Konsep Revolusi Islam Iran Menurut Imam Khomeini

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

SITI KOMARIAH

NIM : 109045200005

PROGRAM STUDI HUKUM TATANEGARA (SIYASAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

MENURUT IMAM KHOMEINI. Program studi Hukum Tata Negara (Siyasah),

Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 1438 H/2016 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui, menguraikan, menjelaskan, dan menganalisis tentang konsep revolusi Islam Iran menurut Imam Khomeini. Tema revolusi yang terlebih dahulu berkembang dalam dunia pemikiran Barat ternyata telah mempengaruhi pembahasan yang sama dalam pemikiran politik Islam. Revolusi yang merupakan fenomena gerakan sosial modern telah membangkitkan semangat dan pandangan-pandangan Islam terhadapnya pada masa kini. Kondisi sosial umat Islam pasca runtuhnya Dinasti Usmani boleh dikatakan mundur dibandingkan dengan peradaban Islam terdahulu. Imprealisme telah memisahkan wilayah-wilayah Islam yang dahulu bersatu di bawah satu naungan kekuatan politik Dinasti Usmaniyah. Di tengah kemundurannya hadirlah sosok Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh yang oleh banyak kalangan disebut-sebut sebagai pencetus gerakan bangkitnya umat Islam di bawah kekuatan imprealisme. Gerakan yang mereka lakukan oleh banyak kalangan juga disebut sebagai awal revolusi Islam karena gerakan tersebut banyak menginspirasi kalangan intelektual dan ulama untuk merubah kondisi umat Islam dan melepaskannya dari cengkraman imprealisme modern.

Salah satu revolusi Islam yang paling spektakuler adalah revolusi Islam Iran tahun 1979 yang di pimpin oleh seorang ulama Iran yaitu Imam Khomeini. Revolusi ini berhasil menumbangkan Dinasti Pahlevi dan yang bersifat otokrasi dan merubah negara menjadi republik Islam. Revolusi yang bersifat memberbaiki kondisi sosial, politik, dan budaya kearah yang lebih baik ini sejalan dengan semangat Islam.

Skripsi ini ingin menguraikan dan menjelaskan bagaimana pandangan Imam Khomeni tentang revolusi Islam yang dipimpinnya tahun 1979. Revolusi yang bersifat menumbangkan kekuasaan lama dan mendirikan kekuasaan baru juga telah memberikan pertanyaan besar dalam khazanah keilmuan politik Islam tentang hukum menumbangkan kekuasaan terutama dalam literatur Syi’ah yang mana merupakan sekte yang dianut oleh Imam Khomeini dan sebagian besar masyarakat Iran.

Kata Kunci : Revolusi Islam, menumbangkan kekuasaan, kudeta, pemberontakan

Pembimbing : Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Umar Lubis, MA Daftar Pustaka : Tahun 1978 s.d. Tahun 2013


(6)

v

KATA PENGANTAR

Tidak ada kata yang pantas untuk memulai pengantar ini selain puji serta syukur Penulis kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai nikmat dan kekuatan, sehingga Penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Meskipun, banyak kendala-kendala di tengah jalan yang kadang menjadi beban pikiran dan penghambat proses tetapi semua itu Penulis jadikan sebagai pembelajaran dan pengalaman yang sangat berharga. Sholawat dan salam senantiasa dihaturkan kepada Nabi Muhammad Saw beserta seluruh keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami, namun, berkat kerja keras, doa dan kesungguhan hati serta dukungan dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, atas izin Allah SWT Alhamdulillah dapat teratasi.

Skripsi/Tugas akhir ini berjudul : KONSEP REVOLUSI ISLAM IRAN

MENURUT IMAM KHOMEINI ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat

guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah Penulis menyelesaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bimbingan, saran petunjuk, dorongan dan bantuan kepada Penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:


(7)

vi

2. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta periode Tahun 2015 sampai periode tahun 2019.

3. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Umar Lubis, MA selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, petunjuk dan nasehat yang berguna bagi penulis selama proses penulisan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

4. Dra. Hj. Maskufa, M.A, selaku Ketua Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan nasehat yang berguna bagi penulis selama perkuliahan dalam semester 8 ini sehingga penulis dapat menyelesaikan studi strata 1 dengan sebaik-baiknya.

5. Ibu Sri Hidayati, M.Ag, selaku Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) yang telah banyak membantu penulis untuk melengkapi berbagai macam keperluan berkas-berkas persyaratan untuk menggapai studi strata 1 dengan sebaik-baiknya.

6. Nur Habibi, S.H, M.H, selaku dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan banyak bimbingan, petunjuk dan nasehat yang berguna bagi penulis selam perkuliahan sehingga penulis dapat penyelesaikan studi strata 1 dengan sebaik-baiknya.


(8)

vii

7. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum dengan ikhlas menyalurkan ilmu dan pengetahuan dalam kegiatan belajar mengajar yang penulis jalani.

8. Kedua orang tua penulis yang membantu dengan sekuat tenaga dan pengorbanan serta doa yang bergema dalam dzikir dan tahajudnya sehingga penulis dapat penyelesaikan studi strata 1 dengan penuh semangat, ayahanda Saut Baekani dan ibunda Surnasih Saiman serta kakak-kakak dan adik-adik tercinta yang telah banyak memberikan dorongan.

9. Suami tercinta, Dede Abdul Halim yang selalu mendoakan dan mendukung penuh dalam penyelesaian skripsi ini, you are my home and I love you.

10.Teman-teman tulusku, Azizatul Iffah,S.Th.i Yayah Nihayah,S.Hum, Ade Esa,S.Sy, Nashrotul Ummah,S.Hum, Sari Nihayatizzuhriyah,S.Si dan Isna Ulya Azizah,S.Th.i serta temen-temen Darussunah Internasional Institut For Hadist Sciences.

11.Teman-teman Ketatanegaraan Islam (SS) angkatan 2009 dan teman-teman KKN Andalusia.

12.Para pustakawan Islamic Cultural Centre Warung Buncit dan Iranian corner yang telah membantu penulis mencari sumber-sumber skripsi yang berkaitan.

Tiada cita dapat terwujud dengan sendirinya kecuali dengan pertolongan Allah SWT sehingga penulis dapat memberikan kontribusinya dalam ilmu pengetahuan. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan


(9)

viii mendapatkan balasan dari Allah SWT.


(10)

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN………..………...…...……...i

LEMBAR PENGESAHAN………...………..…………ii

LEMBAR PERNYATAAN ………...…..…..iii

ABSTRAK ……….....……….iv

KATA PENGANTAR ………...…..………v

DAFTAR ISI ………..……….xi

BAB I PENDAHULUAN………1

A. Latar Belakang Masalah ………...1

B. Perumusan Masalah ………...………..…...9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….…….……..……..10

D. Tinjauan Pustaka...……….….……….….…... 10

E. Metode Penelitian...……….…..……….…...11 F. Pendekatan Penelitian………..………..……12 G. Teknik Pengumpulan Data...12

H. Teknis Analisis Data...13

I. Sistematika Pembahasan ………..….14 BAB II BIOGRAFI IMAM KHOMEINI……….15 A. Latar Belakang Keluarga dan Sosial Politik ………...…..15 B. Karir dan Aktifitas Politik Imam Khomeini………..…22


(11)

xii

BAB III KONSEP REVOLUSI ISLAM KLASIK DAN MODERN…….36

A. Definisi Revolusi……….……..36

B. Teori Revolusi Islam Klasik dan Modern………..……….40

C. Sejarah Revolusi Islam klasik dan Modern ………..……….47

D. Revolusi Islam abad modern.……….…..50 E. Pandangan revolusi dalam khazanah Syiah………..….53

BAB IV

Konsep Revolusi Islam Menurut Imam Khomeini

…….5

6

A. Revolusi Islam : Ulama sebagai Pemimpin Politik ………..56 B. Revolusi Islam : Revolusi Melawan Kaum Penindas.. ………….62 C.Hukum Penggulingan Kekuasaan menurut Imam

Khomeini……….71

D.Iran Pasca Revolusi………75

BAB IV PENUTUP………..79

A. Kesimpulan………..……..79

B. Saran ……….……….…...81


(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

Revolusi Islam merupakan sebuah usaha untuk membangun sebuah kondisi masyarakat baik dalam konteks sosial ataupun politik yang lebih baik dan ideal yang hal tersebut adalah sejalan dengan ajaran dan misi Islam. Revolusi dalam Islam bermakna juga pembebasan, pembelaan dan pencerahan. Maka dalam perspektif ini visi revolusi adalah sejalan dengan visi Islam dan dengan sendirinya revolusi bukanlah sebuah gerakan yang kontra jihad.1

Tema revolusi Islam dalam pemikiran Islam klasik cukup sulit dilacak, hal ini sangat bisa dipahami apabila kita melihat bahwa salah satu dari sifat revolusi adalah perlawanan terhadap sebuah kemapanan yang dianggap salah, termasuk di dalamnya adalah kemapanan kekuasaan. sebagaimana diketahui bahwa pada masa tersebut Islam sedang ada dalam keadaan berkuasa, bahkan Islam mengalami masa-masa keemasan di beberapa periode seperti pada zaman dinasti Turki Usmani. Dengan demikian maka bisa dikatakan bahwa tema revolusi bukanlah sebuah tema yang relevan untuk dibahas oleh para pemikir Islam pada waktu itu.

Runtuhnya kekhalifahan Turki Usmani yang diakibatkan oleh kolonialisme Barat, telah ,mempengaruhi perkembangan pemikiran keislaman

1


(13)

hingga tampil lebih variatif. kolonialisme telah cukup lama mengendalikan sendi kehidupan di Negara-negara Islam, termasuk denyut kehidupan politik.2

Banyak negara yang penduduknya mayoritas Islam dan di bawah kendali kolonialisme Barat bangkit dalam membangun kembali tatanan masyarakat dan politik mereka dengan tuntunan Islam. Revolusi merupakan jalan yang mereka tempuh untuk membangun Negara Islam yang mereka kehendaki. Ide revolusi Islam yang mereka gencarkan tidak terlepas dari para pemikir Islam modern di wilayahnya.

