a Keterampilan Gerak Halus, yaitu keterampilan gerak yang meliputi
gerakan normal dan kemudian dsempurnakan dengan menggunakan kekuatan otot yang kecil.
b Keterampilan Gerak Kasar, yaitu keterampilan gerak yang menekankan
pada ketelitian dan tipe gerakan dengan memanfaatkan keluasan anggota badan.
Taksonomi kedua tentang klasifikasi keterampilan di bagi dalam 3 kategori di samping struktur dasar, yaitu:
a Keluasan Keterampilan, yaitu keterampilan memulai dan mengakhiri
suatu nilai. b
Keterampilan Bersambung, suatu keterampilan gerak yang menyusun angka dalam gerak yang luas di mana penampilan yang utuh sangat
penting untuk mencapai hasil. c
Keterampilan Lanjutan, Suatu keterampilan yang memulai dan mengakhiri seiap nilai atau menentukan beberapa factor lingkungan dan
menyelesaikannya sendiri. Taksonomi ketiga yaitu dalam memperkirakan lingkungan suatu keterampilan
yang berkelanjutan dan dapat merubah tinggi dan rendahnya suatu perkiraan, diantaranya:
a Keterampilan Tertutup, keterampilan untuk memilih objek untuk
melakukan suatu tindakan di dalamnya. b
Keterampilan Terbuka, Keterampilan gerak di mana penampilan tidak dapat di prediksi selama masih ada perubahan lingkungan.
F. Tenis Meja
Negara asal tenis meja yang sebenarnya tidak diketahui. Olahraga ini dimulai kira-kira di tahun 1890-an sebagai permainan pendatang. Tenis meja menjadi
populer pada tahun 1920-an dan klub-klub bermunculan di seluruh dunia. Nama aslinya adalah pingpong, diambil dari nama merk dagang Parker
Brother. Kemudian dari pingpong diubah menjadi tenis meja. Federasi Tenis Meja Internasional ITTF didirikan pada tahun 1926.
Tenis meja adalah cabang olahraga yang sangat mengandalkan kemampuan skill yang tinggi dan kondisi tubuh yang prima. Faktor kematangan skill
mutlak menentukan dalam permainan tenis meja, hal ini mengingat bentuk lapangan yang relatif kecil, bola yang kecil, pemukul yang kecil. Ciri khas
permainan tenis meja yang lain adalah kecepatan. Kecepatan ini tidak hanya pada gerakan-gerakan saja, melainkan hitungannyapun cepat. Dalam satu set
permainan dibutuhkan 11 angka yang diperoleh pada setiap bola mati, baik oleh sendiri maupun lawan.
Sifat permainan tenis meja rally point memerlukan kematangan teknik dan mental untuk mengambil keputusan yang cepat untuk menyerang dan
bertahan. Rally point yaitu suatu sifat permainan yang apabila bola mati langsung menghasilkan angka. Kecepatan memukul, ketepatan menganalisa
pukulan lawan mutlak menentukan. Pengembalian bola yang tepat, setiap jenis pukulan mempunyai efek terhadap bola yang berbada pula. Oleh sebab
itu di dalam penelitian ini, penulis akan berusaha membahas masalah pukulan forehand drive tenis meja.
G. Latihan
Dalam permainan tenis meja, pengembangan kemampuan memukul dapat ditempuh dengan latihan. Latihan yang baik dan sistematis mengarahkan
seorang pemain tenis meja menjadi pemain yang mampu menguasai gerakan dan teknik memukul yang baik. Usaha untuk meningkatkan prestasi dari
seorang atlet harus diperhatikan kesiapan, ketekunan dan kedisiplinan dalam mengikuti latihan. Perubahan apapun yang ingin dicapai harus dilakukan
dengan pendekatan-pendekatan yang berdasarkan pada prinsip belajar dan latihan. Sedangkan kesiapan itu sendiri harus disesuaikan dengan rangsangan.
Sukadiyanto 2005:1 menerangkan bahwa pada prinsipnya latihan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu untuk
meningkatkan kualitas fisik kemampuan fungsional peralatan tubuh dan kualitas psikis anak latih.
Bompa 1994:4 latihan adalah aktivitas olahraga yang sistematik dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan individual yang mengarah
kepada ciri-ciri fungsi psikologis dan fisiologis manusia untuk mencapai sasaran yang ditentukan.
Harsono 2000:28 mengatakan bahwa: Training adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja secara berulang-ulang dengan kian hari menambah
jumlah beban latihannya. Latihan itu merupakan suatu kerja secara sadar mempunyai tujuan memperbaiki prestasi. Latihan yang berkesinambungan
dapat meningkatkan prestasi itu sendiri. Dijelaskan pula oleh Woeryanto 2003:1 bahwa:
Untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan prestasi olahraga harus ada program pembinaan dan kegiatan yang seksama, teratur, sistematis
dan bertahap secara berkesinambungan sepanjang tahun tanpa selingan- selingan sedikitpun, latihan suatu cabang olahraga yang dilakukan secara
insidentil adalah bukan suatu program dan tidak ada artinya sama sekali bahkan mungkin dapat merusak atlit dikemudian hari.
