Aplikasi Penggunaan Sumber Data Empiris Penyimpangan Asumsi Statistik dan Aplikasi Bootstrapping

76 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 4.4 Komposisi Responden Berdasarkan Anggota Keluarga Lain Yang Berwirausaha Anggota Keluarga Frekuensi Persentase PamanBibi 94 27.2 Kakak Kandung 30 8.7 Kakak Ipar - - KakekNenek 17 4.9 Lainnya 18 5.2 Tidak ada 186 53.9 Total 345 100

4.2 Aplikasi Penggunaan Sumber Data Empiris

Dalam persamaan structural, data yang dapat dianalisis adalah data yang berskala interval, sedangkan dalam penelitian ini data yang diperoleh melalui kuesioner yang dibagikan ke responden berupa data dengan skala ordinal. Oleh karena itu, data dengan skala ordinal harus dirubah ke dalam skala interval. Cara untuk mengubah data ordinal menjadi data interval yaitu dengan menggunakan metode suksesif interval Method Succesive Interval. Dalam penelitian ini, penulis telah mengkonversi data berskala ordinal yang diperoleh menjadi data berskala interval yang dapat dilihat dalam Lampiran 4.

4.3 Uji Asumsi Statistik

Pengolahan data yang dilakukan model persamaan structural yaitu model analisis faktor konfirmatori dan analisis jalur harus memenuhi asumsi-asumsi statistic. Menurut Kusnendi 2008: 46, asumsi-asumsi yang dimaksud ada 4 empat, antara lain: 1 ukuran sampel minimal berjumlah 100 responden dalam penelitian ini, asumsi ini telah terpenuhi yaitu sampel berjumlah 345 responden; 2 Normalitas dan Linearitas, 3 Outliers, 4 Multikolinieritas. 77 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4.3.1 Uji Evaluasi Asumsi Normalitas Data

Uji asumsi normalitas data dalam format AMOS dapat dilakukan dengan membandingkan nilai kriteria critical ratio skewness sebesar ± 2,58. Apabila data memiliki nilai critical ratio skewness di bawah harga mutlak ± 2,58, maka dapat disimpulkan bahwa data memiliki distribusi normal. Berdasarkan hasil pengujian asumsi normalitas data diperoleh nilai critical ratio skewness sebesar 17,6. Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat problem atau masalah normalitas pada data Lampiran 5.

4.3.2 Uji Evaluasi Asumsi Multivariate Outliers

Kasus multivariate outliers dapat menimbulkan bias terhadap analisis selanjutnya apabila tetap dibiarkan maka tingkat kepercayaan penelitian menjadi berkurang. Kusnendi, 2008:51. Untuk mengetahui apakah terjadi multivariate outliers dalam data yaitu dengan memperhatikan nilai mahalanobis distance yang terdapat dalam hasil keluaran AMOS. selain itu, penulis menggunakan bantuan program Microsoft Excel untuk menghitung nilai mahalanobis distance pada tingkat kesalahan 0,001 dan derajat kebebasan degree of freedom sebesar 20 jumlah variabel yang diobservasi. Nilai yang diperoleh dari perhitungan tersebut yaitu sebesar 45,31475. Apabila koefisien d 2 mahalanobis distance pada nomor responden lebih besar dari 45,31475, maka nomor tersebut diduga merupakan multivariate outliers. Berdasarkan hasil keluaran text output AMOS, diperoleh 8 delapan nomor responden yaitu nomor 24, 83, 89, 91, 93, 187, 251, dan 275 yang merupakan multivariate outliers maka penulis mengeluarkan nomor tersebut dari data sampel. Setelah nomor responden tersebut di drop dari data sampel, maka hasil output seluruhnya menunjukkan nomor responden terbebas dari multivariate outliers. Adapun data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7.

