk investasi G = Pengeluaran rumah tangga pemerintah

(XM) = Ekspor netto atau pengeluaran rumah tangga luar negeri.

Yang dihitung hanya nilai transaksi- transaksi barang jadi saja, untuk menghindari adanya perhitungan ganda.

b. Metode Tidak Langsung (Alokasi).

Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan nilai tambah ke dalam masing- masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokatornya digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktifitas kegiatan ekonomi tersebut melalui RDRB menurut harga berlaku maupun harga konstan.


(42)

Pendapatan regional suatu daerah dapat diukur untuk menghitung kenaikan tingkat pendapatan masyarakat. Kenaikan ini dapat disebabkan karena dua faktor yaitu:

1. Kenaikan pendapatan yang benar- benar bisa manaikkan daya beli penduduk (kenaikan riil)

2. Kenaikan pendapatan yang disebabkan oleh karena inflasi, sedangkan kenaikan pendapatan yang disebabkan karena kenaikan harga pasar tidak menaikkan daya beli penduduk dan kenaikan seperti ini merupakan kenaikan pendapatan yang tidak riil. Pendapatan regional dengan faktor inflasi (faktor inflasi belum dihilangkan) merupakan pendapatan regional dengan harga berlaku, sedangkan pendapatan regional dimana faktor inflasi tidak lagi diperhitungkan disebut dengan pendapatan regional atas dasar harga konstan.

2.4.3Teori- Teori PDRB

Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor- faktor apa saja yang menentukan kenaikan out put perkapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor- faktor tersebut berintekraksi satu sama lain sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 1999). Teori- teori pertumbuhan dapat digunakan sebagai teori PDRB karena pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari PDRB suatu daerah.


(43)

a. Teori Pertumbuhan Klasik

Tokoh klasik ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, dan Maltus yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: luas tanah, jumlah penduduk, jumlah barang modal, dan teknologi yang digunakan. Para tokoh ini lebih mengfokuskan perhatiannya pada pengaruh pertambahan pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka mengasumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan. Ahli ekonomi klasik yakin dengan adanya perekonomian persaingan yang sempurna maka seluruh sumber ekonomi dapat dimanfaatkan dengan maksimal atau full employment. Para ahli ekonomiklasik menyatakan bahwa full employment itu hanya bisa dapat dicapai apabila perekonomian bebas dari campur tangan pemerintah dan sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar.

b. Teori Pertumbuhan Kuznet

Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian- penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Masing- masing dari ketiga komponen pokok dari


(44)

1. Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau perwujudan dari apa yang disebut sebagai pertumbuhan ekonomi, sedangkan kemampuan menyediakan berbagai jenis barang itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity) di suatu Negara bersangkutan.

2. Perkembangan teknologi merupakan dasar atau pra kondisi bagi berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, tetapi tidak cukup itu saja masih dibutuhkan faktor- faktor lain.

3. Guna mewujutkan potensi pertumbuhan yang terkandung didalam teknologi, maka perlu diadakan serangkaian penyesuain kelembagaan karena, Sikap dan teknologi (Todaro, 2000)

2.5. Luas Lahan

Dalam ilmu ekonomi dapat kita ketahui ada empat macam faktor produksi, yaitu: tanah, modal, tenaga kerja, dan skill. Keempatnya memiliki peran yang sangat penting dan terkait satu sama lainnya serta saling mendukung untuk kelancaran proses produksi. Dibagian ini penulis akan lebih menitip beratkan penelitiannya pada salah satu faktor produksi tersebut, yaitu faktor produksi tanah atau lahan.

Faktor produksi yang pertama ini sering pula disebut dengan natural


(45)

land ini maksudnya adalah segala sesuatu yang bisa menjadi faktor produksi dan

berasal dari atau disediakan oleh alam, yang antara lain meliputi:

1. Tenaga penumbuh dari pada tanah, baik untuk pertanian, perikanan maupun pertambangan.

2. Tenaga air, baik untuk pengairan, pengaraman, maupun pelayaran. Termasuk juga disini adalah misalnya air yang dipakai sebagai bahan pokok oleh perusahaan air minum.

3. Ikan dan mineral, baik ikan dan mineral darat (sungai, danau, tambak, kuala, dan sebagainya) maupun ikan dan mineral darat.

4. Tanah yang diatasnya didirikan bangunan.

5. Living stock, seperti ternak dan bintang- binatang lain yang bukan ternak.

6. Iklim, cuaca, curah hujan, arus angin, dan sebagainya. 7. Dan lain- lainnya, seperti bebatuan dan kayu- kayuan.

Kesimpulannya, yang dimaksud dengan istilah tanah (land) maupun sumber daya alam (natural resources) disini adalah segala sumber asli yang tidak berasal dari kegiatan manusia.

