Riwayat Hidup dan Pembentukan Pemikiran Ali Shariati

Ali Shariati berusia dua puluh tahun dan telah menjadi guru sekolah dasar selama tiga tahun. Shariati telah terlibat dengan aktif dalam politik partai, Shariati telah mendapatkan reputasi sebagai seorang pendukung Mosaddeq, dan sudah terkenal dalam lingkungn Islam modernis dan intelektual karena terjemahannya terhadap surat Kasyf al-Gita dan abu zar. Kontribusinya terhadap surat kabar harian Khorasan telah mengantarkannya menjadi bintang intelektual yang memberikan inspirasi. 8 Artikel- artikelnya juga telah membuat Shariati dilihat sebagai seorang intelektual yang memiliki kritik sosial, seorang teorisi dan ideolog serta soranag penyair yang sentimental dan romantik. Ali Shariati lulus dari institut keguruan pada tahun 1952. Semenjak musim gugur pada tahun yang sama, dia bekerja di Kementerian Pendidikan dan dikirim ke Sekolah Dasar Ketabpur di Ahmadabad. Di Ketabpur, Ali Shariati mengajar semua mata pelajaran kepada semua siswa di tingkat dasar. Sebagai guru kepala di desa ini Shariati mengalami perasaan bosan dalam mengajar bahkan Shariati memfotokopi sebuah puisi yang ditulis oleh Mehdi dengan judul „Ketidak beruntungan menjadi Guru’, alasan puisi ini adalah bahwa even-even yang berputar seperti angin kencang menjadikan nasib saya untuk mengajar anak-anak sekolah dasar dan roda waktu telah memanjarakan saya di pojok ruang kelas. Setelah lulus dari Institut Keguruan, Ali mendapatkan sertifikat untuk mengajar, tetapi bukan diploma sekolah menengah atas. Pada bulan Juni 1954 dia mengambil ujian komprehensif, tertulis dan lisan untuk mendapatkan sertifikat 8 Ibid , h. 105 sekolah menengah atas dalam bidang sastra. Menurut catatan resminya, Shariati berhasil lulus dengan nilai rata-rata 13,39 dari 20. 9 Aktivitas politik Shariati secara efektif dimulai ketika dia menjadi mahasiswa di Institut Keguruan. Berbagai slogan dan janji-janji partai selama gerakan nasionalisasi minyak muncul menjadi mimpi generasi muda yang murni, polos, dan idealis. Dalam aura aktivitas ini generasi muda secara serentak menjadi militan dan terlibat dalam upaya merealisasikan mimpi. Keanggotaan aktif Shariati dalam partai politik dimulai tahun 1950, tetapi dasar-dasar kesadaran sosial politiknya ada dalam Pusat Penyebaran Kebenaran Islam. Shariati berumur tujuh tahun ketika pusat diresmikan. Pada saat dia berumur lima belas tahun, institusi ini telah menjadi institusi religious modernis yang sangat penting. Atmosfer politik yang sangat kuat pelan-pelan menciptakan syarat-syarat dan kondisinya sendiri. Ikatan struktur Pusat 10 dan tujuan pendidikannya yang cair mulai kehilangan daya tarik para aktivis yang berorientasi pada perubahan. Anak- anak muda ini ingin bergabung dengan organisasi politik, di mana mereka bisa memfokuskan energi dan aktivitas mereka dalam tujuan politik yang jelas. Pusat telah memenuhi tugas historisnya sebagai sekolah persiapan dan batu loncatan yang dipakai sebagai jembatan anggota memasuki partai politik yang ada. 11 Segala kecamuk pemikiran yang lalu-lalang mereda seiring terbitnya fajar kepastian dalam diri Shariati. Shariati yakin bahwa Islam merupakan medium 9 Ibid, h. 64. 10 Pusat adalah sebuah organisasi yang dinamakan Pusat Penyebaran Kebenaran Islam Kanun-e Nasyr-e Haqayeq-e Islami, selanjutnya disebut Pusat 11 Ibid , h. 77. epistemologis untuk mencandra kehidupan, baik individual maupun sosial. Gejolak politik di Iran menyeret Shariati ke gelanggang politik. Shariati mendukung gerakan nasionalis Dr. Mosaddeq. Aktivitas politik, mulai dari demonstrasi, rapat umum, dan diskusi partai pun ia jalani. 