Analisa Perancangan Heat Recovery Steam Generator Dengan Menggunakan Tekanan Uap Satu Tingkat Kapasitas 252 Ton Uap/Jam

(1)

SKRIPSI

KETEL UAP

ANALISA PERANCANGAN HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR DENGAN MENGGUNAKAN TEKANAN UAP SATU TINGKAT

KAPASITAS 252 TON UAP/JAM

OLEH :

NIM : 07 0421 001

JASRAN HUTAGALUNG

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini. Tugas sarjana ini merupakan syarat dalam memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

Tugas sarjana ini diambil dari bidang mata kuliah Ketel Uap dengan judul “ Analisa Perancangan Heat Recovery Steam Generator dengan menggunakan tekanan uap satu tingkat kapasitas 252 ton uap/jam”. Dengan memanfaatkan gas buang dari satu unit turbin gas temperatur 525 oC.

Dalam penyelesaian tugas sarjana ini, penulis mendapat banyak bimbingan dan dukungan dari dosen pembimbing bapak Ir. Tekad Sitepu dan teman – teman di Departemen Teknik Mesin Ekstensi Universitas Sumatera Utara, baik berupa saran dan nasehat serta ilmu pengetahuan.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Tekad Sitepu, sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu serta menyumbangkan ilmu dan nasehat kepada penulis sepanjang pengerjaan tugas sarjana ini hingga selesai. 2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, sebagai Ketua Departemen Teknik

Mesin Falkutas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak/Ibu dosen di Departemen Teknik Mesin Falkutas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama kuliah.


(10)

4. Bapak/Ibu staff pegawai yang banayk membantu penulis selama kuliah di Departemen Teknik Mesin Falkutas Teknik Universitas Sumatera Utara. 5. Kedua orang tua tercinta Ayahanda J. Hutagalung dan Ibunda M. br.

Silitonga yang telah berjuang untuk membimbing dan memberi yang terbaik buat penulis.

6. Adik – adik penulis; Nova Adelina Hutagalung, A.mK, Rohani Hutagalung, S.Pd dan Daniel Harianto Hutagalung yang telah mendukung penulis.

7. Rekan – rekan mahasiswa di teknik mesin: Joni, Frangky, Roni, B’Rahmad, B’Desmond, B’Ramces dan semua teman – teman ekstensi St’07 dan St’08 yang telah banyak mendukung dan membantu penulis selama perkuliahan maupun dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

Penulis menyadari tugas sarjana ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dalam penyempurnaan tugas sarjana ini. Akhir kata penulis berharap semoga tugas sarjana ini dapat berguna bagi pembaca. Terima kasih.

Medan, Desember 2009 Penulis,

NIM: 07 0421 001 Jasran Hutagalung


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR NOTASI... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 2

1.3. Pemilihan Judul Tugas Akhir ... 3

1.4. Tujuan Tugas Akhir ... 3

1.5. Manfaat Tugas Akhir ... 3

1.6. Batasan Masalah ... 3

1.7. Metodologi Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Heat Recovery Steam Generator ... 5

2.2. Bagian - Bagian HRSG ... 9

2.2.1. Superheater ... 9

2.2.2. Evaporator ... 9

2.2.3. Ekonomiser ... 10

2.2.4. Preheater ... 11


(12)

2.3.1. Hukum termodinamika untuk sistem tertutup ... 12

2.3.2. Hukum termodinamika untuk sistem terbuka ... 12

2.4. Perpindahan Kalor ... 13

2.4.1. Perpindahan Kalor Konduksi ... 14

2.4.2. Perpindahan Kalor Konveksi ... 14

2.4.2.1. Konveksi Bebas ... 15

2.4.2.2. Konveksi Paksa ... 16

2.4.3. Kombinasi Konduksi dan Konveksi ... 17

2.4.4. Alat Penukar kalor ... 18

2.5. Aliran Fluida dalam Pipa ... 20

2.6. Turbin ... 21

2.6.1 Sistem Turbin Uap ... 22

2.6.2 Sistem Turbin Gas ... 24

BAB III ANALISA THERMODINAMIKA 3.1. Spesifikasi Teknis Perancangan ... 28

3.2. Perhitungan Termodinamika turbin Gas ... 28

3.2.1. Kompresor ... 30

3.2.2. Turbin Gas ... 31

3.3. Parameter Analisa Perencanaan ... 35

3.3.1. Perhitungan Uap ... 36

3.4. Kesetimbangan Energi ... 44

3.4.1. Superheater ... 46


(13)

3.4.3. Ekonomiser ... 48

3.4.4. Condensate Preheater ... 49

3.5. Spesifikasi HRSG yang akan direncanakan ... 50

3.6. Daya yang dibangkitkan HRSG ... 51

BAB IV UKURAN – UKURAN UTAMA 4.1. Perhitungan Parameter pipa Superheater ... 53

4.1.1. Koefisien Perpindahan Panas di Dalam Pipa (hi) ... 57

4.1.2. Koefisien Pindahan Panas di Luar Pipa (ho) ... 60

4.1.3. Pemilihan Pipa Superheater ... 69

4.1.4. Efisiensi dan Efektifitas Sirip pada Pipa Superheater... 70

4.1.5. Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh ... 73

4.1.6. Luas Bidang Pindahan Panas... 73

4.2. Perhitungan Parameter Pipa Evaporator ... 76

4.2.1. Koefisien perpindahan Panas di dalam Pipa (hi) ... 80

4.2.2. Koefisien Pindahan Panas di Luar Pipa (ho) ... 83

4.2.3. Pemilihan Pipa Evaporator ... 90

4.2.4. Efisiensi dan Efektivitas Sirip pada Pipa Evaporator ... 92

4.2.5. Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh ... 95

4.2.6. Luas Bidang Pindahan Panas... 96

4.3. Perhitungan Parameter Pipa Ekonomiser... 97

4.3.1. Koefisien Perpindahan Panas di dalam Pipa (hi) ... 100

4.3.2. Koefisien Pindahan Panas di Luar Pipa (ho) ... 102


(14)

4.3.4. Efisiensi dan Efektivitas Sirip pada Pipa Ekonomiser ... 110

4.3.5. Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh ... 113

4.3.6. Luas Bidang Pindahan Panas... 114

4.4. Perhitungan Parameter Pipa Preheater ... 116

4.4.1. Koefisien Perpindahan Panas di dalam Pipa (hi) ... 119

4.4.2. Koefisien Pindahan Panas di Luar pipa (ho) ... 122

4.4.3. Pemilihan Pipa preheater ... 129

4.4.4. Efisiensi dan Efektivitas Sirip pada Pipa Preheater ... 130

4.4.5. Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh... 134

4.4.6. Luas Bidang Pindahan Panas... 134

4.5. Perhitungan Luas Penampang HRSG ... 137

4.6. Cerobong Asap (chimney) HRSG ... 138

4.7. Efisiensi HRSG ... 139

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 140

5.2. Saran ... 144

DAFTAR PUSTAKA ... 145


(15)

DAFTAR NOTASI

Notasi Arti Satuan

A Luas permukaan perpindahan panas m2

Ac Luas penampang bagian dalam m2

Af Luas permukaan sirip m2

Ap Luas permukaan sirip primer m2

Ah Luas total permukaan yang menyerap panas m2

Aa Luas penampang aliran m2

Di Diameter dalam pipa m (in)

Do Diameter luar pipa m (in)

Dh DN

Diameter hidrolik Diameter Nominal

m in

h Entalphi kJ/kg

hi Koefisien konveksi bagian dalam pipa W/m2oC

ho Koefisien konveksi bagian luar pipa W/m2oC

k Konduktivitas thermal W/m oC

1 lf

Panjang sirip Jarak dua buah pipa

m m L

LMTD

Panjang pipa

Beda suhu Rata-Rata Logaritma

m o

C

mg Laju aliran massa gas buang kg/s


(16)

n Jumlah pipa dalam satu baris

N Jumlah lintasan

Nu Bilangan Nusselt

Nf Jumlah sirip per batang pipa

p Tekanan bar

Pr Bilangan Prandtl

Q Laju perpindahan panas kJ/s

QSH Laju perpindahan panas yang diserap superheater kJ/s QEVA Laju perpindahan panas yang diserap evaporator kJ/s QECO Laju perpindahan panas yang diserap ekonomiser kJ/s QEVA Laju perpindahan panas yang diserap evaporator kJ/s QECO Laju perpindahan panas yang diserap ekonomiser kJ/s QPRE Laju perpindahan panas yang diserap preheater kJ/s QSH Laju perpindahan panas yang diserap superheater kJ/s

Re Bilangan Reynold

re Jari-jari luar pipa bersirip m

ro ri rp

Jari-jari luar pipa Jari-jari dalam pipa Rasio Tekanan

m m

S Tegangan tarik ijin Psia

SL Jarak longitudinal dua buah pipa m

ST SD

Jarak tranversal dua buah pipa Jarak Diagonal

m m


(17)

T Temperatur oC

Tg Temperatur gas buang oC

Tmin Beda suhu minimum oC

Tmax Beda suhu maximum

o C

U Koefisien perpindahan panas total W/m2 oC

V Kecepatan m/s

Vmax δ

Kecepatan maximum Tebal Sirip

m/s m

η f Effisiensi sirip %

η O Effektifitas sirip

η HRSG Effisiensi HRSG %

µ Viskositas dinamik fluida kg/m.s

ρ Massa jenis fluida kg/ m3


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Nama Gambar Halaman

2.1 Pusat listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) 5

2.2 Diagram PLTGU dengan HRSG single pressure 6

2.3 Diagram T–S PLTGU 7

2.4 Diagram Alir HRSG 8

2.5 Superheater dan Evaporator pada HRSG 10

2.6 Susunan pipa ekonomiser dan evaporator 11

2.7 Perpindahan panas pada bidang datar 17

2.8 Perpindahan kalor pada heat exchanger 19

2.9 Siklus Rankine 23

2.10 2.11 2.12

Diagram T – S Turbin Uap Siklus Brayton Open Cycle Diagram T-S siklus Turbin Gas

23 25 26

3.1 Diagram Alir Turbin Gas 29

3.2 Diagram T – s 29

3.3 Profil Diagram Temperatur Gas Turbin 36

3.4 Siklus Perencanaan HRSG 38

3.5 Perbandingan tekanan kondensor pada diagram h-s 39

3.6 Siklus Rankine yang direncanakan 41

3.7 3.8

Diagram analisa kesetimbangan energi Diagram Instalasi Gabungan HRSG

45 52 4.1 Sket Aliran Uap dan Gas Buang pada Superheater 54


(19)

4.2 Sketsa Rancangan Pipa-pipa Superheater 57

4.3 Susunan pipa Selang-Seling Superheater 60

4.4 Penampang Pipa Bersirip 65

4.5 Grafik Effisiensi Sirip pada pipa superheater 70 4.6 Grafik faktor koreksi pada pipa superheater 74 4.7 Sket aliran uap dan gas buang pada evaporator 76

4.8 Evaporator yang direncanakan 79

4.9 Evaporator dengan drum uap 80

4.10 Susunan pipa selang seling pada evaporator 83 4.11 Grafik efisiensi sirip pada pipa evaporator 92 4.12 Sket aliran uap dan gas buang pada ekonomiser 98

4.13 Susunan pipa selang seling ekonomiser 103

4.14 Grafik efisiensi sirip pada pipa ekonomiser 111 4.15 Grafik faktor koreksi pada pipa ekonomiser 114 4.16

4.17 4.18 4.19

Sket aliran uap dan gas buang pada preheater Susunan pipa selang seling preheater

Grafik efisiensi sirip pada pipa preheater Grafik faktor koreksi pada pipa preheater

117 122 131 135


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bentuk energi yang paling penting dalam pembangunan suatu negara adalah energi listrik. Hal ini terlihat dari besarnya jumlah konsumsi listrik yang diperlukan perkapita negara setiap tahunnya. Ketersedian sumber energi dan adanya teknologi yang dapat mengubah sumber energi menjadi bentuk yang bermanfaat bagi masyarakat, merupakan salah satu faktor pendukung dalam penyediaan tenaga listrik tersebut. Terbatasnya energi tambang bumi yang ada, membuat penggunaan energi listrik harus benar-benar effisien. Agar dapat bermanfaat bagi nilai finansial dan lingkungan dalam penggunaanya.