Dengan kata lain latihan yang teratur dan sistematis akan dapat memberikan peningkatan kemampuan memukul dan rasa percaya diri.
Dikemukakan oleh Fitts dan Posner 1967 Dalam latihan lama waktu yang diperlukan sesuai dengan tingkat kesulitan keterampilan gerak,jika
tingkat kesulitan garakan rendah maka latihan dapat dilakukan selama 2 bulan dengan pengulangan 3kali dalam 1 minggu tetapi jika tingkat
kesulitan gerakan tinggi atau gerakan lebih kompleks maka latihan dapat dilakukan selama 3 bulan atau lebih dengan pengulangan 3kali dalam 1
minggu.
Pengulangan bentuk latihan adalah merupakan keadaan yang penting untuk mempelajari teknik dari suatu keterampilan. Dengan pengulangan yang
dilakukan terus menerus akan mengakibatkan peningkatan teknis baik kualitas maupun kuantitas. Pengembangan dari aspek latihan juga harus diikuti
dengan prinsip latihan. Ada beberapa macam prinsip latihan, namun yang paling mendapat perhatian khusus adalah :
a. Hukum overload beban lebih b. Hukum reversibility kompensasi
c. Hukum specificity kekhususan pemulihan Bentuk latihan yang dilakukan secara berulang-ulang tanpa diikuti
dengan penambahan beban, tidak akan ada artinya. Dalam arti kata tidak akan ada peningkatan prestasi, tanpa melakukan hukum overload. Kemudian lebih
lanjut Rahantoknam menjelaskan bahwa “overload dapat dicapai dengan
peningkatan beban secara progresif dengan peningkatan kecepatan penampilan, berat beban, jumlah ulangan, atau kombinasi dari ketiganya.
Secara fisiologis, dengan adanya prinsip overload ini akan mempengaruhi kemampuan otot”. Beban yang ditambahkan pada setiap latihan akan
merangsang kerja otot untuk berkembang. Seorang atlet pertama kali melakukan latihan pembebanan tersebut. Respon awal yang dirasakan yaitu
pelaku akan mengalami kelelahan. Jika pemberian pembebanan dihentikan maka dengan sendirinya tubuh akan melakukan proses berlangsung.
Kemudian Harsono 2000:100 lebih lanjut mengatakan bahwa: Beban latihan yang diberikan kepada atlet haruslah cukup berat dan cukup
bengis, serta harus diberikan berulang kali dengan intensitas yang cukup tinggi. Kalau latihan dilakukan sistematis maka diharapkan tubuh atlit
dapat menyesuaikan diri semaksimal mungkin kepada latihan berat yang diberikan, serta dapat bertambah terhadap stress-stress yang ditimbulkan
oleh latihan berat tersebut, baik stress fisik maupun stress mental.
Setelah tubuh dapat mengadaptasikan proses pembebanan tersebut dan tubuh telah mampu melaksanakan tugas yang lebih berat dan kondisi telah
meningkatkan, kemudian dilanjutkan pada hukum reversibility kompensasi. Hukum ini bermanfaat bagi pemeliharaan tubuh terhadap pembebasan yang
telah dilakukan. Pemeliharaan tersebut akan dapat terjadi apabila seorang pelaku tidak melakukan latihan secara teratur. Dinyatakan oleh Freeman, Joan
, dkk 2009 bahwa: Melalui hukum reversibilitas, efek latihan akan disesuaikan bila latihan
berhenti dan tidak dilakukan sesering mungkin atau dengan intensitas rendah manfaatnya akan hilang dengan cepat. Hal ini dapat dicegah
dengan melanjutkan terus latihan pada tahap pemeliharaan setelah kondisi yang diinginkan telah tercapai.
Kemudian setelah latihan itu dijalankan maka latihan ditingkatkan ke arah yang lebih spesifik. Latihan harus dikonsentrasikan untuk pembentukan
kemampuan individual atlet. Woeryanto 2003 mengungkapkan bahwa :
Semenjak latihan spesifikasi itu tiap atlet harus mendapat perhatian dari pelatihnya secara individual, berupa :
a. Individual Training
b. Individual Load
c. Individual Speed
d. Individual Streght, dll.
Setelah latihan dilakukan dengan teratur dengan mengikuti prinsip-prinsip latihan dan dengan pengulangan-pengulangan, pada akhirnya semua gerakan
itu menjadi gerakan otomatisasi. Artinya gerakan yang semula sukar untuk dilakukan, akhirnya mudah dilakukan dan otomatis. Gerakan otomatisasi itu
terjadi, disebabkan oleh latihan yang dilakukan berulang-ulang, dan memungkinkan tubuh untuk melakukan adaptasi-adaptasi terhadap gerakan-
gerakan yang dilakukan. Harsono 2000:28 mengungkapkan bahwa: dengan berlatih secara sistematis dan melalui pengulangan-pengulangan maka
organisasi-organisasi mekanisme neurophysiologis kita menjadi bertambah baik.
1. Tujuan Latihan
Tujuan dari latihan adalah untuk membantu atlet meningkatkan keterampilan dan prestasi olahraganya semaksimal mungkin Harsono
1992:2. Untuk mencapai latihan tersebut, ada empat aspek yang perlu diperhatikan oleh setiap pelatih olahraga yaitu: