Pengaruh Window Level Dan Window Width Pada Lung Window Dan Mediastinum Window Pada Kualitas Citra CT-Scan Thorax

(1)

1

PENGARUH WINDOW LEVEL DAN WINDOW WIDTH PADA LUNG WINDOW DAN MEDIASTINUM WINDOW TERHADAP KUALITAS

CITRA CT- SCAN THORAX

SKRIPSI

SYAHNARO LUMBAN GAOL NIM : 120821009

DEPERTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

1

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Window Level Dan Window Width Pada Lung Window Dan Mediastinum Window Pada Kualitas Citra CT-Scan Thorax

Nama : Syahnaro Lumban Gaol

Nim : 120821009

Program Studi : Sarjana (S1) Fisika Medis Depertemen : Fisika

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Diluluskan di Medan, 29 Agustus 2014

Dosen pembimbing I Dosen

Pembimbing II

(Drs. Herli Ginting,M.S) (Josepa ND

Simanjuntak, M.si)

Ketua Depertemen Fisika FMIPA

(Dr. Marhaposan Situmorang)

NIP.1955103198003100 Dosen Pembimbing II

(Josepa ND Simanjuntak, M.Si) NIP.197703192006042001 Dosen pembimbing I

(Drs. Herli Ginting, M.S) NIP.195505191960110001


(3)

iii

PERNYATAAN

PENGARUH WINDOW LEVEL DAN WINDOW WIDTH PADA LUNG WINDOW DAN MEDIASTINUM WINDOW TERHADAP KUALITAS

CITRA CT-SCAN THORAX

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan

sebenarnya.

Medan, 29 Agustus 2014

SYAHNARO LUMBAN GAOL


(4)

INTISARI

Penelitian ini dilakukan pada citra CT-Scan thorax dengan pengaruh window level dan window width, untuk memperoleh nilai window level dan window width

yang optimal pada lung window dan mediastinum window sehingga didapat citra

CT-Scan thorax yang berkualitas. Citra CT-Scan thorax diperoleh untuk

mediastinum window menggunakan window width 350, 400, 450, 500, HU. Dan window level 50,100,150 HU. sedangkan untuk lung window menggunakan window width 1000,1100 HU. Dengan window level -500-,600,-700,-800,-900,-1000 HU. kemudian dilakukan penilaian oleh tiga orang pengamat. Dari hasil penelitian citra CT-Scan thorax untuk mediastinum window lebih optimal pada saat 350 HU dengan window level 50 HU.Dan untuk lung window lebih optimal pada saat window width 1000 HU dan window level pada saat -500 HU.dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh window width dan window level pada mediastinum window dan lung window citra CT-Scan thorax, yaitu hasil citra CT-Scan thorax yang optimal pada window width 350 HU window level 50 HU, untuk mediastinum window dan pada window width 1000 HU, dan window level -500 HU.

Kata Kunci : CT-Scan, Dada, Lebar Jendela, Tinggkat Jendela, Jendela Mediastinum, Jendela Paru.


(5)

ABSTRAC

This Research of image CT-SCAN thorax with influence of window level and window width, to obtain, get value of window level and optimal window width lung window and mediastinum window, so that get image of CT-SCAN thorax which with image quality. Image of CT-SCAN thorax obtained for mediastinum window use window width 350, 400, 450, 500 HU. And Window level 50,100,150 HU. While for lung window use window width 1000,1100 HU. The window level - 500-,600,-700,-800,-900,-1000 HU, by three observer . From the result of research image of CT-SCAN thorax for mediastinum window optimal at 350 HU and window level 50 HU. For lung window optimal at window width 1000 HU and window level - 500 HU. The result’s obtained inferential that there are influence of window width and window level at mediastinum window and lung window of image of CT-SCAN thorax, that is result of optimal image CT-SCAN thorax window width 350 HU window level 50 HU, for mediastinum window and window width 1000 HU, and window level - 500 HU

Keyword : CT-Scan, Chest, Window Width, Window Level, Mediastinum window,


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan anugerahnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.Skripsi ini disusun sebagai syarat penilaian pada semester IV diprogram studi jurusan Fisika Medik Depertemen fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuaan Alam Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc, selaku Dekan FMIPA USU Medan.

2. Bapak DR.Marhaposan Situmorang, selaku Ketua Depertemen fisika Universitas Suumatera Utara (USU) Medan.

3. Bapak Drs.Herli Ginting, M.S, selaku pembimbing pertama pada

penyelesaian skripsi ini, yang telah memberikan panduan dan bimbingan untuk menyempurnakan skripsi ini.

4. Ibu Josepa ND Simanjuntak, M.Si, selaku pembimbing kedua penyelesaian skripsi, yang telah memberikan panduan dan bimbingan untuk menyempurnakan skripsi ini.

5. Bapak Drs.Aditia Warman,M.Si selaku tim penguji dalam menyelesaikan skripsi ini serta saran dan panduan yang telah diberikan kepada saya. 6. Bapak Tua Raja, S.Si. M.Si selaku tim penguji dalam menyelesaikan

skripsi saya serta saran dan panduan yang telah diberikan kepada saya 7. Kepada Ayah saya Drs.H Lumban Gaol dan Ibu saya, N Batubara, S.Pd

yang telah memberikan doa dan dukungan yang terbaik buat saya. 8. Seluruh Staff Dosen Depertemen Fisika FMIPA USU beserta pegawai. 9. Seluruh Staff Unit Radiologi Di Rumah Sakit Adam Malik Medan yang

telah memberikan saran dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. 10.Seluruh Teman-teman saya maupun kakak dan abang saya satu jurusan

Fisika Medik yang telah memberikan saya motivasi dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.


(7)

11.Seluruh keluarga saya yang telah memberikan doa dan dukungan serta semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Seluruh teman-teman saya satu kost yang ikut serta membantu dalam menyusun skripsi ini.

13.Semua yang belum tersebutkan, yang memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalasnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangatlah diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya hanya pada Tuhan Yang Maha Esa kita kembalikan segala harapan kita dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Terima kasih Medan...

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

al JUDUL …….………... LEMBAR PERSETUJUAN………... LEMBAR PERNYATAAN… …………... INTISARI………... ABSTRACT ………... KATA PENGANTAR………... DAFTAR ISI ………... DAFTAR GAMBAR ………... DAFTAR TABLE ………....

BAB I PENDAHULUAAN

1.1 Latar Belakang ………...

1.2 Rumusan Masalah ………...

1.3 Tujuan Penelitian ………

1.4 Batasan Masalah ………..

1.5 Manfaat Penelitiaan ………...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 CT SCANNER………...

2.2 Dasar-dasar Dan Komponen Computed Tomography (CT) Scan

2.2.1 Komponen Dasar CTScan ………...…………...……...

2.3 Prinsip Kerja ………...…………

2.4 Sistem CT Scanner………...

2.5 System Console ... i ii iii iv v vi vii viii ix 1 3 3 4 4 5 6 8 9 11 12 Hal


(9)

2.6 Parameter CT Scan………....

2.7 Proses Pembentukan gambat pada CT Scan... 2.7.1 Akuisisi Data...

2.7.2 Rekontruksi Citra...

2.7.3 Tampilan Gambar, Manipulasi, Penyimpanan, Perekaman dan Komunikasi ... 2.8 Kualitas Gambar Pada CT Scan ... 2.9 CT Number ... 2.10 Interaksi Radiasi dengan Materi ….………... 2.11 Interaksi radiasi gelombang elektromagnetik ………... 2.12 Thorax Atau Rongga Dada ……….…………....…...

2.12.1 Anatomi Thorax ...

2.12.2 Patologi Thorax ...

2.12.3 Anatomi Fisiologi ...

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitan ... 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 3.3 Flow Chart Penelitian ... 3.4 Prosedur Pemeriksaan CT Thorax ... 3.5 Spesifikasi Pesawat CT-Scan yang digunakan dalam

penelitiaan ...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Citra dalam CT- Scan Thorax dengan mediastinum window ...

4.2 Hasil Citra CT Scan Thorax dengan windowing pada

lung window ...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

17 13 19 24 28 28 31 31 33 34 27 36 36 38 38 42 49 17 20 21


(10)

5.1 KESIMPULAN ... ... 5.2 SARAN ...

DAFTRA PUSTAKA LAMPIRAN

55 55


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prinsip Kerja CT-Scan ... Gambar 2.2 Colimator dan Detektor ... Gambar 2.3 Proses Pembentukan Citra ... Gambar 2.4 Perbedaan kontras antara dua objek ... Gambar 2.5 Interaksi Radiasi dengan Materi ... Gambar 2.6 Efek Foto Listrik ... Gambar 2.7 Efek Hamburan Campton ... Gambar 2.8 Efek Produksi Pasangan ... Gambar 2.9 Ranggka Dada atau Thorax ... Gambar 2.10 Paru Kanan, Dan Paru Kiri ... Gambar 2.11 Paru Kiri, dan Paru Kanan Tampak Medical ... Gambar 3.1 Pesawat CT Scan 16 Slice ... Gambar 3.2 Operator CT Scan 16 Slice ... Gambar 3.3 Dry Film ... Gambar 3.4 Apron ... Gambar 3.5 Lemari Instrument CT Scan ... Gambar 3.6 Diagram Penelitian ...

Hal

30 27 26 18 18 10

2

30

30 31 32 32 36 36

37 37 38 37


(12)

Gambar 4.1 Citra CT Scan Thorax dengan perubahan WL 50- 150 dan WW 350, 450 pada mediastinum window ...

Gambar 4.2 Citra CT scan mediastinum window dengan variasi WW 450, 500 WL 50-150 ...

Gambar 4.3 hubungan variasi nilai WW dengan kualitas citra mediastinum window dengan WL 100…… ... Gambar 4.4 hubungan variasi nilai WW dengan kualitas citra mediastinum

window dengan WL 100…… ...... Gambar 4.5 hubungan variasi nilai WW dengan kualitas citra mediastinum

window dengan WL 150……... Gambar 4.6 hubungan variasi nilai WW ,WL dengan kualitas citra mediastinum window …..…… ...

Gambar 4.7 Citra CT scan lung window dengan variasi WW 1000 dan WL -500 sampai dengan -1000 HU ... Gambar 4.8 Citra CT scan lung window dengan variasi WW 1100

dan WL -500 sampai dengan -1000 HU...

Gambar 4.9 hubungan variasi nilai WW 1000 dengan kualitas citra lung

window dengan WL -500 sampai dengan -1000... Gambar 4.10 hubungan variasi nilai WW dengan kualitas citra lung window

Dengan WL 1100 HU………...