4.3.3 Uji Evaluasi Asumsi Multikolinieritas

Asumsi multikolinieritas menunjukkan kondisi di mana antarvariabel penyebab terdapat hubungan linier yang sempurna Hair, dkk., 2006: 170 dalam 78 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Kusnendi, 2008: 51. Untuk menguji apakah terdapat multikolinieritas dapat dilihat dari koefisien determinan matriks kovariansi. Apabila koefisien determinan matriks kovariansi dan atau matriks korelasi sangat kecil mendekati nol mengindikasikan terdapat problem multikolinieritas Kusnendi, 2008: 52. Berdasarkan hasil keluaran AMOS menunjukkan nilai koefisien determinan matriks kovariansi pada data sampel penelitian yaitu 0,00 atau dapat dikatakan terdapat masalah multikolinieritas dalam data. Namun, dalam keterangan yang terdapat dalam hasil keluaran AMOS menunjukkan bahwa, “the sample covariance matrix is positive definite ”. Artinya, sampel matriks kovariansi menunjukkan hasil yang positif. Dengan demikian, data sampel layak digunakan dalam analisis data selanjutnya.

4.4 Uji Model Pengukuran Intensi Kewirausahaan

Model pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu CFA Confirmatory Factor Analysis. Dalam format CFA, isu masalah berkisar pada dua masalah penelitian, sebagai berikut: 1 apakah konstruk atau variabel laten yang diteliti secara unidimensional, tepat dan konsisten dapat dijelaskan oleh indikator- indikator sebagaimana yang dikonsepsikan? 2 Indikator-indikator apa yang dominan membentuk konstruk yang diteliti? Kusnendi, 2008: 109. Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Kusnendi 2008: 109 menyatakan bahwa model pengukuran tersebut perlu diuji dengan tiga cara, yaitu 1 uji kesesuaian model overall model fit test; 2 uji kebermaknaan test of significance masing-masing koefisien bobot faktor dan; 3 evaluasi reliabilitas konstruk. Uji model pengukuran intensi kewirausahaan dijelaskan sebagai berikut. 4.4.1 Model Intensi Kewirausahaan 4.4.1.1 Uji Kesesuaian Model Overall Model Fit Test Model pengukuran dikatakan fit dengan data apabila model dapat mengestimasi matriks kovariansi populasi ∑ yang tidak berbeda dengan matriks kovariansi data sampel Kusnendi, 2008: 109. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan format AMOS diperoleh beberapa kriteria model tidak fit yang ditunjukkan 79 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu dengan nilai chi-squares 515,983 dengan probabilitas p = 0,000. Selain itu, kriteria tidak fit lainnya CFI = 0,840, AGFI = 0,823, GFI = 0,861, dan TLI = 0,815 berada di bawah nilai yang dipersyaratkan yaitu 0,9. Namun, nilai GFI lainnya menunjukkan kriteria fit seperti ditunjukkan oleh nilai RMSEA = 0,079 yang berada di bawah nilai 0,08 model dikatakan fit apabila nilai RMSEA lebih kecil dari 0,08. Oleh karena itu, model pengukuran intensi kewirausahaan dapat dikatakan fit atau model yang diusulkan dapat mengestimasi matriks kovariansi populasi yang tidak berbeda dengan matriks kovariansi data sampel. Gambar 4.1 Estimasi Parameter Overall Measuremet Model, Intensi Kewirausahaan

4.4.1.2 Uji Kebermaknaan Koefisien Bobot Faktor

Uji kebermaknaan koefisien bobot faktor bertujuan untuk menentukan validitas dan reliabilitas masing-masing indikator dalam mengukur variabel latennya Kusnendi, 2008: 111. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan 80 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu format AMOS ditemukan bahwa ada satu estimasi koefisien bobot faktor yaitu X1 = 0,291 yang nilainya di bawah angka yang distandarkan yaitu 0,40. Menurut Hair, dkk., 2006 dalam Kusnendi, 2008: 111, jika dari hasil uji kebermaknaan ditemukan ada koefisien bobot faktor yang tidak signifikan P-hitung 0,05 dan atau estimasi koefisien bobot faktor yang distandarkan ada yang kurang dari 0,40 atau 0,50 diindikasikan indikator tersebut tidak valid dalam mengukur variabel latennya. Apabila ditemukan ada indikator yang tidak valid maka indikator tersebut didrop atau dikeluarkan dari model pengukuran. Namun, setelah indikator dikeluarkan dari model, ternyata tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dari model sebelumnya. Dengan pertimbangan bahwa indikator tersebut apabila didrop tidak menunjukkan hasil yang lebih baik, maka penulis tidak mengeluarkan indikator tersebut dari model. Selain itu, indikator tersebut masuk ke dalam variabel laten konstruk sikap personal sehingga secara kelayakan teori tidak memungkinkan indikator tersebut didrop dari model. Secara lengkap, hasil uji kebermaknaan masing-masing koefisien bobot faktor dapat dilihat dalam Standardized Regression Weights Lampiran 8 pada hasil keluaran AMOS yang ditampilkan dalam Tabel 4.5.

4.4.1.3 Evaluasi Reliabilitas Konstruk

Langkah selanjutnya setelah model pengukuran diuji yaitu mengevaluasi reliabilitas konstruk atau reliabilitas komposit masing-masing model pengukuran. Menurut Kusnendi 2008: 111, apabila koefisien reliabilitas konstruk dan atau koefisien variance extracted tidak kurang dari 0,70 dan atau 0,50 diindikasikan model pengukuran variabel laten reliabel atau dapat mengukur variabel laten atau konstruk yang diteliti. Berdasarkan estimasi koefisien bobot faktor yang distandarkan pada Tabel 4.5, maka estimasi R 2 dan kesalahan pengukuran error measurement masing-masing indikator dapat ditentukan. Estimasi R 2 dan atau kesalahan pengukuran digunakan untuk menentukan dominan tidaknya suatu indikator dalam mengukur atau membentuk variabel latennya. Apabila indikator memiliki estimasi koefisien R 2 tidak kurang dari 0,70 atau tingkat kesalahan pengukurannya error measurement kurang dari 0,51 atau 51, maka indikator 81 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu tersebut dikatakan dominan sebagai pembentuk variabel latennya. Kusnendi, 2008: 111-112. Adapun estimasi koefisien R 2 masing-masing indikator dapat dilihat pada Tabel 4.6. Sedangkan, reliabilitas konstruk untuk model pengukuran intensi kewirausahaan dapat dilihat pada Tabel 4.7. Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas konstruk, hasil estimasi dari sikap personal 0,825, norma subyektif 0,80, persepsi kontrol perilaku 0,833, dan intensi kewirausahaan 0,856, semuanya lebih besar dari angka mutlak yang ditetapkan yaitu 0,70. Artinya bahwa secara komposit masing-masing indikator dari keempat variabel tidak memiliki konsistensi internal yang memadai dalam mengukur variabel yang diteliti. Tabel 4.5 Koefisien Bobot Faktor Masing-Masing Indikator Model Pengukuran Indikator � Probabilitas P Sikap Personal Menjadi wirausahawan memberikan banyak keuntungan daripada kerugian untuk saya X1 0,291 Karir sebagai wirausaha sangat menarik bagi saya X2 0,663 Jika saya memiliki kesempatan dan modal, saya akan segera memulai sebuah usaha X3 0,541 Menjadi seorang wirausahawan memberikan kepuasaan yang besar bagi saya X4 0,557 Dari berbagai pilihan karir, saya lebih memilih menjadi seorang wirausahawan X5 0,636 82 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Norma Subyektif Keluarga terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha X6 0,458 Teman terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha X7 0,456 Teman sejawat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha X8 0,496 Pembelajaran kewirausahaan di sekolah memotivasi saya untuk menjadi wirausaha X9 0,514 Persepsi Kontrol Perilaku Untuk memulai sebuah usaha dan membuatnya berjalan akan mudah bagi saya X10 0,550 Saya siap memulai sebuah usaha yang layak X11 0,646 Saya mampu mengontrol proses pendirian sebuah usaha baru X12 0,690 Saya mengetahui rincian praktis yang dibutuhkan untuk memulai usaha baru X13 0,640 Jika saya mencoba memulai usaha baru, saya akan memiliki kemungkinan tinggi untuk berhasil X14 0,602 Intensi Kewirausahaan Saya siap melakukan segalanya untuk menjadi wirausahawan Y1 0,652 Tujuan profesi saya adalah menjadi wirausahawan Y2 0,671 83 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Saya akan menghadapi setiap rintangan untuk memulai dan menjalankan usaha saya sendiri Y3 0,624 Saya bertekad untuk menciptakan sebuah usaha di masa depan Y4 0,653 Saya sangat serius berpikir untuk memulai sebuah usaha Y5 0,741 Saya memiliki tekad yang kuat untuk memulai sebuah usaha Y6 0,782 Tabel 4.6 Estimasi Koefisien R 2 Masing-Masing Indikator Item Variabel Penelitian Intensi Kewirausahaan Sikap Personal Norma Subyektif Persepsi Kontrol Perilaku X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 0,425 0,450 0,389 0,426 0,549 0,612 0,085 0,440 0,293 0,310 0,404 0,210 0,208 0,246 0,264 0,303 0,417 0,476 0,410 0,362 84 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Adapun penjabaran indikator-indikator dari keempat variabel yang diurutkan berdasarkan estimasi validitas dan reliabilitas R 2 , sebagai berikut: 1. Sikap Personal a. Karir sebagai wirausaha sangat menarik bagi saya X2 dengan taksiran validitas terbesar dalam pembentukan sikap personal model intensi kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung, yaitu sebesar 0,663. Sedangkan besarnya R2 = 0,440. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 44, sedangkan sisanya 56 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. Tabel 4.7 Reliabilitas Konstruk Untuk Model Pengukuran Intensi Kewirausahaan Model Pengukuran Reliabilitas Konstruk CR k Sikap Personal 0,825 Norma Subyektif 0,800 Persepsi Kontrol Perilaku 0,833 Intensi Kewirausahaan 0,856 b. Dari berbagai pilihan karir, saya lebih memilih menjadi seorang wirausahawan X5 dengan taksiran validitas sebesar 0,663. Sedangkan besarnya R2 = 0,404. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 40,4, sedangkan sisanya 59,6 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. c. Menjadi seorang wirausahawan memberikan kepuasaan yang besar bagi saya X4 dengan taksiran validitas sebesar 0,557. Sedangkan besarnya R2 = 0,310. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 31, sedangkan sisanya 69 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. d. Jika saya memiliki kesempatan dan modal, saya akan segera memulai sebuah usaha X3 dengan taksiran validitas sebesar 0,541. Sedangkan besarnya R2 = 0,293. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap 85 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu personal sebesar 29,3, sedangkan sisanya 70,7 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. e. Menjadi wirausahawan memberikan banyak keuntungan daripada kerugian untuk saya X1 dengan taksiran validitas sebesar 0,291. Sedangkan besarnya R2 = 0,085. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 8,5, sedangkan sisanya 91,5 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. 2. Norma Subyektif a. Pembelajaran kewirausahaan di sekolah memotivasi saya untuk menjadi wirausaha X9 dengan taksiran validitas terbesar dalam pembentukan norma subyektif model intensi kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung, yaitu sebesar 0,514. Sedangkan besarnya R2 = 0,264. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 26,4, sedangkan sisanya 73,6 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. b. Teman sejawat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha X8 dengan taksiran validitas sebesar 0,496. Sedangkan besarnya R2 =0,246. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 24,6, sedangkan sisanya 75,4 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. c. Keluarga terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha X6 dengan taksiran validitas sebesar 0,458. Sedangkan besarnya R2 =0,210. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 21, sedangkan sisanya 79 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. d. Teman terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha X7 dengan taksiran validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,208. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 20,8, sedangkan sisanya 79,2 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. 3. Persepsi Kontrol Perilaku 86 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu a. Saya mampu mengontrol proses pendirian sebuah usaha baru X12 dengan taksiran validitas terbesar dalam pembentukan persepsi kontrol perilaku model intensi kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung, yaitu sebesar 0,690. Sedangkan besarnya R2 = 0,476. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 47,6, sedangkan sisanya 52,4 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. b. Saya siap memulai sebuah usaha yang layak X11 dengan taksiran validitas sebesar 0,646. Sedangkan besarnya R2 =0,417. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 41,7, sedangkan sisanya 58,3 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. c. Saya mengetahui rincian praktis yang dibutuhkan untuk memulai usaha baru X13 dengan taksiran validitas sebesar 0,640. Sedangkan besarnya R2 =0,410. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 41, sedangkan sisanya 59 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. d. Jika saya mencoba memulai usaha baru, saya akan memiliki kemungkinan tinggi untuk berhasil X14 dengan taksiran validitas sebesar 0,602. Sedangkan besarnya R2 =0,362. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 36,2, sedangkan sisanya 63,8 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. e. Untuk memulai sebuah usaha dan membuatnya berjalan akan mudah bagi saya X10 dengan taksiran validitas sebesar 0,550. Sedangkan besarnya R2 =0,303. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 30,3, sedangkan sisanya 69,7 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. 