Oleh karena itu, dalam pemanfaatan energi yang lebih effisien, salah satunya dengan menggunakan siklus kombinasi pada pembangkit listrik gas dan uap (PLTGU). PLTGU merupakan gabungan dari Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) dapat dibuat dengan merenovasi PLTG yang sudah ada yaitu dengan menambah PLTU dan menggunakan Heat Recovery Steam

Generator (HRSG). Dengan mendesain HRSG untuk mengkombinasi PLTU dan

PLTG sehingga terjadi kombinasi antara siklus Rankine dan siklus Brayton yang di kenal dengan siklus kombinasi (Combined Cycle). Dengan menggunakan daur kombinasi gas dapat diperoleh dua keuntungan utama yaitu: dapat menambah daya listrik dan dapat menghemat biaya bahan bakar. Penambahan daya listrik tanpa menambah bahan bakar juga berarti akan menaikkan efisiensi thermal


(21)

sistem dan dapat dinaikkan dari sekitar 24 % menjadi sekitar 42 %. Besarnya peningkatan efisiensi ini tergantung dari temperatur air pendingin yang digunakan pada PLTU dan besarnya temperatur gas buang PLTG. Semakin dingin temperatur air pendingin dan semakin tinggi temperatur gas buangnya maka peningkatan efisiensinya juga semakin besar.

HRSG adalah ketel uap atau boiler yang memanfaatkan energi panas sisa gas buang satu unit turbin gas, untuk memanaskan air dan mengubahnya menjadi uap, dan kemudian uap tersebut dipergunakan untuk menggerakkan turbin uap. Sehingga jelas terlihat bahwa pada ketel HRSG hanya mengubah bahan bakarnya menjadi panas sisa gas buang.

Dalam Perancangan ini, HRSG yang akan di analisa adalah HRSG single

pressure yang mana data yang disurvei di peroleh dari HRSG dual pressure.

Dimana HRSG tersebut terdiri dari dua tekanan uap yakni High Pressure(HP) dan

Low Pressure(LP). HP steam pada HRSG ini akan menggerakkan High Steam Turbine dan LP steam akan menggerakkan Low Steam Turbine pada PLTGU.

Pemilihan yang diambil sebagai bahan analisa perancangan ini pada single

pressure HRSG diperoleh dari data HP steam pada HRSG dual pressure tersebut.

1.2 Permasalahan

Bagaimana menganalisa neraca kalor pada HRSG dengan memanfaatkan temperatur keluar turbin gas, serta menentukan pemilihan bahan pada instalasi HRSG tersebut.


(22)

1.3 Pemilihan Judul Tugas Akhir

Adapun judul Tugas Akhir yang akan diambil adalah “Analisa Perancangan Heat Recovery Steam Generator dengan menggunakan tekanan uap satu tingkat kapasitas 252 ton uap/jam.”

1.4 Tujuan Tugas Akhir

Adapun tujuan yang diambil adalah :

a) Menganalisa rancangan HRSG single pressure dengan pemanfaatan temperatur gas buang pada Turbin Gas.

b) Perancangan HRSG single pressure meliputi : Preheater,

Economizer, Evaporator dan Superheater yang disesuaikan dengan

data yang diperoleh di PLTGU PT. PLN (PESERO) Sektor Belawan.

1.5 Manfaat Tugas Akhir

Diharapkan dapat mengetahui analisis thermal serta perpindahan kalor pada bahan desain HRSG yang menggunakan tekanan uap satu tingkat.

1.6 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang diambil pada skripsi ini adalah :

a) Perhitungan Heat balance (Neraca Massa) dan Perpindahan panas pada perpipaan HRSG Single Pressure


(23)

b) Perhitungan meliputi : Preheater, Ekonomiser, Evaporator, dan

Superheater pada HRSG Single Pressure.

1.7 Metodologi Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas skripsi ini adalah

a. Survei lapangan, yakni berupa peninjauan langsung ke lokasi tempat unit pembangkit PT. PLN (PERSERO) Sektor Belawan

b. Studi literatur, yakni berupa studi kepustakaan dan tulisan-tulisan yang terkait dengan HRSG.

c. Diskusi, yakni berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang nantinya akan dihunjuk oleh pihak Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara mengenai penulisan tugas skripsi ini.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Heat Recovery Steam Generator

HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang memanfaatkan energi panas sisa gas buang suatu unit turbin gas untuk memanaskan air dan mengubahnya menjadi uap, dan kemudian uap tersebut dipergunakan untuk menggerakkan turbin uap. Pada umumnya boiler HRSG tidak dilengkapi pembakar (burner) dan tidak mengkonsumsi bahan bakar, sehingga tidak terjadi proses perpindahan/penyerapan panas radiasi. Proses perpindahan/penyerapan yang terjadi hanyalah proses konveksi dan konduksi dari gas buang turbin gas ke dalam air yang akan di proses menjadi uap melalui elemen-elemen pemanas di dalam ruang boiler HRSG.


(25)

Boiler HRSG sangat bermanfaat untuk meningkatkan hasil guna (efisiensi) bahan bakar yang dipakai pada unit turbin gas, yang selanjutnya akan menggerakkan unit turbin uap. Sistem pembangkit listrik yang memanfatkan proses ini disebut Pusat Listrik tenaga Gas dan Uap (PLTGU) atau unit pembangkit siklus kombinasi CCPP (Combined Cycle Power Plant). Boiler HRSG adalah bagian penting PLTGU. Dimana unit pembangkit PLTGU disebut juga Blok PLTGU.

Siklus Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) adalah gabungan siklus Brayton turbin gas dan siklus Rankine turbin uap. Boiler HRSG merupakan bagian dari siklus Rankine.

Keterangan :

SD = steam drum FWT = feed water tank PRE = Preheater EKO = Ekonomiser EVA = Evaporator SH = Superheater P = Pompa


(26)

C T o

) / (kJ kg s

1 2

3 5

4

6 8

9

Cycle Rankine

7

a b

c

d e Cycle

Brayton f

g

h i

Gbr 2.3 Diagram T-S PLTGU

Diagram T-S yang menggambarkan keseluruhan proses ditunjukkan pada Gambar 2.2. Diagram I menyatakan daur Brayton untuk turbin gas dan diagram II menyatakan daur Rankine untuk turbin uap.

Kapasitas produksi uap yang dapat dihasilkan HRSG tergantung pada kapasitas energi panas yang masih dikandung gas buang dari unit turbin gas, yang berarti tergantung pada beban unit turbin gas. Pada dasarnya, turbin gas yang beroperasi pada putaran tetap, aliran udara masuk kompresor juga tetap; perubahan beban turbin yang tidak konstan dengan aliran bahan bakar tetap, sehingga suhu gas buang juga berubah-ubah mengikuti perubahan beban turbin gas.


(27)

Gbr. 2.4 Diagram Alir HRSG

Suhu gas buang unit turbin gas tetap konstan diperoleh dengan cara mengatur pembukaan sirip-sirip pemandu aliran udara masuk (IGV, Inlet Guide Vane) guna mengatur laju aliran udara masuk ke kompressor, dimana suhu gas buang sebagai umpan baliknya.

Sebagian boiler HRSG dapat dilengkapi dengan pembakaran tambahan untuk meningkatkan kapasitas produksi uapnya; dan sebagian produksi uapnya dapat digunakan untuk keperluan pemanasan aplikasi lainnya (cogeneration). Dengan pembakaran tambahan ini, kestabilan produksi uap HRSG dapat di pertahankan, sehingga kestabilan turbin uap yang menggunakan uap ini dapat dijaga, walaupun beban turbin gas berubah-ubah; dan juga suhu gas buang turbin gas (aliran udara masuk kompressor) tidak harus dijaga tetap konstan (tidak diharuskan pengaturan IGV).


(28)

2.2 Bagian – Bagian HRSG

Heat Recovery Steam Generator terdiri dari beberapa elemen yaitu Superheater, Evaporator dan Ekonomizer yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Pada sub bab di bawah akan dijelaskan fungsi dari masing-masing elemen.

2.2.1. Superheater

Superheater merupakan alat yang berfungsi untuk menaikan temperatur uap jenuh sampai menjadi uap panas lanjut (superheat vapour). Uap panas lanjut bila digunakan untuk melakukan kerja dengan jalan ekspansi di dalam turbin atau mesin uap tidak akan mengembun, sehingga mengurangi kemungkinan timbulnya bahaya yang disebabkan terjadinya pukulan balik atau back stroke yang diakibatkan mengembunya uap belum pada waktunya sehingga menimbulkan vakum di tempat yang tidak semestinya didaerah ekspansi.

2.2.2. Evaporator

Evaporator merupakan elemen HRSG yang berfungsi untuk mengubah air hingga menjadi uap jenuh, pipa-pipa evaporator pada ketel uap biasanya terletak pada lantai (water floor) dan juga pada dinding (water wall). Pada pipa ini uap jenuh pada kualitas 0,80 – 0,98, sehingga sebagian masih berbentuk fase cair. Evaporator akan memanaskan uap air yang turun dari drum uap (steam drum) yang masih dalam fase cair agar berbentuk uap jenuh sehingga bisa diteruskan menuju Superheater.