Gambar 4.11 hubungan variasi nilai WW 1000,1100 HU dengan kualitas citra

Lung window dengan WL-500 sampai dengan -1000 HU…………

50 47

48 46

51 43

45 42

49

53 52


(13)

DAFTAR TABEL

Table 2.1 Nilai CT pada jaringan yang berbeda penampakannya pada layar monitor ...

Table 4.1 Hasil Penilaian Kualitas citra CT Scan thorax mediastinum

window oleh ketiga pengamat untuk WL 50 HU dan WW 350-500 HU...

Table 4.2 Hasil Penilaian Kualitas citra CT Scan thorax mediastinum window oleh ketiga pengamat untuk WL 100 HU dan WW 350-500 HU... Table 4.3 Hasil Penilaian Kualitas citra CT Scan thorax mediastinum

window oleh ketiga pengamat untuk WL 150 HU dan WW

350-500 HU………. ...

Tabel 4.4. Nilai rata-rata kualitas citra...

Tabel 4.5 Hasil penilaian kualitas citra CT Scan thorax lung window oleh pengamat ...

Tabel 4.6. Hasil penilaian kualitas citra CT Scan thorax lung window oleh pengamat ... Tabel 4.7. Hasil penilaian kualitas citra CT Scan thorax lung window

oleh pengamat ... Hal

25

48 44

45

46

50

51


(14)

ABSTRAC

This Research of image CT-SCAN thorax with influence of window level and window width, to obtain, get value of window level and optimal window width lung window and mediastinum window, so that get image of CT-SCAN thorax which with image quality. Image of CT-SCAN thorax obtained for mediastinum window use window width 350, 400, 450, 500 HU. And Window level 50,100,150 HU. While for lung window use window width 1000,1100 HU. The window level - 500-,600,-700,-800,-900,-1000 HU, by three observer . From the result of research image of CT-SCAN thorax for mediastinum window optimal at 350 HU and window level 50 HU. For lung window optimal at window width 1000 HU and window level - 500 HU. The result’s obtained inferential that there are influence of window width and window level at mediastinum window and lung window of image of CT-SCAN thorax, that is result of optimal image CT-SCAN thorax window width 350 HU window level 50 HU, for mediastinum window and window width 1000 HU, and window level - 500 HU

Keyword : CT-Scan, Chest, Window Width, Window Level, Mediastinum window,


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Computed Tomography Scan (CT Scan) telah berkembang menjadi sebuah metode pencitraan medis yang sangat diperlukan dalam pemeriksaan Radiodiagnostik sehari-hari. Teknik pencitraan CT berbeda dengan teknik pencitraan radiologi konvensional, dimana CT mampu menampilkan gambar bagian dalam tubuh manusia yang tidak dapat dipengaruhi oleh super posisi dari struktur anatomi yang berbeda, dapat diproyeksikan pada bidang dua dimensi dengan menggunakan teknik rekontruksi algoritma gambar dan diolah dengan bantuan komputer. Menurut Ballinger, (1999) bahwa data yang diterima komputer berupa data analog yang kemudian akan diubah kedalam citra digital dalam serangkaian angka yang diatur dalam baris dan kolom, yang disebut dengan matriks. Setiap satu buah kotak atau 1 sel informasi dinamakan picture element

(pixel) yang mengandung nilai CT number atau Hounsfield unit (HU) sebagai perwakilan dari volume jaringan yang digambarkan dalam 2 dimensi. Pemberian nilai CT number berdasarkan air dalam tubuh pasien dengan nilai 0 HU. Untuk tulang mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai +3000 HU. Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki -1000 HU. Diantara rentang tersebut merupakan jaringan atau substansi lain dengan nilai berbeda – beda tergantung pada tingkat perlemahannya. CT image dapat digambarkan pada layar monitor sebagai suatu bentuk yang dapat dikenali yaitu gray scale image. Proses ini didapat melalui konversi tiap digital CT number pada matriks yang sebanding dengan energi yang digunakan. Nilai kecerahan dari gambar gray scale, sesuai dengan pixel dan CT

number pada data digital yang mewakilinya. Dikarenakan di dalam data CT image

adalah merupakan data asli, proses manipulasi gambar dilakukan untuk menampilkan gambar tambahan, yang disebut dengan windowing atau gray level


(16)

mapping merupakan suatu metode dengan tujuan untuk dapat menampilkan gambar sesuai dengan apa yang mau ditampilkan, dengan mengubah kontras dari gambar melalui window width dan window level (Ballinger, 1999). Window width

adalah suatu rentang nilai CT number yang digunakan untuk memberikan citra keabu-abuan pada monitor sedangkan Window Level merupakan titik tengah dari rentang keabuan yang ditampilkan pada monitor. Window level digunakan untuk mengatur pusat dari CT number rentang gray scale pada layar monitor. Menurut Merrill,(1999) bahwa window level digunakan untuk menampilkan lebih jelas jaringan/organ yang dimaksud, sedangkan window width digunakan untuk memperjelas gambar tiap organ pada gambar (kontras gambar).

Pemeriksaan secara radiografi thorax merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan menggunakan CT Scan. Dalam CT Scan thorax,

gambar yang dihasilkan biasa dibuat dalam tiga jenis metode window, yaitu

mediastinum window, lung window dan bone window. Medistinum window

diutamakan untuk melihat jaringan soft tissue yang berada daerah thorax, seperti jantung, pembuluh darah, dan jaringan soft tissue lainnya. Lung window

digunakan untuk memperlihatkan lebih jelas organ paru – paru. Sementara bone window digunakan untuk memperlihatkan lebih jelas struktur jaringan tulang yang berada pada daerah thorax. Penggunaan metode windowing ini dilakukan karena pada organ thorax terdapat organ – organ yang mempunyai kerapatan jaringan yang bebeda – beda, sehingga menghasilkan nilai CT number yang berlainan.

Sebagai contoh organ jantung yang merupakan jaringan soft tissue yang mempunyai nilai CT number positif, dan organ paru – paru yang mempunyai nilai CT number yang negatif.

Menurut Ballinger, (1999) Window width berpengaruh terhadap kontras gambar, semakin tinggi window width yang digunakan maka gambar akan terlihat semakin kurang kontras. Sementara window level akan berpengaruh terhadap tingkat brightness ( kecerahan ) pada gambar, semakin tinggi nilai window level

yang digunakan maka semakin cerah gambar. Dengan pemilihan window level

yang tepat, maka gambar CT Scan yang dihasilkan dapat memberikan informasi diagnostik yang lebih akurat pada tiap organ yang ada diparu atau Thorax yang merupakan suatu bagian dari tubuh manusia yang berfungsi dalam sistim


(17)

pernafasan yang tersusun atas tulang keras dan tulang rawan, yang berfungsi untuk melindungi organ – organ yang berada dalam rongga thorax yang berfungsi dalam sistim pernafasan, seperti paru - paru, jantung, treachea, bronchus dan organ – organ lainnya. Setiap organ dalam thorax, baik itu tulang, muculus, dan jaringan lunak memiliki kerapatan jaringan yang berbeda – beda. Sehingga dalam citra CT Scan thorax ditunjukkan dalam rentang warna hitam dan putih, tergantung pada daya serap dan daya atenuasi dari tiap organ thorax. Beberapa penelitiaan sebelumnya tentang windowing pada CT Thorax yaitu menurut Paul Batler dkk, (2007), bahwa untuk bone window, window width yang digunakan adalah 1500 dan window level 500 dan penelitian yang lain menyatakan bahwa untuk lung window dengan hasil lung window yang optimal pada nilai window level -450, pada citra anatomis dari CT Scan thorax. Dalam penelitian ini akan dikaji tentang pengaruh Window Level dan window Width Pada Lung Window dan

Mediastinum Window terhadap kualitas citra CT-Scan Thorax.

1.2. Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh window level dan window width pada Lung Window

Dan Mediastinum Window terhadap kualitas citra CT-Scan thorax.

2. Apakah ada perbedaan citra anatomis dengan perubahan window level dan pada mediastinum window thorax?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh window level dan window width terhadap kualitas citra CT-Scan thorax.

2. Untuk memperoleh kualitas citra CT-Scan thorax yang optimal sehingga diagnosa lebih akurat dengan mengetahui nilai-nilai window level dan


(18)

1.4. Batasan Masalah

Banyaknya fungsi maupun kegunaan pesawat CT-SCAN dalam hal mendiagnosa jenis pemeriksaan, penulis membatasi masalah dalam penulisan judul skripsi ini yaitu : hanya pada pengaruh Window Level dan Window Width

terhadap kualitas citra CT-Scan thorax.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Sebagai acuan pengaturan window level dan window width pada CT-Scan

Thorax sehingga menghasilkan diagnosa yang lebih akurat.

2. Menambah pemahaman tentang pentingnya pengaturan nilai- nilai window level dan window width terhadap kualitas citra CT-Scan thorax.


(19)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 CT SCANNER

Computer Tomography (CT) Scanner merupakan alat diagnostik dengan teknik radiografi yang menghasilkan gambar potongan tubuh secara melintang berdasarkan penyerapan sinar-x pada irisan tubuh yang ditampilkan pada layar monitor. CT-Scan merupakan alat penunjang diagnosa yang mempunyai aplikasi yang universal untuk pemeriksaan seluruh organ tubuh, seperti sususan saraf pusat, otot dan tulang, tenggorokan, hingga rongga perut. Pada tahun 1972, Godfrey N. Hounsfield dan J. Ambrose yang bekerja di Central Research Lab of EMI, di Inggris menghasilkan Gambar klinis pertama dengan CT-Scan (Computed Tomography Scan). Dan merupakan tanda awal perkembangan diagnostic imajing. Dua tahun kemudian, enam puluh unit CT terpasang, yang digunakan hanya terbatas pada pemeriksaan CT kepala saja, namun pada tahun 1975 digunakan untuk CT-Scan seluruh tubuh atau Whole Body scanner untuk pertama kalinya, sehingga tahun 1979, Hounsfield dan Cormack dianugerahi hadiah nobel. Sepuluh tahun kemudian, W.A. Kalender dan P. Vock melakukan pemeriksaan klinis pertama dengan menggunakan Spiral CT. Dan pada tahun 1998 awal Multi Slice CT (MSCT) dengan 4 slice diperkenalkan. Pada tahun 2000 dikembangkan PET/CT system, kemudian di tahun 2001 telah dikembangkan CT Scan 16 slice. Pada tahun 2004 dikembangkan teknik CT Scan 64 slice untuk aplikasi klinik, seperti pemeriksaan untuk memperjelas adanya dugaan yang kuat antara suatu kelainan, yaitu : Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses, Perubahan vaskuler: malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark, Braincontusion, Brainatrofi, Hydrocephalus, dan Inflamasi.