Berbeda dengan proses produksi pada sektor industri yang tidak memerlukan waktu dan proses yang cukup panjang, pada sub sektor atau usaha pertanian, produksi diperoleh melalui suatu proses yang cukup panjang dan penuh resiko juga. Panjangnya waktu yang dibutuhkan sama, tergantung pada jenis komoditi yang diusahakan.


(46)

Bukan hanya waktu, kecukupan faktor- faktor produksi lainnya pun merupakan suatu keharusan. Dari segi waktu sudah jelas disadari bahwa usaha pertanian umumnya memerlukan waktu yang panjang. Untuk menjalankan sektor produksi, sub sektor pertanian memerlukan beberapa syarat utama yang tidak dapat ditawar lagi keberadaannya, yakni harus ada faktor- faktor produksi.

Temperatur, sinar matahari, kelembaban dan lainnya. Semuanya secara bersama- sama menentukan jenis tanaman yang dapat diusahakan atau setidaknya jenis tanaman tertentu. Untuk dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi menghendaki jenis tanah tertentu, temperatur udara sekian, kelembaban sekian persen, peyinaran sekian persen dan lain sebagainya. Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi inefisien atau tidaknya suatu usaha pertanian.

Dalam subsektor pertanian, faktor produksi tanah atau lahan mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima tanah dibandingkan faktor- faktor produksi lainnya. Tanah merupakan salah satu faktor produksi seperti halnya modal, tenaga kerja dan skill yang kedudukannya dapat dibuktikan dari tinggi rendahnya balas jasa (sewa tanah atau rent) yang sesuai dengan permintaan dan penawaran tanah itu dalam masyarakat dan daerah tertentu. 2.5.1. Teori Tentang Lahan

David Ricardo, seorang ahli ekonomi berkebangsaan Inggris dikenal sebagai salah satu penulis terkemuka soal sewa tanah dengan teorinya mengenai sewa tanah


(47)

perbedaan kesuburan tanah, makin subur tanah maka makin tinggi pula sewa tanahnya. Adapun mengapa sewa tanah itu dapat tinggi atau rendah mempunyai hubungan langsung dengan harga komoditi yang diproduksi dari tanah (Rahim dkk,2007). Faktor yang mula- mula merupakan alasan mengapa tanah merupakan faktor produksi yang sangat penting adalah karena tanah itu persediaannya terbatas. Tanah digunakan untuk kepentingan yang berbeda- beda. Inilah yang mengakibatkan kompleksnya persoalan sewa tanah itu. Seiring dengan perkembangan zaman, sewa tanah tidak lagi ditentukan oleh faktor kelangkaan dan perbedaan kesuburan saja, tetapi kini juga disebabkan oleh harga berbagai jenis komoditi yang diproduksikan dan pembayaran- pembayaran keperluan lain. Dengan berkembangnya penduduk nilai tanah akan terus meningkat dan munkin turun.

Menurut Moehar Danial (1996) dikatakan bahwa luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pengembangan usaha pertanian. Luas pemilikan lahan sangat berhubungan dengan efisiensi lahan. Pada kegiatan usaha pertanian, yang memiliki lahan yang cukup luas, akan sering terjadi ketidak efisienan dalam penggunaan teknologi.

Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam pertanian adalah faktor kesuburan tanah atau lahan. Lahan yang subur akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dari pada lahan yang tingkat kesuburannya rendah. Kesuburan lahan pertanian biasanya berkaitan dengan struktur dan tekstur tanah. struktur dan tekstur tanah ini pada akhirnya akan menentukan jenis tanaman yang


(48)

di tanah yang mengandung liat, apalagi jika tanah yang mengandung liat tersebut tertutup denga tanah humus serta mudah dilalui air, maka tanaman cengkeh akan hidup dan tumbuh dengan subur.

Tanah adalah salah satu faktor produksi yang tahan lama sehingga biasanya tidak diadakan depresiasi atau penyusutan. Bahkan dengan perkembangan penduduk niali tanah selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Peryataan demikian sebenarnya kurang tepat karena bagaimana pun juga tanah yang dikerjakan terus menerus akan berkurang kesuburannya. Untuk itu haruslah diadakan rotasi tanaman dan usaha- usaha konservasi tanah.