Salah satu peristiwa revolusi Islam terbesar abad modern adalah revolusi Islam Iran tahun1979. Menurut Riza Sihbudi, revolusi Islam Iran menjadi sangat fenomenal karena melihat dampak pada dimensi internal revolusi tersebut berhasil menjungkir balikkan tatanan social, politik, ekonomi dan budaya modern yang dibangun Dinasti Pahlevi, sedangkan dampak pada dimensi eksternal revolusi tersebut mengakibatkan perubahan cukup drastis pada peta politik di kawasan timur tengah, khususnya kawasan teluk parsi, serta menimbulkan dampak cukup dahsyat terutama dari segi religio-politik di dunia Islam.3

Iran di bawah rezim Syah Mohammad Reza Pahlevi merupakan negara dengan sistem monarki absolut. Sebelumnya, Iran adalah negara dengan sistem Monarki konstitusional dimana kekuasaan eksekutif dijabat oleh seorang perdana menteri. Setelah terjadi percobaan kudeta yang dipimpin oleh Mossadeq4 tahun

2

Sarbini, Islam di Tepian Revolusi, (Jakarta:Pilar Media, 2005), h. 35. 3

Riza Sihbudi, Biografi Poltik Imam Khomeini, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h.16

4


(14)

3

tahun 1953 Syah Mohammad Reza Pahlevi mengganti sistem monarki Iran dan menjadikan perdana menteri tunduk sepenuhnya kepada kekuasaan raja (Syah).5

Menjelang revolusi Iran merupakan negara yang berekonomi kuat, tetapi pada kenyataannya 80% rakyatnya hidup pada tingkat kemiskinan yang menyedihkan. kekayaan negara hanya tertimbun di kalangan orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga raja atau orang-orang yang dapat memanfaatkan pejabat pemerintahan dan istana. Mayoritas rakyat Iran terutama yang tinggal di pedesaan dan kota kecil, hidup dalam keadaan menderita. Hal tersebut ditandai dengan 70% rakyat Iran masih buta aksara dikarenakan pendidikan yang tidak mencukupi, pelayanan kesehatan yang buruk serta meningkatnya jumlah pengangguran.6

Menjelang pecahnya Revolusi Islam di Iran, banyak kalangan masyarakat yang mengkritisi kepemimpinan Syah. Kudeta yang dilakukan Mosaddeq dengan nasionalisasi minyak telah mengakibatkan terjadinya perpecahan antara kelompok nasionalis yang mendukung Mosaddeq, dengan kelompok kerajaan dan militer yang kurang menyetujui nasionalisasi disebabkan adanya tekanan dari pemerintah Inggris dan As.7

Ali Syariati8 yang merupakan seorang tokoh Iran juga menentang rezim Syah. Ali Syariati sangat mendukung kudeta yang dilakukan Mosaddeq dan

5

Riza Sihbudi, Biografi Poltik Imam Khomeini, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h.26

6

Musa Al-Musawi, Tragedi Revolusi Iran, (Jakarta: Percetakan Offset, 2000) h. 15. 7

M. Riza Sihbudi, Dinamika Revolusi Islam Iran, (Jakarta:Pustaka Hidayah:, 1989), h. 21.

8 Ali Syari‟ati

merupakan seorang pemikir sosial terkemuka Iran abad ke-20, (http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/09/08/26/71936-ali-syariati-simbol-kaum-muda-iran-abad-20)


(15)

sangat terpengaruh oleh gerakan Mosaddeq. Antara 1962-1963, waktu Syari‟ati tampaknya sepenuhnya tersita untuk aktivitas politik dan jurnalistiknya menentang rezim Iran. Syariati bahkan menghimbau agar dibentuknya kader khusus untuk menumbangkan rezim Syah melaui perjuangan bersenjata. Tugas meletakkan dasar-dasar revolusioner, dan mempersiapkan sarana intelektual diserahkan kepada kader khusus ini.9

Berdasarkan UUD 1906, kaum agama mempunyai posisi yang menentukan dalam kehidupan politik di Iran. Di mana suatu majelis yang terdiri dari beberapa pemimpin agama mempunyai hak untuk memeriksa dan membatalkan setiap UU yang dihasilkan oleh parlemen bila undang-undang tersebut dinilai bertentangan dengan ajaran agama Islam.10 Tetapi pada kenyataanya terkadang Syah Reza Pahlevi mengabaikan hak pemuka Islam untuk memveto rencana undang-undang yang menyimpang dari Islam.11

Sebelum Syah Reza Pahlevi menjadi raja di Iran pengaruh agama Islam di berbagai bidang sangat kuat. Namun di bawah kekuasaan Syah Reza Pahlevi (1925-1941) pengaruh kebudayaan Barat mulai masuk ke Iran. Pengaruh tersebut bertambah besar ketika Mohammad Reza Pahlevi menggantikan ayahnya (1941-1979). Syah Mohammad Reza Pahlevi selanjutnya disebut Syah berambisi menjadikan Iran sebagai negara industri terkemuka di dunia pada tahun 1990. Usaha Syah didukung penuh oleh AS yang menjadikan semakin banyaknya warga

9Ali Syari‟ati,

Islam Madzhab Pemikiran dan Aksi, Terjemahan Ms. Nasrullah dan Afif Muhammad, Cet. Ke-2,(Bandung, Mizan, 1995), h. 11.

10

Riza Sihbudi, Biografi Poltik Imam Khomeini, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h.26.

11

Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Republik ReolusiIslam, (Jakarta: The Cultural Section of Embassy of The Islamic Republic of Iran, 2009), h. 450


(16)

5

AS yang masuk ke Iran. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab meluasnya pengaruh kebudayaan Barat dalam bentuk seperti pornografi, minuman keras, musik pop, film, dan tempat-tempat hiburan. Para ulama menganggap hal tersebut sebagai sebuah ancaman bagi nilai-nilai Islam di Iran.12

Kedekatan Syah dengan Barat banyak ditentang oleh kalangan ulama. Hal ini dikarenakan beberapa langkah Syah yang beretentangan dengan nilai-nilai Islam. Syah mencoba untuk mengganti budaya Islam yang ada di Iran dengan budaya barat. Salah satu contohnya adalah para ulama sadar sejak zaman Syah Reza Khan telah dilakukan usaha-usaha deislamisasi melalui pembaratan wanita. Di zaman Reza khan para wanita dilarang berkerudung serta menyatakannya sebagai kriminal bahkan polisi menangkap dan merobek-robek kerudung di jalan dan mengganti kopiah dengan topi model Eropa.13 Syah yang ingin bersahabat

akrab dengan dunia barat menjadi “westxocated” atau keracunan paham-paham Barat yang memuja segala sesuatu yang berasal dari Barat.14

Peran ulama di kalangan masyarakat Iran sangat kuat dan rakyat mencintai bahkan lebih bersimpati kepada para ulama mereka. Hal tersebut disebabkan oleh penindasan yang dilakukan rezim Syah. kemurkaan ulama terhadap kebijakan rezim syah yang bertentangan dengan islam serta kemarahan rakyat terhadap rezim yang secara kejam menghukum para ulama yang menghalangi setiap

12

Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h.26.

13

Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Republik ReolusiIslam, (Jakarta: The Cultural Section Of Embassy of The Islamic Republic of Iran, 2009), h. 505.

14

Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Republik Reolusi Islam, (Jakarta: The Cultural Section Of Embassy of The Islamic Republic of Iran, 2009), h. 505.


(17)

jalannya sedikit-demi sedikit telah membangkitkan amarah terhadap rezim15. Salah satu penantang yang paling mengkritik rezim syah adalah Khomeini.

Ayatullah Khomeini tampil sebagai suara anti pemerintah diantara minoritas ulama vokal yang menganggap Islam dan Iran tengah terancam bahaya dan kekuasaan mereka. Program modernisasi Barat yang dijalankan Syah dan ikatan Iran dengan AS dianggap sebagai ancaman bagi Islam, kehidupan Muslim dan kemerdekaan nasional Iran.

Ayatullah Khomeini sangat aktif mengkritik kebijakan rezim Syah sehingga Syah menganggap Khomeini sebagai ancaman bagi kekuasaannya dimana Khomeini mempunyai banyak pendukung dan pendengar di Iran, bahkan Khomeini sering dipenjara dan diasingkan dari Iran. Rakyat Iran yang muak dengan rezim Syah tidak gentar melakukan demonstrasi-demonstrasi sebagai aksi protes. Syah tidak segan-segan menggunakan tentaranya untuk menghalangi para demonstran bahkan melukai dan memejarakan sebagian dari mereka dan para ulama yang menjadi provokator.

Aksi demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan rakyat Iran berlanjut dengan pemogokan di berbagai sektor. Hal ini membuat Syah terjepit dalam mengambil keputusan-keputusan. Di tengah krisis politik yang melanda, Syah lalu meminta kepada Syahbur Bahtiar anggota Front Nasional supaya menyusun kabinet yang

15

Murthada Muthahhari, M. Hasyem (Penerjemah), Gerakan Islam Abad XX, (Jakarta: PT. Beunebi Cipta, 1986), h. 99.


(18)

7

menggantikan kabiner Azhari yang telah mengundurkan diri di bawah tekanan luapan massa.16

Terbunuhnya putra Imam Khomeini yaitu Ayatullah Mustafa Khomeini, di tangan orang-orang Iran dan Irak, fitnahan di surat kabar terhadap Imam Khomeini, pembunuhan murid-murid sekolah agama di Qum, kemudian di Tabris dan kota-kota lain dalam tahun 1978, serta pembantaian 8 september 1979, serta perluasan perjuangannya sehingga pada 11 Februari 1979 dengan korban cedera-cedera 60.000 orang dan mati syahid 100.000 orang. Revolusi besar Islam menghancurkan despot Syah di bawah pimpinan Imam Khomeini.17Revolusi tersebut merubah semua tatanan Iran di bawah Mohammad Reza Pahlevi.

Iran setelah revolusi Islam tahun 1979 berganti dari negara berbentuk monarki menjadi negara republik sesuai dengan UUD Republik Islam Iran Bab 1 pasal 1 yang berbunyi:

Pemerintah Iran adalah Republik Islam, yang telah disepakati oleh rakyat Iran, berdasarkan keyakinannya yang abadi atas pemerintahan Al-Quran yang benar dan adil, menyusul Revolusi Islam yang jaya yang dipimpin oleh Ayatullah al-Uzma Imam Khomeini, yang dikukuhkan oleh Referendum Nasional yang dilakukan pada tanggal 10 dan 11 bulan Farvadin tahun 1356 Hijriyah Syamsiyah (29-30 Maret 1979) bertepatan dengan tanggal 1 dan 2 Jumadil Awal tahun 1399 Hijriyah Kamariah dengan mayoritas 98,2% dari jumlah suara orang-orang yang berhak memilih memberikan suara persetujuannya.18

Pada pasal 12 juga disebutkan bahwa agama negara Iran ialah Islam

madzhab Ja‟fari Dua belas Imam dan pasal tersebut tidak boleh diubah untuk

16

Musa Al-Musawi, Tragedi Revolusi Iran, Terjemahan H.A Syakur Yasin, (Jakarta: Percetakan Offset, 2000) h. 22.