(20)

2.2 Dasar-dasar Dan Komponen Computed Tomography (CT) Scan. Bebarapa Generasi CT-Scan Sebagai Berikut:

1. Scanner Generasi Pertama

Prinsip scanner generasi pertama, menggunakan pancaran sinar-X model pensil yang diterima oleh satu detektor. Waktu yang dicapai 4,5 menit untuk memberi informasi yang cukup pada satu slice dari rotasi tabung dan detektor sebesar 180 derajat. Scanner ini hanya mampu digunakan untuk pemeriksaan kepala saja (Bontrager, 2010).

2. Scanner Generasi Kedua

Scanner generasi ini mengalami perkembangan besar dan memberikan pancaran sinar-X model kipas dengan menaikkan jumlah detektor sebanyak lebih dari 30 buah. Dengan waktu scanning yang sangat pendek, yaitu antara 15 detik per slice atau 10 menit untuk 40 slice (Bontrager, 2010).

3. Scanner Generasi Ketiga

Scanner generasi ketiga ini, dengan kenaikan 960 detektor yang meliputi bagian tepi, berhadapan dengan tabung sinar-X yang saling rotasi memutari pasien dengan membentuk lingkaran 360º secara sempurna untuk menghasilkan satu slice data jaringan. Waktu scanning pada scanner generasi ketiga ini berkurang sangat signifikan jika dibandingkan dengan scanner generasi pertama dan kedua (Bontrager, 2010).

4. Scanner Generasi Keempat

Sekitar tahun 1980 scanner generasi ini diperkenalkan dengan teknologi

fixed-ring yang mempunyai 4800 detektor atau lebih. Saat pemeriksaan berlangsung, X-ray tube mampu berputar 360 derajat mengelilingi pasien yang diam (Bontrager, 2010).

5. Scanner Generasi Kelima (Electron Beam Technique)

Pada Electron Beam Technique tidak menggunakan tabung sinar-x, tapi menggunakan electron gun yang memproduksi pancaran electron berkekuatan 130 KV. Pancaran electron difokuskan oleh electro-magnetic coil menuju fokal spot pada ring tungsten. Proses penumbukkan electron pada tungsten menghasilkan


(21)

energy sinar-x. Sinar-x akan keluar melewati kolimator yang membentuknya menjadi pancaran fan beam. Kemudian sinar-x akan mengenai obyek dan hasil atenuasinya akan mengenai solid state detector dan selanjutnya prosesnya sama dengan prinsip kerja CT Scan yang lain. Perbedaannya hanya pada pembangkit sinar-x nya bukan menggunakan tabung sinar-x tetapi menggunakan electron gun.

6. Scanner Generasi Keenam (Spiral / Helical CT)

Akuisisi data dilakukan dengan meja bergerak sementara tabung sinar-x berputar, sehingga gerakan tabung sinar-x membentuk pola spiral terhadap pasien ketika dilakukan akuisisi data.Pola spiral ini diterapkan pada konfigurasi rancangan CT generasi ketiga dan keempat.

Pengembangan dari generasi III dan IV X-ray : wide fan beam

Gerakan : stationary-rotate system scanning (spiral CT) Detektor : multi detector (424-2400) slip ring detector Rotasi : 360 derajat

Waktu : <10 detik / scan slice

App : whole body scanner (multi slice, 3D, 4D)

7. Scanner Generasi Ketujuh (Multi Array Detector CT / Multi Slice CT) Dengan menggunakan multi array detector, maka apabila kolimator dibuka lebih lebar maka akan dapat diperoleh data proyeksi lebih banyak dan juga diperoleh irisan yang lebih tebal sehingga penggunaan energy sinar-x menjadi lebih efisien.

8. Scanner Generasi Kedelapan (Dual Source CT)

Dual Source CT (DSCT) menggunakan dua buah tabung sinar-x dan terhubung pada dua buah detector. Masing-masing tabung sinar-x menggunakan tegangan yang berbeda. Yang satu menggunakan tegangan tinggi (biasanya sekitar 140 KV) dan tabung yang lainnya menggunakan tegangan rendah (sekitar 80 KV). DSCT berguna untuk menentukan jenis bahan atau zat.


(22)

Dari perkembangan teknologi CT Scan dapat diperoleh indicator perkembangannya sebagai berikut :

 Makin compact / ringkas komponennya  Makin cepat scanning time nya

 Makin halus resolusinya  Makin banyak slice nya

2.2.1 Komponen Dasar CT Scan.

CT Scan memiliki komponen utama yaitu : Komputer, gantry dan

meja pemeriksaan (couch), serta operator konsul. Gantry dan couch berada di dalam ruang pemeriksaan sedangkan komputer dan operator konsul diletakkan terpisah dalam ruang kontrol.

1. Komputer

Komputer menyediakan link diantara radiografer dengan komponen lain dari sistem imejing. Komputer dalam CT Scan mempunyai 4 fungsi dasar, yaitu : sebagai kontrol akuisisi data, rekonstruksi gambar, penyimpanan data gambar, dan menampilkan gambar scanning.

2. Gantry dan meja pemeriksaan (couch)

Gantry adalah perangkat CT yang melingkar sebagai rumah dari tabung sinar-x, Data Acquisition System (DAS), dan detector array. Unit CT terbaru juga memuat continuous slip ring dan generator bertegangan tinggi di dalam gantry. Struktur pada gantry mengumpulkan pengukuran atenuasi yang diperlukan untuk dikirim kekomputer untuk rekonstruksi citra. Gantry bisa disudutkan kedepan dan kebelakang hingga 300 untuk menyesuaikan bagian tubuh. Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan pasien, biasanya terhubung otomatis dengan komputer dan gantry. Meja ini terbuat dari kayu atau fiber karbon yang dapat digunakan untuk mendukung pemeriksaan tetapi tidak menimbulkan artefak pada gambar scanning.Kebanyakan dari meja pemeriksaan dapat diprogram untuk bergerak keluar dan masuk gantry, tergantung pada pasien dan protokol pemeriksaan yang digunakan.

 Makin banyak manfatnya  Makin kecil bahayanya.  Makin luas dimensinya


(23)

3. Tabung sinar-X

Berdasarkan strukturnya, tabung X sangat mirip dengan tabung sinar-X konvensional tetapi perbedaanya terletak pada kemampuannya untuk menahan panas dan output yang tinggi.

2.3. Prinsip Kerja

Prinsip dasar CT scan mirip dengan perangkat radiografi yang sudah lebih umum dikenal. Kedua perangkat ini sama-sama memanfaatkan intensitas radiasi terusan setelah melewati suatu obyek untuk membentuk citra/gambar. Perbedaan antara keduanya adalah pada teknik yang digunakan untuk memperoleh citra dan pada citra yang dihasilkan. Tidak seperti citra yang dihasilkan dari teknik radiografi, informasi citra yang ditampilkan oleh CT scan tidak tumpang tindih (overlap) sehingga dapat memperoleh citra yang dapat diamati tidak hanya pada bidang tegak lurus berkas sinar (seperti pada foto rontgen), citra CT scan dapat menampilkan informasi tampang lintang obyek yang diinspeksi. Oleh karena itu, citra ini dapat memberikan sebaran kerapatan struktur internal obyek sehingga citra yang dihasilkan oleh CT scan lebih mudah dianalisis daripada citra yang dihasilkan oleh teknik radiografi konvensional.

CT Scanner menggunakan penyinaran khusus yang dihubungkan dengan komputer berdaya tinggi yang berfungsi memproses hasil scan untuk memperoleh gambaran panampang-lintang dari badan. Pasien dibaringkan diatas suatu meja khusus yang secara perlahan – lahan dipindahkan ke dalam cincin CT Scan. Scanner berputar mengelilingi pasien pada saat pengambilan sinar rontgen. Waktu yang digunakan sampai seluruh proses scanning ini selesai berkisar dari 45 menit sampai 1 jam, tergantung pada jenis CT scan yang digunakan( waktu ini termasuk waktu check-in nya). Proses scanning ini tidak menimbulkan rasa sakit . Sebelum dilakukan scanning pada pasien, pasien disarankan tidak makan atau meminum cairan tertentu selama 4 jam sebelum proses scanning. Bagaimanapun, tergantung pada jenis prosedur, adapula prosedur scanning yang mengharuskan pasien untuk meminum suatu material cairan kontras yang mana digunakan untuk melakukan proses scanning khususnya untuk daerah perut.


(24)

Gambar 2.1. Prinsip Kerja CT Scanner (Bushberg 2003).

Dengan menggunakan tabung sinar-x sebagai sumber radiasi yang berkas sinarnya dibatasi oleh kollimator, sinar x tersebut menembus tubuh dan diarahkan ke detektor. Intensitas sinar-x yang diterima oleh detektor akan berubah sesuai dengan kepadatan tubuh sebagai objek, dan detektor akan merubah berkas sinar-x yang diterima menjadi arus listrik, dan kemudian diubah oleh integrator menjadi tegangan listrik analog. Tabung sinar-x tersebut diputar dan sinarnya di proyeksikan dalam berbagai posisi, besar tegangan listrik yang diterima diubah menjadi besaran digital oleh analog to digital Converter (A/DC) yang kemudian dicatat oleh komputer. Selanjutnya diolah dengan menggunakan Image Processor dan akhirnya dibentuk gambar yang ditampilkan ke layar monitor TV. Gambar yang dihasilkan dapat dibuat ke dalam film dengan Multi Imager atau Laser Imager.Berkas radiasi yang melalui suatu materi akan mengalami pengurangan intensitas secara eksponensial terhadap tebal bahan yang dilaluinya. Pengurangan intensitas yang terjadi disebabkan oleh proses interaksi radiasi-radiasi dalam bentuk hamburan dan serapan yang probabilitas terjadinya ditentukan oleh jenis bahan dan energi radiasi yang dipancarkan. Dalam CT scan, untuk menghasilkan citra obyek, berkas radiasi yang dihasilkan sumber dilewatkan melalui suatu bidang obyek dari berbagai sudut. Radiasi terusan ini dideteksi oleh detektor untuk kemudian dicatat dan dikumpulkan sebagai data masukan yang kemudian


(25)

diolah menggunakan komputer untuk menghasilkan citra dengan suatu metode yang disebut sebagai rekonstruksi.

2.4 Sistem CT Scanner

Peralatan CT Scanner terdiri atas tiga bagian yaitu sistem pemroses citra, sistem komputer, dan sistem kontrol.