Dalam tahun belakangan ini kita tidak menyadari sepenuhnya bahwa telah terjadi penurunan atau degradasi dalam hal ketersediaan lahan baik untuk pertanian maupun perkebunan. Banyak hal yang menyebabkan penurunan tersebut, diantaranya adalah bencana alam dan erosi. Perkembangan kehidupan, jumlah penduduk terus bertambah, tuntutan peningkatan kualitas kehidupan serta tekanan kebutuhan sektor lain terhadap lahan telah menyebabkan alih fungsi lahan sulit dihindari. Selain itu dampak dari otonomi daerah menyebabkan terbentuknya kabupaten atau kota yang baru setelah UU otonomi daerah diberlakukan. Akhirnya konversi lahanpun tidak dapat dihindari.

Sedangkan teori tentang penggunaan lahan semula dikembangkan oleh von Thunen pada pertengahan abad 18, seorang Jerman. Ia mencatat hasil-hasil dari berbagai jenis tanaman dan melengkapinya dengan upaya-upaya yang terlibat dalam pengangkutan produks ini, oleh kuda dan kereta, ke pasar. Dengan mengasumsikan


(49)

sebuah kota yang terisolir, yang dikelilingi oleh lahan yang kualitasnya sama, von Thunen berargumentasi bahwa pola-pola konsentris penggunaan lahan akan terjadi. Lahan di dekat kota akan digunakan untuk memproduksi tanaman yang hasilnya banyak dan voluminous, seperti kayu dan kentang, sedangkan lahan yang jauh dari pasar akan digunakan untuk memproduksi tanaman ekonomis-tinggi, volumenya kecil,seperti hasil-hasil peternakan 2.6. Tenaga Kerja

2.6.1 Pengertian Tenaga Kerja

Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization), penduduk dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja dikatakan juga sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia 15 tahun atau lebih, seiring dengan program wajib belajar 9 tahun. Selanjutnya, tenaga kerja dibedakan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah bersekolah, mengurus rumah tangga, atau kegiatan lainnya selain bekerja). Angkatan kerja dibedakan lagi kedalam dua kelompok, yaitu penduduk yang bekerja dan penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.


(50)

Gambar 2.2: Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO)

Dengan demikian, angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan merupakan potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Angka yang sering digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan tenaga kerja.

TPAK =

Secara umum, tenaga kerja (manpower) didefinisikan sebagai penduduk yang berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu Negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Sedangkan

PENDUDUK

BUKAN ANGKATAN TENAGA

KERJA

BUKAN TENAGA

TIDAK BEKERJA/ MENCARI

PEKERJAAN

ANGKATAN KERJA


(51)

D E

WE

O

S W

N NE

Penduduk adalah semua orang yang mendiami suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu.

Menurut UU No.25 Tahun 1997 tentang ketentuan- ketentuan pokok ketenagakerjaan disebutkan bahwa: ”Tenaga Kerja adalah setiap orang laki- laki atau perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik didalam maupun diluar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat’. 2.6.2. Teori Tentang Tenaga Kerja

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidak seimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor) pada suatu tingkat upah (Kusumosuwidho, 2006). Keseimbangan tersebut dapat berupa lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for supply).

Gambar 2.3


(52)

Excess Supply

N N

O O

W W

S L

DL W1

N2

N1 N1 N2

W1 DL S L Excess Demand Gambar 2.4

Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja

Keterangan gambar:

SL = Penawaran tenaga kerja (Supply of labor). DL = Permintaan tenaga kerja (Demand of labor). W = Upah (Wage)

L = Jumlah tenaga kerja (labor). Penjelasan gambar :

1. Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing- masing sebesar Le pada tingkat upah keseimbanganWe. Dengan demikian, titik keseimbangan adalah titik E. Pada tingkat upah keseimbanganWe semua orang yang bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We.


(53)

2. Pada gambar kedua, terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah We, penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar dari pada permintaan tenaga kerja (DL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2, sedangkan hanya diminta hanya N1. dengan demikian, ada orang yang menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1N2.

3. Pada gambar ketiga, terlihat adanya excess demand of labor. Pada tingkat upah W1, permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar dari pada penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada tingkat upah W1 adalah sebanyak N1, sedangkan yang diminta adalah sebanyak N2.

Terdapat beberapa tokoh yang membahas mengenai tenaga kerja, diantaranya: a. Adam Smith (1729- 1970)

Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada SDM yang mengolahnya, sehingga bermanfaat bagi kehidupan. Smith melihat bahwa alokasi SDM yang efektif adalah awal pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan kata lain, alokasi SDM yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.