12 Dalam lingkaran politik Shariati telah mendapatkan reputasi karena keahlianya dalam membuat konsep – konsep ideologis, politik dan filosofis. Meskipun dia dilihat lebih sebagai seorang ideologis di banding seorang militan, dia tidak „kebal’ terhadap spirit aktivisme yang menyebar di Iran. Shariati terlibat dalam aktivitas propaganda bawah tanah dari organisasi politiknya. Dalam gerakannya Ali Shariati menulis slogan pro-Mosaddeq dan anti Shah di dinding- dinding dan menyebarkan selebaran. 13 Keberpihakan Shariati tersebut dilatarbelakangi oleh keterlibatannya dalam Gerakan Sosialis Penyembah Tuhan The Movement of God Worshipping Soacialist. Namun, tahun 1953 gerakan ini berpisah dari partai Iran, dan mendirikan Liga Kemerdekaan rakyat Iran Jam’iyat Azad-I Mardom-I Iran. Shariati tercatat sebagai anggota Liga ini. Pasca kudeta 1953 liga tersebut berganti naama menjadi Partai Rakyat Iran the Iranian People’s Party atau Hezb-e Mardom-e Iran . Tapi, posisi Shariati tak jelas apakah ia menjadi anggota atau tidak. Di tengah kepadatan aktivitas politiknya, Shariati mampu menyelesaikan studi akademisinya dengan meraih diploma di bidang sastra. 12 M. Subhi-Ibrahim, Ali Shariati sang Ideologi Revolusi Islam, Jakarta: Dian Rakyat, 2012, h.17-18. 13 Ali Rahnema, Ali Syari’ati Biografi Politik intelektual Revolusioner, Jakarta: Erlangga, 2000, h. 83. Masa-Masa di Paris Untuk seorang anak muda yang telah menghabiskan waktunya selama dua puluh enam tahun di Provinsi Khorasan, Paris pada 1950an dan tahun 1960 awal merupakan kota yang membuat Shariati terkejut. Ali Shariati bukan merupakan tipikal mahasiswa muda dari negara dunia ketiga yang mencari pendidikan di Barat, dan Paris bukan merupakan kota Eropa yang tipikal di mana seseorang akan dengan mudah „mendapatkan pendidikan’. Ali Shariati bukan murid yang kosong dan siap menerima apa pun yang berbau Barat. Tetapi Ali sadar bahwa semua hal yang berbau Barat belum tentu jelek. Bahkan sebelum tiba di Paris, dia yakin banyak yang bisa dia pelajari dari Barat. 14 Tahun 1955, Shariati secara resmi menjadi mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Mashhad. Cinta Shariati bersemi semasa di Universitas Mashhad. Pertemuanya dengan Pauran-e Shariati Razavi 15 berlanjut ke pelaminan. Kedua insan tersebut menikah pada 15 Juli 1958 di Mashhad. 16 Setelah lulus dari Universitas Mashhad, 1959 ia melanjutkan pendidikan tingginya ke Universitas Sorbone, Shariati pergi ke Paris saat itu istrinya Puran yang sedang hamil 6 bulan. Dan kedatanganya di Paris pada akhir Mei 1959, Ali Shariati langsung datang ke rumah Kazem Rajavi untuk beberapa waktu menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Setelah menemukan tempat tinggal di Rue Gutenberg 15 pada pertengahan Juni dari keluarga tuan Bodin. Shariati yang telah datang pada akhir 14 Ibid, h. 134-135. 15 Pauran- e Syari’ati Razavi adalah teman kuliah Ali Syari’ati ketika menjadi mahasiswa di Universitas Mashad. 16 M. Subhi-Ibrahim, Ali Shariati sang Ideologi Revolusi Islam, h. 18-19 tahun akademik, harus mengatur hidupnya dan menyiapkan kuliahnya di universitas. Pada bulan Juli Shariati masuk ke Alliance Francaise, sekolah bahasa yang paling besar dan terkenal di Paris. Dan pada bulan Agustus Shariati juga masuk ke sekolah bahasa yang disebut Institut Pantheon. 17 Sebagai mahasiswa yang mendapatkan beasisiwa Shariati harus disiplin dan bidang ilmu akademik yang akan diambil harus dipilih berdasarkan nasehat kantor Supervisi Mahasiswa di kedutaan. Dan hal ini disayangkan oleh Shariati karena ia menginginkan Sosiologi bukan meneruskan di bidang sastra. Ia menjalin hubungan secara pribadi dengan para pemikir terkemuka seperti Louis Massignon 18 , Jean Paul Sartre, Che Guivera, dan Giap. Ia juga banyak mengamati gerakan Nasional Anti-Shah di Eropa, yakni Gerakan Pembebasan Iran Liberation Movement of Iran. 19 Saat di Prancis Shariati selalu berhubungan dengan Prof Louis Massignon dan dengan kekagumannya kepada Massignon, Shariati dapat ketenangan jiwa dan spirit kerohanian dengan bentuk tulisan yang ia tulis. 17 Ali Rahnema, Ali Syari’ati Biografi Politik intelektual Revolusioner, Jakarta: Erlangga, 2000, h. 137. 18 Louis Massignon 25 Juli- 31 Oktober 1962 adalah seorang sarjana Katolik Islam dan pelopor Katolik-Muslim saling pengertian. Ia adalah seorang tokoh yang berpengaruh di abad kedua puluh berkaitan dengan Jemaat Katolik hubungan dengan Islam. Dia semakin berfokus pada karya Mahatma Gandhi, yang dianggap sebagai seorang Santo. Dia adalah juga berpengaruh, antara Katolik, Islam diterima sebagai iman Abraham. Sebagian ulama berpendapat bahwa penelitiannya, harga bagi Islam dan Muslim, dan budidaya kunci siswa dalam studi Islam yang sebagian besar mempersiapkan jalan bagi visi positif Islam diartikulasikan dalam Lumen gentium dan aetate Nostra di Konsili Vatikan Kedua. Meskipun seorang Katolik dirinya, ia mencoba untuk memahami Islam dari dalam dan dengan demikian memiliki pengaruh besar pada cara Islam terlihat di Barat; antara lain, ia diaspal jalan untuk keterbukaan yang lebih besar di dalam Gereja Katolik terhadap Islam seperti itu didokumentasikan dalam deklarasi Vatican II pastoral. 19 M.Deden Ridwan, Melawan Hegemoni Barat Ali Syari’ati dalam Sorotan Cendekiawan Indonesia , Jakarta: PT Lentera Basritama, 1999, h. 81. I cannot imagine what my life would have been hùd l not known Massignon, without him, what an impoverished soul, a shrivelled heart, a rnundane mind, and a stupid world view I would have had ... His heart now throbs in my breast. 20 Ali Shariati yang memiliki kepercayaan monoteisme yang kuat mengakui Massignon sebagai seorang pemimpin spritual layaknya sufi. Meskipun Massignon seorang kristiani yang fanatik dan bukan seorang muslim ia begitu menginspirasi Shariati dalam hal ketenangan jiwa. 21 Pada musim panas 1960, setelah satu tahun ada di Paris, Ali Shariati pulang ke Masshad. Dia bahagia melihat saudara-saudara dan teman- teman lamanya, tetapi tujuan utama kepulanganya adalah untuk menjemput Puren istrinya dan juga Ehsan anaknya yang berusia 1 tahun. Dan Shariati memberi perhatian besar pada Ehsan anaknya yang belum pernah ia melihatnya semenjak lahir. Shariati sangat gembira dan kemudian keluarga ini kembali ke Paris. Mereka pindah ke sebuah rumah kecil di rue Daguerre no 14. 22 Selama studinya di Prancis Ali Shariati tidak hanya mendalami ilmu sosiologi, namun Shariati juga melibatkan diri dalam gerakan organisasi yang berorientasi Islam yaitu untuk menentang rezim Shah yang zalim. 23 Sebab kebiasaan itu sudah dilakukan saat masih di Iran. Bahwa keberadaan Ali Shariati 20 Abdollah Vakilly, Ali Shariati and Mystical tradition of Islam, McGill University, 1991, h. 24. 21 Ali Rahnema, Ali Syari’ati Biografi Politik intelektual Revolusioner, Jakarta: Erlangga, 2000, h. 184-185. 22 Ibid , h. 144-145. 23 Ali Syari’ati, Tentang Sosiologi Islam, Yogyakarta: CV Ananda, 1982, h. 6. di Prancis banyak terlibat dan aktif dalam kehidupan dunia politik, dan bersama- sama dengan Mustafa Chamran dan Ebrahim Yazid mendirikan gerakan kebebasan Iran di luar negri. Pada 1962, Shariati terlibat dalam pembentukan Front Nasional kedua. Pada 1964 ketika kembali ke Iran setelah studi nya selesai, Shariati di sambut di Bazargan, perbatasan Iran, Ia langsung dipenjarakan oleh rezim penguasa karena tuduhan bahwa selama di Prancis Shariati terlibat dalam kegiatan politik yang menentang dan membahayakan kedudukan Shah. Setelah enam bulan, Shariati dibebaskan dan mengajar sementara di sekolah lanjutan dan di Akademi Pertanian. Pada tahun 1965 Shariati mengajar di almamaternya, Universitas Masshad. Peluang ini secara intensif diisinya dengan menyebarkan ide-ide baru tentang Islam dan kemasyarakatan untuk kemajuan negeri, masyarakat, dan agama, terutama membina kalangan generasi muda. 24 Hal itu menyebabkan Ali Shariati menjadi sangat popular di kalangan mahasiswa dan berbagai lapisan masyarakat, sehingga rezim yang berkuasa memberhentikannya dari Universitas Mashhad dan dipindahkan ke Taheran 1967. Di Taheran, Shariati mengajar di Institut Houssein-e Ershad. Di sini, Shariati juga mudah dikenal dan disenangi karena kuliah-kuliahnya yang berani dan tajam. Buku-buku Shariati sangat laris di Iran. Melihat kondisi ini, akhirnya Ia dilarang memberikan kuliah, yang ditandai dengan ditutupnya Institut Houssein-e Ershad pada 1973. Dan bahkan untuk kesekian kalinya Shariati dipenjarakan, tetapi dengan berbagai tekanan dari dunia Internasional terhadap 24 Ibid , h. 26-27. penguasa Iran, terutama petisi yang dilakukan oleh para intelektual Paris dan Aljazair, Shariati pun dibebaskan pada 20 Maret 1975, tetapi Ia tetap harus menjalanin tahanan rumah selama 2 tahun. Walau sudah dinyatakan bebas, Shariati masih dibayang-bayang, baik oleh polisi maupun agen rahasia Iran, dalam hal ini terutama oleh Savak sehingga kegiatannya otomatis terhambat dan tidak bebas. 25 Oleh karena tekanan tersebut maka pada Mei 1977 Ali Shariati mengambil keputusan untuk hijrah meninggalkan Iran menuju Inggris. Namun tiga pekan kemudian dikabarkan, tepatnya pada tanggal 19 Juni 1977 Ali Shariati tewas terbuhuh di rumah kerabatnya secara misterius dan dimakamkan di Damaskus, Syria. 26 Ali Shariati wafat dalam usia relatif muda yaitu 44 tahun.

B. Ali Shariati dan Karya- Karyanya

Energi intelektual Shariati sungguh tidak terkira Ia mampu melahirkan pikiran dan dan ide brililan di tengah kepadatan aktifitas politiknya menentang rezim Shah Iran. 27 Yang paling penting dari Shariati adalah karya-karya yang diwariskanya, dalam bentuk rekaman ceramah-ceramah, catatan- catatan kulia, buku-buku serta berbagai artikel-artikel yang telah beberapa kali dicetak ulang atau diperbanyak. Shariati merefleksikan seluruh pemikiranya kedalam kerangka teologis politik, tanpa mengabaikan nilai-nilai yang bersifat sosiologis-kognitif yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Iran pada waktu itu. Teori-teori yang dikembangkan oleh Shariati selalu konsisten. Dan sosiologisnya sangat kuat 25 M.. Dawam Rahardjo, Insan Kamil: Konsepsi Manusia Menurut Islam Jakarta: Temprint. 1985, h. 167. 26 Ali Syari’ati, Awaiting the Religion of Protest, A Glance at Tomorrows History, terjemahan Satrio Psnandito Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993, h. 8-9. 27 M.Subhi-Ibrahim, Ali Shariati sang Ideolog Revolusi Iran, h.20. dan tumbuh dari dialektika pengalaman dan pemikiran terus menerus. Semua tulisan Shariati bersumber dari kejujuran dan keimanan apa yang dipandangnya bias diterima masyarakat banyak, karena menurutnya seorang yang salih tidak akan ditinggalkan oleh zaman dan ditinggalkan sendiri oleh kehidupan. Kehidupan akan menggerakanya dari zaman akan mencatat amal baiknya. Penghinaan takakan mengotori orang yang suci, sekalipun mereka melempari dengan batu atau melepas anjing- anjing untuk mengejarnya. 28 Di samping itu, Shariati skan seluruh karya-karyanya tidak dalam kerangka teoritis an sich, melainkan merupakan sebuah pembenaran paradigm praktis, yaitu berbentuk pengaplikasian secara langsung ide-ide yang diketengahkanya lewat tulisan- tulisanya tersebut. Dan merangkumnya sebagai berikut: Orang yang mengenal Syaria’ti lewat tulisan-tulisanya, niscaya dapat menangkapnya dengan baik bahwa, bukan sekedar tulisan-tulisan dan pemikiran- pemikiran yang konstruktif saja yang membangkitkan pemikiran, tetapi perjalanan hidupnya sendiri terbilang sebagai pedoman bagi orang lainuntuk menark kesimpulan yang benar untuk hakikat ala mini suatu kesimpulan yang lahir dari keimananya yang jernih. 