Sistem pemroses citra merupakan bagian yang secara langsung

berhadapan dengan obyek yang diamati (pasien). Bagian ini terdiri atas sumber sinar-x, sistem kontrol, detektor dan akusisi data. Sinar-x merupakan radiasi yang merambat lurus, tidak dipengaruhi oleh medan listrik dan medan magnet dan dapat mengakibatkan zat fosforesensi dapat berpendar. Sinar-x dapat menembus zat padat dengan daya tembus yang tinggi. Untuk mengetahui seberapa banyak sinar-x dipancarkan ke tubuh pasien, maka dalam peralatan ini juga dilengkapi sistem kontrol yang mendapat input dari komputer. Bagian keluaran dari sistem pemroses citra, adalah sekumpulan detektor yang dilengkapi sistem akusisi data. Detektor adalah alat untuk mengubah besaran fisikdalam hal ini radiasi-menjadi besaran listrik. Detektor radiasi yang sering digunakan adalah detektor ionisasi gas. Jika tabung pada detektor ini ditembus oleh radiasi maka akan terjadi ionisasi. Hal ini akan menimbulkan arus listrik. Semakin besar interaksi radiasi, maka arus listrik yang timbul juga semakn besar. Detektor lain yang sering digunakan adalah detektor kristal zat padat. Susunan detektor yang dipasang tergantung pada tipe generasi CT Scanner. Tetapi dalam hal fungsi semua detektor adalah sama yaitu mengindentifikasi intensitas sina-x seletalh melewati obyek. Dengan membandingkan intensitas pada sumbernya, maka atenuasi yang diakibatkan oleh propagasi pada obyek dapat ditentukan. Dengan menggunakan sistem akusisi data maka datadata dari detektor dapat dimasukkan dalam komputer.


(26)

2.5 System console

Konsul tersedia dalam berbagai variasi. Model yang lama masih menggunakan dua sistem konsul yaitu untuk pengoperasian CT Scan sendiri dan untuk perekaman dan pencetakan gambar. Bagian dari sistem konsul ini yaitu : 1. Sistem Kontrol

Pada bagian ini petugas dapat mengontrol parameter-parameter yang berhubungan dengan beroperasinya CT Scan seperti pengaturan tegangan tabung

(kV), arus tabung (mA), waktu scanning, ketebalan irisan (slice thickness), dan lain-lain. Juga dilengkapi dengan keyboard untuk memasukkan data pasien dan pengontrolan fungsi tertentu pada komputer.

2. Sistem Pencetakan Gambar

Setelah gambaran CT Scan diperoleh, gambaran tersebut dipindahkan ke dalam bentuk film. Pemindahan ini dengan menggunakan kamera multiformat. Cara kerjanya yaitu kamera merekam gambaran di monitor dan memindahkannya ke dalam film. Tampilan gambar di film dapat mencapai 2-24 gambar tergantung ukuran filmnya (biasanya 8 x 10 inchi atau 14 x 17 inchi).

3. Sistem Perekaman Gambar

Merupakan bagian penting yang lain dari CT Scan. Data-data pasien yang telah ada, disimpan dan dapat dipanggil kembali dengan cepat.

4. Display Monitor

Berguna untuk menampilkan data gambar CT scan pada layar monitor. Untuk citra CT scan agar bisa ditampilkan pada layar monitor Cathode Ray Tube

(CRT) harus dalam bentuk yang dapat dikenali komputer, data CT digital harus dikonversikan menjadi gambar gray-scale. Data digital gambar CT dapat dimanipulasi untuk memperkuat tampilan gambar.

5. Multiplanar Reconstruction (MPR)

Keuntungan lain dari gambar digital CT yang asli adalah kemampuan untuk merekonstruksi gambar axial menjadi coronal, sagital atau oblik tanpa tambahan radiasi yang diterima pasien. Rekonstruksi citra dalam berbagai bidang didapatkan


(27)

dengan menumpuk beberapa gambar axial yang berdekatan membuat data

volume. Karena nomor CT dari data gambar dalam volume sudah diketahui, potongan gambar dapat dihasilkan dalam berbagai bidang yang diinginkan dengan memilih bidang tertentu pada suatu data.

2.6 Parameter CT Scan

Gambar pada CT Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkas-berkas sinar-X yang mengalami perlemahan setelah menembus objek, ditangkap detektor, dan dilakukan pengolahan dalam komputer. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam CT Scan dikenal beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan

output gambar yang optimal.Adapun beberapa parameter dalam CT-Scan Sebagai

Berikut :

a. Slice Thickness

Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek yang diperiksa. Pada umumnya ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah, sebaliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail yang tinggi. Jika ketebalan irisan semakin tinggi, maka gambaran akan cenderung terjadi artefak, dan jika ketebalan irisan semakin tipis, maka gambaran cenderung akan menjadi noise.

Nilai slice thickness pada teknologi Multi-Slice CT (MSCT) dapat dipilih antara 0,5 mm-10 mm sesuai dengan keperluan klinis. Setiap generasi MSCT, mempunyai ketebalan slice yang berbeda (CTisus, 2012).Pemilihan slice thickness pada saat pembuatan gambar CT Scan mempunyai pengaruh langsung terhadap spatial resolusi yang dihasilkan. Dengan slice thickness yang meningkat (tipis) maka spasial rasolusi gambar semakin baik, demikian sebaliknya. Namun pengaruh yang berbeda terhadap dosis radiasi yang diterima oleh pasien. Semakain tipis irisan, dosis radiasi semakin tinggi dan berlaku sebaliknya.pada volume CT singel slice, ketebalan irisan/ slice thickness dari irisan ditentukan oleh picth dan lebar dari precollimator (yang juga definisikan sebagai beam with [BW]) pada pusat dari rotasi. Beam with (BW) diukur pada poros-z pada pusat dari rotasi untuk singel row detector array, dan digambarkan oleh lebar


(28)

precollimator. Lebar dari precollimator menggambarkan ketebalan irisan/ slice thickness (z axis resolusi atau spatial resolusi) dan pengaruh volume coveage terhadap kecepatan kinerja,(Seeram, 2001).

Slice thickness yang tebal akan menghasilkan contrast resolusi yang baik (SNR baik), tetapi spatial resolution pada slice thickness yang tebal akan tereduksi. Bentuk slice sensitivity profile untuk singel detektor merupakan konsekwensi dari : terbatasnya lebar dari focal spot, penumbra dari kolimator, faktor gambaran komputer dari jumlah sudut projeksi yang melingkari pasien. Pada helical scan meliliki slice sensitivity profile sedilit lebih luas untuk translasi pasien selama scanning (Bushberg, 2003).

Pada CT multislice, slice thickness dari irisan yang ditentukan oleh beam with (BW), picth dan faktor yang lain seperti bentuk dan lebar dari filter rekonstruksi pada poros-z. Beam with (BW) masih didefinisikan pada poros-z pada pusat rotasi tapi pada multislice digunakan untuk empat baris detektor array. Lebar beam with digunakan untuk empat irisan dan ditentukan oleh precollimator (Seeram, 2001).

b. Range

Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice thickness.

Sebagai contoh untuk CT Scan kepala, range yang digunakan adalah dua. Range

pertama lebih tipis dari range kedua. Range pertama meliputi irisan dari basis cranii hingga pars petrosum dan range kedua dari pars petrosum hingga verteks. Pemanfaatan dari range adalah untuk mendapatkan ketebalan irisan yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.

c. Volume Investigasi

Volume investigasi adalah keseluruhan lapangan dari objek yang diperiksa. Lapangan objek ini diukur dari batas awal objek hingga batas akhir objek yang akan diiris semakin besar.

d. Faktor Eksposi

Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) dan waktu (S). Besarnya tegangan tabung dapat dipilih secara otomatis pada tiap-tiap pemeriksaan. Image


(29)

quality tergantung pada produksi sinar-X yang berarti pula dipengaruhi oleh mili ampere (mA), waktu (s) dan tegangan tabung (kV). Salah satu usaha dalam pengendalian Image noise pada gambaran CT Scan adalah dengan melakukan pemilihan kV yang tepat pada saat scanning dengan harapan dapat memberikan kualitas hasil yang optimum dalam rangka menegakkan diagnosis.

Menurut Sharma (2006) pemilihan kV mengacu pada efektivitas energi yaitu 80 kV, 110 kV dan 130 kV. Pemilihan tegangan yang tinggi antara rentang 80–140 kV direkomendasikan untuk menghasilkan resolusi yang tinggi. Efek yang ditimbuslkan dari pemilihan kV telah diteliti untuk pesawat CT Scan Siemes Emotion, di mana penurunan kV diikuti dengan peningkatan fluktuasi CT number (noise). Penelitian tersebut sebagai dasar estimasi efek dari variasi perbedaan penggunaan voltage( kV) pada pesawat CT Scan Siemes Emotion (Brindha, Subramanian dkk, 2006). Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan dalam buku petunjuk Equitment Specification Detail untuk pesawat Siemen Emotion, parameter untuk tegangan tabung sinar-X yang tersedia adalah 80 kV, 110 kV dan 130 kV dengan mA : 20-240, Daya maksimal 40 kW. Homogenitas CT number air pada 110 kV dan 130 kV kurang dari 1 HU.

e. Field of View (FOV)

Field of view (FOV) adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada rentang 12-50 cm.

Field of view (FOV) kecil, antara 100 mm sampai dengan 200 mm akan meningkatkan resolusi sehingga detail gambar dan batas objek akan tampak jelas.

Field of View (FOV) kecil akan menyebabkan noise meningkat. Field of View

(FOV) sedang, yaitu 200 mm diharapkan gambar yang dihasilkan memiliki spasial resolusi yang baik, noise serta artefak sedikit. Field of View (FOV) besar, antara 350 mm sampai dengan 400 mm akan menghasilkan spasial resolusi yang rendah karena pixel menjadi besar akibat dilakukannya magnifikasi. Field of View (FOV)

besar akan menyebabkan noise berkurang dan kontras resolusi meningkat serta dapat dihindari munculnya streak artifact.


(30)

f. Gantry Tilt

Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan gantry

(tabung sinar-X dengan detektor). Gantry tilt dapat disudutkan ke depan dan ke belakang sebesar 300. Gantry tilt bertujuan untuk keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang dihadapi, dan menentukan sudut irisan dari objek yang akan diperiksa. Di samping itu, bertujuan untuk mereduksi dosis radiasi terhadap organ-organ yang sensitif seperti mata .

g. Window Width

Window Width adalah rentang nilai computed tomography yang dikonversi menjadi gray level untuk ditampilkan dalam TV monitor dengan satuan HU (Hounsfield Unit). Menurut Amarudin (2007), window width yang sempit akan menghasilkan image yang memiliki kontras yang tinggi, tetapi struktur di luar

window tidak terepresentasikan bahkan terabaikan. Sementara bila mengunakan

window yang luas, perbedaan kepadatan yang kecil akan terlihat homogen dan data akan termasking (tertutup/ tersembunyi). Amarudin merkomendasikan teknik doubel window yaitu teknik untuk mendisplaykan dua tipe jaringan yang perbedaan kepadatannya sangat besar (paru dan usus halus). Teknik ini baik untuk diagnosis (Amarudin 2007). Secara umum, dapat terlihat perubahan kontras pada citra CT scan dengan merubah WW. Pada saat WW tinggi (wide WW), pada paru-paru, jaringan hati dan tulang pelvis memiliki kesamaan tingkatan keabu-abuan (bottom of diagram). Dengan narrow WW, terdapat ketajaman kontras kehitaman pada daerah paru, putih pada tulang dan jaringan hati menunjukkan keabu-abuan. Sehingga, kontras citra CT scan dapat diatur dengan medium WW (middle of diagram) Menurut Berland (1987).

h. Window Level

Window level (WL) adalah nilai tengah CT number pada window width

(WW) dan menunjukan nilai keabu-abuan. Pada saat mengatur WL paru-paru (nilai CT number rendah), citra dapat dioptimalkan pada struktur paru-paru, jaringan hati dan tulang pelvis terlihat putih. Pada pengaturan yang lain, WL pada tulang pelvis (nilai CT number tinggi), struktur tulang pelvis, paru-paru dan hati


(31)

akan terlihat lebih hitam. Sehingga, pengaturan WL pada (middle CT number) struktur pelvis, paru-paru dan hati akan terlihat optimal.

Pengaruh pengaturan WL (WW tetap) Pada saat WL naik dari +50 menjadi +200, perubahan gambar dari putih menjadi hitam. Nilai WL dengan CT number tinggi (putih), semakin tinggi nilai CT number mengakibatkan gambaran terliaht hitam Menurut (Berland 1987).

2.7 Proses pembentukan gambar pada CT Scan

Pembentukan gambar oleh CT Scanner terdiri atas tiga tahap, yaitu : akuisisi data; rekonstruksi citra; dan tampilan gambar, manipulasi, penyimpanan, perekaman dan komunikasi (Seeram, 2001).

2.7.1 Akuisisi Data

Akusisi data berarti kumpulan hasil penghitungan transmisi sinar-X setelah melalui tubuh pasien. Sekali sinar-X menembus pasien, berkas tersebut diterima oleh detektor khusus yang menghitung nilai transmisi atau nilai atenuasi

(penyerapan).

Penghitungan transmisi yang cukup atau data harus terekam sebagai syarat proses rekonstruksi. Pada skema kumpulan data yang pertama kali tabung sinar-X dan detektor bergerak pada garis lurus atau translasi melewati kepala pasien, mengumpulkan hasil penghitungan transmisi selama pergerakan dari kiri ke kanan. Lalu sinar-X berotasi 1 derajat dan mulai lagi melewati kepala pasien, kali ini dari kanan ke kiri. Proses gerak translasi-rotasi-stop-rotasi ini dinamakan

scanning yang berulang 180 kali.

Permasalahan dasar yang muncul dengan metode pengambilan data ini adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk mendapat data yang cukup untuk rekonstruksi gambar. Berikutnya, diperkenalkan skema scanning pasien yang lebih efisien. Sebagai tambahan, sinyal dari detektor harus dikonversikan menjadi data yang dapat dipakai oleh komputer untuk menghasilkan gambar (Seeram, 2001).


(32)

Pemrosesan data pada CT scan terjadi seperti diterangkan pada gambar dibawah ini, yaitu suatu sinar sempit (narrow beam) yang dihasilkan oleh X-ray didadapatkan dari perubahan posisi dari tabung X-ray, hal ini juga dipengaruhi oleh collimator dan detektor. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2. Collimator dan Detektor (Jejak Radiologi Computed Tomografi (CT).html)

Sinar X-ray yang telah dideteksi oleh detektor kemudian dikonversi menjadi arus listrik yang kemudian ditransmisikan ke komputer dalam bentuk sinyal melaui proses berikut :

Gambar 2.3. Proses pembentukan citra (www.Jejak Radiologi Computed Tomografi (CT).html)

Setelah diperoleh arus listrik dan sinyal aslinya, maka sinyal tadi dikonversi ke bentuk digital menggunakan A/D Convertor agar sinyal digital ini dapat diolah oleh komputer sehingga membentuk citra yang sebenarnya.Hasilnya dapat dilihat langsung pada monitor komputer ataupun dicetak ke film.


(33)

Sistem akusisi data terdiri atas sistem pengkondisi sinyal dan interfacae (antarmuka ) analog ke komputer. Metode back projection banyak digunakan dalam bidang kedokteran. Metode ini menggunakan pembagian pixel-pixel yang kecil dari suatu irisan melintang. Pixel didasarkan pada nilai absorbsi linier. Kemudian pixel-pixel ini disusun menjadi sebuah profil dan terbentuklah sebuah matrik. Rekonstruksi dilakukan dengan jalan saling menambah antar elemen matrik. Untuk mendapatkan gambar rekonstruksi yang lebih baik, maka digunakan metode konvolusi. Proses rekonstruksi dari konvolusi dapat dinyatakan dalam bentuk matematik yaitu transformasi Fourier. Dengan menggunakan

konvolusi dan transformasi Fourier, maka bayangan radiologi dapat dimanipulasi dan dikoreksi sehingga dihasilkan gambar yang lebih baik.

2.7.2 Rekonstruksi Citra

Setelah detektor mendapatkan penghitungan transmisi yang cukup, data dikirim ke komputer untuk proses selanjutnya. Komputer menggunakan teknik matematika khusus untuk merekonstruksi gambar CT pada beberapa tahap yang dinamakan rekonstruksi algoritma. Sebagai contoh, rekonstruksi algoritma yang dipakai oleh Hounsfield dalam mengembangkan CT Scan pertama dikenal dengan

algebraic reconstruction technique.

Suatu komputer berperan sentral dalam proses pembentukan gambar CT. Secara umum, terdiri atas komputer mini dan mikroprosesor yang terkait dalam melakukan fungsi-fungsi tertentu. Pada beberapa CT Scan, detektor mampu melakukan perhitungan yang sangat cepat dan mikroprosesor khusus melakukan operasi pemrosesan gambar (Seeram, 2001). Beberap jenis rekontruksi seperti:

1. Rekontruksi Matriks

Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari picture element

(pixel) dalam proses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks ini merupakan salah satu struktur elemen dalam memori komputer yang berfungsi untuk merekonstruksi gambar. Jumlah ukuran matriks yang dapat digunakan yaitu 80 x 80, 128 x 128, 256 x 256, 512 x 512 dan 1024 x 1024. Rekonstruksi matriks ini berpengaruh terhadap resolusi gambar yang akan dihasilkan. Semakin tinggi


(34)

matriks yang dipakai, maka semakin tinggi resolusi yang akan dihasilkan (Radiologi Indonesia, 2009).

2. Rekonstruksi Algorithma

Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis (algorithma) yang digunakan dalam merekonstruksi gambar. Ada 3 rekonstruksi dasar algoritma

yang digunakan pada CT Thorax, cervikal dan tulang belakang. 1. Algoritma standar

Standar algoritma menyediakan resolusi kontras yang baik dan oleh sebab itu algoritma ini menjadi pilihan untuk pemeriksaan brain. Selain itu juga berguna untuk soft tissue pada Thorax (Seeram, 2001).

2. Bone algoritma

Bone algoritma membantu meningkatkan spatial resolusi tetapi menghasilkan resolusi kontras yang buruk. Akibatnya, jenis algoritma ini hanya digunakan pada area dengan densitas jaringan yang tinggi seperti Sinus paranasal atau tulang temporal (Seeram, 2001)

3. Detail algoritma

Detail algoritma memberikan cukup resolusi kontras dengan batas tepi yang baik. Oleh karena itu dapat digunakan untuk memperoleh definisi yang lebih baik antar jaringan soft tissue (Seeram, 2001).

2.7.3 Tampilan Gambar, Manipulasi, Penyimpanan, Perekaman dan Komunikasi.

Setelah komputer melakukan proses rekonstruksi gambar, hasil gambar tersebut bisa ditampilkan dan disimpan untuk nantinya dianalisis ulang. Monitor bersatu dengan konsul kontrol yang memungkinkan radiografer (operator konsul) dan radiologis (physician konsul) memanipulasi, menyimpan dan merekam gambar.

Manipulasi gambar menjadi populer pada CT. gambar irisan axial bisa dijadikan irisan coronal, sagital dan paraxial (reformat). Gambar juga bisa diberi perlakuan smoothing (melembutkan), edge enhancement, manipulasi gray scale


(35)

Gambar bisa direkam dan selanjutnya disimpan dalam beberapa format data. Biasanya dalam bentuk film sinar-X karena memiliki rentang gray scale

yang lebar dibanding film biasa. Gambar CT dapat disimpan dalam pita magnetik dan cakram magnetik. Pada penyimpanan optik, data yang terekam dibaca oleh sinar laser (Seeram, 2001). Menurut Berland (1987), pengaturan WL dan WW CT scan secara umum adalah sebagai berikut :

1. Wide windows (400 – 2000 HU) digunakan pada pemeriksaan jaringan yang memiliki perbedaan atenuasi gambar yang tinggi. Sebagai contoh, scanning tubuh yang biasanya digunakan adalah 350 – 600 HU yang meliputi nilai atenuasi lemak, cairan dan otot. Paru-paru dan tulang menggunakan 1000 – 2000 HU yang termasuk didalamnya terdapat udara dan pembuluh darah pada paru-paru, cortex dan sumsum tulang.

2. Narrow windows (50 – 350 HU) digunakan untuk mengetahui jaringan dengan struktur perbedaan nilai densitas. Sebagai contoh, otak dapat ditunjukkan dengan mengatur 80 -150 HU untuk mengetahui perbedaan nilai keabu-abuan. Gambaran hati dengan mengatur 100 – 250 HU untuk melihat metastase. Pengaruh dari pengaturan wide dan narrow windows.

3. Tingkatan pengaturan harus dicari nilai tengah yang dekat dengan nilai atenuasi jaringan. Sebagai contoh, atenuasi scanning tubuh dapat diatur pada level 0 – 60 HU karena lemak memiliki nilai atenuasi –60 sampai –100 HU, nilai atenuasi otot dan organ tubuh yang lain adalah 60 – 150 HU dengan kontras intra vena. Paru-paru menunjukkan –600 HU sampai –750 HU.