(54)

b. Lewis (1959)

Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada suatu sektor akan memberi andil terhadap pertumbuhan produksi dan penyediaan kerja disektor lain. Ada dua struktur didalam perekonomian, yaitu subsistem terbelakang dan kapitalis moderen. Pada sektor subsistem terbelakang, tidak hanya terdiri dari sektor pertanian, tetapi juga sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pengecer koran. Pekerja di sektor subsistem terbelakang mayoritas berada di wilayah pedesaan. Sektor subsistem terbelakang memiliki kelebihan penawaran pekerja dan tingkat upah yang relatif lebih rendah dari pada sektor kapitalis moderen. Lebih rendahnya upah pekerja di pedesaan akan mendorong pengusaha di wilayah perkotaan untuk merekrut pekerja dari pedesaan dalam pengembangan industri moderen perkotaan. Selama berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan penawaran pekerja di sektor subsistem terbelakang akan diserap.

Bersamaan dengan terserapnya kelebihan pekerja disektor industri moderen, maka pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat. Selanjutnya peningkatan upah ini akan mengurangi ketimpangan tingkat pendapatan antara perkotaan dan pedesaan. Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi. Sebaliknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dari sektor subsistem


(55)

terbelakang ke sektor kapitalis moderen berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi terlalu banyak.

c. Fei- Ranis (1961)

Teori Fei- Ranis berkaitan dengan Negara berkembang yang mempunyai ciri- ciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Menurut Fei- Ranis, ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan buruh, yaitu:

1. Para penganggur semu (yang tidak menambah produksi pertanian) dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama.

2. Tahap dimana pekerja pertanian manambah produksi, tetapi memproduksi lebih kecil dari upah institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sektor industri.

3. Tahap ini ditandai dengan awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh petani menghasilkan produksi lebih besar dari pada perolehan upah institusional. Dan dalam hal ini, kelebihan pekerja terserap ke sektor jasa dan industri yang terus menerus sejalan dengan pertambahan produksi dan perluasan usahanya.


(56)

2.6.3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja a. Tingkat Upah

Tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi pembelian atau bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Kondisi ini memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi akibat perubahan skala produksi disebut efek skala produksi (scale effect).

Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang- barang modal yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek subsitusi (substitution).

b. Teknologi

Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan mempengaruhi sejumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat terjadi, kecanggihan teknologi akan menyebabkan hasil produksi yang lebih baik, namun kemampuannya dalam menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relatif sama. Yang lebih berpengaruh dalam menentukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar dari pada


(57)

kemampuan manusia. Misalnya, mesin huller (penggilingan padi) akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja untuk menumbuk padi.

c. Produktifitas Tenaga Kerja

Arsyad Anwar (Kaswani, 1999:3) mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh enam hal, yaitu; perkembangan barang modal per pekerja, perbaikan tingkat keterampilan, pendidikan, kesehatan pekerja, meningkatkan skala usaha, perpindahan pekerja antar jenis kegiatan, perubahan komposisi output dari tiap sektor atau subsektor serta perubahan teknik produksi. Dilain pihak, Basri (Kasnawi,1999:3) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya produktivitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh pemanfaatan kapasitas dari berbagai sektor. Produktivitas tenaga kerja rendah karena pemanfaatan kapasitas produksi rendah.

d. Kualitas Tenaga Kerja.

Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan mengenai produktivitas. Karena dengan tenaga kerja yang berkualitas akan menyebabkan produktivitasnya meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja.

e. Fasilitas Modal

Dalam prakteknya faktor- faktor produksi, baik SDM maupun bukan SDM, seperti modal tidak dapat dipisahkan dalam menghasilkan barang dan jasa. Pada suatu


(58)

besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja. Misalnya, dalam suatu industri rokok, dengan asumsi faktor- faktor lain konstan, maka apabila perusahaan menambah modalnya, maka jumlah tenaga kerja yang diminta juga bertambah.

2.7. Ivestasi

2.7.1. Pengertian Investasi

Investasi (investment) dapat didefinisikan sebagai tambahan bersih terhadap stok kapital yang ada (net addition to existing capital stock). Istilah lain dari investasi adalah akumulasi modal (capital accumulation) atau pembentukan atau penanaman modal (capital formation).

Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan, penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang- barang modal dan perlengkapan- perlengkapan produksi atau menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dala perekonomian.

Para pelaku investasi adalah pemerintah, swasta dan kerja sama antara pemerintah dan swasta. Investasi pemerintah umumnya dilakukan tidak maksud dengan mendapatkan keuntungan, tetapi tujuannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti jalan raya, jembatan, rumah sakit, dan sebagainya. Bagi swasta lebih tertarik pada jenis investasi yang di tujukan untuk memperoleh laba yang biasanya didorong karena adanya pertambahan pendapatan.


(59)

Ciri- ciri dari barang- barang investasi adalah:

1. Memiliki manfaat yang umurnya lebih dari satu tahun. Misalnya, tanah, mesin, gedung dan kendaraan.

2. Nilainya relatif besar dibandingkan dengan nilai output yang dihasilkan.

3. Manfaat dari penggunaan barang tersebut dapat dirasakan untuk jangka waktu yang panjang.

2.7.2. Teori Investasi

Di dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money (1936), John Maynard Keynes mendasarkan teori tentang permintaan investasi atas konsep efisien marjinal kapital (Marginal Efficiency of Kapital/ MEC). Sebagai suatu defenisi kerja, Marginal Efficiency of Kapital/ MEC adalah tingkat diskonto (discount

rate) yang menyamakan aliran perolehan yang diharapkan dimasa yang akan datang

dengan biaya sekarang dari kapital tambahan.

Teori Neo Klasik tentang investasi (Neoclasical Theory of Investment) ini merupakan teori akumulasi kapital optimal. Menurut teori ini, stok kapital yang diinginkan ditentukan oleh output dan harga dari jasa kapital relatif terhadap harga output.

Harga jasa kapital pada gilirannya bergantung pada harga barang- barang modal, tingkat harga dan perlakuan pajak atas pendapatan perusahan. Jadi, menurut teori ini perubahan didalam output akan mengubah atau mempengaruhi stok kapital


(60)

yang diinginkan dan juga investasi. Teori Neo Klasik mengatakan bahwa tingkat bunga merupakan faktor penentu dari investasi yang diinginkan.

2.7.3. Pembagian Investasi

Berdasarkan kekhususan tertentu dari kegiatannya, investasi dibagi dalam kelompok:

1. Investasi Baru

Yaitu investasi bagi pembuatan sistem produksi baru, baik sebagai bagian dari usaha baru untuk produksi baru ataupun perluasan produksi, tetapi harus menggunakan sisitem produksi baru.

2. Investasi Peremajaan

Investasi jenis ini umumnya hanya digunakan untuk mengganti barang- barang kapital lama dengan yang baru, tetapi masih dengan kapasitas produksi dan ongkos produksi yang sama dengan alat yang digantikannya.

3. Investasi Rasionalisasi

Pada kelompok investasi ini peralatan lama diganti oleh yang baru tetapi dengan ongkos produksi yang lebih murah, walaupun kapasitas sama dengan yang digantikannya.

4. Investasi Perluasan

Dalam perluasan kelompok investasi ini peralatannya baru sebagai pengganti yang lama, kapasitasnya lebih besar sedangkan ongkos produksi masih sama.


(61)

5. Investasi Moderenisasi

Investasi jenis ini digunakan untuk memproduksi barang baru yang memang proses barunya, atau memproduksi barang lama dengan proses yang baru.

6. Investasi Diversifikasi

Investasi ini untuk memperluas program produksi perusahaan tertentu, sesuai dengan program diversifikasi usaha korporasi yang bersangkutan.

Di Indonesia, Investasi dapat dibedakan menurut dua klasifikasi, antara lain: 1. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Modal dalam negeri adalah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak- hak dan benda- benda, baik yang dimiliki oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia. Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut, dapat secara perseorangan dan atau merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan kekayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut ketentuan Undang- Undang penanaman modal.

2. Penanaman Modal Asing (PMA).

Yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing (PMA) hanyalah meliputi Penanaman Modal Asing secara langsung berdasarkan Undang- Undang No.1 Tahun 1967 dan yang digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam


(62)

arti pemilik modal secara langsung menaggung resiko dari penanaman modal tersebut. Pengertian modal asing adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.

Kesimpulannya, pemasukan modal asing diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing membantu dalam industrialisasi, dalam membanguan dan menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas. Modal asing tidak hanya membawa uang dan mesin, tetapi juga teknik.

2.7.4. Fungsi Investasi

Kurva yang menunjukkan perkaitan diantara tingkat investasi dan tingkat pendapatan nasional dinamakan fungsi investasi. Bentuk investasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Garis sejajar dengan sumbu datar.

2. Bentuk garisnya naik dari sisi bawah keatas sebelah kanan (yang berarti makin tinggi pendapatan nasional, makin tinggi investaasi).

Fungsi atau kurva investasi yang sejajar dengan sumbu datar dinamakan investasi autonomi (autonomous investment), dan fungsi investasi yang semakin tinggi apabila pendapatan nasional meningkat dinamakan investasi terpengaruh (induced investment). Kedua fungsi investasi tersebut seperti digambarkan didalam


(63)

Gambar 2.5, yaitu sejajar dengan sumbu datar, dan satu lagi bentuknya naik dari kiri bawah ke sebelah kanan atas.