(29)

Gbr. 2.5 Superheater dan Evaporator pada HRSG

2.2.3 Ekonomiser

Ekonomiser terdiri dari pipa-pipa air yang di tempatkan pada lintasan gas asap setelah pipa evaporator. Pipa-pipa ekonomiser dibuat dari bahan baja atau besi tuang yang sanggup untuk menahan panas dan tekanan tinggi. Ekonomiser berfungsi untuk memanaskan air pengisi sebelum memasuki steam drum dan

evaporator sehingga proses penguapan lebih ringan dengan memanfaatkan gas

buang dari HRSG yang masih tinggi sehingga memperbesar efisiensi HRSG karena dapat memperkecil kerugian panas pada HRSG tersebut. Air yang masuk pada evaporator sudah pada temperatur tinggi sehingga pipa-pipa evaporator tidak mudah rusak karena perbedaan temperatur tidak terlalu tinggi.


(30)

Steam drum

Gas Flow

ekonomiser evaporator

Gbr. 2.6 Susunan Pipa ekonomiser dan evaporator

2.2.4 Preheater

Preheater merupakan pemanas awal air yang dipompakan dari kondensor sebelum masuk tangki air umpan (feed water tank). Pada HRSG preheater bertujuan menaikan suhu sebelum masuk tangki air umpan, yang nantinya akan diteruskan ke ekonomiser. Umumnya preheater ini menempati posisi lintasan gas asap sebelum meninggalkan ketel.

2.3 Hukum Pertama Termodinamika

Hukum pertama termodinamika adalah suatu pernyataan mengenai hukum universal dari kekekalan energi dan mengidentifikasikan perpindahan panas


(31)

sebagai suatu bentuk perpindahan energi. Pernyataan paling umum dari hukum pertama termodinamika ini berbunyi:

”Kenaikan energi internal dari suatu sistem termodinamika sebanding dengan jumlah energi panas yang ditambahkan ke dalam sistem dikurangi dengan kerja yang dilakukan oleh sistem terhadap lingkungannya.”

Hukum termodinamika secara aplikasi di bagi menjadi hukum termodinamika pertama untuk sistem yang tertutup dan hukum termodinamika untuk sistem yang terbuka.

2.3.1 Hukum termodinamika untuk sistem yang tertutup

Pada hukum ini merupakan sistem dimana tidak ada perpindahan massa dari sistem tersebut sehingga fluida selalu berada dalam batas sistem.

Qnet, in – Wnet, out = ∆Esystem... (2-1)

di dalam sistem yang terisolasi, energi dalam sistem tetap sama sehingga Q = W = 0. sehingga diperoleh persamaan :

Ein – Eout = ∆Esystem ... (2-2)

2.3.2. Hukum termodinamika untuk sistem yang terbuka

Menurut hukum termodinamika pertama pada suatu sistem : .

Ein - .

Eout = ∆ .

Esystem ... (2-3) Atau keseimbangan energinya

.

Ein =

.


(32)

Energi yang dapat di tansfer dengan panas, kerja dan massa adalah merupakan keseimbangan dalam keadaan stasioner dan dapat dituliskan

.

Qin + .

Win + ∑ .

miθi = .

Qout + .

Wout + ∑ .

meθe ...(2-4) energi pada fluida yang mengalir per unit massa adalah

θ = h + ke + pe ... ( 2-5) θ = h + ν2

/2 + gz ...( 2-6) dengan subtitusi pers. (2-4) dan (2-6) maka

.

Qin + .

Win + ∑ . mi     + + i i gz h 2 2

ν = .

Qout + .

Wout + ∑ . me     + + e e gz h 2 2 ν ... (2-7) Maka diperoleh persamaan neraca massa

∆ .

Q =

. mi     + + i i gz h 2 2

ν - .

me     + + e e gz h 2 2

ν + .

W ... (2-8)

Jika kerja diabaikan ∆ .

W = 0 maka

∆ .

Q =

. mi     + + i i gz h 2 2

ν - .

me     + + e e gz h 2 2 ν ...(2-9)

2.4 Perpindahan Kalor

Perpndahan kalor perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Pada termodinamika, energi yang pindah tersebut ialah kalor (heat). Dan sasaran analisis pada perpindahan kalor ini adalah masalah laju perpindahannya. Dan secara umum pada HRSG perpindahan panas yang terjadi ada 3 macam yaitu:


(33)

1. Perpindahan kalor konduksi 2. Perpindahan kalor konveksi 3. Perpindahan kalor Radiasi

Dalam hal ini, perpindahan kalor yang digunakan adalah perpindahan kalor konduksi, konveksi dan kombinasi konduksi dan konveksi. Pada ketel HRSG ini tidak menggunakan bahan bakar tambahan dan sumber panas berasal dari gas buang turbin gas. Sehingga tidak menganalisa perpindahan kalor radiasi pada ketel ini.

2.4.1 Perpindahan Kalor Konduksi

Perpindahan kalor konduksi adalah perpindahan panas dari satu bagian benda padat ke bagian lain dari benda padat yang sama tanpa terjadi perpindahan molekul-molekul dari benda padat itu sendiri. Dan persamaan umum yang digunakan dalam perpindahan kalor konduksi ini adalah

q = -k . A .

x T δ

δ ...(2-10)

2.4.2 Perpindahan Kalor Konveksi

Perpindahan kalor secara konveksi ini adalah perpindahan panas yang dilakukan oleh molekul-molekul suatu fluida (cair ataupun gas). Secara umum persamaan pada perpindahan kalor konveksi ini adalah


(34)

dimana Tw merupakan suhu pada benda pada benda padat sedangkan T∞ merupakan suhu dari fluida..

Perpindahan konveki panas terdiri atas dua jenis perpindahan panas. Yakni perpindahan panas konveksi bebas dimana kecepatan udara dianggap tidak ada. Sedangkan untuk udara yang memiliki aliran merupakan jenis dari konfeksi paksa. Dimana pengaruh tersebut terjadi pada Nuselt Number setiap kondisi berbeda.

2.4.2.1 Konveksi Bebas

Konvesi bebas yang dikaji pada HRSG ini adalah : - Pada silinder horizontal

2 1

u

N

= 0.60 + 0.387

6 / 1 9 / 16 16 / 9 ] Pr) / 559 . 0 ( 1 [ Pr     + Gr ...(2-12) Untuk 10-5 < Gr Pr < 1012

Perkalian antara angka Grashof dan angka Prandtl disebut angka Rayleigh : Ra = Gr Pr ...(2-13)

Dimana angka Rayleigh dapat di hitung :

Ra = 2

3 . . . υ δ β Tf

g

...(2-14)

β =

f T

∆ 1

...(2-15) ∆Tf = Tw - T∞ ...(2-16)


(35)

T = Temperatur udara sekitar υ = Viskositas kinetik g = grafitasi (9,8 m/s2) δ = D = dimensi karakteristik β = koefisien ekspansi volume

- Pada Bola δ =

2 1

. π. D ...(2-17) Nu = 2 + 0.392 Grf1/4 untuk 1 < Grf < 105 ...(2-18)

Persamaan di atas dapat di rubah dengan memasukkan angka Prandalt, sehingga di peroleh

Nu = 2 + 0.43 (Grf Prf)1/4 ...(2-19)

Maka nilai konveksi bebasnya dapat diperoleh : h = k.Nu

δ ...(2-20)

2.4.2.2 Konveksi Paksa

- Melalui bagian dalam silinder


(36)

h = Nu .

i d

k

...(2-22) - Melalui bank of tube

Nu = C . Ren . Pr1/3 ...(2-23) h = Nu .

o d

k

...(2-24) dimana : C = koefisien aliran lintas bank of tubes

Re = Reynold Number Pr = Prandlt Number

do = diameter luar silinder/tubes di = diameter dalam silinder

2.4.3 Kombinasi Konduksi dan Konveksi

Perpindahan panas yang terjadi pada HRSG merupakan gabungan dari konduksi dan konveksi, seperti gambar berikut dimana pada satu sisinya terdapat fluida panas A dan pada sisi lainnya fluida B yang lebih dingin.


(37)

Perpindahan kalor dapat dinyatakan dengan : .

Q = h1A(TA – TB) = x kA

∆ (T1 – T2) = h2A(TA – TB) ...(2-25)

Perpindahan kalor dapat digambarkan dengan jaringan yang diatas, sehingga perpindahan kalor menyeluruh dihitung dengan jalan membagi beda suhu menyeluruh dengan jumlah tahanan thermal :

.

Q =

A h A k x A h T TA B

2 1 1 1 + ∆ +

...(2-26)

Aliran kalor menyeluruh sebagai hasil gabungan konduksi dan konveksi bisa dinyatakan dengan koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U), yang dirumuskan dalam hubungan :

.

Q = U . A. ∆T ...(2-27) dimana A adalah luas bidang aliran kalor, sesuai dengan persamaan diatas maka koefisien perpindahan kalor menyeluruh adalah :

U =

A h A k x A

h1 2

1 1 1 + ∆ + ...(2-28)

2.4.4 Alat Penukar Kalor

Pada alat penukar kalor (Heat Exchager) pada shell dan tube yang terkena konveksi di permukaan dalam dan luarnya, seperti analogi tahanan listrik. Dalam


(38)

hal ini luas bidang konveksi tidak sama untuk kedua fluida, luas bidang ini bergantung dari diameter dalam tabung dan tebal dinding.

Gambar 2.8. Perpindahan kalor pada Heat Exchager

Perpindahan kalor menyeluruh dapat dinyatakan dengan persamaan : .

Q =

o o i o i i B A A h kL r r A h T T 1 2 ) / ln( 1 + + − π ...(2-29)

Sesuai dengan gambar Ai dan Ao merupakan luas permukaan dalam dan luar tabung. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh dapat didasarkan atas bidang dalam dan luar tabung seperti pada persamaan :

Ui =

o o i i o i

i A h

A kL r r A h 1 2 ) / ln( 1 1 + + π ...(2-30)


(39)

U = o i o o i i o h kL r r A h A A 1 2 ) / ln( 1 1 + + π ...(2-31)

2.5 Aliran Fluida dalam Pipa

Pada pompa akan kita temui persamaan Bernoulli. Persamaan ini merupakan kekekalan energi flida sehingga untuk memperkirakan suatu instalasi pompa harus mempertimbangkan energi kinetik dan potensialnya.

tan 2 2 Kons gz V P = + + ρ ...(2-32)

Untuk fluida ideal gesekan diabaikan. = + + 1 2 1 1

2g z V g P ρ 2 2 2 2

2g z V g P

+ +

ρ = konstan ...(2-33)

Persamaan energi dan persamaan head dapat ditulis sebagai berikut: Persamaan Energi tal HeadLossTo g m gz V p m W gz V p m o o shaft o Σ +     + + = +     + + . 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 0 ρ ρ ...(2-34) Persamaan head total

shaft z Hl

g V g p H z g V g p Σ +     + + = +     + + 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 ρ ρ ……...………(2-35)

Pada jumlah head loss total dibagi menjadi dua bagian antara head loss

mayor dan head loss minor. Head loss mayor merupakan head yang hilang akibat


(40)

hlossmayor =

2 2

V D

L

f ...(2-36) dimana : f = faktor gesekan

L = Panjang pipa

D = Diameter dalam pipa V = Kecepatan aliran

g = Percepatan grafitasi = 9.81 m/s2

Sedangkan pada head loss minor adalah head yang hilang akibat adanya pemasangan elbow, gate valve, check valve, perubahan penampang dalam saluran dan straight. Kehilangan head ini akibat adanya komponen yang di sengaja untuk dipasang dan memiliki fungsi yang berbeda – beda.

hlossminor = k 2

2

V

...(2-37)

dimana, k = f . D Le

, untuk f diperoleh dengan menggunakan bilangan reynold

number yang terdapat dalam diagram Moody, sedangkan D Le

di peroleh dari tabel komponen.