2.8 Kualitas Gambar Pada CT Scan

Citra ( image) adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu obyek atau benda ( kamus Waber).Citra dikelompokkan menjadi dua yaitu citra tampak dan citra tak tampak. Citra tampak misalnya foto, lukisan dan apa yang Nampak di monitor atau televise. Sedangakn citra tak tampak misalnya gambar atau file ( citra digital). Untuk dapat dilihat oleh manusia, citra tak tampak ini harus diubah menjadi citra tampak misalnya dengan menampilkannya di monitor, dicetak dimedia kertas dan lain-lain. Dari jenis citra tersebut hanya citra digtal yang dapat diolah oleh computer. Jenis citra lain jika ingin diolah dalam computer


(36)

harus diubah dalam bentuk citra digital. Misalnya organ thorax yang dipindai dengan CT Scan. Kegiatan untuk mengubah informasi citra fisik non digital menjadi digital disebut sebagai pencitraan atau (imaging). ( Balza, 2005 )Citra CT Scan adalah tampilan digital dari crossectional tubuh dan berupa matriks yang terdiri dari pixel-pixel ( Greenfield, 1984 ) atau tersusun dari nilai pixel yang berlainan ( Bushong, 1987 ). Komponen yang mempengaruhi kualitas gambar CT-Scan adalah spatial resolution, kontras resolution, noise dan artefak ( Seram, 2001).

a. Spatial resolusi

Resolusi Spatial adalah kemampuan untuk dapat membedakan obyek yang berukuran kecil dengan densitas yang berbeda pada latar belakang yang sama. Dipengaruhi oleh factor geometri, rekontruksi alogaritma, ukuran matriks, magnifikasi, dan FOV.( Seeram,2001 ). Resolusi spasial atau High Contras

Resolusi adalah kemampuan untuk dapat membedakan objek yang berukuran kecil dengan densitas yang berbeda. Menurut Seeram (2001) dan Bushberg (2003) resolusi spasial dipengaruhi oleh : faktor geometri, rekonstruksi algoritma/filter kernel, ukuran matriks, pembesaran gambar (magnifikasi), Focal Spot, Detektor.

b. Kontras resolusi

Menurut Seeram (2001) dan Bushberg (2003) kontras resolusi adalah kemampuan untuk membedakan atau menampakan obyek-obyek dengan perbedaan densitas yang sangat kecil dan dipengaruhi oleh faktor eksposi, slice thicknees, FOV dan filter kernel (rekonstruksi algorithma).

c. Noise

Menurut Seeram (2001) noise adalah fluktuasi (standar deviasi) nilai CT number pada jaringan atau materi yang homogen. Noise tergantung pada beberapa faktor antara lain : mAs, scan time, kVp, tebal irisan, ukuran objek dan algoritma Menurut Seeram (2001) noise adalah fluktuasi (standar deviasi) nilai CT Number pada jaringan atau materi yang homogen. Sebagai contoh adalah air memiliki CT Number 0, semakin tinggi standar deviasi nilai CT Number pada pengukuran titik-titik air berarti noisenya tinggi. Noise ini akan mempengaruhi kontras resolusi, semakin tinggi noise maka kontras resolusi akan menurun


(37)

(Bushberg,2003).Menurut Reddinger (1998) faktor yang menyebabkan noise adalah :

1. Faktor eksposi : mAs, kV, semakin besar faktor eksposi akan menurunkan noise.Salah satu parameter yang mempengaruhi CT number adalah pemilihan tegangan tabung sinar-X/kV (Qamhiyeh, 2007). Pengaturan tegangan sinar-X menentukan jumlah energi foton sinar-X. CT number akan mengalami kenaikan seiring dengan penurunan tegangan tabung sinar-X. Hal ini akan berpengaruh pada image quality dan level of noise (Qamhiyeh, 2007). Penelitian menggunakan variasi kV dianggap perlu semenjak kalibrasi air dan udara pada pesawat CT Scan Somatom Emotion terpelihara dengan cara mengubah tegangan tabung sinar-X. Estimasi tegangan tabung yang memiliki energi tinggi dan memiliki efektifitas energi adalah 80 kV, 110 kV dan 130 Kv.

2. Ukuran pixel, dipengaruhi oleh Field of view(FOV) dan ukuran matriks. Semakin besar ukuran pixel, noise semakin berkurang, akan tetapi resolusi spatial menurun.

3. Slice thickness, semakin besar slice thickness noise akan berkurang. 4. Algoritma, penambahan prosedur algoritma sesuai kebutuhan dapat

meningkatkan image noise, peningkatan image noise dapat menurunkan resolusi kontras.

Keterangan:

a. Jika ukuran pixel semakin lebar, maka noise dalam resolusi spasial akan semakin menurun.

b. Jika slice thickness semakin meningkat, maka noise dan resolusi spasial akan semakin menurun.

c. Jika energi (kV) meningkat, maka dosis radiasi yang diterima meningkat tapi noise semakin menurun.

d. Artefak

Secara umum Artefak adalah kesalahan dalam gambar (adanya sesuatu dalam gambar) yang tidak ada hubungannya dengan obyek yang diperiksa. Dalam CT Scan artefak didefinisikan sebagai pertentangan / perbedaan


(38)

antara rekonstruksi CT Number dalam gambar dengan koefisien atenuasi yang sesungguhnya dari obyek yang diperiksa (Seeram,2001).

2.9 CT Number

Untuk memperjelas suatu struktur yang satu dengan struktur yang lainnya yang mempunyai nilai perbedaan koefisien atenuasi kurang dari 10% maka dapat digunakan window width untuk memperoleh rentang yang lebih luas. CT number

(CTN) dan merupakan salah satu parameter dalam penilaian kualitas gambar CT Scan. Semakin rendah index imagenoise, maka kualitas gambar yang dihasilkan pada CT Scan akan semakin baik. Semakin tinggi index image noise maka dapat dikatakan bahwa kualitas gambar CT Scan akan semakin menurun, nilai noise

yang terlalu besar akan menimbulkan artefak yang dapat mengganggu resolusi kontras dari gambaran CT Scan yang akhirnya akan mempengaruhi hasil diagnosis. Noise pada gambaran CT Scan bisa diketahui dengan uji cross field uniformity CT number. Uniformity CT number dapat diartikan sebagai nilai keseragaman CT number air pada sebuah image noise. Pengukuran noise

dilakukan dengan melakukan scanning pada pantom air berdiameter 20 cm, kemudian dilakukan ROI pada daerah tepi dan pusat. Hasil meanCT number yang diharapkan pada tiap ROI uniform/seragam . Menurut American College of Radiology kriteria penerimaan mean CT number water (air) masih terjaga jika nilai tersebut masih dalam standar dengan nilai dibawah 0±5 HU. Di atas rentang tersebut dapat menimbulkan noise dan artefak.

CT Number Pada CT Scanner mempunyai koefisien atenuasi linear yang mutlak dari suatu jaringan yang diamati, yaitu berupa CT Number. Tulang memiliki nilai besaran CT Number yang tertinggi yaitu sebesar 1000 HU (Hounsfield Unit) Udara mempunyai nilai CT Number yang terendah yaitu -1000 HU (Hounsfield Unit) Sebagai standar digunakan air yang memiliki CT Number 0 HU (Hounsfield Unit).


(39)

Citra yang dihasilkan oleh CT scan secara matematis dapat dipandang sebagai peta distribusi spasial parameter fisis f(x,y) dalam bidang dua dimensi tampang lintang obyek, tegak lurus sumbu z. Parameter fisis ini, yang besarnya dinyatakan dengan angka-angka, ditampilkan pada perangkat display dalam representasi warna, biasanya dalam derajat keabuan (grayscale) sehingga peta ini tampak sebagai gambar hitam putih di layar monitor. Bagian gambar yang memiliki warna paling gelap atau derajat keabuan paling tinggi merepresentasikan nilai parameter fisis yang kecil, sebaliknya bagian gambar yang paling terang atau derajat keabuan paling kecil merepresentasikan nilai parameter fisis yang besar. Parameter fisis yang ditampilkan ini bersesuaian dengan besaran fisis yang disebut koefisien atenuasi linear (linear attenuation coefficient) dan diberi lambang mu. Besarnya mu ditentukan oleh jenis bahan yang merujuk pada nomor atom (Z) dan energi radiasi (E). Jumlah intensitas radiasi terusan, selain ditentukan oleh tebal bahan, juga ditentukan oleh harga mu ini.

Tabel Tabel 2.1 (Bontrager, 2010).

Nilai CT pada jaringan yang berbeda penampakannya pada layar monitor. Tipe jaringan Nilai CT (HU) Penampakan

Tulang Otot Materi putih Materi abu-abu Darah CSF Air Lemak Paru Udara +1000 +50 +45 +40 +20 +15 0 -100 -200 -1000 Putih Abu-abu Abu-abu menyala Abu-abu Abu-abu Abu-abu

Abu-abu gelap kehitam Abu-abu gelap kehitam Hitam


(40)

Dasar dari pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU. Untuk tulang mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai +3000 HU. Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki -1000 HU. Diantara rentang tersebut merupakan jaringan atau substansi lain dengan nilai yang berbeda-beda pula tergantung pada tingkat perlemahannya. Dengan demikian, penampakan tulang dalam layar monitor menjadi putih dan penampakan udara hitam. Jaringan dan substansi lain akan dikonversi menjadi warna abu-abu yang bertingkat yang disebut gray scale. Khusus untuk darah yang semula dalam penampakannya berwarna abu-abu dapat menjadi putih jika diberi media kontras (Bontrager, 2010).

Secara umum, dapat terlihat perubahan kontras pada citra CT scan dengan merubah WW. Pada saat WW tinggi (wide WW), pada paru-paru, jaringan hati dan tulang pelvis memiliki kesamaan tingkatan keabu-abuan (bottom of diagram). Dengan narrow WW, terdapat ketajaman kontras kehitaman pada daerah paru, putih pada tulang dan jaringan hati menunjukkan keabu-abuan. Sehingga, kontras citra CT scan dapat diatur dengan medium WW (middle of diagram) Menurut Berland (1987).

Nilai intensitas setiap jaringan yang diperoleh berbeda karena perbedaan kerapatan jaringan. Perbedaan kontras antara dua objek dalam deteksi signal dalam dua kasus akibat perbedaan atenuasi sinar –x yang melalui objek tersebut.

Gambar 2.4 Perbedaan kontras antara dua objek (Bryan ,2010)

Gambar 4.6 merupakan perbedaan kontras antara dua objek dalam deteksi signal pada dua kasus akibat perbedaan atenuasi sinar –X yang melalui objek tersebut, dalam kaitannya dengan WL dan WW yang diatur pada TV monitor, Untuk mediastinum window daerah yang diamati adalah aortha, jantung, trachea, oeshopagus.