Apabila faktor- faktor lainnya yang tidak ada kaitannya dengan pendapatan nasional tidak mengalami perubahan, maka tingkat investasi akan tetap sama besarnya pada berbagai tingkat pendapatan nasional. investasi yang demikian seperti digambarkan pada Gambar 2.5 (A) , dinamakan investasi autonomi (autonomous

investment).

Didalam perekonomian dimana ciri- ciri perkataan diantara investasi dan pendapatan nasional adalah seperti yang digambarkan pada Gambar 2.5 (B) , yang menunjukkan bahwa makin tinggi pendapatan nasional, maka makin tinggi pula tingkat investasi. Investasi yang bercorak demikian dinamakan investasi terpengaruh (induced investment).

A. Investasi Autonomi B. Investasi Terpengaruh Gambar 2.5

Pendapatan Nasional Pendapatan Nasional


(64)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1. Lokasi Penelitian.

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. 3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu (time series) yang bersifat kuantitatif yaitu berupa data yang berbentuk angka. Sumber datanya adalah data sekunder yang diperoleh langsung dari publikasi resmi yang bersumber dari Dinas Pertanian Kabupaten Karo, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karo, Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera utara dan dari berbagai sumber lainnya yang mendukung, selama kurun waktu 18 tahun (1990- 2007).

Sedangkan variabel yang penulis gunakan adalah: 1. Variabel Bebas (Independen) atau disebut X.

Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah luas lahan sektor pertanian, jumlah tenaga kerja sektor pertanian, dan besarnya investasi sektor pertanian. 2. Variabel Terikat (Dependen Variabel) atau disebut Y.

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikatnya adalah Pengembangan usaha agribisnis (PDRB sektor pertanian).


(65)

3.3. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan penulis dengan menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan- bahan kepustakaan berupa buku- buku literature, tulisan- tulisan ilmiah, laporan- laporan penelitian ilmiah yang ada hubungannya dengan topik yang diteliti.

Pengumpulan data yang dipergunakan penulis dengan melakukan pencatatan langsung data luas lahan sektor pertanian, jumlah tenaga kerja sektor pertanian, dan investasi disektor pertanian Kabupaten Karo.

3.4. Pengolahan Data.

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengolahan data dengan motode statistik menggunakan program komputer E-views 5.0

3.5. Model Analisa Data.

Model analisis yang digunakan dalam menganalisa adalah model ekonometrika. Teknik analisa yang digunakan adalah model kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/ OLS).

Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Y= f (X1, X2, X3) ………....(1) Dengan spesifikasi model sebagai berikut:

Ln Yt = β0 + β1 LnX1(t-1) + β2 LnX2 + β3 Ln X3(t-1) + µt……….(2) Dimana:


(66)

β1, β2, β3 = Koefisien regresi.

LnX1(t-1) = Luas Lahan Sektor Pertanian (Ha).

LnX2 = Jumlah tenaga kerja sektor pertanian ( jiwa). LnX3(t-1) = Investasi sektor pertanian (rupiah).

µ = Kesalahan pengganggu/ Terms error.

3.6 Test Goodnes of Fit (Uji Kesesuaian)

3. 6. 1 Koefisien Determinasi (R-Square)

Uji ketepatan perkiraan (R²) dilakukan untuk mendeteksi ketepatan paling baik dari garis regresi. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya nilai koefisien determinasi R² merupakan besaran nilai non negatif. Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara nol sampai dengan 1 (0 ≤R²≤1). Koefisien determinasi bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sebaliknya nilai koefisien determinasi 1 berarti suatu kecocokan sempurna dari ketepatan pekiraan model.

3. 6. 2 Uji F- Statistik

Uji F-statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Hipotesa yang dipakai sebagai berikut:

• Ho: b1 = b2 = b3 = 0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.


(67)

• Ha: b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya secara bersama-sama ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Cara menentukan kriteria dengan membandingkan nilai hitung dengan F-tabel sebagai berikut:

Jika F-hitung > F-tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya semua variabel independen secara bersama-sama merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen begitu pula sebaliknya.

3. 6. 3 Uji t-Statistik

Uji t-statistik (uji parsial) pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dengan hipotesa sebagai berikut:

• Hipotesis nol atau Ho: bi = 0

Artinya variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

• Hipotesis alternatif atau Ha: bi ≠ 0

Artinya variabel independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Untuk mengetahui kebenaran hipotesis digunakan kriteria bila t-hitung > t- tabel maka menolak Ho dan menerima Ha, artinya ada pengaruh antara variabel dependen terhadap variabel independen dengan derajat keyakinan yang digunakan adalah α = 1 %, α = 5%, α = 10 %, dan begitu pula sebaliknya.


(68)

3. 7. Uji Asumsi Klasik 3.7.1 Multikoliniearity

Multikoliniearity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi diantara variabel independen. Untuk mengetahui ada tidaknya multikoliniearity dapat dilihat dari nilai R-Square, F-hitung, t-hitung, serta standar error.

Adanya multikoliniearity ditandai dengan: a. Standar error tidak terhingga

b. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 5%, α =10%, α = 1%

c. Terjadi perubahan tanda atau berlawanan dengan teori

d. R² sangat tinggi

3.7.2 Autokorelasi (Serial Correlation)

Serial autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang.

Autokorelasi terjadi bila error term (µ) dari periode waktu yang berbeda berkorelasi. Dikatakan bahwa error term berkorelasi atau mengalami korelasi serial apabila variable (ei.ej) ≠ 0 untuk I ≠ j, d alam hal ini dapat dinyatakan bahwa terdapat masalah autokorelasi. Untk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini dilakukan melalui uji Langrange Multiplier (LM test), yaitu degan


(69)

membandingkan antara nilai hitung dengan nilai tabel, dengan kriteria penilaian sebagai berikut:

• jika nilai hitung > tabel maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model yang digunakan ditolak.

• jika nilai hitung < tabel maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model yang digunakan tidak dapat ditolak.

3.8 Definisi operasional

1. Pengembangan agribisnis adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sektor pertanian satuan jutaan rupiah.

2. Luas lahan sektor pertanian tahun sebelumnya adalah luas lahan yang merupakan tempat kegiatan sektor pertanian dilakukan dan dinyatakan dalam hektar.

3. Jumlah tenaga kerja sektor pertanian adalah jumlah jiwa penduduk yang berusia 15 tahun sampai dengan 64 tahun dan secara potensial dapat bekerja dalam jiwa.

4. Investasi sektor pertanian tahun sebelumnya adalah investasi yang menambah pendapatan di sektor pertanian di tahun sesudahnya dalam jutaan rupiah.


(70)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskriptif Daerah Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karo a. Kondisi Geografis

Daerah Kabupaten Karo terletak antara 02o50 s/d 03o19 LU dan 97o55 s/d 98 o38 BT. Kabupaten Karo terletak di daerah dataran tinggi bukit barisan dengan total luas administrasi 2.127,25 km atau 212.725 ha.

Batas-batas wilayah Kabupaten Karo adalah:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Tapanuli Utara.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Propinsi Daerah Istimewa Aceh).

b. Iklim dan Topografi

Kabupaten Karo memiliki iklim tropis basah. Curah hujan berkisar 1.000 - 4.000 mm/ tahun, suhu udara 16°C - 27°C, sedangkan kelembaban udara sekitar 82%. Ditinjau dari kondisi topografinya, wilayah Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi bukit barisan dengan elevasi terendah +140 m diatas permukaan laut (Paya lah-lah


(71)

Mardingding) dan tertinggi ialah +2.451m diatas permukaan laut (Gunung Sinabung).

Daerah Kabupaten Karo yang berada di daerah dataran tinggi bukit barisan dengan kondisi topografi yang berbukit dan bergelombang, maka wilayah ini ditemui banyak lembah-lembah dan alur-alur sungai yang dalam dan lereng-lereng bukit yang curam/ terjal.

Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 140 sampai dengan 1400 meter diatas permukaan laut dengan perbandingan luas sebagai berikut:

• Daerah ketinggian 140 sampai dengan 200 meter diatas permukaan laut seluas 9.550 Ha (4.49 %).

• Daerah ketinggian 200 sampai dengan 500 meter diatas permukaan laut seluas 11.373 Ha (5.35 %).

• Daerah ketinggian 500 sampai dengan 1000 meter diatas pemukaan laut seluas 79.215 Ha (37,24%).

• Daerah ketinggian 1000 sampai dengan 1400 meter dari permukaan laut seluas 112.587 Ha (52,92%).

Pada wilayah Kabupaten Karo terdapat dua hulu daerah aliran sungai (DAS) yang besar yakni DAS sungai Wampu dan DAS sungai Lawe Alas. Sungai Wampu bernuara ke Selat Sumatera dan Sungai Renun (Lawe Alas) bermuara ke Lautan Hindia.


(72)

Gambar 4.1. Peta Prakiraan Sifat Hujan Kabupaten Karo c. Pemerintahan

Kabupaten Karo merupakan bagian dari Propinsi Sumatera Utara dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang secara administratif dibagi atas tujuh belas kecamatan. Ibukota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe yang terletak sekitar 76 km sebelah selatan kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara.


