I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kimia adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran ini mengkaji ilmu alam melalui
konsep secara sistematis dan fakta yang diperoleh melalui proses penemuan. Selain itu, kimia menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi siswa agar memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai alam sekitar secara ilmiah.
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah telah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP yang merupakan hasil revisi dari
kurikulum sebelumnya. Berdasarkan KTSP kegiatan pembelajaran dirancang dan dikembangkan berdasarkan karakteristik standar kompetensi, kompetensi dasar,
serta potensi peserta didik, daerah dan lingkungan. Untuk mencapai kompetensi tersebut, guru dituntut untuk pandai memilih dan mengimplementasikan strategi
pembelajaran sesuai dengan pokok bahasan materi pembelajaran yang akan di- berikan. Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, menuntut
siswa untuk memiliki kompetensi khusus dalam semua mata pelajaran setelah proses pembelajaran. Khususnya pada mata pelajaran kimia materi pokok hukum-
hukum dasar kimia pada kelas X semester ganjil. Standar kompetensi yang harus
2 dimiliki siswa adalah mendeskripsikan hukum-hukum dasar kimia dan
penerapannya dalam perhitungan kimia stoikiometri. Sedangkan kompetensi dasarnya adalah membuktikan dan mengkomunikasikan berlakunya hukum-
hukum dasar kimia melalui percobaan serta menerapkan konsep mol dalam menyelesaikan perhitungan kimia.
Berdasarkan hasil observasi dan diskusi dengan guru bidang studi kimia kelas X
di SMAN 13 Bandar Lampung didapatkan nilai rata-rata penguasaan konsep siswa pada materi pokok hukum-hukum dasar kimia pada tahun pelajaran
20102011 adalah 67,66 dengan presentase kelulusan sebesar 53,62 . Sedangkan standar ketuntasan belajar yang ditetapkan di SMA tersebut yaitu 100 siswa
memperoleh nilai ≥ 70. Sehingga bisa dikatakan bahwa siswa tersebut belum
mencapai standar ketuntasan belajar. Pembelajaran kimia yang biasa dilakukan di sekolah tersebut adalah metode ceramah dan pemberian tugas latihan soal.
Dengan metode ini, siswa belum sepenuhnya dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar pada materi pokok
hukum-hukum dasar kimia. Pembelajaran tersebut mengakibatkan kurangnya interaksi antara guru dengan siswa, karena siswa tidak dilibatkan secara aktif
dalam menemukan konsep
.
Artinya pembelajaran di kelas masih didominasi oleh guru dan belum sesuai dengan kurikulum kimia berdasarkan KTSP yang meng-
harapkan siswa memiliki berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains yang mengacu pada student centered berpusat pada siswa serta
mengajak siswa untuk mengamati langsung fenomena yang terjadi pada proses pembelajaran.
3 Pembelajaran kimia mengembangkan rasa ingin tahu melalui penemuan
berdasarkan pengalaman langsung yang dilakukan melalui kerja ilmiah. Dengan ini, peserta didik dilatih untuk memanfaatkan fakta, membangun konsep, prinsip,
teori sebagai dasar untuk berpikir kreatif, kritis dan analitis sehingga siswa mampu menjelaskan hubungan antarvariabel, melaksanakan penyelidikan atau
eksperimen untuk pengumpulan data, menyajikan hasil eksperimen, memproses dan menganalisis data, serta membahas, menyimpulkan, menerapkan konsep, dan
mengomunikasikan secara tertulis maupun lisan. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari
yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit dalam penerapan- nya. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
kooperatif memungkinkan siswa untuk belajar dalam sebuah kelompok kecil 4-5 orang yang heterogen dalam kemampuan akademik dan jenis kelamin. Dengan
demikian siswa memiliki kesempatan untuk bekerja sama atau bertukar pendapat dengan pasangannya. Meskipun siswa belajar dalam sebuah kelompok, namun
kebiasaan siswa mengandalkan siswa lain dalam kelompoknya tidak mungkin terjadi karena setiap siswa memiliki tanggung jawabnya sendiri. Hal ini
dikarenakan pada model pembelajaran kooperatif siswa harus mampu menerapkan lima unsur penting, yaitu 1 saling ketergantungan positif, dimana sebuah tim
membutuhkan saling ketergantungan dengan individu lain; 2 interaksi langsung, yaitu saling membantu dalam memecahkan masalah dan memberikan umpan balik
yang diperlukan antar anggota; 3 tanggung jawab individu dan kelompok, yaitu tanggung jawab seorang siswa tidak boleh dilebihkan dari yang lain dan tidak ada
siswa yang menumpang ataupun bermalas-malasan; 4 keterampilan
4 interpersonal dan kelompok kecil, dimana hal ini dapat meningkatkan kerjasama
tim, mengajarkan kepemimpinan, pengambilan keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi, dan keterampilan; 5 serta proses kerja kelompok,
yaitu memberikan umpan balik kepada anggota kelompok tentang partisipasi mereka dalam tim. Model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk
mengembangkan keterampilan sosial siswa dan keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Lie, 2008 : 31
Pembelajaran kooperatif memiliki berbagai macam tipe pembelajaran. Sebagai contoh, dalam pembelajaran kooperatif tipe TPS, siswa dibagi dalam kelompok
kecil. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang yang terdiri dari 2 pasangan. Setiap pasang anggota kelompok akan membahas masalah yang berbeda.