(41)

2.10 Interaksi Radiasi dengan Materi

Gambar 2.5 Interaksi Radiasi dengan Materi (www.infonuklir.com)

Proses interaksi radiasi dengan materi terjadi tiga kemungkinan,yaitu radiasi akan dibelokkan, diserap (berinteraksi) atau diteruskan.Kemungkinan yang terjadi ketika materi dikenai radiasi, yaitu ionisasi, eksitasi dan brehmstrahlung. Ketika menumbuk suatu materi, radiasi alpha yang memiliki massa dan muatan yang relatif besar cenderung melakukan proses ionisasi, sedangkan radiasi partikel yang lebih kecil seperti beta, elektron, atau proton dapat melakukan ketiganya.

Proses ionnisasi,ketika partikel bermuatan melalui suatu materi, partikel tersebut akan berinteraksi dengan atom-atom penyusun materi dan menyebabkan beberapa elektron terlepas dari lintasannya karena adanya gaya tarik Coulomb. Proses terlepasnya elektron dari suatu atom disebut sebagai proses ionisasi. Setelah proses ionisasi, atom yang mula-mula netral menjadi bermuatan (ion) positif.Setelah melakukan proses ionisasi energi radiasi yang datang akan mengalami pengurangan (terdapat selisih energi). Ini dikarenakan adanya transfer energi dari radiasi kepada elektron , sehingga elektron memiliki energi yang cukup besar untuk melepaskan diri dari atom. Jika energi radiasi akhir masih cukup banyak, proses ioniasasi dapat terjadi lagi, terus-menerus hingga energi radiasinya habis.Elektron yang terlepas dari atom (disebut ion negatif) akan


(42)

menjadi elektron bebas yang tidak memiliki energi kinetik dan bebas bergerak secara random (acak) di dalam medium.

Elektron hanya berpindah ke lintasan yang lebih luar (energi lintasannya lebih besar). Setelah terjadi proses eksitasi, atom tersebut berubah menjadi atom yang tereksitasi.Sebagaimana pada proses ionisasi, energi radiasi yang datang akan berkurang setelah melakukan proses eksitasi. Ini terjadi karena radiasi mentransfer sebagian (atau seluruh) energinya kepada elektron, sehingga elektron memiliki energi yang cukup untuk berpindah lintasan. Proses eksitasi juga dapat berlangsung berulang kali hingga energi radiasinya habis.Atom yang berada dalam keadaan tereksitasi ini akan kembali ke keadaan dasarnya (ground state) dengan melakukan transisi elektron. Salah satu elektron yang berada di lintasan luar akan berpindah mengisi kekosongan di lintasan yang lebih dalam sambil memancarkan radiasi sinar-x karakteristik. Energi sinar-x karakteristik yang dipancarkan dalam peristiwa ini setara dengan selisih energi antara lintasan sebelum dan sesudah transisi.

Proses brehmsstrahlung lebih dominan terjadi pada interaksi radiasi beta dan elektron karena massa dan muatan partikel beta relatif lebih kecil sehingga kurang diserap oleh materi dan daya tembusnya lebih tinggi dibandingkan partikel alpha.Karena adanya gaya elektrostatik, radiasi beta atau elektron yang bergerak melewati inti akan dibelokkan. Perubahan arah gerak ini menyebabkan adanya perubahan momentum yang kemudian akan menghasilkan pancaran energi gelombang elektromagnetik (foton). Foton yang muncul pada proses ini disebut sebagai sinar-x brehmsstrahlung (bedakan dengan sinar-x karakteristik yang dihasilkan oleh transisi elektron).Berbeda dengan energi radiasi sinar-x karakteristik yang hanya dipengaruhi oleh selisih tingkat energi lintasan, tingkat energi radiasi sinar-x brehmsstrahlung ini dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu energi radiasi yang mengenai atom, nomor atom (jumlah proton) inti dan sudut pembelokannya.

2.11 Interaksi radiasi gelombang elektromagnetik

Gamma dan sinar-x termasuk ke dalam kelompok radiasi elektromagnetik. Tidak seperti gelombang radio dan cahaya tampak, gamma dan sinar-x memiliki


(43)

panjang gelombang yang lebih pendek (atau frekuensi yang lebih tinggi) sehingga memiliki energi yang jauh lebih tinggi. Sementara radiasi alpha dan beta memiliki daya jangkau maksimum yang terbatas, foton berinteraksi secara probabilistik sehingga daya jangkau maksimum sebuah foton bisa sangat bervariasi (tidak pasti). Meskipun demikian, fraksi total foton yang diserap oleh bahan berkurang secara eksponensial dengan ketebalan bahan. Ada tiga mekanisme bagaimana gamma dan sinar-x berinteraksi dengan materi, yaitu efek fotolistrik, hambran Compton dan produksi pasangan. Radiasi gamma memiliki bahaya eksternal karena radiasi ini memberikan energinya jauh lebih banyak dan lebih jauh bila dibandingkan dengan radiasi alpha dan beta.Pada proses efek fotolistik, radiasi gelombang elektromagnetik (foton) yang datang mengenai atom, seolah-olah

‘menumbuk’ salah satu elektron orbital dan memberikan seluruh energinya. Jika energi foton yang diberikan lebih besar dari energi ikat elektron, maka elektron tersebut dapat terlepas dari atom dan menghasilkan ion. Elektron yang terlepas (atau biasa disebut fotoelektron) dapat menyebabkan peristiwa ionisasi sekunder pada atom sekitarnya dengan cara yang mirip dengan yang dilakukan beta. Peristiwa hamburan Compton sebenarnya tidak berbeda jauh dengan efek fotolistrik. Akan tetapi, pada hamburan Compton tidak semua energi foton diberikan kepada elektron, melainkan hanya sebagian saja, sisa energi foton masih berupa gelombang elektromagnetik (foton) yang dihamburkan. Foton yang dihamburkan ini akan terus berinteraksi dengan elektron lain sampai energinya habis dan elektron yang dihasilkan (foto elektron) akan menyebabkan proses ionisasi sekunder. Pada hamburan Compton, foton dengan energi hλi berinteraksi

dengan elektron terluar dari atom, selanjutnya foton dengan energi hλo

dihamburkan dan sebuah foto elektron lepas dari ikatannya. Energi kinetik elektron (Ee) sebesar selisih energi foton masuk dan foton keluar.


(44)

Gambar.2.6 Efek foto listrik (Akhadi,2000)

Gambar.2.7 Efek Hamburan Compton (Akhadi,2000)


(45)

2.12. Thorax Atau Rongga Dada 2.12.1. Anatomi thorax

Thorax merupakan rongga yang berbentuk kerucut, pada bagian bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari pada bagian depan. Rongga dada berisi paru-paru dan mediastinum. Mediastinum

adalah ruang di dalam rongga dada di antara kedua paru-paru. Di dalam rongga dada terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu sistem pernafasan dan peredaran darah. Organ pernafasan yang terletak dalam rongga dada yaitu esofagus dan paru, sedangkan pada sistem peredaran darah yaitu jantung, pembuluh darah dan saluran linfe. Pembuluh darah pada sistem peredaran darah terdiri dari arteri yang membawa darah dari jantung, vena yang membawa darah ke jantung dan kapiler yang merupakan jalan lalulintas makanan dan bahan buangan (Pearce, 2003 : 53).


(46)

Gambar 2.10 Paru kanan, dan Paru kiri (Sabotta 2003).

Gambar.2.11. Paru kiri dan Paru kanan Tampak Medical (Sobotta 2003). Paru kanan terbagi menjadi dua fisura dan tiga lobus yaitu superior, media dan inferior. Paru kiri terbagi oleh sebuah fisura dan dua lobus yaitu superior dan inferior (Pearce, 2003 : 215).Brochus pada setiap sel sisi bercabang menjadi cabang-cabang utama, satu untuk setiap lobus paru. Segmen paru daerah tersebut disuplai oleh cabang utama bronchus, setiap segmen adalah unit mandiri dengan

supali darah sendiri. Paru kanan memiliki sepuluh segmen, paru kiri memiliki sembilan segmen. Setiap segmen berbentuk biji yang tipis pada hilus paru (Pearce, 2003 :214).

Di dalam segmen, cabang brochus utama memecah menjadi cabang-cabang yang lebih kecil. Duktus alveolus adalah cabang yang paling kecil, setiap ujung terdapat sekelompok alveolus. Alveolus adalah kantong berdinding tipis yang mengandung udara, melalui seluruh dinding inilah terjadi pertukaran gas. Setiap paru mengenadung sekitar 300 juta alveoli. Lubang-lubang kecil di dalam dinding


(47)

f. Glandula timus atau sisanya.

g. Nervus vagus dan vrenicus (Pearce, 2001)

alveola memungkinkan udara melewati suatu alveolus ke alveolus lain (Pearce, 2003 : 214).Lobus primer atau unit paru adalah broncheolus dengan kelompok alveolusnya (Pearce, 2003 : 216).

Pleura adalah membran tipis transparan yang melapisi paru dalam dua lapis yaitu lapisan viceral, yang melekat erat pada permukaan paru dan lapisan paretale

yang melapisi permukaan dinding dada. Kedua lapisan ini bersambungan pada

hilus paru. Kavum paru adalah rongga diantara kedua lapisan tersebut. Permukaan yang saling melekat itu lembab dan saling bergerak satu sama lain (Pearce, 2003 : 219).

Mediastinum adalah daerah di dalam dada diantara kedua paru. Ruang ini dibagi mediastinum superior dan inferior oleh garis imaginer yang ditarik ke belakang dari angulus sternalis (manubrium dengan corpus sterni) ke vertebra thorachal IV.

Mediastinum mengandung :

a. Arcus aorta dan cabang-cabangnya.

b. Venacava superior dan vena brachiosevalica. c. Trachea.

d. Oesofagus.

e. Ductus thoracicus.

2.12.2. Patologi Thorax

Bronchiectasis adalah suatu keadaan bronkus atau bronkeolus yang melebar akibat hilangnya sifat keelastisan dinding otot bronkus yang dapat disebabkan oleh obstruksi dan peradangan yang kronis atau dapat pula disebabkan oleh kelainan kongenital yang dikenal sebagai sindrom kartager yaitu suatu sindrom yang terdiri atas bronchiectasis, sinusitis dan destrokardia ( Rasad, 2005 : 110).

Pemeriksaan foto thorax polos tampak gambaran berupa bronkovaskuler

kasar yang umumnya terdapat di lapangan bawah paru atau gambaran garis-garis translusen yang panjang menuju ke hilus dengan bayangan konsolidasi sekitarnya akibat peradangan sekunder, kadang-kadang juga bisa berupa bulatan-bulatan


(48)

appearence). Bulatan transulen bisa berukuran besar (diameter 1-10 cm) yang berupa kista-kista transulen dan kadang-kadang berisi cairan (air fluid level) akibat peradangan sekunder (Rasad, 2005: 110).menurut Neseth. R,( 2000) bahwa indikasi pemeriksaan pda umumnya untuk thorax atau dada yaitu : Tumor, massa,

Aneurisma, Lesi pada hillus atau mediastinal,Pembedahan aorta.

Trauma dada atau trauma thorax adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan.

2.12.3 Anatomi Fisiologi

Kerangka rongga thorax, merincing pada bagain atas torak dan berbentuk kerucut, terdiri dari sternum, 12 vertebra, 10 pasang iga yang terakhir di anterior dalam segmen tulang rawan, dan 2 pasang iga yang melayang. Kartilago dari enam iga pertama memisahkan artikulaso dari sternum; katilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk kostal-kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavikula dan atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.

Muskulus-muskulus pektoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk palisan muskulus posterior dinding toraks. Tepi bawah muskulus pektoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris anterior, lengkungan dan muskulus latisimus dorsi dan teres mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.

Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh arah dan limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris,menambal kebocoran udara dan kapier. pleura viseralis menutup paru dan sifatnya tidak sensitive. pleura berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama pleura parietali, yang melapisi dinding dalam toraks dan diafragma. Kebalikan dengan pleura viseralis, pleura parietalis mendapatkan persarafan dari ujung saraf (nerveending); ketika terjadi penyakit atau cedera, mak timbul nyeri. Pleura parietalis memiliki ujung saraf untuk nyeri; hanya bila penyaki-penyakit


(49)

menyebar ke pleura ini maka akan timbul. Pleura sedikit melebih tepi paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru-paru normal; hanya ruang potensial yang masih ada. Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti oleh tiga lapis muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang/normal. Vena, arteri nervus dari tiap rongga interkostal berada di belakang tepi bawah iga. Karena jarum torakosentetis atau klein yang digunakan untuk masuk ke pleura harus dipasang melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih.Bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan kartilagokosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal; bagian muskular melengkung membentuk tendo sentral. Nervis frenikus mempersarafi motorik, interkostal bahwa mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putung susu, turut berperan sekitar 75% dari ventilasi paru-paru selama respirasi biasa/tenang.


(50)

36 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 TEMPAT PENELITIAN

Penelitian Dilakukan Di Unit Radiologi Diagnostik - Rumah Sakit Umum H.Adam Malik Medan.

3.2.Alat Dan Bahan Penelitian

Adapun Peralatan yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah Pesawat Scan , Monitor Scan, dan sebagai bahan penelitiaan ini adalah citra CT-Scan Thorax.

Gambar 3.1. Pesawat CT Scan 16 Slice.


(51)

Gambar3.3 .Dry Film

Gambar 3.4. Apron


(1)

350-500 dan WL 50-150, pada mediastinum window

No Pertanyaan

Penilaian Citra WL 50

Penilaian Citra WL 100

Penilaian Citra WL 150 WW

350

WL 400

WL 450

WL 500

WW 350

WL 400

WL 450

WL 500

WL 350

WL 400

WL 450

WL 500

1

Apakah

memperlihatkan secara jelas kontur dari jantung?

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2

2

Apakah

memperlihatkan secara jelas kontur aortha?

4 3 3 3 3 3 2 2 2 2 1 1

3

Apakah

memperlihatkan secara jelas trachea, oeshopagus?

3 3 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1

4

Apakah

memperlihatkan secara jelas tumor?

3 3 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1

5

Apakah dapat membedakan secara jelas densitas jantung, aortha,

oeshopagus,trac hea, tumor dan jaringan sekitarnya?

3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 2 2


(2)

Table .3 Hasil Penilaian Kualitas citra CT Scan thorax pengamat 3 untuk WW 350-500 dan WL 50-150, pada mediastinum window

No Pertanyaan

Penilaian Citra WL 50

Penilaian Citra WL 100

Penilaian Citra WL 150 WW

350

WL 400

WL 450

WL 500

WW 350

WL 400

WL 450

WL 500

WL 350

WL 400

WL 450

WL 500

1

Apakah

memperlihatkan secara jelas kontur dari jantung?

4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2

2

Apakah

memperlihatkan secara jelas kontur aortha?

3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2

3

Apakah

memperlihatkan secara jelas trachea, oeshopagus?

3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1

4

Apakah

memperlihatkan secara jelas tumor?

3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 1 1

5

Apakah dapat membedakan secara jelas densitas jantung, aortha,

oeshopagus,trac hea, tumor dan jaringan sekitarnya?

4 4 4 3 3 3 3 3 2 2 2 2


(3)

Tabel 4. Hasil penilaian kualitas citra CT Scan thorax dengan WW 350-500, dan WL 50

WW

Pengamat

Penilaian Pertanyaan

1

Pertanyaan 2

Pertanyaan 3

Pertanyaan 4

Pertanyaan

5 Jumlah

350 1 3 3 2 3 4 15

2 3 4 3 3 3 16

3 4 3 3 3 4 17

400 1 3 3 2 3 3 14

2 3 3 3 3 3 15

3 4 3 2 3 4 16

450 1 3 3 1 3 3 13

2 3 3 2 2 4 14

3 3 3 2 3 4 15

500 1 3 3 1 3 3 13

2 3 3 2 2 4 14

3 3 3 2 3 3 14

Dari tabel di atas terlihat bahwa penilaian yang dilakukan oleh pengamat 1 pada citra dengan WW 350 -500 dan WL 50 memperoleh nilai tertinggi 17 dan nilai terendah 15.

Tabel 5.Hasil penilaian kualitas citra CT Scan thorax dengan WW 350-500, dan WL 100

WW

Pengamat

Penilaian Pertanyaan

1

Pertanyaan 2

Pertanyaan 3

Pertanyaan 4

Pertanyaan

5 Jumlah

350 1 3 3 1 2 3 12

2 3 3 1 2 3 12

3 3 3 1 3 3 13

400 1 3 3 1 2 3 12

2 3 3 1 2 3 12

3 3 3 1 3 3 13

450 1 3 2 1 2 3 11

2 3 2 1 2 3 11

3 3 2 1 2 3 11

500 1 3 2 1 2 3 11

2 3 2 1 2 3 11


(4)

Tabel 6. Hasil penilaian kualitas citra CT Scan thorax dengan WW 350-500, dan WL 150

WW

Pengamat

Penilaian Pertanyaan

1

Pertanyaan 2

Pertanyaan 3

Pertanyaan 4

Pertanyaan

5 Jumlah

350 1 2 2 1 2 2 9

2 3 2 1 1 3 10

3 3 2 1 2 2 10

400 1 2 2 1 2 2 9

2 3 2 1 1 3 10

3 3 2 1 2 2 10

450 1 2 1 1 1 2 7

2 2 1 1 1 2 7

3 2 2 1 1 2 8

500 1 2 1 1 1 2 7

2 2 1 1 1 2 7

3 2 2 1 1 2 8

III. Hasil penilaian dari tiga pengamat terhadap citra CT-Scan thorax untuk lung window

Tabel.7.Hasil Penilaian Kualitas citra CT Scan thorax pengamat 1 untuk WW 1000,1100 dan WL -500 sampai dengan -1000, pada Lung wimdow

N

o Pertanyaan

Penilaian Citra WW 1000

Penilaian Citra WW 1100

W L – 50 0

WL

600 WL

- 700

WL

800 WL

- 900

WL - 1000

WL - 500

WL - 600

WL - 700

WL -800

WL - 900

WL - 1000

1

Apakah memperlihatkan secara jelas kontur dari paru?

4 4 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2

2

Apakah memperlihatkan secara jelas kontur bronchus?

4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2

3

Apakah dapat

membedakan secara jelas densitas,paru dan jaringan sekitarnya?

4 4 4 4 3 3 2 2 2 2 2 2


(5)

dan WL -500 sampai dengan -1000, pada Lung window N

o Pertanyaan

Penilaian Citra WW 1000

Penilaian Citra WW 1100

WL – 500 WL – 600 WL - 700 WL – 80 0 WL - 900 WL - 1000 WL - 500 WL - 600 WL - 700 WL -800 WL - 900 WL - 1000 1 Apakah memperlihatkan secara jelas kontur dari paru?

5 5 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3

2

Apakah memperlihatkan secara jelas kontur bronchus?

4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 2 2

3

Apakah dapat

membedakan secara jelas densitas,paru dan jaringan sekitarnya?

4 4 3 3 3 3 3 3

2 2

2 2

Jumlah 13 13 11 11 10 10 9 9 8 8 7 7

Tabel.9.Hasil Penilaian Kualitas citra CT Scan thorax pengamat 3 untuk WW 1000, 1000 dan WL -500 sampai dengan -1000, pada Lungwimdow

N

o Pertanyaan

Penilaian Citra WW 1000

Penilaian Citra WW 1100

WL – 500 WL – 600 WL - 700 WL – 800 WL - 900 WL - 1000 WL - 500 WL - 600 WL - 700 WL -800 WL - 900 WL - 1000 1 Apakah memperlihatkan secara jelas kontur dari paru?

5 5 5 5 4 4 4 4 3 3 3 3

2

Apakah memperlihatkan secara jelas kontur bronchus?

5 5 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3

3

Apakah dapat

membedakan secara jelas densitas,paru dan jaringan sekitarnya?

4 4 4 4 4 4 3 3

3 3

2 2


(6)

Tabel.10.Hasil penilaian kualitas citra CT Scan thorax dengan WW 1000, dan WL -500 sampai dengan -1000

WW

Pengamat

Penilaian Pertanyaan

1

Pertanyaan 2

Pertanyaan

3 Jumlah

-500 1 4 4 4 12

2 5 4 4 13

3 5 4 4 14

-600 1 4 4 4 12

2 5 4 4 13

3 5 5 4 14

-700 1 3 3 4 10

2 4 4 3 11

3 5 4 4 13

-800 1 3 3 4 10

2 4 4 3 11

3 5 4 4 13

-900 1 3 3 3 9

2 3 4 3 10

3 4 4 4 12

-1000 1 3 3 3 9

2 3 4 3 10

3 4 4 4 12

Tabel.11.Hasil penilaian kualitas citra CT Scan thorax dengan WW 1100, dan WL -500 sampai dengan -1000

WW

Penga mat

Penilaian Pertanyaan

1

Pertanyaan 2

Pertanyaan

3 Jumlah

-500 1 3 3 2 8

2 3 3 3 9

3 4 4 3 11

-600 1 3 3 2 8

2 3 3 3 9

3 4 4 3 11

-700 1 2 3 2 7

2 3 3 2 8

3 3 3 3 9

-800 1 2 3 2 7

2 3 3 2 8

3 3 3 3 9

-900 1 2 2 2 6

2 3 2 2 7

3 3 3 2 8

-1000 1 2 2 2 6

2 3 2 2 7