(1)

Lampiran 2:

Hasil Estimasi

Dependent Variable: LNY Method: Least Squares Date: 06/18/09 Time: 07:51 Sample(adjusted): 1991 2007

Included observations: 17 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -15.22905 5.810536 -2.620938 0.0211 LNX1(-1) 0.077710 0.255752 0.303849 0.7661 LNX2 1.552332 0.500783 3.099811 0.0084 LNX3(-1) 1.398767 0.133992 10.43917 0.0000 R-squared 0.974854 Mean dependent var 13.65824 Adjusted R-squared 0.969051 S.D. dependent var 0.863289 S.E. of regression 0.151872 Akaike info criterion -0.729229 Sum squared resid 0.299847 Schwarz criterion -0.533179 Log likelihood 10.19845 F-statistic 167.9941 Durbin-Watson stat 1.032580 Prob(F-statistic) 0.000000


(2)

Lampiran 3:

Serial Correlation LM-Test

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.583010 Probability 0.015630 Obs*R-squared 3.799397 Probability 0.011685

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 06/18/09 Time: 08:01

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.447408 5.768909 0.077555 0.9396

LNX1(-1) 0.095278 0.260954 0.365113 0.7220 LNX2 -0.133478 0.495655 -0.269296 0.7927 LNX3(-1) 0.012315 0.157378 0.078252 0.9390 RESID(-1) 0.667527 0.431899 1.545562 0.1505 RESID(-2) -0.474330 0.452715 -1.047746 0.3172 R-squared 0.223494 Mean dependent var 2.53E-15 Adjusted R-squared -0.129463 S.D. dependent var 0.136896 S.E. of regression 0.145488 Akaike info criterion -0.746886 Sum squared resid 0.232833 Schwarz criterion -0.452811 Log likelihood 12.34853 F-statistic 0.633204 Durbin-Watson stat 1.677304 Prob(F-statistic) 0.679009


(3)

Lampiran 4:

Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: LNX1(-1) Method: Least Squares Date: 06/18/09 Time: 23:20 Sample(adjusted): 1991 2007

Included observations: 17 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 8.224142 5.660222 1.452972 0.1683

LNX2 0.279145 0.517973 0.538919 0.5984 LNX3(-1) -0.002035 0.140021 -0.014534 0.9886 R-squared 0.054732 Mean dependent var 11.63864 Adjusted R-squared -0.080307 S.D. dependent var 0.152694 S.E. of regression 0.158707 Akaike info criterion -0.684735 Sum squared resid 0.352629 Schwarz criterion -0.537697 Log likelihood 8.820246 F-statistic 0.405305 Durbin-Watson stat 0.620598 Prob(F-statistic) 0.674351


(4)

Dependent Variable: LNX2 Method: Least Squares Date: 06/18/09 Time: 23:24 Sample(adjusted): 1991 2007

Included observations: 17 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 10.06074 1.544786 6.512703 0.0000

LNX1(-1) 0.072807 0.135098 0.538919 0.5984 LNX3(-1) 0.214827 0.042629 5.039491 0.0002 R-squared 0.664083 Mean dependent var 12.27847 Adjusted R-squared 0.616095 S.D. dependent var 0.130814 S.E. of regression 0.081052 Akaike info criterion -2.028660 Sum squared resid 0.091973 Schwarz criterion -1.881622 Log likelihood 20.24361 F-statistic 13.83846 Durbin-Watson stat 1.262473 Prob(F-statistic) 0.000483


(5)

Dependent Variable: LNX3(-1) Method: Least Squares Date: 06/18/09 Time: 23:28 Sample(adjusted): 1991 2007

Included observations: 17 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -30.37925 8.270440 -3.673233 0.0025 LNX1(-1) -0.007414 0.510121 -0.014534 0.9886 LNX2 3.000737 0.595444 5.039491 0.0002 R-squared 0.657119 Mean dependent var 6.378906 Adjusted R-squared 0.608136 S.D. dependent var 0.483913 S.E. of regression 0.302925 Akaike info criterion 0.608122 Sum squared resid 1.284690 Schwarz criterion 0.755160 Log likelihood -2.169041 F-statistic 13.41526 Durbin-Watson stat 0.862867 Prob(F-statistic) 0.000557


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

N a m a

: HENKI MANUSUN SIHOMBING

N I M

: 050501070

Departemen

: EKONOMI PEMBANGUNAN

Fakultas

: EKONOMI

Adalah benar telah membuat skripsi ini, guna memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Sumatera Utara, dengan

judul:

”ANALISIS FAKTOR–

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI KABUPATEN KARO”.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk

dipergunakan seperlunya.

Medan, 29 Juni 2009

Yang Membuat Pernyataan

(Henki Manusun Sihombing)

NIM 050501070