4. Intensi Kewirausahaan a. Saya memiliki tekad yang kuat untuk memulai sebuah usaha Y6 dengan taksiran validitas terbesar dalam pembentukan intensi model intensi kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung, yaitu sebesar 0,514. Sedangkan besarnya R2 =0,612. Artinya bahwa indikator ini 87 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 61,2, sedangkan sisanya 38,8 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. b. Saya sangat serius berpikir untuk memulai sebuah usaha Y5 dengan taksiran validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,549. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 54,9, sedangkan sisanya 45,1 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. c. Tujuan profesi saya adalah menjadi wirausahawan Y2 dengan taksiran validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,450. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 45, sedangkan sisanya 55 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. d. Saya bertekad untuk menciptakan sebuah usaha di masa depan Y4 dengan taksiran validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,426. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 42,6, sedangkan sisanya 57,4 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. e. Saya siap melakukan segalanya untuk menjadi wirausahawan Y1 dengan taksiran validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,425. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 42,5, sedangkan sisanya 79,2 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. f. Saya akan menghadapi setiap rintangan untuk memulai dan menjalankan usaha saya sendiri Y3 dengan taksiran validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,389. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 38,9, sedangkan sisanya 57,4 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. Berdasarkan perspektif teoritis, hasil penelitian model intensi kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung menunjukkan adanya perbedaan dan persamaan dengan model intensi kewirausahaan yang dikembangkan oleh Linan dan Chen 2009 dan dimodifikasi oleh Rijal Assidiq Mulyana 2013. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari indikator yang paling dominan membentuk konstruk variabel yang diteliti. Seperti pada konstruk sikap personal, hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator karir sebagai wirausaha sangat menarik bagi saya memiliki validitas dan reliabilitas paling tinggi atau 88 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu menjadi penciri utama konstruk variabel, sedangkan pada penelitian Linan dan Chen menunjukkan bahwa yang menjadi penciri utama dari konstruk sikap personal adalah indikator jika saya memiliki kesempatan dan modal, saya akan segera memulai sebuah usaha. Selanjutnya untuk konstruk norma subyektif menggunakan modifikasi instrument oleh Rijal Assidiq Mulyana 2013, hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator pembelajaran kewirausahaan di sekolah memotivasi saya untuk menjadi wirausaha menjadi penciri utama dari konstruk norma subyektif. Hal ini tentu berbeda dengan penelitian Linan dan Chen yang tidak menggunakan indikator tersebut dalam instrument yang mereka kembangkan. Dalam penelitian Linan dan Chen, penciri utama dari konstruk norma subyektif adalah indikator teman dekat. Sedangkan pada penelitian Rijal Assidiq Mulyana, indikator pembelajaran kewirausahaan di sekolah memotivasi saya untuk menjadi wirausaha menempati urutan kedua setelah indikator keluarga dekat dalam membentuk konstruk norma subyektif. Untuk konstruk persepsi kontrol perilaku, hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator saya mampu mengontrol proses pendirian sebuah usaha baru memiliki validitas dan reliabilitas paling tinggi atau dominan dalam membentuk konstruk tersebut. Begitu pula dengan penelitian Linan dan Chen yang menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Kemudian diperkuat pula oleh hasil penelitian Rijal Assidiq Mulyana pada siswa SMKN 12 Garut yang menunjukkan bahwa indikator tersebut dominan sebagai pembentuk konstruk persepsi kontrol perilaku. Sedangkan untuk konstruk intensi kewirausahaan, hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator saya memiliki tekad yang kuat untuk menciptakan sebuah usaha baru menjadi penciri utama dari konstruk intensi kewirausahaan. Sedangkan, hasil penelitian Linan dan Chen, indikator saya bertekad untuk menciptakan sebuah usaha baru di masa depan dominan