29 Shariati merupakan tipe pemikir yang senantiasa berpegang pada realitas dia mencoba menghindari pemikiran yang abstrak. Dia adalah seorang sosiolog yang berangkat dari realisme, tetapi tidak menyampingkan idealism. Dengan pandangan dan pemikiran Islam nya itu, Shariati berhasil mempelajari fenomena- fenomena masyarakat sendiri, tanpa terjebak kedalam sosiologis positivisme yang beku, dan marxisme yang statis. Dengan melakukan pendekatan metode historis dan relijious mendalam, Shariati telah menambah dimensi- dimensi yang baru 28 Ali Syari’ati, Humanisme: Antara Islam dan Mazhab Barat, h. 27. 29 Ibid , h. 9. pada sosiologis mengenai dimensi status-quo suatu peradaban hirarkis, tingkah laku nilai serta kepercayaan berbagi kelompok religious maupun non – relijious dewasa ini dan begitupun mengenai dimensi reformatifnya, Yakni nilai-nilai yang ideal dari suatu perubahan, dan perkembangan- perkembangan historis yang dihayati oleh umat Islam dan masyarakat Iran pada zamanya. Gaung pemikiran Shariati tidak hanya sebatas ruang dan waktu Iran saja, dan telah menjadi semacam tokoh Islam Internasional, yang gagasan- gagasan dan tulisan- tulisanya telah ditelaah, diperdebatkan, dan diperbandingkan jauh diluar batas terotorial dan geografis negri Iran sendiri. Jhon L. Esposito 30 menyebutnya sebagai personifikasi dari suatu generasi baru kaum intelektual dan aktivis politik yang berorientasi Islam yang hidup hampir di seluruh dunia. Shariati dalam karya –karyanya mentransformasikan tradisi peradaban Barat ke dalam tradisi wacana keilmuan Timur, sehingga terlihat ekselerasi yang mantap antara Barat disatu sisi, dengaan Timur di sisi lain, dan menghilangkan antagonisme peradaban di keduanya. Bagi Shariati, Islam dan Barat tidak harus hidup dalam suatu antagonisme peradaban tanpa adanya kompromistis, hubungan Islam dan Barat harus dibangun dalam kerangka dialektik-historis. Banyak karya-karya Shariati yang mengetengahkan permasalahan- permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam masa itu, dalam hubunganya wacana – wacana yang notabene berasal dari Barat. Seperti al- Ilmu wa al- Madaris al- Jadidah Ilmu Pengetahuan dan isme-isme Modern, al- Insan al- Gharib ‘an 30 Lihat Jhon L Esposito dalam kata pengantar: Ali Syari’ati, Membangun Masa Depan Islam: Pesan Untuk Para Intelektual Muslim , h. 11. Nafsih Manusia yang Tidak Mengenal Diri Sendiri, al-Utsaqqaf wa Mas’uliyyatuh fi al-Mujtama Tanggung Jawab Cendikiawan di Masyarakat dan al- Wujudiyyah wa al Firagh al- Fikr Eksistensialisme dan Kekosongan Pemikiran. Shariati melihat ada semacam perasaan risih yang melanda umat Islam jikalau mereka bersentuhan dengan wacana-wacana yang diketengahkan oleh Barat, tetapi Islam juga telah menganalisa dan membahas permasalahan- permasalahan tersebut. Tetapi karena tidak adanya penguasaan atas ilmu-ilmu tentang kemanusiaan dan kemasyarakatan, maka kesan agama Islam tidak dapat menghadapi tantangan zaman ditempelkan pada Islam itu sendiri. Kesan seperti inilah yang dihilangkan oleh Shariati lewat karya- karyanya. Dr.Amin Rais 31 mengilustrasikan Shariati seorang pemikir yang mampu “menggerakan”. Dan ia merupakan seorang sosok cendekiawan sekaligus ulama yang tidak suka melihat sikap statis dalam agama. Baginya, kalau Islam “mau hidup” harus berbentuk dan bercorak aktivistik. Dan interprestasi- interprestasinya terhadap penggejawantahan nilai-nilai relijiusitas cenderung bertentangan dengan interprestasi- interprestasi kebanyakan ulama yang terkoptasi dalam suatu kekuasaan, atau apa yang diistilahkanya dengan “trinitas pembawa kehancuran: kekuasaan dan agama”. 32 Agama hanya dijadikan alat untuk melegitimasikan status sosial mereka. Sikap seperti inilah yang ditentang oleh agama yang hanif. 31 Amin Rais dalam kata pengantar: Ali Syari’ati, Tugas Cendekiawan Muslim, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1994, h. ix. 32 Ibid. h. 43.