2.6 Turbin

Turbin adalah mesin penggerak yang merubah energi mekanis yang disimpan dalam fluida menjadi energi mekanis rotary dimana energi fluida kerja dipergunakan untuk memutar sudu turbin. Bagian turbin yang berputar dikenal


(41)

dengan runner dan sudu turbin, sedangkan yang diam disebut dengan rumah turbin. Berikut sistem turbin berdasarkan fluida kerjanya :

2.6.1 Sistem Turbin Uap

Sistem turbin uap atau dalam termodinamika dikenal dengan siklus rankine yang paling sederhana terdiri dari empat komponen yaitu, ketel, turbin, kondensor dan pompa seperti di tunjuk pada gambar 2.8. Ketel berfungsi untuk memanaskan air hingga berubah fase uap panas lanjut, lalu uap dialirkan menuju turbin untuk memutar sudu-sudu turbin sehingga dapat memutar generator yang di kopel dengan turbin. Uap keluar dari turbin mengalami penurunan tekanan dan temperatur langsung masuk ke kondensor untuk pendinginan sehingga fluida berubah fase cair. Lalu fluida menuju pompa untuk dinaikaan tekanan agar sama dengan tekanan boiler.


(42)

Gambar 2.10. Diagram T-S Turbin Uap

Sesuai dengan gambar 2.8, maka siklus rankine terdiri dari proses sebagai berikut: 1-2 Proses pemompaan isentropis di dalam pompa

2-3 Proses pemasukan kalor atau pemanasan pada tekanan konstan di dalam ketel

3-4 Proses ekspansi isentropis di dalam turbin atau mesin uap lainnya 4-1 Proses pengeluaran kalor atau pengembunan pada tekanan konstan

di dalam kondensor

Dari gambar siklus rankine dan diagram T-S di atas maka akan di ambil asumsi bahwa siklus steady state, energi potensial dan energi kinetik diabaikan maka akan diperoleh persamaan :

(qin – qout) + (win – wout) = he – hi ...(2-38)

Pada boiler dan kondensor tidak ada kerja, sedangkan pada pompa dan turbin diasumsikan terjadi proses isentropik. Dengan menggunakan hukum kekekalan energi bisa didapatkan persamaan dari tiap bagian yaitu :


(43)

1. Pompa (q = 0) wpump, in = h2 – h1 = v(P2 – P1) ...(2-39) 2. Boiler (w = 0) qin = h3 – h2 ...(2-40) 3. Turbin (q = 0) wturb, out = h3 – h4 ...(2-41) 4. Kondensor (w = 0) qout = h4 – h1 ...(2-42)

Effisiensi thermal dari siklus rankine adalah ηth., rankine =

in out in in pump out turb in out in in net q q q w w q q q q w − = − = −

= , , 1 ...(2-43)

2.6.2 Sistem Turbin Gas

Turbin gas adalah turbin dengan gas sebagai fluida kerjanya. Sistem turbin gas yang paling sederhana terdiri dari tiga komponen utama yaitu : kompresor, ruang bakar, dan turbin dengan susunan seperti gambar 2.9. Siklus ideal dari sistem turbin gas sederhana adalah siklus bryton. Prinsip kerja sistem ini adalah udara atmosfir masuk ke dalam kompresor yang berfungsi menghisap dan menaikkan tekanan udara tersebut, sehingga temperaturnya akan naik. Kemudian udara bertekanan dan bertemperatur tinggi itu masuk kedalam ruang bakar. Di dalam ruang bakar disemprotkan bahan bakar ke dalam arus udara tersebut, sehingga terjadi proses pembakaran. Proses pembakaran tersebut berlangsung pada tekanan konstan, sehingga boleh dikatakan bahwa ruang bakar hanyalah digunakan untuk menaikan temperatur udara, oleh karena itu ruang bakar bisa saja diganti dengan sebuah alat pemanas. Gas pembakaran yang bertemperatur tinggi tersebut kemudian masuk ke dalam turbin gas dimana energinya dipergunakan untuk memutar sudu turbin. Sebanyak 60 % dari daya yang dihasilkan turbin


(44)

digunakan untuk memutar kompresornya sendiri, sisanya digunakan untuk memutar generator.

Gambar 2.11 Siklus Brayton open cycle

Gambar 2.12 Diagram T-S siklus Turbin Gas

Sesuai dengan gambar 2.11, maka siklus bryton terdiri dari proses: 1-2 Proses kompresi isentropic di dalam kompresor

2-3 Proses pemasukan kalor pada tekanan konstan di dalam ruangan bakar atau alat pemindah kalor.


(45)

4-1 Proses pembuangan kalor tekanan konstan dalam alat pemindah kalor.

Dari gambar siklus brayton dan diagram T-S diatas maka akan diambil asumsi bahwa siklus steady state, perbedaan energi potensial dan energi kinetik diabaikan karena terlalu kecil, maka akan diperoleh persamaan :

(qin – qout) + (win – wout) = houtlet - hinlet ...(2-44)

dimana:

qin = h3 – h2 = Cp (T3 – T2) ...(2-45) qout = h4 – h1 = Cp (T4 – T1) ...(2-46)

sehingga dapat diperoleh effisiensi thermal siklus bryton adalah :

ηth, Brayton =

(

)

        − = −− − = − = 1 1 1 ) ( 1 1 2 3 2 1 4 1 2 3 1 4 T T T T T T T T Cp T T Cp q q Q W in out in net ...(2-47)

Proses 1-2 dan 3-4 adalah proses isentropik dimana P2 = P1 dan P4 = P1 sehingga : ( ) ( ) 4 3 / 1 4 3 / 1 1 2 1 2 T T P P P P T

T k k k k

=     =     = − − ...(2-48)


(46)

Persamaan diatas dapat disubtitusikan ke dalam bentuk persamaan efisiensi thermal yang lebih sederhana :

ηth, Brayton = 1 - ( ) ( )k k

P k

k

r P

P 1/ 1/

1 2

1 1

1

− − = − 

 


(47)

BAB III

ANALISA THERMODINAMIKA

3.1 Spesifikasi Teknis Perancangan

Perancangan Heat Recovery Steam generator ini berdasarkarkan besarnya temperatur buangan gas turbin. Parameter dari perancangan ini berdasarkan

survey yang dilakukan di PT. PLN (Persero) sektor belawan.

Adapun spesifikasi data yang diperoleh dari hasil survey yang akan dipergunakan dalam perancangan HRSG adalah :

a. Daya maksimum Turbin Gas :130 MW (130000 kW) b. Perbandingan tekanan pada kompresor : 10,04

c. Temperatur masuk Kompresor : 30 oC

d. Tekanan barometer : 1,013 bar

e. Temperatur keluar turbin Gas : 525 oC f. Laju aliran massa gas : 671,43 kg/s g. Temperatur air umpan (feed water tank) : 166,4 oC

3.2 Perhitungan Termodinamika Turbin Gas

Siklus yang digunakan pada turbin gas adalah siklus Brayton sederhana seperti pada gambar berikut.


(48)

Gambar 3.1 Diagram alir pada Turbin Gas

Gambar 3.2 Diagram T-S

Pada sistem turbin gas ini akan dianalisa berdasarkan pada titik yang terdapat pada gambar. Analisa ini tentunya didukung dengan adanya faktor harga yang ditentukan berdasarkan literatur yang ada. Sehingga data yang diperoleh akan di analisa bersamaan dengan acuan-acuan yang terdapat pada literatur. Menurut Michael J. Moran (Termodinamika Teknik jilid 2; hal 80) efisiensi turbin dan kompresor berkisar 80 % ÷ 90 %.


(49)

3.2.1 Kompresor

Adapun perhitungan termodinamika pada Kompresor a. Keadaan titik 1 :

Temperatur masuk Kompresor : T1 = 30 oC = 303 K P1 = 1,013 bar rp = 10,04 maka dari tabel diperoleh : h1 = 303.21 kJ/kg

Pr1 = 1,436

b. Keadaan titik 2 : Pr2 = rp . Pr1

= 10,04 . 1,436 = 14.42

maka dari tabel akan di peroleh : T2 = 579,55 K = 306,55 oC h2 = 585.57 kJ/kg

maka untuk memperoleh kerja spesifik kompresor : Wk act =

k h h

η 1

2 −

Dimana effisiensi kompresor (ηk) = 85 %

Wk act =

85 , 0

21 , 303 57

, 585

kg kJ kg

kJ


(50)

Analisa kondisi temperatur keluar kompresor pada perancangan ini (h2’)

h2’ = Wk act + h1 ( Yunus A Cengel, Thermodynamics; hal 477) = 332,19 kJ/kg + 303,21 kJ/kg

= 635,4 kJ/kg

maka dari tabel diperoleh temperatur : T2’ = 626,93 K = 353.93 oC

3.2.2 Turbin Gas

Perhitungan termodinamika pada turbin gas ini bertujuan untuk menentukan temperatur keluar turbin. Berbagai pertimbangan metallurgi membatasi temperatur pemasukan turbin, dimana menurut P.K. Nag (hal 765) dan

M.J Moran (Termodinamika Teknik, jilid 2; hal 77) dapat mencapai temperatur

limit 1300 oC (1623 K) hingga 1427 oC ( 1700 K).

Dari hasil survey pada PT. PLN (Persero) sektor Belawan PLTGU P. Sicangan didapat bahwa temperatur gas buang turbin gas adalah 525 oC. Menurut

Richard Harman (Gas Turbine Engineering Applications; hal 37) diketahui bahwa

perbandingan antara tekanan keluar turbin dengan udara atmosfer pada instalasi turbin gas siklus terbuka adalah 1,1 – 1,2. Dalam perhitungan termodinamika ini diasumsikan 1,1 dengan alasan tekanan gas buang yang akan dihasilkan lebih besar dari tekanan atmosfer.


(51)

Perhitungan termodinamika pada turbin gas :

Temperatur gas aktual keluar turbin (T4’) = 525 oC = 798 K Maka dapat diperoleh dari tabel (A-17)

h4’ = 819,76 kJ/kg Pr4’ = 47,31

Perbandingan antara tekanan keluar turbin dengan tekanan udara atmosfer pada instalasi turbin gas siklus terbuka diasumsikan 1,1 maka :

P4 = P1 (1,1) = 1,013 (1,1) = 1,1143 bar

Maka dapat diperoleh temperatur masuk turbin (T3) Pr4’ = 1 Pr3

p

r (Yunus A Cengel, Thermodynamics; hal 475)

47,31 = . 3 04 , 10

1

r P

Pr3 = 474,99

Maka dari tabel ideal gas di peroleh : T3 = 1417,81 K

= 1144,81 oC h3 = 1536,81 kJ/kg


(52)

Maka diperoleh kerja turbin aktual

WT act = h3 – h4’ ( Yunus A Cengel, Thermodynamics; hal 477) = 1536,81 kJ/kg - 819,76 kJ/kg

= 717,05 kJ/kg

Dari analisa tersebut maka diperoleh temperatur aktual dari turbin gas :

WT act = ( h3 – h4 ) . ηT ( Yunus A Cengel, Thermodynamics; hal 476) Dimana effisiensi turbin (ηT) = 90 %

717,05 kJ/kg = (1536,81 – h4) kJ/kg . (0,90) h4 = 740,09 kJ/kg

Maka dari tabel (A-17) diperoleh temperatur ideal keluar turbin gas : T4 = 724,88 K

= 451,88 oC

Dari perhitungan tesebut dapat dilihat bahwa temperatur yang berdasarkan data survey merupakan temperatur aktual gas turbin 525 oC, sedangkan temperatur ideal dari turbin gas 451,88 oC. Dan dalam perancangan ini temperatur keluar turbin yang digunakan untuk memperoleh daya yang di bangkitkan HRSG adalah temperatur keluar aktual turbin gas 525 oC dan juga dalam perhitungan pemipaan HRSG. Temperatur ideal akan selalu lebih kecil dari temperatur aktual, sebab karena kecinya temperatur kompresor pada kondisi ideal dan rugi-rugi yang terjadi pada instalasi turbin gas keluar. Namun, semakin kecil temperatur keluar


(53)

maka daya yang dibangkitkan akan semakin besar pada turbin gas tersebut sebab pemanfaat heat drop yang semakin besar.

Kalor yang bekerja pada siklus Kondisi aktual :

qin act = h3 - h2’

= 1536,81 kJ/kg - 635,4 kJ/kg = 901,41 kJ/kg

Kondisi ideal :

qin = h3 - h2

= (1536,81 kJ/kg - 585,57) kJ/kg = 951,24

Kerja Turbin Gas

Wnet = WT act - Wk act

= 717,05 kJ/kg - 332,19 kJ/kg = 384,86 kJ/kg

Maka dapat diperoleh effisiensi thermal ideal %

100

x q W in net

th =


(54)

= 100% / 24 , 951 / 86 , 384 x kg kJ kg kJ

= 40,45 %

Maka dapat diperoleh effisiensi thermal aktual

% 100 x q W act in net act th = η

= 100%

/ 41 , 901 / 86 , 384 x kg kJ kg kJ

= 42,70 %

3.3 Parameter Analisa Perencanaan

Dalam perencanaan HRSG ini yang memanfaatkan temperatur gas buang turbin gas akan menggunakan satu tingkat saja. Data temperatur dan tekanan uap yang akan dihasilkan harus pula sesuai dengan kondisi gas buang turbin gas yang ada, dan penentuan turbin uap yang akan digunakan dalam perancangan ini

Kondisi gas buang dari data dan tabel gas diperoleh : Pgas buang TG = 1,1143 bar

hgas buang TG = 819,76 kJ/kg Tgas buang TG = 525 oC = 798 K


(55)

3.3.1 Perhitungan Uap

Temperatur uap yang akan dihasilkan harus sesuai dengan temperatur yang keluar dari gas buang. Perbedaan temperatur yang terkecil antara dua aliran gas dengan uap, yang biasa disebut dengan titik penyempitan (pinch point) a-x dan b-y (gambar 3.3) minimum 20 oC (P k Nag; hal 113). Pada perancangan ini diambil titik penyempitan (pinch point) sebesar 25 oC.

Gambar 3.3 Profil Diagram Temperatur Gas Turbin

Dalam perancangan ini temperatur keluar turbin gas 525 oC yang nantinya akan masuk ke superheater diperkirakan akan mengalami penurunan 2 % karena adanya kerugian yang terjadi pada saluran dari turbin gas ke superheater. Maka temperatur gas masuk superheater (diperkirakan) :

T = 525 oC x 0,98 = 514,5 oC


(56)

Maka dapat diperoleh uap yang akan dihasilkan HRSG (superheater) dengan

pinch point 25 oC, adalah :

Tuap yang dihasilkan HRSG = 514,5 oC - 25 oC = 489,5 oC

Dapat diperhitungkan akan terjadi kehilangan panas sepanjang penyaluran uap dari HRSG hingga masuk turbin uap diassumsikan berkisar 0,97 sampai 0,98, maka temperatur uap masuk turbin diperoleh :

Tmasuk turbin uap = 0,98 x 489,5 oC = 479,71 oC = 479 oC (diambil)


(57)

Kondensor

Uap

Turbin G

Gas

Turbin G P1

2 P buang Gas

HRS

G

Siklus Uap FWT 1 2 3 4 5 6 7 SD 8 9 C o 525 C o 5 , 514 SH EVA EKO PRE C o 479 kg kJ h=816,79 /

bar P=1,1143

C

o 5 , 489

Gambar 3.4 Siklus Perencanaan HRSG

Turbin uap yang akan digunakan adalah turbin uap dengan kondensasi, dimana hasil ekspansi turbin uap akan diekspansikan ke kondensor. Besarnya tekanan uap hasil ekspansi masuk kondensor menurut Fritz Dietzel (Turbin,

Pompa dan Kompresor ; hal 75) adalah di bawah tekanan atmosfer, yaitu berkisar

pada (0,04 – 0,1) bar. Dalam hal ini, air pendingin yang akan digunakan adalah air dengan suhu ± 30 oC. Temperatur uap di kondensor direncanakan di atas 40 oC (dari tabel dengan tekanan 10 kPa, Tsat = 45,81 oC). Parameter yang lain yang mengenai turbin uap (P k Nag, hal 47), yaitu derajat kebasahan yang dapat diterima sehubungan dengan terjadinya erosi pada sudu, adalah sekitar 12 %, yang


(58)

artinya kualitas uap masuk kondensor (keluar turbin) sebesar 88 %, dengan mempertimbangkan keamanan sudu turbin pada perencanaan ini kualitas uap masuk kondensor diambil 82 %.

Dalam perencanaan ini, diharapkan tekanan kondensor sekecil mungkin. Sehinga dapat dilihat pada diagram h-s (Mollier Diagram) heat drop yang diperoleh akan semakin besar, sehingga daya yang dibangkitkan HRSG akan semakin besar. Namun, karena suhu air pendingin 30 oC, sedangkan pada tekanan 0,04 bar temperaturnya 28,96 oC, maka dipilih tekanan 0,1 bar dengan suhu 45,81 o

C sebagai tekanan di kondensor.

Dari data diatas, dapat diperoleh : Tmasuk turbin = 479 oC Pmasuk kondensor = 0,1 bar X (kualitas uap) = 82 % ηT = 85 %


(59)

maka dari diagram Mollier didapat Pmax (Tekanan masuk turbin) sebesar 60 bar. Dengan mempertimbangkan adanya penurunan tekanan sepanjang penyaluran uap mulai dari HRSG hingga masuk turbin sebesar 5 %, maka dalam perencanaan ini tekanan HRSG, yaitu :

Puap keluar HRSG = 100 / 95 x 60 bar = 63,16 bar

Sehingga dalam perancangan ini diperoleh :

1. Temperatur gas masuk superheater = 514,5 oC

2. Uap yang dihasilkan HRSG

a. Temperatur = 489,5 oC

b. Tekanan = 63,16 bar

3. Kondisi uap masuk turbin

a. Temperatur = 479 oC

b. Tekanan = 60 bar

4. Kondisi uap hasil ekspansi turbin masuk kondensor

a. Temperatur = 45,81 oC


(60)

C T o

) / (kJ kg s

1 2

3 5

4

6 7

8

bar 60

9 9a 82 , 0

=

x bar

35 , 8

bar 63,16

bar 0,1

Gambar 3.6 Siklus Rankine yang direncanakan

Keadaan titik 1 :

P1 = 0,1 bar h1 = 191,83 kJ/kg v1 = 0,001010 m3/kg T1 = 45,81 oC

Keadaan titik 2 :

Wpompa = v1 (P2 – P1)

= 0,001010 m3/kg . (835 – 10) kPa = 0,833 kJ/kg


(61)

h2 = Wp + h1

= 0,833 kJ/kg + 191,83 kJ/kg = 192,66 kJ/kg

Keadan titik 3 :

P3 = 8,35 bar

h3 = 729,8 kJ/kg v3 = 0,001117 m3/kg

Keadaan titik 4 :

Wp = v3 . (P4 - P3)

= 0,001177 (6316 - 835) kPa = 6,45 kJ/kg

h4 = Wp + h3

= 6,45 kJ/kg + 729,8 kJ/kg = 736,25 kJ/kg

Keadaan titik 5 :

P5 = 63,16 bar

h5 = hf = 1230,30 kJ/kg T5 = 278,88 oC


(62)

Keadaan titik 6 :

P6 = 63,16 bar

h6 = hg = 2780,44 kJ/kg

Keadaan titik 7 :

T7 = 489,5 oC

P7 = 63,16 bar

h7 = 3393 kJ/kg

Keadaan titik 8 :

P8 = 60 bar

T8 = 479 oC

h8 = 3371,9 kJ/kg

Keadaan titik 9 (kondisi ideal) :

P9 = 0,1 bar

hf = 191,83 kJ/kg

hfg = 2392,8 kJ/kg

x = 0,82

Maka : h9 = hf + x . hfg

h9 = [191,83 + (0,82 . 2392,8)] kJ/kg = 2153,926 kJ/kg


(63)

Keadaan titik 9a (kondisi aktual) :

P9 = 0,1 bar dan ηT = 85 %

ηt =

9 8 9 8 h h h h a − − maka :

h9a = h8 - [ηt ( h8 - h9 )]