17

Khomeini, Pesan Sang Imam, ( Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), h.272. 18

Humas Kedutaan Besar Republik Islam Iran Jakarta, Undang-undang Dasar Republik Islam Iran, h. 15


(19)

selama-lamanya.19 Iran merupakan negara penganut mayoritas Syiah Dua Belas

Imam atau disebut juga Syi‟ah Itsna ‘Asayariah atau Syi‟ah Dua Belas

(selanjutnya akan disebut Syi‟ah saja). Syi‟ah percaya bahwa kepemimpinan

(Imamah) setelah Nabi Muhammad adalah Ali bin Abi Thalib dan dua belas keturunannya. Imam yang ke dua belas diyakini hilang dan akan datang pada akhir zaman. Kekosongan kepemimpinan tersebut akan diisi oleh tokoh yang dianggap menguasai bidang agama. Ketaatan kepada Imam merupakan hal yang wajib sama dengan ketaatan pada ulama yang menggantikan posisi Imam di masa keghaibannya.20

Revolusi Islam Iran mengacu pada perubahan secara fundamental sistem pemerintahan Iran dan penggulingan kekuasaan dinasti Syah. Hal ini menjadi menarik ketika disandarkan pada beberapa paham dalam khazanah keilmuan Islam tentang hukum penggulingan kekuasaan. Sunni dan Syiah adalah dua contoh golongan dalam Islam yang mempunyai tindakan tersendiri dalam menghadapi penguasa yang zalim atau diktator.

Revolusi Islam mengandung makna dan pengaruh yang bersifat global. Untuk pertama kalinya di era modern tokoh-tokoh agama (ulama) mampu dan berhasil melawan sebuah rezim modern dan mengambil alih kekuasaan Negara21. Imam Khomeini sebagai seseorang dari kalangan ulama yang berhasil melawan

19

Humas Kedutaan Besar Republik Islam Iran Jakarta, Undang-undang Dasar Republik Islam Iran, h. 22.

20

M. Riza Sihbudi, Dinamika Revolusi Islam Iran, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1989), h.43.

21

Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000), h. 62.


(20)

9

sebuah rezim tersebut berhasil menggabungkan berbagai kalangan dalam menggerakkan revolusi Islam di Iran pada tahun 1979.22

Dari sini kemudian penulis berpandangan bahwa revolusi Islam di Iran yang dipimpin oleh Imam Khomeini sangat berdampak besar bagi kehidupan umat islam di Iran baik dari segi politik, sosial, ekonomi dan kehidupan beragama. Revolusi yang identik dengan penggulingan kekuasaan memberikan sebuah pertanyaan besar juga bagaimana para pemikir Islam memandangnya termasuk Imam Khomeini sebagai pelopor. Oleh karena itu, dalam penulisan skripsi ini penulis sengaja mengambil judul : “ Konsep Revolusi Islam Iran menurut Imam

Khomeini”.

B. Perumusan Masalah

Menguraikan tentang pemikiran Imam Khomeini merupakan hal yang sangat luas sekali pembahasannya, karena beliau dengan segala fenomenanya telah banyak sekali kiprah dan sumbangsihnya dalam pembangunan suatu negara. Dengan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka penulis akan membatasi pembahasan pada permasalahan pada kiprah dan biografi Imam Khomeini serta konsep-konsep revolusi Islam dan bagaimana beliau memandang revolusi Islam.

Berdasarkan pembahasan masalah di atas maka penulis merumuskan permasalahan yaitu:

1. Bagaimana konsep Revolusi dalam Islam?

2. Bagaimana konsep revolusi Islam Iran menurut Imam Khomeni?

22

Antony Black, Pemikiran Politik Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, Terjemahan Abdullah Ali dan Mariana Arietyawati, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2009) h. 590.


(21)

3. Apa hukum penggulingan kekuasaan menurut Imam Khomeini?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang paling utama dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui sebenarnya:

1. Memperoleh konsep revolusi dari segi sejarah Islam

2. Mengetahui kerangka berfikir Imam Khomeini dalam memandang revolusi Islam Iran.

Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan umumnya bagi:

1. Pengkaji Politik Islam untuk lebih mengenal fenomena gerakan masyarakat Islam modern.

2. Aktivis dan ormas Islam dalam hal partisipasi politik.

3. Pemerintah dalam membimbing umat agar lebih terarah dalam masalah sosial, budaya dan politik.

D. Tinjauan Pustaka

Kajian tentang pemikiran Imam Khomeini khususnya pemikiran politik banyak diminati oleh banyak kalangan mahasiswa untuk dijadikan objek penelitian salah satunya tentang revolusi. Beberapa peneliti yang menulis tentang pemikiran Imam Khomeini bicara secara konseptual, sejarah maupun empiris dengan pendekatan sosiologis relative banyak. Dalam skripsi ini penulis ingin mengetahui konsep revolusi Islam Iran menurut Imam Khomaeni. Dari hasil pengetahuan penulis ada beberapa tulisan yang terkait diantaranya karya Imam


(22)

11

Khomeini, Pemikiran Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih sebagai Epistomologi Pemerintahan Islam (2010).

Untuk menghindari duplikasi serta untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan penyusunan ini, beberapa tulisan yang terdapat di berbagai media cetak, buku dan lain-lain yang penyusun gunakan sebagai bahan rujukan sehingga dapat membantu dalan penyusunan yang mengkaji hal tersebut di atas ada beberapa tulisan skripsi yang berkaitan dengan pemikiran politik Imam Khomeini. Skripsi yang membahas pemikiran Imam Khomeini di antaranya adalah: Susilawati Munawar, “Konsepsi Ayatullah Khomeini tentang Negara” yang membahas konsep Imam Khomeini tentang Negara23. Skripsi Muhamad Syaugi, “ Ajaran-ajaran Tasawuf Imam Khomeini”, (2007) yang membahas tentang pokok tasawuf menurut Imam Khomeini, kemudian skripsi Al-Mukarramah, “Pemikiran Dakwah Imam Khomeini”, (2008) yang membahas tentang metode-metode dakwah dari Imam Khomeini. Skripsi Alan Pamungkas, Konsep Etika Politik Menurut Imam Khomeini,24. Sedangkan tesis yang membahas pemikiran Imam Khomeini

diantaranya Iiz Izmuddin “Metode Ijtihad Khomeini dan Perubahan Sosial”,

(2005) yang membahas bagaimana ijtihad Imam Khomeini dalam mengambil suatu hukum25. Tesis Andi Eka Putra, “Tasawuf dalam pandangan Imam

Khomeini”, (2005) yang membahas tentang corak tasawuf Imam Khomeini26 .

Tesis Tasliah, “Wilayat al-Faqih dalam Pemikiran Imam Khomeini dan

23

Susilawati Munawwar, Konsep Ayatullah Khomeini tentang Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.

24

Alan Pamungkas, Konsep Etika Politik Menurut Imam Khomeini, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.

25

Iiz Izmuddin, Metode Ijtihad Khomeini dan Perubahan Sosial, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.

26

Andi Eka Putra, Tasawuf dalam Pandangan Imam Khomeini, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.


(23)

kemungkinan penerapannya di Indonesia pada era reformasi”, (2000) yang

membahas tentang konsep eksistensi sebuah negara serta wilayatul faqih menurut Imam Khomeini dan kemungkinan penerapannya di Indonesia27. Sedangkan pada skripsi yang akan saya teliti lebih kepada konsep revolusi Islam di Iran dalam pemikiran Imam Khomeini yang beliau pimpin langsung serta pandangan beliau mengenai status hukum menggulingkan suatu kekuasaan yang sah menurut undang-undang negara.

E. Metode Penelitian

Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, maka penulis akan menjelaskan metode penelitian sebagi berikut:

F. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini secara tipologis, jenis penulisan penelitian ini bersifat kualitatif. Dalam penelitian kualitatif ini, diterapkan metode deskriptif analisis yaitu menggambarkan konsep revolusi Islam Iran menurut Imam Khomeini. Dilihat dari sudut model penelitian politik Islam, penelitian ini merupakan studi politik Islam dengan pendekatan kombinasi yaitu teoritis dan doktriner. Pendekatan teoritis diterapkan karena konsep revolusi Islam merupakan kajian politik Islam (Fiqh Siyasah). Pendekatan doktriner diterapkan karena objek masalah yang terkait langsung, yakni revolusi Islam merupakan salah satu aspek dari keseluruhan doktrin politik Islam.

G. Teknik Pengumpulan Data

Secara kategoris, teknik pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan penelitian pustaka (library research), yaitu dengan memanfaatkan sumber

27

Tasliah, Wilayat al-Faqih dalam Pemikiran Imam Khomeini dan Kemungkinan

Penerapannya di Indonesia Pada Era Reformasi, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2000.


(24)

13

informasi yang terdapat di perpustakaan seperti yang terdapat di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Iranian corner yang terletak di Fakultas Ushuludin, perpustakaan pasca sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Islamic Culture Center serta informasi tersedia, baik yang terdokumentasi dalam bentuk buku, majalah, jurnal, artikel ataupun data-data kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan konsep revolusi Islam menurut Imam Khomeini. Selain itu sumber data dalam teknik penulisan skripsi ini dengan menggunakan sumber primer dan sekunder.

A. Data primer adalah objek kajian utama yang berupa karya asli (yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia) Imam Khomeini seperti Pemikiran Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih sebagai Epistemologi Pemerintahan Islam, Pesan sang Imam, Insan Ilahiyah menjadi manusia sempurna dengan sifat-sifat Ketuhanan: Puncak Penyingkapan Hijab-Hijab Duniawi.

B. Data sekunder merupakan tulisan-tulisan mendukung mengenai pembahasan tentang revolusi Islam dan tulisan yang membahas tokoh Imam Khomeini dan pemikirannya.

H. Teknis Analisis Data

Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan teknik analisis data (deskriptis analisis), yaitu data yang penulis dapatkan tentang konsep revolusi Islam menurut Imam Khomeini akan diuraikan secara umum dengan cara menguraikan sesuai dengan data yang ada di lapangan. Jenis penelitian deskriptif analisis ini dimaksud untuk menggambarkan objek atau fakta sosial yang diamati dengan duduk permasalahan dan permasalahan sosial yang terdapat di dalamnya.


(25)

Teknik penulisan dalam pembuatan skripsi ini mengacu kepada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta.

I. Sistematika Pembahasan

Penulisan skripsi ini akan dibangun secara sistematis, yang terdiri dari lima bab termasuk di dalamnya pendahuluan. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, menjelaskan tentang biografi Imam Khomeini, mengenai pendidikan, latar belakang sosial, dan aktifitas politik

Bab ketiga, membahas tentang devinisi revolusi secara umum, devinisi revolusi Islam, peristiwa kudeta dan demonstrasi di masa sahabat Nabi Muhammad, dan revolusi menurut litelatur Syiah.

Bab keempat, membahas konsep revolusi Islam menurut Imam Khomeini. Bab kelima penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.


(26)

15

BAB II

Biografi Imam Khomeini

Imam Khomeini sebagai tokoh sentral gerakan revolusi Islam Iran tahun 1979 merupakan sosok yang sangat tegas terhadap nilai-nilai Islam. Ketegasan tersebut terbentuk dari latar belakang keluarga, pendidikan dan perjuangan panjang menentang kekuasaan dinasti Qajar dan Pahlevi. Imam Khomeini juga merupakan sosok pemimpin kharismatis yang sangat berpengaruh bahkan setelah dinasti Pahlevi tumbang dan setelah revolusi.

A. Latar Belakang Keluarga dan Sosial Politik di Iran Abad 20

Imam Khomeini lahir dengan nama Ruhullah Musawi Khumaini pada 20 Jumadil Akhir 1320 H atau 24 September 1902 disebuah kota kecil bernama Khumayn, sekitar 160 kilometer barat daya kota Qum.1 Khomeini dipercaya ketururan langsung Rasulullah dari jalur Sayyidah Fatimah al-Zahra dan Imam Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu beliau bergelar Sayyid.2 Tanggal lahir Khomeini bertepatan dengan ulang tahun kelahiran Sayyidah Fatimah al-Zahra.3 Silsilah Imam Khomeini bermuara pada garis keturunan Nabi Muhammad Saw

melalaui jalur Imam Syi‟ah ketujuh, Musa al-Kazim.4

Melihat leluhur Khomeini berasal dari keluarga yang sangat religius terlihat dari ayah-nya, Ayatullah Sayyid Mustafa al-Musavi al-Khomeini,

1

Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.34.

2

Panitia Peringatan Haul Ke 11 Imam Khomeini, Imam Khomeini: Pandangan ,Hidup, dan Perjuangan, (T.tp: T.pn, t.t.), h. 4.

3

Ringkasan Biografi, Pidato-pidato dan Wasiat Imam Khomeini, h.1. 4


(27)

kakeknya, Sayyid Ahmad Hindi, maupun kakek ayahnya, Sayyid Din Ali Syah, dikenal sebagai tokoh-tokoh agama yang disegani pada masanya. Begitu pula kakek dari ibunya (Hajar Agha Khanom), Ayatullah Aqa Mirza Ahmad Khwansari. Sayyid Din Ali Syah adalah seorang cendekiawan muslim (religious scholar) dari Nishapur atau Neyshabur (Iran timur laut) yang bermigrasi ke Kashmir dimana kemudian ia menetap untuk selama-lamanya.

Sayyid Mustafa al-Musavi al-Khomeini adalah seorang tokoh ulama yang sangat berpengaruh sampai ke luar Khomein. Sebagai tradisi keluarganya, ia berusaha sebisa mungkin, seperti ayahnya, melindungi orang-orang tak berdaya dari kezaliman dan tekanan kaum feodal. Pada masa pemerintahan dinasti Qajar, kehormatan dan hak milik rakyat berada di bawah belas kasihan golongan yang berkuasa, Sayyid Mustafa dengan beraninya melawan para khan (penguasa) setempat yang buas dan para penjahat feodal yang memangsa rakyat tak berdaya dan lemah. Tiga tokoh terkemuka diantara para khan lokal, Behram Khan, Ridho

Quli Sulthan dan Ja‟far Quli Khan, menganggap Sayyid Mustafa sebagai

penghalang bagi rencana-rencana mereka.5

Pada 1903 ayah Imam Khomeini meninggal dunia pada usia 42 tahun.6 Sang ayah Sayyid Mustafa terbunuh di tangan Wali kota Khomein ketika memprotes pemerasan dan pajak yang tidak adil, serta praktik-praktik penindasan yang dilakukan oleh aparat Dinasti Qajar di daerahnya itu7. Kabarnya, Sayyid

Mustafa dibunuh oleh dua orang bernama Ja‟far Quli Khan dan Ridha Quli

5

Sekilas Tentang Imam Khomeini, h. 44. 6

Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 39.

7

Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam, (Bandung:Mizan, 2002), h. 110.


(28)

17

Sultan, agen-agen rezim Dinasti Qajar yang berkuasa. Jenazah Sayyid Mustafa segera dibawa ke Najaf. Para ulama di Teheran, Arak, Isfahan, Golpaygan, dan Khumayn, mengadakan upacara untuk mengenang kematian (majlis-e tarhim) Sayyid Mustafa.

Di bawah tekanan rakyat, rezim Syah Muzaffar al-Din (1896-1907) dari dinasti Qajar berjanji untuk menghukum para pembunuh Sayyid Mustafa. Tapi, salah seorang pembunuhnya, Ridha Quli Sultan, tewas sebelum dipenjarakan.

Sedangkan Ja‟far Quli Khan tidak lama berada di penjara, karena pada 1905 ia

dieksekusi atas perintah putra mahkota Muhammad Ali Mirza ketika Syah sedang melewat ke Eropa. Pada umumnya suratkabar-surat kabar itu menuduh bahwa syah sebenarnya berada dibelakang pembunuhan Sayyid Mustafa.8

Ada pendapat yang mengatakan bahwa motif pembunuhan Sayyid Mustafa disamping karena membela para petani miskin, pembunuhan tersebut juga didasari oleh perselisihan memperebutkan hak irigasi, karena disamping menjalani tugas keagamaan, Sayyid Mustafa sendiri juga seorang petani yang lumayan makmur. Perselisihan irigasi tersebut merupakan hal yang kaprah diantara para petani pada waktu itu. Pendapat yang lain mengatakan bahwa kapasitasnya sebagai hakim Syariat di Khumayn, Sayyid Mustafa menjatuhkan hukuman kepada sejumlah orang lantaran melanggar ketentuan publik pada bulan

8

Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 38 .


(29)

suci Ramadhan, kemudian keluarga tersangka melancarkan pembalasan yang mematikan.9

Karena wafatnya sang ayah dalam usia muda, ia dibesarkan dalam asuhan ibu dan bibi nya, Sahiba. Baru limabelas tahun umurnya, ketika sang bibi pun meninggalkannya untuk menghadap Tuhan. Tak lama kemudian, menyusul pula ibunya wafat. Wafatnya orang-orang yang paling disayangi itu dalam usianya yang masih muda, tak urung memukulnya. Menurut riwayat, ia pun besar sebagai anak muda yang serius, banyak merenung, bahkan menyendiri di padang pasir di dekat tempat kediamannya. Dengan demikian, giliran sang kakak, Pasandideh-kelak juga seorang Ayatullah- mengasuhnya, sekaligus menjadi guru pertamanya di bidang ilmu-ilmu keislaman, khususnya di bidang logika dan bahasa Arab.

Setelah kematian bibi dan ibunya, tanggung jawab keluarga jatuh ke tangan abang tertuanya, Sayyid Murtaza (belakangan dikenal dengan Ayatullah Pasandida). Secara materi kakak-beradik ini hidup berkecukupan dengan mengandalkan tanah milik ayah mereka. Namun ketidakamanan dan situasi tak berhukum terus mengganggu kehidupan mereka. Betapa tidak, disamping kekisruhan yang kerapa terjadi antar- tuan tanah, Khumayn juga dikacaukan dengan pemberontakan yang berkali-kali dilancarkan suku Bakhtiari dan Lurr. Begitu kepala suku Bakhtiyari, yakni Rajab Ali, mengumumkan perang, Imam

9

Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.36.


(30)

19

Khomeini yang masih belia harus mengangkat senjata bersama-sama kakaknya, demi mempertahankan rumah keluarga.10

Semasa kecil, Imam Khomeini mulai belajar bahasa Arab, syair Persia, dan kaligrafi di sekolah negeri dan di maktab. Menjelang dewasa, beliau mulai belajar agama dengan lebih serius. Ketika berusia lima belas tahun, Imam Khomeini mulai belajar tata bahasa Arab kepada saudaranya,Murtadha, yang belajar bahasa Arab dan Teologi di Isfahan. Pada usia tujuh belas tahun, Imam Khomeini pergi ke Arak, kota dekat Isfahan, untuk belajar dari Syekh „Abdul

Karim Ha‟eri Yazdi, seorang ulama yanag terkemuka11 .

Setelah runtuhnya imperium Usmaniyah, Syekh Ha‟eri enggan tinggal di kota-kota yang berada dibawah mandat Inggris. Ia kemudian pindah ke Qum.

Lima bulan kemudian Imam Khomeini mengikuti jejak Syekh Ha‟eri pindah ke

Qum. Segera saja, Khomeini tampil sebagai salah seorang murid yang paling menonjol di hauze ‘ilmiye kota itu. Di bawah bimbingan Syekh Ha‟eri Khomeini belajar fikih dan ushul fiqh. Pada saat yang sama, ia juga mempelajari filsafat dan

irfan–yakni Tasawuf- dibawah bimbingan seorang guru yang dipandang ahli di bidang itu, Mirza Muhammad „Ali Syahabadi. Sebelum kelak menjadi mujtahid

(marja’ taqlid), kemasyhuran Khomeini diperoleh dalam kedua bidang ini. ia

bahkan telah menjadi guru filsafat dan „irfan sejak usia 27 tahun12.

10

Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.37.

11

Imam Khomeini, Palestina Tragedi Keterhinaan Kaum Muslim, ( T.tp : Zahra, 2004). h. 1.

12

Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam , (Bandung:Mizan, 2002), h. 111.


(31)

Mirza Muhammad „Ali Syahabadi merupakan guru yang memberikan pengaruh paling besar terhadap perkembangan spiritual Imam Khomeini. Kepadanyalah beliau persembahkan sejumlah karyanya, seperti Syaikhuna dan

‘Arif-I kamil. Dan hubungan belaiu dengan Syahabadi sama seperti seorang murid dengan mursyidnya. Ketika Syahabadi pertama datang ke Qum pada tahun 1928 M, Imam Khomeini yang masih muda mengajukan pertanyaan menyangkut karakter wahyu. Beliau terpesona dengan jawaban yang diberikan dan memohon agar Syahabadi bersedia menjadi guru. Secara sadar atau tidak, Imam Khomeini mewarisi campuran minat terhadap gnostic dan politik, setidaknya sebagian, dari Syahabadi. Syahabadi juga merupakan segelintir ulama pada masa Reza Syah yang memberi khutbah terbuka yang menentang kebobrokan rezim itu.13

Di Qum Khomeini juga belajar retorika syair dan tata bahasa dari gurunya yang bernama Syekh Muhammad Reza Masjed Syahi. Selama belajar di Qum, Khomeini juga menyelesaikan studi fikih dan ushul fikih di bawah bimbingan seorang guru dari Kasyan, yang sebelas tahun lebih tua darinya, yaitu

Ayatullah „Alio Yasrebi.14

Pada usia 27 tahun, selain sudah menjadi guru dalam bidang filsafat dan irfan, Khomeini juga menulis sejumlah buku-buku agama dan sebagian merupakan komentar (syarh) atas karya penulis klasik.

Kepribadian Imam Khomeini menunjukkam minatnya pada bidang irfan.

Muhammad Shadruddin al-Syirazi yang dikenal dengan Mulla Sadra mengatakan dalam dalam karya monumentalnya, al-Hikmah al-Muta’aliyah fi al-Ashfar

13

Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.42.

14

Imam Khomeini, Palestina Tragedi Keterhinaan Kaum Muslim, (Jakarta:Zahra Publishing House,2009), h. 1.


(32)

21

Arba’ah, mendiskripsikan bahwa perjalanan menuju Allah SWT terdiri dalam

empat pos. Dalam kata pengantarnya beliau mengatakan, “ketahuilah,

sesungguhnya para pesuluk dari kalangan ‘urfa dan „Auliya mempunyai empat pos; pertama, perjalanan dari makhluk menuju al-Haq. Kedua, perjalanan dengan al-Haq di dalam al-Haq. Ketiga, kebalikan dari pertama, perjalanan dari al-Haq menuju makhluk dengan al-Haq. keempat; kebalikan dari yang kedua, perjalanan dengan al-Haq di tengah makhluk.”

Menurut Ayatullah Jawadi Amuli, seperti yang dikutip oleh Sayid Kamal Haydari, dalam kuliah filsafat dan kalam-nya di kota Qom tahun 1992, bahwa

dalam perjalanan spiritualnya, Imam Khomeini telah melewati “pos ketiga.”15 Pada usia 30 tahun Khomeini menikah dengan putri seorang agamawan terkemuka dan memiliki dua orang putra dan tiga orang putri. Putranya, Musthafa Khomeini yang merupakan seorang hujjatul Islam terkemuka sekaligus tangan kanan ayahnya wafat secara misterius dan diduga besar SAVAK (agen-agen dinas rahasia Iran pada masa Syah) adalah dalang dibalik pembunuhannya. Putra Imam Khomeini yang kedua adalah Ahmad Khomeini yang juga merupakan seorang hujjatul Islam dan kemudian menjadi tokoh yang berpengaruh di Republik Islam Iran (RII). Sedangkan putri-putrinya, Zahra Musthafawi adalah seorang doctor dan dosen filsafat di salah satu Universitas Iran.16

15

Muhammad Abdul Kadir Alcaff (penerjemah), Kedududkan Wanita dalam Pandangan Imam Khomeini judul asli Makanah al-mar’ah fi Fikr al-Imam al-Khomeini, (Jakarta: PT Lentera Basritama, 2004) h.17.

16

Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam, (Bandung:Mizan, 2002), h. 111.


(33)

Kecaman-kecaman Imam Khomeini terhadap rezim Pahlevi disebabkan kondisi sosial politik Iran yang hanya di dominasi oleh kalangan istana dan kaum borjuis industrialis.

B. Karir dan Aktifitas Politik Imam Khomeini

Sepanjang tahun1930-an, Imam Khomeini tidak terlibat dalam aktivitas politik terbuka. Beliau selalu yakin bahwa kepemimpinan aktivitas politik seharusnya berada di tangan cendekiawan agama yang paling mumpuni. Dan

karena itulah, beliau bertanggun jawab untuk menerima keputusan Ha‟iri untuk

tetap relative pasif terhadap tindakan Reza Syah. Sebagai sosok yang masih yunior dalam institusi keagamaan di Qum, bukanlah posisi beliau untuk memobilisasi opini masyarakat dalam skala nasional. Kendati demikian, beliau menjalin kontak dengan segelintir ulama yang terang-terangan menentang Reza Syah.17

Imam Khomeini memang sangat mendambakan para marja’ taqlid atau pemimpin tertinggi ulama untuk memimpin Iran. Selain wakil sah Imam Mahdi as, para marja’ taqlid adalah orang-orang yang telah mencapai kualitas keilmuan dan ketaqwaan yang sangat tinggi. Karena itu, Imam Khomeini selalu mendorong Ayatullah Burujurdi yang pada masa itu merupakan marja’taqlid utama, agar bersedia mengamban amanah ini.18 Namun karena ada beberapa hal Ayatullah Burujurdi tidak bisa mengembannya.

17

Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.46.

18


(34)

23

Sejak usia muda, Imam Khomeini memiliki keprihatian yang mendalam terhadap kondisi negaranya terutama para penguasa. Ketika umur 39 tahun Imam Khomeini yang pada waktu itu seorang hujjatul Islam, secara terbuka menuding Reza Syah sebagai budak Inggris, zalim, koruptor dan penguasa anti Islam.19Pada tahun 1943 Khomeini menerbitkan bukunya yang berjudul Kasyhf al-Asrar

(Menyingkap Rahasia), di mana ia mengecam pemerintahan Reza Syah, dengan menegaskan bahwa sebuah monarki seharusnya dibatasi oleh aturan-aturan dalam syariat sebagaimana ditafsirkan para mujtahid dan mengisyaratkan keutamaan suatu pemerintahan oleh para mujtahid.20 Buku tersebut tergolong sangat berani pada waktu itu karena merupakan kritikan terang-terangan kepada Syah.

Tudingan Khomeini kepada Reza Syah didasarkan atas fakta bahwa Reza Syah melakukan banyak perubahan di berbagai bidang. Di bidang hukum misalnya mulai diperlakukan sistem hukum ala Prancis, yang tentu saja mendapat tantangan keras dari para ulama Islam. Walaupun sebenarnya Reza Syah bermaksud menjadikan Iran sebagai Negara Republik tetapi ditentang oleh para Ulama yang khawatir terhadap kemungkinan berkembangnya Iran menjadi Negara sekuler seperti Turki.21

Bagi Imam Khomeini, Islam ada di atas segalanya. Sambil mengecam tata tertib yang berlaku menurut Baqir Moin, Imam Khomeini menyanjung kebaikan suatu pemerintahan Islam, tanpa merinci mekanisme untuk mewujudkannya.

19

Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam, (Bandung:Mizan, 2002), h. 112.

20

Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam, h. 111. 21

Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h .7.


(35)

tetapi ia cukup berani untuk mendorong kaum muda untuk “membungkam mereka

yang mengancam para ulama secara terbuka”. Walaupun demikian, pandangan-pandangan Imam Khomeini tidak diikuti oleh semua ulama. Serangan Imam Ayatullah terhadap golongan kanan anti-ulama, terjadi pada waktu ancaman dari golongan kiri belum sepenuhnya dirasakan oleh Imam Khomeini.22

Awal 1960-an, Imam Khomeini melewatkan hidupnya di kota suci Qum. Ia berkomitmen bahwa Islam memiliki komitmen terhadap kehidupan sosial dan politik. Iran, katanya, harus merdeka baik dari kolonialisme Barat Maupu Timur. Selama periode kepemimpinan Ayatullah Husain Burujirdi, imam Khomeini secara langsung tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik, tetapi tahun-tahun ini khususnya pada tahun 1962-sejak meninggalnya Ayatullah Husain Burujirdi- melalui ceramah-ceramah yang diberikannya, Imam Khomeini secara terbuka mengkritik pemerintah. Pada 1961 PM Ali Amini mengumumkan program land reform-nya dan juga mengajukan sebuah RUU tentang pemilihan dewan lokal pada November 1962 disamping juga terdapat isu Referendum nasinional (1963). Pada masa inilah untuk pertama kali Imam Khomeini tampil sebagai tokoh politik nasional terdepan yang menentang Syah. Slogan land reform di Iran adalah suatu penyamaran untuk penghancuran ekonomi agraris dalam satu cara yang direncanakan untuk menjamin keuntungan maksimum bagi keluarga raja dan memberikan keuntungan-keuntungan bagi perusahaan-perusahaan yang berpusat di Amerika Serikat, Eropa dan Israel.23

22

Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 46.

23


(36)

25

Kecamannya terhadap Syah serta pemboikotan terhadap referendum nasinoal tersebut membuat Imam Khomeini-untuk pertama- kalinya ditahan tepatnya pada tanggal 25 Januari 1963. Ia memberikan kecamannya yang berbentuk khutbah di madrasah Faiziyeh (Qum) dan menganjurkan para ulama melakukan pemogokan dengan tidak pergi ke mesjid-mesjid. Madrasah Faiziyeh diserang oleh pasukan terjun tentara SAVAK, sejumlah tollab (santri/siswa teologi) banyak yang gugur. Ini semua merupakan tindakan keras yang dilakukan Syah kepada pihak yang menentang referendum.

Tidak lama setelah di jebloskan ke penjara, Imam Khomeini kembali melancarkan kritikan tajam terhadap rezim dan kebijakan Syah. Imam Khomeini

mengecam dominasi AS di Iran dan mengangap AS sebagai “musuh Islam”

karena mendukung Israel. 24

Pada 3 Juni 1963 dalam sebuah khutbah yang bersejarah di Qom, Imam Khomeini mendeklarasikan perang terhadap Syah. Keesokan harinya, 4 Juni 1963, sewaktu berlangsung peringatan berlangsung peringatan ulang tahun syahidnya Imam Husain, rezim Syah menangkap Imam Khomeini untuk yang kedua kalinya. Syah juga menangkap sejumlah ulama, diantaranya Ayatullah Fazlullah Mahallati di Shiraz, Ayatullah Hasan Tabataba‟I Qommi di Mashad, dan Muhammad Taqi Falsafi di Teheran. Ketika berita ditangkapnya Imam Khomeini samapai ke Teheran prosesi ulang tahun peringatan syahidnya Imam Husain berubah menjadi suatu demonstrasi besar-besaran. Besoknya, demonstrasi meluas ke kota-kota Shiraz, Khasan, dan Mashad. Kendaki di bawah tekanan pihak militer,

24

Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 46.


(37)

demonstrasi terus berlanjut hingga jumat, 7 Juni 1963 dimana ditemukan sebuah pamflet yang menyerukan perang jihad terhadap rezim Syah. Beberapa hari kemudian demonstrasi baru berhasil dipadamkan dengan jatuhnya ratusan korban jiwa.25

Imam khomaeni baru di bebaskan pada Agustus 1963. Oktober 19963 Iran mengadakan pemilu anggota parlemen. Karena menyeru kepada para pengikutnya untuk memboikot parlemen tersebut, Imam Khomeini untuk yang ketiga kalinya ditahan pada 5 November 1963. Sejumlah tokoh ulama seperti: Syariatmadari,

Najafi Mar‟ashi, dan Montazeri secara bersamaan melancarkan kampanye yang

efektif bagi pemebebasaan Imam Khomeini. Enam minggu setelah dipenjara akhirnya Imam Khomeini dibebaskan, tapi tidak diperbolehkan kembali ke Qom, dan berada dalam status tahanan rumah di Teheran sampai bulan Mei 1964. Setelah Imam Khomeini dibebaskan dari penjara, kaum ulama yang melancarkan protes kembali ke Qum.

Pemilu anggota parlemen tersebut tetap berjalan dan dimenangkan oleh

kelompok “progresif tengah” yang dipimpin Hasan Ali Mansur. Mansur yang kemudian diangkat sebagai PM tidak mau meneruskan kebijakan pendahulunya (PM Alam) yang berkonfrontasi dengan kaum ulama. Guna memperbaiki hubungannya dengan kaum ulama, Mansur mengizinkan Imam Khomeini untuk kembali ke Qum.

Pada bulan Januari 1964, Imam Khomeini kembali ke Qum dan muncul sebagai pemimpim agama yang paling popular di Iran serta disambut bak

25

Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 47.


(38)

27

pahlawan oleh para muridnya. Tidak lama kemudian murid-muridnya mengajukan rencana 10 pasal kepada pemerintah, yang merupakan refleksi akurat dari aspirasi dan persuasi ideology pereka. Di antara rencana 10 pasal itu, terdapat tuntutan bagi diberlakukannya Konstitusi 1906, khususnya pasal 2 yang memberikan hak veto pada kaum ulama terhadap legislasi majlis.