Kemudian masing-masing anggota dalam pasangan tersebut bertukar pasangan untuk bertukar informasi tentang masalah yang telah mereka diskusikan
sebelumnya. Setelah setiap anggota mengetahui semua masalah dari pasangannya, mereka kembali kepada pasangan awalnya masing-masing. Kemudian semua
anggota kelompok mendiskusikan semua masalah untuk menemukan penyelesainnya dan menarik kesimpulan dari masalah-masalah tersebut. Cara
seperti ini menuntut tanggung jawab masing-masing siswa lebih besar dan kesempatan untuk mengandalkan siswa lain dapat dihindari.
Prosedur pelaksanaan TPS tersebut efektif dalam membatasi aktivitas siswa yang
tidak relevan, serta dapat memunculkan kemampuan atau keterampilan siswa yang positif. Pada akhirnya TPS akan mengembangkan kemampuan siswa untuk
5 berpikir secara terstruktur dalam diskusi dan memberikan kesempatan untuk
bekerja sendiri ataupun dengan orang lain melalui keterampilan berkomunikasi.
Tipe lain yang dapat digunakan selain TPS adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT. TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan
siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa yang memiliki kemampuan akademis dan jenis kelamin yang berbeda.
Dimana 1 orang dengan tingkat kemampuan tinggi, 2 orang dengan tingkat kemampuan sedang, dan 1 orang dengan tingkat kemampuan rendah. Hal ini dapat
ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada materi pokok sebelumnya.
Guru menyajikan materi dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing- masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok.
Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang
diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan
tersebut pada guru. Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan
akademik berupa turnamen. Dalam turnamen, siswa akan dibagi dalam meja-meja turnamen, dimana setiap
meja turnamen terdiri dari 4 sampai 5 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masing-masing. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen
secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja
6 turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Skor yang diperoleh
setiap peserta dalam turnamen dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang diperoleh anggota suatu
kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim.
Melalui pembelajaran kooperatif dengan tipe TGT diharapkan siswa akan dapat :
1 meningkatkan keberanian untuk mengemukakan pendapat, menanggapi pendapat temannya, dan mempertahankan pendapatnya dalam diskusi kelompok,
2 terlatih untuk berkompetisi dalam turnamen, 3 terpacu untuk menunjukkan kemampuannya selama proses pembelajaran, dan 4 memotivasi aktivitas
individu masing-masing untuk meningkatkan prestasinya dalam proses pembela- jaran dengan adanya pengakuan atau penghargaan yang diberikan oleh guru.
Sebagai pendidik, sudah tentu seorang guru menginginkan anak didiknya
memiliki prestasi pendidikan yang tinggi. Hal itu bisa dilihat dari ketercapaian penguasaan konsep atau nilai hasil belajar siswa. Untuk
meningkatkan penguasaan konsep siswa terhadap materi pembelajaran dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang tepat dan menarik sebagai salah
satu alternatif inovasi dalam perkembangan kualitas pendidikan. Peningkatan penguasaan konsep siswa tersebut diharapkan dapat meningkatkan
aktivitas dalam pembelajaran dan hasil belajar siswa. Oleh sebab itu, dari uraian di atas mengenai pembelajaran kooperatif, 2 tipe model pembelajaran kooperatif
yang telah disebutkan yaitu Cooperative Learning tipe TPS Think Pair Share dan tipe TGT Team Game Tournament dapat dipilih sebagai solusi atas masalah
7 tersebut. Namun, perlu diketahui juga perbedaan penguasaan konsep antara kedua
tipe pembelajaran kooperatif tersebut untuk melihat perbandingannya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Handayani 2010 pada materi
pokok larutan elektrolit dan redoks kelas X
5
SMAN 4 Bandar Lampung, menun- jukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT Team Game
Tournament dapat meningkatkan persentase rata-rata penguasaan konsep siswa. Peneliti lain adalah Febrian 2011 yang melakukan penelitian di SMA Gajah
Mada Bandar Lampung kelas X
2
dan melaporkan bahwa pada pembelajaran dengan tipe TPS Think Pair Share dapat meningkatkan rata-rata persentase
aktivitas on task siswa dan penguasaan konsep hidrokarbon. Dengan latar belakang dan uraian di atas, dilakukan penelitian yang berjudul
“Perbedaan Penguasaan Konsep Hukum-Hukum Dasar Kimia antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Think Pair Share dengan Tipe TGT Team
Game Tournament”. B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Adakah perbedaan rata-rata penguasaan konsep hukum-hukum dasar kimia antara pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan tipe TGT pada siswa kelas X
SMAN 13 Bandar Lampung?
8 2. Manakah rata-rata penguasaan konsep hukum-hukum dasar kimia yang lebih
tinggi antara pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan tipe TGT pada siswa kelas X
SMAN 13 Bandar Lampung?
C. Tujuan Penelitian