= 3371,9 kJ/kg - [ 0,85 (3371,9 – 2153,926)] kJ/kg = 2336,62 kJ/kg

Maka aktual kualitas uap

x =

fg f a

h h h9

= 8 , 2392 83 , 191 62 , 2336 −

= 0,8964 = 89,64 %

3.4 Kesetimbangan Energi

Laju aliran massa uap dapat diperoleh dari hukum kesetimbangan kalor, yakni :

Quap = Qgas ( 7 5)

.

h h

mu − = ( )

.

a b

g h h


(64)

EVA

SH

5

6

7

a

b

Gambar 3.7 Diagram analisa kesetimbangan energi

Dimana :

a – b = aliran gas buang 5 – 7 = aliran uap

a – 5 = pinch point antara suhu masuk evaporator dan suhu gas buang b – 7 = pinch point antara suhu masuk superheater dan suhu gas buang

Kondisi titik a (gas buang melewati evaporator) : Ta = T5 + 25 oC

T5 = 278,88 oC


(65)

= 303,88 oC ha = 582,78 kJ/kg

Kondisi titik b (gas buang masuk melewati superheater) : Tb = 514,5 0C

hb = 808,25 kJ/kg

Dimana laju gas       . g

m = 671,43 kg/s

Sehingga dapat di hitung laju aliran massa uap :

5 7 . . ( ) h h h h m

mu g b a

− − =

= 671,43 kg/s .

kg kJ kg kJ / ) 30 , 1230 3393 ( / ) 78 , 582 25 , 808 ( −− = 69,99 kg/s

3.4.1 Superheater

Penyerapan kalor pada superheater dapat diperoleh Quap = .( 7 6)

.

h h

mu

= 69,99 kg/s . ( 3393 – 2780,44) kJ/kg = 42.873,0744 kJ/s = 42.873,0744 kW


(66)

Dengan demikian jumlah kalor yang harus disediakan (Qgas) gas buang adalah sebesar 42.873,0744 kW.

Qgas = .( )

.

o i

g h h

m

42.873,0744 kW = 671,43 kg/s . (808,25 kJ/kg - ho) hout Sp = 744,39 kJ/kg

dari tabel ideal gas (A-17) dapat diperoleh : Tout Sp = 728,86 K = 455,86 oC

Maka temperatur gas buang keluar superheater adalah 455,86 oC dan selanjutnya gas buang akan menuju masuk evaporator.

3.4.2 Evaporator

Penyerapan kalor pada evaporator dapat diperoleh : Quap = .( 6 5)

.

h h

mu

= 69,99 kg/s . (2780,44 - 1230,30) kJ/kg = 108.494,2986 kJ/s = 108.494,2986 kW

Dengan demikian jumlah kalor yang harus disediakan (Qgas) gas buang adalah sebesar 108.494,2986 kW.

Qgas = .( )

.

o i

g h h

m

108.494,2986 kW = 671,43 kg/s . (744,39kJ/kg - ho) hout Eva = 582,80 kJ/kg


(67)

dari tabel ideal gas (A-17) dapat diperoleh : Tout eva = 576,89 K = 303,89 oC

Maka temperatur gas buang keluar evaporator adalah 303,89 oC dan selanjutnya gas buang akan menuju masuk ekonomiser.

3.4.3 Ekonomiser

Penyerapan kalor pada ekonomiser dapat diperoleh : Quap = .( 5 4)

.

h h

mu

= 69,99 kg/s . (1230,30 - 736,25 ) kJ/kg = 34.578,5595 kJ/s = 34.578,5595 kW

Dengan demikian jumlah kalor yang harus disediakan (Qgas) gas buang adalah sebesar 34.578,5595 kW.

Qgas = .( )

.

o i

g h h

m

34.578,5595 kW = 671,43 kg/s . (582,79 kJ/kg - ho) hout eko = 531,29 kJ/kg

dari tabel ideal gas (A-17) dapat diperoleh : Tout eko = 527,40 K = 254,40 oC

Maka temperatur gas buang keluar ekonomiser adalah 254,40 oC dan selanjutnya gas buang akan menuju masuk condensate preheater.


(68)

3.4.4 Condensate Preheater

Air masuk condensate preheater merupakan air kondensat yang dipompakan hingga tekanan 8,35 bar dengan suhu 45,81 oC, dipanaskan hingga keadaan jenuh (feed water tank) dengan suhu 166,4 oC. Maka dapat dihitung penyerapan kalor yang terjadi di condensate preheater :

Quap = .( 3 2)

.

h h

mu

= 69,99 kg/s . (729,8 - 192,66) kJ/kg = 37.594,4286 kJ/s = 37.594,4286 kW

Dengan demikian jumlah kalor yang harus disediakan (Qgas) gas buang adalah sebesar 37.594,4286 kW.

Qgas = .( )

.

o i

g h h

m

37.594,4286 kW = 671,43kg/s . (531,29 kJ/kg – ho) hout cp = 475,3 kJ/kg

dari tabel ideal gas (A-17) dapat diperoleh : Tout cp = 472,69 K = 199,69 oC

Maka temperatur gas buang keluar condensate preheater adalah 199,69 oC dan selanjutnya gas buang akan menuju cerobong (stack).


(69)

3.5 Spesifikasi HRSG yang akan direncanakan

Dari analisa data yang telah dilakukan dan beberapa penentuan yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan dalam rancangan ini maka dapat diperoleh spesifikasi, yaitu :

1. Jenis HRSG yang akan direncanakan adalah HRSG pipa air sirkulasi alami.

2. Sumber panas pada HRSG berasal dari panas gas buang dari satu unit turbin gas.

a. Tempeartur gas masuk superheater = 514,5 oC b. Laju aliran massa gas buang masuk HRSG = 671,43 kg/s

3. Uap yang dihasilkan HRSG :

a) Temperatur = 489,5 oC

b) Tekanan = 63,16 bar

c) Laju aliran massa uap = 69,99 kg/s

4. Temperatur di tiap titik komponen HRSG :

Temperatur gas buang masuk superheater = 514,5 oC

Temperatur gas buang masuk evaporator = 455,86 oC

Temperatur gas buang masuk ekonomiser = 303,89 oC

Temperatur gas buang masuk preheater = 254,40 oC


(70)

3.6 Daya yang dibangkitkan HRSG

Berdasarkan uap yang dihasilkan HRSG, maka daya yang akan dibangkitkan turbin uap tersebut adalah :

PT = ηT . .

u

m . (h8 - h9a)

= 0,85 . 69,99 kg/s (3371,9 - 2336,62) kJ/kg = [0,85 . 69,99 . 1035,28} kJ/s

= 61.590,36 kJ/s = 61.590,36 kW = 61,59 MW


(71)

Keterangan :

SD = steam drum

FWT = feed water tank

PRE = Preheater

EKO = Ekonomiser

EVA = Evaporator

SH = Superheater

P = Pompa


(72)

BAB IV

UKURAN -UKURAN UTAMA

4.1. Perhitungan Parameter Pipa Superheater

Superheater adalah pipa-pipa pemanas yang berfungsi untuk memanaskan uap yang berasal dari drum uap menjadi uap panas lanjut. Superheater ini terletak pada bagian bawah sekali dari susunan komponen alat penukar kalor yang ada pada HRSG ( Heat Recovery Steam Generator ).

Sistem perpindahan panasnya adalah system konveksi berlawanan arah. Dimana uap mengalir dari atas ke bawah sementara gas buang mengalir dari bawah ke atas. Pada system perpindahan panas konveksi berlawanan arah luas perpindahan panas yang dibutuhkan akan lebih kecil bila dibandingkan dengan sistem konveksi satu arah, karena untuk kondisi laju aliran dan temperatur yang sama besarnya harga beda suhu rata-rata logaritma ( LMTD ) pada sistem konveksi arus berlawanan arah adalah lebih besar daripada konveksi searah.

Besarnya luas permukaan perpindahan panas yang dibutuhkan diperoleh dari persamaan berikut :

A =

) (

.

.F LMTD U

Q

……… (J.P. Holman, hal 492 ) Dimana :

A = Luas permukaan perpindahan kalor ( m2 ) Q = Besar perpindahan kalor ( J/s )


(73)

LMTD = Beda suhu rata-rata logaritma ( oC ) F = Faktor koreksi

Besarnya harga LMTD system perpindahan panas pada superheater ini adalah seperti ditunjukkan pada gambar berikut :

6

T

7

T

1

g

T

2

g

T C

T o

x

278,88 oC 489,5oC

514,5 oC

455,86oC

Gambar 4.1. Sket Aliran Uap dan Gas Buang pada Superheater

Dimana sebelumnya telah diperoleh :

T6 = Temperatur uap masuk superheater = 278,88

o C T7 = Temperatur uap keluar superheater = 489,5 oC

Tg1 = Temperatur gas buang masuk superheater = 514,5

o C Tg2 = Temperatur gas buang keluar superheater = 455,86

o C


(74)

LMTD = 1 2 1 2 T T In T T ∆ ∆−∆

……….. (Incropera, hal 510 )

dimana :

Δ T1 = Tg1 – T7

= 514,5 oC - 489,5 oC = 25 oC

Δ T2 = Tg2 - T6

= 455,86 oC - 278,88 oC = 176,98 oC

Maka harga diperoleh LMTD : LMTD =

C C In C C 0 0 0 0 25 98 , 176 25 98 , 176 −

LMTD = 77,65 oC

Besarnya harga koefisien perpindahan perpindahan kalor menyeluruh (U) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

U 1 =     h c A A h1 1

+Ah . RW + 0 0.

1

h

η ……… (Incropera, hal 505 )

dimana :

hi = Koefisien konveksi dalam pipa ( W/m2 oC )

Ac / Ah = Perbandingan luas pipa bagian dalam dengan luas pipa yang menyerap kalor


(75)

ho = Koefisien konveksi gas buang ( W/m2 oC )

ηO = Efektivitas sirip bagian luar.

Pipa superheater dalam hal ini direncanakan menggunakan pipa baja dengan diameter kecil. Diambil ukuran pipa dari ukuran standart pipa untuk baja schedule 40 dengan diameter nominal ( DN ) 1½” ( lampiran ukuran-ukuran pipa )bertujuan agar pembentukan uap dapat berlangsung lebih cepat.

Maka diambil ukuran-ukuran pipa sebagai berikut :

Do : Diameter luar = 1,9 in = 0,048 m Di : Diameter dalam = 1,61 in = 0,0409 m t : Tebal pipa = 0,15 in = 0,0038 m

untuk menentukan banyaknya jumlah pipa yang dibutuhkan sesuai dengan laju aliran uap dan diameter pipa yang direncanakan, maka diambil suatu batasan sebagai berikut :

Panjang pipa aktif yang berhubungan dengan pipa-pipa = 6m (dengan memperhitungkan standart panjang pipa yang ada)

Jarak antara dua buah pipa = 2 . Do = 0,096 m Panjang pipa perbatang = 9 m


(76)

Gambar 4.2 Sketsa Rancangan Pipa-pipa Superheater

Sehingga jumlah pipa-pipa superheater yang dibutuhkan adalah : n =

096 , 0

6 + 1

= 64 batang dalam satu baris

4.1.1 Koefisien Perpindahan panas di Dalam Pipa ( hi )

Koefisien perpindahan panas dalam pipa ( hi ) seharusnya ditentukan pada temperature film. Dalam hal ini dapat juga ditentukan pada kondisi temperatur uap rata-rata superheater ( uT = 384,19 oC ) pada tekanan 63,16 bar. Dari tabel sifat-sifat air pada berbagai tekanan dan temperatur, (www.hrsgdesign.com) diperoleh data-data sebagai berikut :

μ = 2,5 . 10−5kg/m.s k = 0,0606 W/m oC


(77)

Cp = 2,67 kJ/kg.oC

Pr = 1,094 (tabel Specific Heat of Water Substance)

Kecepatan aliran uap pada superheater dihitung sebagai berikut :

Vu =

i u A n v m . . . dimana :

Vu = Kecepatan aliran uap dalam pipa ( m/s )

u m

.

= laju aliran uap = 69,99 kg/s

n = jumlah pipa superheater = 64 batang

v = Volume jenis uap, dihitung atas dasar volume jenis uap rata-rata pada superheater dengan tekanan 63,16 bar. v =

2

7 6 v v +

; dimana : v6 = 0,03084 m3/kg v7 = 0,0527997 m3/kg v =

2 0527997 , 0 03084 , 0 +

= 0,0418 m3/kg

Maka diperoleh harga kecepatan uap sebesar :

Vu = 2

) 0409 , 0 ( 4 / . 64 0418 , 0 . 99 . 69 π

= 34,81 m/s

Diperoleh kecepatan uap dalam pipa sebesar 34,81 m/s masih dalam batas


(78)

( lit. MJ. Djokostyardjo “Pembahasan lebih lanjut tentang ketel uap”, 1990, hal 186 )

Besarnya koefisien pindahan panas dianalisa berdasarkan harga bilangan Reynold, dihitung dari persamaan berikut :

Re =

µ ρ.V .u Di

... (Y. Bayazitoglu, hal 243) Dimana : ρ = Massa jenis uap pada superheater ( kg/ m3)

μ = Viskositas dinamik uap ( kg/m.s ) Di = Diameter dalam ( m )

Maka : Re =

µ ρ.Vu.Di

= 5

10 . 5 , 2 0409 , 0 . 81 , 34 . 11 , 23 −

= 1316095,088

Aliran yang terjadi adalah turbulen, Re > 2300 (JP. Holman 1998, hal 195), maka hi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

hi =

i u D

K N .

... (J.P Holman, hal 260) Bilangan Nussselt dapat dihitung dengan :

Nu = 0,023

4 , 0 8 , 0 . r e P R

= 0,023 . ( 1316095,088 )0,8 . (1,094 )0,4 = 1.873,98


(79)

Dengan :

k = 0,0606 W/m2 oC Di = 0,0409 m Maka :

hi =

0409 , 0

0606 , 0 . 98 , 1873

= 2776,61 W/m2 K

4.1.2. Koefisien Pindahan Panas di Luar Pipa (ho )

Susunan pipa yang dirancang adalah susunan selang-seling. Seperti pada gambar dibawah ini :

Gambar 4.3 Susunan Pipa Selang-Seling Superheater

Dimana :


(80)

SL = Jarak longitudinal ( longitudinal pitch ) ( m ) SD = Jarak diagonal ( m )

A1 = Jarak antara 2 buah pipa secara transversal ( m ) A2 = Jarak antara 2 buah pipa secara diagonal ( m ) Direncanakan ST = SL = 2 . Do = 0,096 m

Dalam perencanaan ini susunan pipa direncanakan selang-seling. Untuk mendapatkan besarnya koefisien konveksi terlebih dahulu ditentukan sifat-sifat gas buang. Sifat-sifat gas buang seharusnya dievaluasi pada temperatur film, dapat juga dievaluasi pada temperatur rata-rata ( pendekatan ) gas buang, yaitu :

g

T =

2 86 , 455 5

,

514 oC+ oC

= 485,18 oC = 758,18 K

Dari tabel sifat-sifat udara diperoleh (www.hrsgdesign.com) : k = 0,05557 W/m.oC

μ = 3,506.10−5kg/m.s

ρ = 0,4655 kg/m3 Cp = 1,088 kJ/kg. oC

Pr = 0,687 (Tabel sifat udara pada tekanan atmosfer)

Maka dapat dihitung kecepatan gas maksimum ( Vg maks ) pada rangkaian pipa, dimana dari gambar dibawah ini, maka kecepatan maksimum dapat terjadi pada A1 dan A2 ( gambar 4.3 )


(81)

Vgmaks =

(

)

g

o T T V D S S .

− …………...………….( Incropera, hal 344 ) Apabila pada A2, maka :

Vgmaks =

(

)

g

o D T V D S S .

2 − ………...……...( Incropera, hal 344 )

Vgmaks terjadi pada A2 apabila : SD < 2 o T D S + SD = 5 , 0 2 2

2 

           + T L S S < 2 o T D S

……….( Incropera, hal 344 )

5 , 0 2 2 2 096 , 0 096 ,

0

            + < 2 048 , 0 096 , 0 −

0,107331262 > 0,024 Maka dapat disimpulkan Vgmaks terjadi pada A1 :

Vgmaks =

(

)

g

o T T V D S S . − dimana :

Vg = Kecepatan gas masuk pada rangkuman pipa diukur pada temperatur gas buang masuk rangkuman pipa

Vg =

L n S m T g g . . . . ρ dimana : g m .


(82)

ρg : Massa jenis gas buang pada T gas buang masuk : 514,5 oC adalah sebesar 0,4481 kg/m3

ST : Jarak dua buah pipa = 0,096 m n : Banyak pipa 1 baris = 64 batang L : panjang pipa 1 batang = 9 m Maka :

Vg =

9 . 64 . 096 , 0 . 4481 , 0

671,43

= 24,87 m/s

Maka, dapat diperoleh Vgmaks Vgmaks =

(

)

.24,87

048 , 0 096 , 0

096 , 0

− = 49,74 m/s

Sehingga Bilangan Reynold maksimum untuk gas buang adalah : Re =

µ ρ.Vgmaks.Dh

Dimana :

Re : Bilangan Reynold

ρ : Massa jenis gas pada suhu rata-rata ( kg/ m3 ) Dh : Diameter hidrolik pipa ( m )


(83)

Dimana :

Dh = 1f . 4 .

h a A A

……….( W.M. Kays, hal 8 )

Dimana :

1f : Jarak dua buah pipa = 0,096 m Aa : Luas penampang aliran ( m2 )

Ah : Luas total permukaan yang menyerap panas (m2 ) Dan :

ho =

h u D

k N .

Dimana :

Nu = Bilangan Nusselt

K = Konduktivitas gas buang ( W/m K )

Pada perancangan pipa-pipa superheater ini, dirancang menggunakan sirip untuk menyediakan luas permukaan pindahan panas yang dibutuhkan, ukuran sirip terlihat pada gambar di bawah ini.


(84)

m

1

δ

i

r

o

r

l

e

r

Gambar 4.4. Penampang Pipa Bersirip

Dimana :

ri : Jari-jari dalam pipa = 0,02 ro : Jari-jari luar pipa = 0,024 1 : Panjang sirip = 0,009 m re : Jari-jari pipa bersirip = 0,03 δ : Tebal sirip = 0,00046 m Nf : Jumlah sirip = 289 sirip/m

Penentuan panjang, tebal dan jumlah sirip diperoleh dari tabel Surface Finned tubes dan berdasarkan penelitan, maka dapat dicari :

Luas permukaan sirip ( Af )

Af =

(

)

e f

o e

N D D

D

. . . 4

2 2 2

    

  

+

π δ


(85)

dimana :

Af : Luas permukaan sirip ( m2 ) De : Diameter sirip = 0,06 m Do : Diameter luar pipa = 0,048 m δ : Tebal sirip = 0,00046 m

Nf :Jumlah sirip dalam panjang pipa

Maka diperoleh luas permukaan sirip sebesar :

Af =

(

)

.0,06.0,00046 .289 4

048 , 0 06 , 0 . .

2 2 2

   

 π − +π

= 0,6131 m2 dalam 1 meter panjang pipa

Luas permukaan primer (Ap ) Ap =

π.Do

(

L−δ.Nf

)

Nt

Dimana : Nt : 1, untuk 1 batang pipa.

(

)

[

.0,0481−0,00046.289

]

.1 = π

P

A

= 0,1307 m2 untuk 1 meter panjang pipa

Luas total permukaan pipa yang menyerap panas untuk 1 meter panjang pipa (Ah ) dan

Ah = Af + Ap

Dimana :

Ah : luas total permukaan pipa yang menyerap panas ( m2 ) Af : Luas permukaan sirip ( m2 )


(86)

Ap : Luas primer (m2 )

Maka luas total permukaan pipa yang menyerap panas diperoleh sebesar : Ah = 0,6131+ 0,1307

= 0,7438 m

Dalam hal ini, luas penampang area ( Aa ) merupakan luas penampang tanda sirip dalam 1 meter dikurangi luas sirip dalam 1 meter.

Aa =

(

STDo

)

L−2

(

1.δ.Nf

)

= ( 0,096 – 0,048 ).1 – 2 ( 0,009.0,00046.289 ) = 0,046 m2

Maka dapat diperoleh harga diameter hidrolik ( Dh ) : Dh = 0,096 . 4 . 

  

 

7438 , 0

046 , 0

= 0,0237 m dalam 1 m panjang pipa Sehingga Bilangan Reynold :

Re = 5

10 . 506 , 3

0237 , 0 . 49,74 . 0,4655

= 15.651,71 2000 < Re < 40.000

Maka rumus mencari bilangan Nusselt pada kondisi aliran susunan pipa selang-seling adalah :

Nu = C1 . Rem . Pr1/3 ………. (Becker, hal 188) Dimana :


(87)

Re = Bilangan Reynold Pr = Bilangan Prandtl

Harga konstanta C1 dan m diperoleh dari tabel korelasi Grimson yang bergantung pada harga SL / Do dan ST / Do dari susunan pipa yang direncanakan.