Seperti telah disinggung bahwasanya Imam Khomeini merupakan sosok yang sangat keras dan paling terus terang menentang rezim Syah. Betapa bagaimanapun Syah telah berulangkali menahannya. Pada November 1964 untuk yang keempat dan terakhir kalinya, Imam Khomeini ditahan dan kemudian diasungkan ke Bursah, sebuah kota kecil di Turki. Ia diusir dengan paksa dari negaranya setelah dengan keras menentang rancangan undang-undang yang akan memberikan hak-hak istimewa bagi warga Amerika di Iran. Menurut Imam Khomeini rezim Syah telah menempatkan bangsa Iran lebih rendah dari anjing Amerika. Apabila ada seseorang memukul anjing Amerika, ia akan diusut, tetapi bila seorang koki Amerika memukul Syah Iran atau tokoh yang sangat penting disini, maka tidak ada orang yang berhak memprotes.26

Pada awalnya Imam Khomeini akan diungsikan ke Pakistan dan India, tapi kedua Negara ini menolak. Sesampainya di Bursah, Turki, Imam Khomeini merasa terisolir total. Sekularisme Turki dan kenyataan bahwa kaum Syiah

merupakan minoritas disana membuatnya merasa bagaikan “ikan di luar air”

(ungkapan ini berasal dari Ahmad Khomeini). Di samping itu, hukum di Turki melarang dikenakannya pakaian keagamaan (seperti jubah atau sarung). Baik Imam Khomeini maupun Mustafa Khomeini (putra sulung Imam Khomeini)

26


(39)

dianjurkan mengenakan pakaian Eropa atau tetap tinggal di rumah. Keadaan seperti itu membuat Imam Khomeini tidak betah tinggal di Turki.

Akhirnya pada Oktober 1965 dengan bantuan izin dari duta besar Irak di Teheran Imam Khomeini pindah ke Najaf (Irak). Beliau menetap disana selama 13 tahun.27 Ketika sampai di Najaf rezim Baghdad berusaha membatasi aktivitas politik Imam Khomeini, tokoh ulama Syiah Irak Ayatullah Muhsin al-Hakim pun pada mulanya kurang menyukai aktivitas politik Imam Khomeini namun pada akhirnya al-Hakim mendukung sikap Imam Khomeini. Selama berada di Najaf, Imam Khomeini selalu mengikuti laporan atau berita internasional dari radio Baghdad dan BBC siaran bahasa Parsi, Imam Khomeini juga mempertahankan hubungan dengan negaranya dalam bentuk korespondensi secara regular dengan sejumlah mullah di dalam negeri Iran. Imam Khomeini juga tidak pernah berhenti melacarkan kritikan tajamnya terhadap gaya pemerintahan rezim Syah. Pada 1970, dalam kuliah-kuliahnya yang diberikan di Najaf, Imam Khomeini mengembangkan gagasannya tentang konsep wilayatul faqih.28

Awal tahun1970, ketika Saddam Hussein mengambil alih kekuasaan, hubungan Imam Khomeini dengan Baghdad sempat membaik. Rezim Irak memanfaatkan keberadaan Imam Khomeini untuk menekan Syah ketika hubungan Baghdad-Teheran dalam suasana konflik. Namun hubungan tersebut membaik pada tahun 1975, dan sejak itu aktivitas politik Imam Khomeini dibatasi. Di sisi

27

Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.58.

28

Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.60.


(40)

29

lain, dibukanya kembali perbatasan Iran-Irak justru menguntungkan perjuangan Imam Khomeini, karena pesan-pesan Imam baik dalam bentuk brosur maupun kaset rekaman lebih mudah sampai ke Iran.

Pada Juni 1970, sesudah wafatnya al-Hakim, di Qum terjadi demonstrasi besar-besaran yang menentang Syariatmadari, karena ia dituduh “terlalu

emosional loyalistik” dan “menanggalkan permusuhan yang telah ditunjukannya kepda rezim Syahpada Juni 1963”. Di lain pihak para demonstran yang

berkerumun di depan kediaman Syariatmadari itu menegaskan kembali kesetiannya pada Imam Khomeini sebagai marja’. Pada saat bersamaan, 45 ulama mengirimkan surat kepada Imam Khomeini yang menyatakan turut berduka cita atas meninggalnya al-Hakim dan menjanjikan kesetiaan mereka yang abadi. Rezim Syah menangkap sejumlah penandatangan surat tersebut dan beberapa dari mereka yang ikut berdemonstrasi melawan Syariatmadari.

Setelah peristiwa Juni 1970, timbul ketidak puasan dan perlawanan lain terhadap rezim Syah yang melengkapi bukti pengaruh Imam Khomeini yang lebih besar di Iran. Di Universitas Teheran muncul slogan-slogan yang menegaskan dukungan rakyat terhadap Imam Khomeini. 29

Syah memutuskan untuk mendeportasi Imam Khomeini dari Irak. Tentu saja dengan asumsi bahwa begitu dienyahkan dari lokasi bergengsi di Najaf dan kedekatannya dengan Iran, suara beliau pun tak akan didengar lagi. Kesepakatan pemerintah Irak tercapai pada sebuah pertemuan antara menteri luar negeri Irak dan Iran yang berlangsung di New York. Dan pada 24 September 1978, rumah

29

Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 58.


(41)

Imam Khomeini di Najaf dikepung pasukan. Dikabarkan bahwa beliau boleh menempati rumah tersebut dengan syarat beliau menghentikan aktivitas politiknya. Setelah terusir dari Najaf, Imam Khomeini pergi ke Kuwait tetapi kedatangannya ditolak. Akhirnya, atas saran dari putra keduanya yaitu Haji Sayyid Ahmad Khomeini, yang telah bergabung dengan beliau, Imam Khomeini berangkat ke Paris dan bermukim di Neauphle-le-Chateau.30 Radio-radio internasional dan Koran-koran besar memuat apa yang dikatakan Imam Khomeini berkaitan dengan sikapnya yang menentang Syah. Siaran BBC London berbahasa Persia menyiarkan apa saja yang dikatakan Khomeini dan tuntutannya kepada Syah.31

Pada 4 September 1978, 200 ribu sampai 500 ribu demonstran menuntut kembalinya Imam Khomeini ke Iran. Pemerintah melarang rapat-rapat umum yang diadakan pihak oposisi, namun pemogokan tetap berlanjut. Dan pada 7 September 1978, lebih dari 100 ribu demonstran berbaris sepanjang ibukota Teheran. Besoknya, keadaan darurat perang diberlakukan selama 6 bulan di Teheran dan 11 kota lainnya. Demosntrasi besar meletus, setelah terjadi insiden terburuk di Jaleh(timur Teheran) dimana tentara mengepung 5000 pemuda yang mengakibatkan tewasnya sedikitnya 97 orang , yang kemudian dikenal sebagai

30

Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.69.

31

Musa Al-Musawi, Tragedi Revolusi Iran, penerjemah : H. A. Syakur Yasin, (Bandung: Al-Ma‟arif, 1988), h. 36.


(42)

31

“jumat hitam”. Peristiwa ini menjadi salah satu pemicu berkobarnya revolusi

Islam 1979.32

Pada 1 februari 1979, Imam Khomeini kembali ke negaranya setelah sekitar 14 tahun (sejak November 1964) berada di pengasingan- untuk memimpin langsung jalannya revolusi Islam. Sekembalinya dari pengasingan, ia sempat tinggal sebentar di Qu m, dan kemudian pindah ke Jamaran Teheran hingga saat wafatnya pada 3 Juni 1989.33

C. Posisi Agama dalam Negara

Ketika membicarakan Iran maka tidak terlepas dari sekte Syiah. Keterkaitan tersebut berdasarkan daftar panjang dinasti-dinasti yang pernah berjaya di Iran dan mempunyai hubungan naik turun dengan para mullah di zamannya. Sementar itu, di kalangan komunitas Syiah hampir tidak dikenal istilah pemisahan agama dan politik. Setiap bentuk ritual keagamaan selalu

dikaitkan dengan “ritual politik”.

Para sejarawan umumnya sepakat bahwa yang pertama kali menjadikan Syiah Imamiyah sebagai agama resmi adalah Syah Ismail dari dinasti Safawi. Imperium Safawi bermula sebagai sebuah Negara missioner, yang dibentuk untuk melawan kekuatan Sunni Ustmani di barat dan Uzbek di timur. Syah Ismail (1487-1524) raja pada dinasti Safawi mengeluarkan dekrit revolusioner agar semua umat Islam menerima satu sekte Islam yang hingga kini diingat terutama

32

Muhammad Hasyim Asssagaf, Lintasan Sejarah Iran Dari Dinasti Achaemenia Ke Republik Revolusi Islam, (Jakarta: The Cultural Section of Embassy of The Islamic Republik of Iran, 2009), h. 561.

33

Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 60.


(43)

karena kepasifan politiknya di bawah ancaman kekuatan. Dia “menegaskan kesamaan antara iman kepada agama yang benar dan loyalitas kepada negara”.

Syiah Kedua Belas dipaksakan sebagai agama resmi yang harus diakui oleh seluruh rakyat.

Ideology awal kerajaan Safawi memadukan ide tasawuf, Syiah, dan patrimonial. Syah adalah guru spiritual yang sempurna (mursyid-i kamil), yang memiliki kharisma (barakat), dan mendapatkan wewenang Tuhan. Para penganut Syiah pada waktu itu percaya bahwa Syah adalah wakil Imam Kedua Belas yang akan datang dan guru tarekat sufi Safawi memberinya otoritas mutlak dalam urusan spiritual dan duniawi. 34

Bagaimanapun suatu dinasti yang berkuasa selalu menghadapi kesulitan. Dinasti semacam Safawi, terlalu banyak tergantung pada kualitas individu sang pemimpin. Abbas I yang merupakan salah satu Syah Safawi sedemikian takut akan pemberontakan, sehingga ia membunuh salah seorang putranya dan membutakan dua lainnya; karenanya, dinasti ini tidak memiliki pewaris yang cakap. Para Syah Safawi yang terakhir membolehkan pemusatan kekuasaan oleh kalangan agamawan, mungkin karena kesalehan mereka dan karena percaya bahwa dengan mendapatkan dukungan aktif dari fukaha, ia bisa mendapatkan kembali dukungan rakyat sehingga otoritas dinasti akan terangkat. 35

Kekuasaan oleh kalangan agamawan tersebut meningkat seiring dengan pejalanan waktu. Peningkatan tersebut tidak mampu menyelematkan Dinasti

34

Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,(Jakarta:PT Serambi Ilmu Semest,2006),h.404.

35


(44)

33

Safawi, bahkan sebaliknya, mempercepat kematiannya. Perilaku serta tindakan mungkar dan amoral yang dipraktekan oleh keluarga istana mempercepat runtuhnya otoritas dan efektivitas politik dinasti itu dan (pada gilirannya) Negara.36 Namun, pada pertengahan pertama abad ke-18, di bawah kekuasaan orang-orang sunni Afgan (1722-1730) yang menyerbu Isfahan-ibukota Persia sejak 1597-dan kemudian Nader Syah, menurut Esposito, posisi madzhab Syiah

sempat “diturunkan” ke peringkat kelima di bawah empat madzhab Sunni (kendati

sinyalemen Esposito ini juga dipertanyakan oleh sebagian warga Iran sendiri). Banyak orang Syiah yang disiksa, dan sejumlah ulama mereka melarikan diri ke Najaf, Karbala, dan tempat-tempat suci lainnya di Irak. 37

Peranan dan posisi kaum ulama Syiah menguat kembali pada masa dinasti Qajar. Mereka memainkan peranan politik yang lebih kritis terhadap Negara. Pada dinasti Qajar ulama merupakan satu-satunya oposisi yang efektif para pemimpin dinasti Qajar. Mereka merupakan satu-satunya kelompok yang dapat bertindak sebagai kendali atas pemerintah, dan yang dapat mengajukan kritik secara terbuka kepada Syah dan para penasehatnya tentang dampak negatif dari beberapa

kebijaksanaan mereka. Mereka mendorong “aksi komunal melalui mobilisasi massa”. Hal pertama yang mereka lakukan adalah menuntut pembubaran kaum sufi, kaum Baha‟i dan kalangan non muslim pada umumnya. Ini mengindikasikan

36

Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,(Jakarta:PT Serambi Ilmu Semest,2006),,h.431.

37

Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, , (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996),h.30.


(45)

pandangan mereka tentang Negara Syiah-Iran; mereka sama sekali tidak

mempunyai “konsepsi tentang masyarakat sekuler”. 38

Kaum Mullah atau kaum ulama Syiah memiliki sumber-sumber ekonomi, prestise sosial, status keagamaan dan kesinambungan, serta perspektif ideology yang berdaya guna. Mereka mengelola sebagian besar sekolah dan rumah sakit. Mereka memusatkan persosalan, menengahi perselisihan, termasuk sebagiannya antara pemrintah dan rakyat; mereka adalah para pembela kepentingan Negara dan masyarakat, pejuang bagi orang-orang yang merasa didzalimi oleh para

pejabat Negara. Seperti di kebanyakan rezim Islam, “pelaksanaan keadilan dipilah

antara pengadilan syariat, yang dijalankan oleh ulama, dan pengadilan hukum adat

yang dipimpin oleh Syah serta para pejabatnya”.39

Sesudah Perang Dunia I, kaum ulama Syiah terus memainkan peranan penting dalam politik, disamping meningkatnya peranan kaum politisi nasionalis. Pada masa dinasti Pahlevi(1925-1979), misalnya, kaum ulama sangat berperan dalam mempertahankan identitas nasional dan reformasi politik, seperti yang terlihat dalam pemberontakan Juni (1963) dan pergolakan panjang akhir 1970-an yang berujung pada keberhasilan revolusi Islam 1979. Setelah revolusi Islam tahun 1979, Iran yang pada awalnya berbentuk monarki konstitusional berubah menjadi Republik Islam secara resmi berdasarkan persetujuan mayoritas (98,2%) rakyat Iran melalui referendum yang diadakan pada 1 April 1979, sedangkan Undang-undang DasarRepublik Islam Iran disetujui mayorita (99,5%) rakyat Iran

38

Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,(Jakarta:PT Serambi Ilmu Semest,2006)h.517.

39


(46)

35

melalui referendum yang diadakan pada 3 Desember 197940. Hal ini, sekali lagi, membuktikan bahwa Islam (Syiah) memainkan peranan penting dalam pembentukan dan pengembangan nasionalisme Iran.41

Dari uraian diatas diketahui bahwa pengaruh Islam pada diri Imam Khomeini didapatkan dari sejarah panjang leluhurnya yang memang merupakan para ulama berpengaruh di masanya. Sejarah ulama Syi‟ah di Iran mempunyai pengaruh kuat di masyarakat sehingga banyak mempengaruhi kebijakan-kebikan penguasa mulai dari dinasti Safawi, Qajar hingga tumbangnya dinasti Pahlevi. Setelah mengetahui sepak terjang Imam Khomeini di kancah politik Iran sebelum revolusi Islam Iran, selanjutnya di bab tiga akan memaparkan revolusi sebagai sebuah fenomena gerakan social modern dan revolusi dalam sejarah hingga teori dalam Islam.

40

Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, , (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996),h.80.

41


(47)

36

Konsep Revolusi Islam klasik dan modern

A. Definisi Revolusi

Piotr Sztompka mengatakan dalam bukunya yang berjudul “Sosiologi

Perubahan Sosial” bahwasanya revolusi merupakan wujud perubahan sosial paling spektakuler sebagai tanda perpecahan mendasar dalam proses historis; pembentukan ulang masyarakat dari dalam dan pembentukan ulang manusia. Revolusi tak menyisakan apapun seperti keadaannya sebelumnya. Revolusi menutup etos lama dan membuka etos baru.1 Setelah mengemukakan pendapatnya tentang konsep revolusi modern yang berasal dari dua tradisi intelektual yaitu filsafat sejarah dan sosiologi serta mengemukakan berbagai definisi revolusi dari berbagai pakar, Piotr meringkas komponen utama revolusi yaitu:

1. Revolusi mengacu pada perubahan fundamental, menyeluruh dan multidimensional, menyentuh inti tatanan sosial.

2. Revolusi melibatkan massa rakyat yang besar jumlahnya yang dimobilisasi dan bertindak dalam satu gerakan revolusioner. 3. Kebanyakan pakar yakin bahwa revolusi memerlukan

keterlibatan kekerasan dan penggunaan kekerasan.2

Musa Asy‟ari memberikan definisi revolusi, secara umum, mempunyai pengertian perubahan rezim dalam suatu negara yang diikuti oleh rekonstruksi

1

Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2008), h. 357. 2


(48)

37

besar di bidang politik, sosial, dan tatanan budaya. Dari perspektif sosiologi, revolusi adalah suatu kejadian yang mengubah sama sekali susunan masyarakat dari suatu zaman, umpamanya dari masyarakat feodal menjadi masyarakat demokrasi. Kemudian dari sudut kenegaraan, revolusi adalah perubahan yang mendadak dari undang-undang dasar suatu Negara, bertentangan dengan perubahan lambat yang dikehendaki oleh kaum reformis, yang mendasarkan alirannya pada jalan atau cara yang diperbolehkan oleh undang-undang.3

Proses revolusi dipahami sebagai proses yang amat luar biasa, sangat kasar, dan merupakan suatu gerakan yang paling terpadu dari seluruh gerakan-gerakan social apapun. Revolusi dipahami sebagai ungkapan atau pernyataan akhir dari suatu keinginan otonom dan emosi-emosi yang mendalam serta mencangkup segenap kapasitas keorganisasian maupun ideologi protes sosial yang dikerjakan secara seksama. Khususnya citra utopis atau pembebasan yang tertumpu pada simbol-simbol persamaan, kemajuan, kemerdekaan dengan asumsi sentral: bahwa revolusi akan menciptakan suatu tatanan sosial baru yang lebih baik.4

Revolusi terjadi karena berbagai pergeseran sosial atau ketimpangan yang sangat fundamental terutama perjuangan antar elit; perpaduan pergolakan tersebut dengan kekuatan sosial, maupun konflik golongan yang lebih dalam dan menyebar luas seperti konflik kelas; dan dislokasi serta mobilisasi sosial juga organisasi-organisasi politik dari berbagai kelompok sosial yang lebih besar.

3

Musa Asy‟arie, Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan. (Yogyakarta: LESFI, 2002).h.18.

4

S.N Eisenstadt, Revolusi dan Transformasi Masyarakat, (Jakarta: CV Rajawali, 1978) h. 3.


(49)

Revolusi juga timbul karena kesengsaraan hidup dari suatu bangsa. Penindasan ekonomi atas bangsa tersebut membuat bangsa itu lemah dan tak berdaya, jiwanya tertekan oleh beban yang sangat berat, sehingga massa tidak sanggup merasakan dan menyambut cita-cita bangsa. Revolusi terjadi juga disebabkan belum adanya keselarasan antara rakyat dan pemerintah.5

Ada beberapa akibat atau pengaruh dari revolusi. Pertama, perubahan secara kekerasan terhadap rezim politik yang ada, yang didasari oleh legitimasi maupun simbol-simbolnya sendiri. Kedua, penggantian elit politik atau kelas yang sedang berkuasa dengan lainnya. Ketiga, perubahan secara mendasar seluruh bidang kelembagaan utama terutama dalam hubungan kelas dan sistem ekonomi yang menyebabkan modernisasi disegenap aspek kehidupan social, pembaharuan ekonomi dan industrialisasi, serta menumbuhkan sentralisasi dan partisipasi dalam dunia politik. Keempat, pemutusan secara radikal dengan segala hal yang telah lampau. Kelima, memberikan kekuatan ideologis dan orientasi kebangkitan mengenai gambaran revolusioner.6

Untuk melengkapi bahasan revolusi dikemukakan beberapa konsep lain yang digunakan untuk penunjukkan tindakan kolektif yang berbeda dari revolusi. Tindakan-tindakan tersebut antara lain:

1. Coup d”etat atau revolusi istana adalah penggantian secara tak sah

penguasa, pemerintahan atau personil institusi politik tanpa modifikasi rezim politik, organisasi ekonomi atau sistem kultural.

5

Musa Asy‟ari, Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan, (Yogyakarta: Lesfi, 2002), h. 19.

6

S.N Eisenstadt, Revolusi dan Transformasi Masyarakat, (Jakarta: CV Rajawali, 1978) h. 3.


(50)

39

2. Pemberontakan adalah peristiwa tindakan kekerasan besar yang

bertujuan menentang penguasa dalam negeri atau penakluk dari luar yang menghasilkan konsesi atau perubahan kecil ketimbang transformasi revolusioner.

3. Pembangkangan adalah penolakan untuk patuh yang dilakukan

kelompok bawahan tertapi tak disertai pandangan positif mengenai perubahan yang diperlukan.

4. Putsch adalah pengambilalihan pemerintahan dengan paksa oleh

militer atau segmen militer atau oleh kelompok pejabat yang mendapat dukungan militer.

5. Perang Sipil adalah konflik bersenjata antara segmen masyarakat

yang sama, yang sering dimotifasi oleh permusuhan agama atau etnis dan bertujuan untuk melenyapkan atau menindas pihak yang dimusuhi.

6. Perang Kemerdekaan adalah perjuangan masyarakat yang dijajah

atau ditaklukan terhadap kekuatan asing.

7. Kerusuhan adalah pengungkapan ketidakpuasan, keluhan dan

kekecewaan yang tersebar secara spontan, terbatas pada sasaran tertentu dan tak mencita-citakan perubahan tertentu.

Dalam konsep di atas terlihat berbagai bentuk perilaku kolektif dan tindakan kolektif, tetapi revolusi jelas tak termasuk di dalamnya. Semua


(51)

fenomena seperti itu mungkin menyertai revolusi, mendahului atu mengikutinya, tetapi tak dapat disamakan dengan revolusi.7

Revolusi juga bisa terjadi dalam fikiran, tanggapan, atau pemandangan pada segolongan manusia misalnya dari orang yang berorientasi agama menjadi berorientasi pada ilmu pengetahuan, atau dari berorientasi adat berubah ke agama, atau juga dari berpandangan feodalisme berubah ke demokrasi. Konsep revolusi ini disebut revolusi fikiran atau disebut revolusi Geiger. Dari sinilah maka akan timbul revolusi.8

Dengan demikian revolusi merupakan gerakan sosial modern yang merubah sistem lama dengan sistem yang baru dalam bidang politik, ekonomi, dan budaya serta biasanya berhubungan dengan penggulingan kekuasaan dan menggunakan kekerasan karena makna dari revolusi sendiri yang berarti mencabut sampai akar atau dasar.

B. Teori Revolusi Islam Klasik dan Modern

Abul a‟la al-Maududi (1903-1979) memberikan pengertian terhadap revolusi dalam Islam berarti perubahan menuju arah yang lebih baik dan ideal yang berdasarkan tatanan Ketuhanan (Tauhid). Ia menyatakan bahwa perubahan dalam masyarakat Islam harus dilakukan menuju sebuah tatanan masyarakat

7

Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2008), h. 362-363. 8

Musa Asy‟ari, Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan. (Yogyakarta: LESFI, 2002), h. 18.


(52)

41

politik Islam yang ideal yang disebutnya dengan theo democration (kekhalifahan demokratis).9

Beliau juga berpendapat bahwa revolusi Islam merupakan jalan menuju Negara Islam. Revolusi tersebut dimulai dengan gerakan berdasarkan atas teori-teori dan pikiran Islam dan para pemegangnya adalah orang-orang yang sepenuh jiwa membentuk dirinya dengan Islam dan menyebarluaskan pemikiran Islam dan berjuang dalam menyebarkannnya ditengah-tengah masyarakat. Maka dari sini akan terlahir manusia-manusia yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat dan Negara. Manusia yang siap menyusun konsep teori untuk kehidupan praktis berdasarkan atas prinsip dan kaidah-kaidah Islam. Manusia yang siap melalui berbagai penderitaan dalam memberantas kebathilan.10

Secara teori Islam klasik, revolusi Islam yang merubah semua tatanan sistem politik, ekonomi dan budaya pada masa klasik sangat sulit ditemukan. Hal ini disebabkan oleh kejayaan Islam sendiri dalam bidang politik, ekonomi, social dan budaya. Tetapi beberapa elemen revolusi seperti pergantian kekuasaan dan sistem pemerintahan akan banyak kita temukan.

Dalam pemikiran Islam klasik istilah revolusi dimaknai dengan beberapa istilah yang memiliki pengertian yang kontra-produktif, seperti Fitnah (godaan, hasutan, perselisihan menentang Allah), ma’syiah (ketidak patuhan, pembangkangan atau pemberontakan), riddah (berpaling atau memunggungi),

9

Kazuo Shimogaki, Kiri Islam Antar Modernisme dan Posmodernisme; Telaah Kritis Pemikiran Hasan Hanafi, (Yogyakarta: LKIS, 2003), h. 56.

10Abul A‟la Al Maududi,

Metode Revolusi Islam, (Yogyakarta: Ar-Risalah, 1983), h. 34-35.


(1)

masyarakat, melaksanakan hukum-hukum dan melindungi perbatasan dan

kemerdekaan negara dan mencegah orang lain menyelewengkan keuangan negara

Islam.

2. Revolusi melawan kaum penindas. Diantara bentuk penindasannya adalah:

a. Imprealisme

Khomeini menganggap bahwa keterlibatan kekuatan asing terutama

Amerika terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat Syah merupakan suatu

penjajahan karena hanya menguntungkan pihak-pihak asing dan bersifat

eksploitasi.

b. Kedzaliman Syah Iran dengan menggunakan polisi rahasia nya untuk

membungkam kritikan-kritikan kepada Syah. Syah membentuk polisi rahasi

yang diberi nama SAVAK yang bertugas untuk membungkam lawan-lawan

politiknya atau menutup semua kritikan terhadap pemerintah. SAVAK

terkadang dengan mudah memenjarakan, menghukum dan menghilangkan

nyawa lawan politik Syah tanpa melalui proses pengadilan.

c. Deislamisasi yang dilakukan Syah Iran.

Kedekatan Syah dengan Amerika diduga berdampak pada penghapusan

nilai-nilai Islam yang sudah tertanam lama di bangsa Iran. Salah satunya adalah

pelarangan pemakain jilbab kepada wanita-wanita Iran. Hal ini termasuk

penindasan kepada nilai-nilai Islam dan kaum muslim Iran.

3. Menurut Imam Khomeini pemerintah yang diktator dan penindas harus


(2)

81

menganggap bahwa pemerintahan Syah adalah pemerintahan yang

dictator, tiran, penindas dan jauh dari nilai-nilai Islami, yang mana Imam

Khomeini merasa perlu menumbangkan kekuasaan Syah.

B. Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis jelaskan pada skripsi ini tentang Konsep Revolusi Islam menurut Imam Khomeini, masih banyak kekurangan, tetapi penulis ingin mencoba memberikan saran-saran yait penelitian dan kajian seputar revolusi Islam masih jarang ditemukan dalam lingkup akademik di Indonesia, khususnya dalam bentuk skripsi, tesis, maupun disertasi. Mengingat nilai pentingnya, perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai revolusi Islam.

Ditengah problem politik saat ini, penelitian dalam skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi bagi para pemimpin negara agar tidak melakukan sebab-sebab pecahnya revolusi yang penulis paparkan. Tidak lupa skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi bagi khazanah dan praktek perpolitikan kaum muda Islam di Indonesia.


(3)

82

Al-Audah, Abdul Qadir, At-Tasyri’ Al-Jinai Al-Islami, Libanon: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2005.

Alcaff ,Muhammad Abdul Kadir (penerjemah). Kedududkan Wanita dalam Pandangan Imam Khomeini judul asli Makanah al-mar’ah fi Fikr al-Imam al-Khomeini, Jakarta: PT Lentera Basritama, 2004.

Alison , Sandy (Penyusun), Pesan Sang Imam, Bandung :Al-Jawad Publisher, 2000.

Anis, Muhammad. Politik Syiah dan Demokrasi Pengalaman Iran Pasca Revolusi Islam 1979, Jakarta: Disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah , 2013.

Asy’arie, Musa. Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan. Yogyakarta:

LESFI, 2002.

Black ,Antony. Pemikiran Politik Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2009.

Budiman , A Nasir (penerjemah). Perspektif Muslim tentang Perubahan Sosial, Bandung: Pustaka, 1988.

Buchori,Didin Saefudi. Sejarah Politik Islam, Jakarta :Pustaka Intermasas, 2009.

Ayatullah Ruhullah al-Musawi al-Khomeini, Pesan Sang Imam, Bandung :Al-Jawad Publisher, 2000.

Assagaf, Muhammad Hasyim. Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Republik Reolusi Islam, Jakarta: The Cultural Section Of Embassy of The Islamic Republic of Iran, 2009.

Garaudy,Roger dkk. Demi Kaum Tertindas: Akar Revolusi Islam di Iran, t.t: Penerbit Citra, t.th.


(4)

83

Gromwell, Henri G. Iran Dulu dan Sekarang, t.t: Sumber Abadi, t.th.

Haque, Zialul. Revolusi Islam di Bawah Bendera Laailahaillah, Jakarta:Darul Falah, 2000.

Heriyanto,Husein & Aan Rukmana. Hikmah Abadi Revolusi Imam Hussein, Jakarta: Sadra Press, 2013.

Izmuddin,Iiz. Metode Ijtihad Khomeini dan Perubahan Sosial, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.

Khomeini, Pemikiran Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih Sebagai Epistemologi Pemerintahan Islam, Jakarta: Shadra Press, 2010.

Koya, Abdar Rahman, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (: Pustaka IIMaN, 2009.

Lapidus, Ira. M. Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000.

Al Maududi, Abul A’la . Mohammad Thalab (Penerjemah), Metode Revolusi Islam,

Yogyakarta: Ar-Risalah, 1983.

Al-Musawi ,Musa. Tragedi Revolusi Iran,Jakarta: Percetakan Offset, 2000. Imam Khomeini, Palestina Tragedi Keterhinaan Kaum Muslim, Zahra, 2004.

Munawwar,Susilawati . Konsep Ayatullah Khomeini tentang Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.

Muthahhari, Murthada. M. Hasyem (Penerjemah) Gerakan Islam Abad XX, Jakarta: PT. Beunebi Cipta, 1986.

Ni’mah,Izzatun Tokoh Agama (Syiah) Dalam Perkembangan Politik Iran Masa dan

Pasca Revolusi (TH 1978-1989), Yogyakarta: Institut Agama Islam Negeri Yogyakarta, 2002.

Pamungkas, Alan Konsep. Etika Politik Menurut Imam Khomeini, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.


(5)

Putra, Andi Eka. Tasawuf dalam Pandangan Imam Khomeini, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.

Qomaihah,Jabir. Beroposisi Menurut Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Rais, M. Dhiaudin. Teori Politik Islam, Jakarta :Gema Insani Press, 2001. Rahmena,Ali.Para Perintis Zaman Baru Islam, Bandung: Mizan, 1995.

Razak ,Yusran (Editor). Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, Jakarta :Laboratorium Sosiologi Agama, 2008.

Ringkasan Biografi, Pidato-pidato dan Wasiat Imam Khomeini. Sarbini, Islam di Tepian Revolusi, Jakarta:Pilar Media, 2005.

Siddiqui, Kalim dkk. Tim Naskah Shalahudin Press (Penerjemah), Gerbang Kebangkitan Revolusi Islam dan Khomeini dalam Perbincangan, Yogyakarta :Shalahuddin Press, 1984.

Shimogaki, Kazuo. Kiri Islam Antar Modernisme dan Posmodernisme; Telaah Kritis Pemikiran Hasan Hanafi, Yogyakarta: LKIS, 2003.

Sihbudi,Riza. Biografi Poltik Imam Khomeini, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996.

S.N Eisenstadt, Revolusi dan Transformasi Masyarakat, Jakarta :CV Rajawali, 1978.

Syari’ati, Ali. Islam Madzhab Pemikiran dan Aksi, Bandung: Mizan, 1995.

Syari’ati,Ali. Para Pemimpin Mustadh’afin, Bandung: Muthahhari Paperbacks,

2001.

Sztompka,Piotr. Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada, 2008.

Tasliah, Wilayat al-Faqih dalam Pemikiran Imam Khomeini dan Kemungkinan Penerapannya di Indonesia Pada Era Reformasi, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2000.

Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam, Bandung: Mizan, 2002.


(6)