2 048 , 0 096 , 0 = = o L D S 2 048 , 0 096 , 0 = = o T D S

Dari tabel diperoleh : C1 = 0,535 dan m = 0,556.

maka diperoleh harga bilangan Nusselt :

Nu = 0,535 . (15.651,71)0,556 (0,687)1/3 = 101,43

Maka dapat dicari koefisien pindahan panas diluar pipa ( ho )

ho = Dh k Nu. = 0237 , 0 05557 , 0 . 43 , 101


(88)

4.1.3. Pemilihan Pipa Superheater

Untuk dapat menjamin kekuatan pipa superheater khususnya dalam menahan tekanan yang terjadi didalam pipa, maka kekuatan material pipa yang digunakan ditentukan dengan menggunakan rumus :

S ≥

2 . 2

. P

t D P o

− ... (Vincent, hal 311)

Dimana :

P = Tekanan yang terjadi pada pipa, dalam hal ini sebesar 63,16 bar = 916,1 psia

S = tegangan tarik yang diijinkan ( psia ) S ≥

2 1 , 916 15

, 0 . 2

9 , 1 . 1 , 916

− S ≥ 5343,92 psia

Sehingga dengan tegangan yang diperoleh diatas, dipilih material yang memliki tegangan ijin ( S ) diatas 5343,92 psia dalam suhu maksimum yang terjadi. Dari tabel bahan pipa direncanakan material pipa yang digunakan adalah terbuat dari Seamless Alloy Steel ( SA 135, 5Cr-1/2MO ) dimana pada temperatur 1000oF masih memiliki tegangan ijin sebesar 5600 psia.

Jadi cukup aman untuk digunakan pada superheater dengan suhu maksimum yang terjadi 958,1 oF.


(89)

4.1.4. Efisiensi dan Efektivits Sirip pada Pipa Superheater

Mencari efesiensi sirip dengan menggunakan grafik efisiensi sirip seperti pada gambar berikut,

Gambar 4.5. Grafik Efisiensi Sirip pada pipa superheater

Dari data-data sirip pada perhitungan sebelumnya maka dapat dihitung : LC =

2

δ + l

= 0,009 +

2 00046 , 0

= 0,00923 m r2c = re +

2

δ = 0,03 +

2 00046 , 0


(90)

Ap = LC.δ

= ( 0,00923 . 0,00046 ) m = 0,4245.10−5 m2

o c r r2 = 024 , 0 03023 , 0

= 1,26

Lc3/2 (ho / k.Ap)

2 1

Dimana : k = konduktivitas bahan pipa Diperoleh = 29,42 W/mK

0,009233/2 2 1 5 10 . 4245 , 0 . 42 , 29 181,90     −

Lc3/2 Lc1/2 = 1.07 = 1,1

Dari grafik diperoleh harga efesiensi sirip, ηf = 58 %

Perbandingan luas permukaan sirip dengan luas total permukaan pipa yang menyerap panas dalam 1 meter (Af / Ah )

Af / Ah =

7438 , 0 6131 , 0


(91)

Perbandingan luas bagian dalam pipa dengan luas total permukaan pipa yang menyerap panas dalam 1 meter (Ac / Ah )

7438 , 0

. .D L A

A i

h

c = π

= 7438 , 0 1 . 04 , 0 . π

= 0,1689

Efektivitas sirip :

(

f

)

h f o A A η

η =1− 1−

= 1-0,82 (1 - 0,58) = 0,6556

Tahanan konduksi pada pipa superheater (Ah . Rw )

        = h c i o i w h A A k D D In D R A . 2 . = 0,1689 . 42 , 29 . 2 04 , 0 048 , 0 04 , 0       In


(92)

4.1.5. Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh

Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dihitung dari persamaan berikut, atas dasar bidang luas pipa, yaitu :

o o W h h c i h R A A A h U . 1 . 1 1 η + +     = 83 , 237 . 6556 , 0 1 00073 , 0 1689 , 0 . 61 , 2776 1 1 + + = U = U 1

0,00214 + 0,00073 + 0,006413

Maka : 1 =0,009283

U

U = 107,72 W/m2oC

4.1.6. Luas Bidang Pindahan Panas

Besar luas bidang pindahan panas diperoleh dengan rumus :

) (

.

.F LMTD U

Q

A= ……….. ( J.P. Holman, hal 492 )

dimana : A = Luas permukaan perpindahan kalor ( m2 )

Q = Panas yang diserap superheater, pada perhitungan sebelumnya diperoleh = 42.873.074,4 W


(93)

LMTD = Beda suhu rata-rata logaritma = 77,65 oC F = Faktor koreksi

Nilai faktor koreksi diperoleh dari gambar 4.6 berikut

Gambar 4.6 Grafik faktor koreksi pada pipa superheater

Dimana :

t1 = Tg1 = 514,5 oC t2 = Tg2 = 455,86 oC T1 = T6 = 278,88 oC T2 = T7 = 489,5 oC Maka diperoleh :

25 , 0 5 , 514 88 , 278 5 , 514 86 , 455 1 1 1 2 = − − = − − = t T t t P 36 , 0 5 , 514 86 , 455 5 , 489 88 , 278 1 2 2 1 = − − = − − = t t T T R


(94)

Maka : A

65 , 77 . 89 , 0 . 72 , 107

4 , 42873074 =

A = 5.759,13 m2

Lintasan yang dibutuhkan untuk menyerap panas dengan jumlah 64 batang pipa dalam 1 baris :

1 . .Ah n

A

N =

Dimana :

N = Jumlah lintasan

A = Luas permukaan pindahan panas yang dibutuhkan = 5.759,13 m2 Ah = Luas total permukaan pipa yang menyerap panas = 0,7438 m2 n = Jumlah pipa perbaris = 64 batang / baris

l = Panjang pipa perbatang = 9 m Maka :

9 . 7438 , 0 . 64

5759,13 =

N

= 13,44 lintasan = 14 Lintasan


(95)

4.2 Perhitungan Parameter Pipa Evaporator

Evaporator adalah pipa-pipa pemanas yang berfungsi untuk menguapkan air dari keadaaan cair jenuh menjadi uap jenuh. Air jenuh berasal dari drum dan akibat perbedaan massa jenis yang diakibatkan pemanas terjadi sirkulasi dan uap akan kembali ke drum. Sistem pindahan panas yang terjadi adalah system

konveksi searah., dimana air mengalir dari bawah ke atas demikian juga gas buang. Gas buang yang dimanfaatkan pada komponen ini berasal dari gas buang yang keluar dari superheater.

Distribusi temperatur dan arah aliran fluida dapat dilihat seperti pada gambar 4.7. Besarnya harga LMTD sistem perpindahan panas pada evaporator ini seperti ditunjukkan gambar 4.7. berikut ini.

278,88 oC 278,88 oC

455,86 oC

C T o

x

303,89 oC

2 g

T 3 g

T 6

T

5 T


(96)

Dimana sebelumnya telah diperoleh :

T6 = Temperatur uap keluar evaporator = 278,88 oC T5 = Temperatur uap masuk evaporator = 278,88 oC Tg2 = Temperatur gas buang masuk evaporator = 455,86 oC Tg3 = Temperatur gas buang masuk evaporator = 303,89 oC

Maka diperoleh harga LMTD:

    ∆ ∆ ∆ − ∆ = 1 2 1 2 T T In T T LMTD Dimana :

Δ T2 = Tg2 - T5

= ( 455,86 – 278,88 ) oC = 176,98 oC

Δ T1 = Tg3 - T6

= ( 303,89 – 278,88 ) oC = 25,01 oC

Maka harga diperoleh harga LMTD : LMTD = 01 , 25 98 , 176 01 , 25 98 , 176 In


(97)

Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dihitung dari persamaan berikut atas dasar bidang luas pipa, yaitu :

o o w h

h c i

h R

A A A h

U .

1 .

1 1

η + +

    =

dimana :

hi = Koefisien konveksi dalam pipa ( W/m2oC )

Ac / Ah = Perbandingan luasan pipa bagian dalam dengan luasan pipa yang menyerap kalor

Ah.Rw = Tahanan konduksi pipa evaporator ( m2oC/W ) ho = Koefisien konveksi gas buang ( W/m2oC ) ηo = Efektivitas sirip bagian luar

Pipa evaporator dalam hal ini direncanakan menggunakan pipa baja dengan diameter lebih besar dari pipa superheater. Diambil ukuran pipa dari ukuran standart pipa untuk baja schedule 40 dengan diameter nominal ( DN ) 2” ( lampiran ukuran pipa ).

Maka diambil ukuran –ukuran pipa evaporator sebagai berikut : Di : Diameter dalam = 2,07 in = 0,0526 m Do : Diameter luar = 2,38 in = 0,0605 m t : tebal pipa = 0,15 in = 0,0038 m


(98)

Untuk menentukan banyaknya jumlah pipa yang dibutuhkan sesuai dengan laju aliran uap dan diameter pipa yang direncanakan, maka diambil suatu batasan seperti yang ada pada superheater :

Panjang pipa aktif yang berhubungan dengan pipa-pipa = 6m (dengan memperhitungkan standart panjang pipa yang ada)

Jarak antara dua buah pipa = 2 . Do = 0,121 m Panjang pipa perbatang = 9 m

Jumlah pipa dalam 1 baris direncanakan seperti perancangan pada superheater. Maka sket perancangan pipa superheater dapat dilihat pada gambar 4.8. berikut ini :


(99)

Gambar 4.9. Evaporator dengan drum uap

Sehingga jumlah pipa –pipa evaporator yang dibutuhkan adalah :

n = 1

121 , 0

6 +

= 51 batang pipa dalam 1 baris

4.2.1. Koefisien Perpindahan Panas di Dalam Pipa ( hi )

Koefisien pindahan panas dalam pipa ( hi ) seharusnya ditentukan pada temperature film. Dalam hal ini dapat juga ditentukan pada kondisi temperature uap rata-rata evaporator ( Tu = 278,88 oC ) pada tekanan 63,16 bar. Dari tabel sifat –sifat air pada berbagai tekanan dan temperatur, (www.hrsgdesign.com) diperoleh data-data sebagai berikut :

k = 0,5763 W/mK μ = 9,6 . 10-5 kg/m.s ρ = 1/v = 32,59 kg/m3


(100)

Cp = 5,271 kJ/kg.K

Pr = 0,904 (tabel Specific Heat of Water Substance)

Kecepatan aliran uap pada pipa evaporator dihitung sebagai berikut :

i u u A n V m V . . = Dimana :

Vu = Kecepatan aliran uap dalam pipa ( m/s ) mu = Laju aliran uap = 69,99kg/s

n = Jumlah pipa evaporator = 51 batang

v = Volume jenis uap, dihitung atas dasar volume jenis uap rata-rata pada evaporator dengan tekanan 63,16 bar

v =

2

5 6 v v +

dimana : v6 = 0,03084 m3/kg v5 = 0,00133 m3/kg v =

2 00133 , 0 03084 , 0 +

v = 0,0161 m3/kg

Maka diperoleh harga kecepatan uap sebesar : Vu 2 ) 0,0526 ( 4 / . 51 0161 , 0 . 99 , 69 π =


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)