sebagai pembentuk konstruk intensi kewirausahaan. Perbedaan hasil penelitian dengan Linan dan Chen 2009, terutama pada sikap personal, norma subyektif dan intensi kewirausahaan menurut penulis karena adanya perbedaan budaya dan kebiasaan diantara subyek penelitian. Pada subjek penelitian yang diteliti penulis, sebagian besar responden memiliki orang tua yang 89 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu bekerja sebagai wirausaha tetapi norma subyektif mengenai perilaku wirausaha justru terbentuk paling dominan dari pembelajaran kewirausahaan di sekolah sedangkan pada penelitian Linan dan Chen norma subyektif terbentuk dari teman dekat. Kemudian, adanya persamaan hasil penelitian dengan Linan dan Chen mengenai persepsi kontrol perilaku menunjukkan bahwa diantara subjek penelitian sebagian besar memiliki keyakinan kuat akan mampu mengontrol proses pendirian sebuah usaha baru. 4.5 Deskripsi Variabel Penelitian 4.5.1 Deskripsi Sikap Personal Siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung Sikap personal dalam penelitian ini diukur dari 5 lima item pernyataan dengan alternatif jawaban sebanyak 7 alternatif pilihan yang diberi bobot 1 sampai 7. Hasil selengkapnya distribusi dan kategori tanggapan responden mengenai sikap personal dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Distribusi dan Kategori Jawaban Responden terhadap Variabel Sikap Personal ItemIndikator Rata-rata Skor Kriteria 1 2 3 1. Menjadi wirausahawan memberikan banyak keuntungan daripada kerugian untuk saya 5,28 Tinggi 2. Karir sebagai wirausaha sangat menarik bagi saya 5,65 Tinggi 3. Jika saya memiliki kesempatan dan modal, saya akan segera memulai sebuah usaha 6,38 Sangat Tinggi 4. Menjadi seorang wirausahawan memberikan kepuasaan yang besar bagi saya 5,33 Tinggi 90 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 5. Dari berbagai pilihan karir, saya lebih memilih menjadi seorang wirausahawan 5,06 Tinggi SIKAP PERSONAL 5,54 Tinggi Sumber: Penelitian, diolah Berdasarkan Tabel 4.8, menunjukkan sikap personal siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung berada dalam kriteria “tinggi” dengan skor rata-rata 5,54. Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa siswa SMK memiliki penilaian yang positif terhadap perilaku wirausaha. Penilaian yang positif tersebut dapat membantu siswa dalam menentukan bagaimana melihat situasi, serta bagaimana bersikap terhadap perilaku wirausaha. Selain itu, juga dapat membentuk kepercayaan diri siswa dalam mewujudkan perilaku wirausaha. Adapun itemindikator yang memberikan skor tertinggi yaitu jika saya memiliki kesempatan dan modal, saya akan segera memulai sebuah usaha dengan skor 6,38 berada pada kriteria “sangat tinggi”. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya siswa SMK sudah memiliki kesiapan berwirausaha namun seringkali terkendala oleh kesempatan dan modal. Oleh karena itu, untuk mendukung program pemerintah dalam mengatasi pengangguran perlu diberikan kesempatan bagi siswa SMK untuk mengembangkan ide berwirausaha serta memberikan bantuan modal yang sesuai dengan kebutuhan usaha mereka. Selanjutnya, pada itemindikator karir sebagai wirausaha sangat menarik bagi saya dengan skor 5,65 berada pada kriteria “tinggi”. Artinya siswa SMK sebenarnya tertarik dengan karir wirausaha, namun perlu diberikan bimbingan baik dari pemerintah atau sekolah terutama guru dalam mewujudkan ide atau kreativitas usaha mereka. Bimbingan yang dilakukan dapat berupa pemberian materi tentang seluk-beluk dunia kewirausahaan, menunjukkan contoh-contoh wirausahawan sukses yang memulai usaha dari bawah, serta memberikan teladan langsung terutama pada guru kewirausahaan yaitu guru tersebut juga memiliki sebuah usaha sehingga materi yang diberikan dapat bermakna bagi siswa. 91 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Kemudian itemindikator menjadi seorang wirausahawan memberikan kepuasaan yang besar bagi saya dengan skor 5,33 juga berada pada kriteria “tinggi”. Artinya siswa SMK yang menjadi responden telah memiliki pengalaman tertentu berkaitan perilaku wirausaha baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengalaman tersebut dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap pembentukan kepercayaan diri siswa dalam mewujudkan keinginan berwirausaha. Informasi tersebut dapat memudahkan sekolah atau guru dalam mengarahkan siswa SMK untuk berwirausaha. Namun, hal tersebut perlu mendapat dukungan dari keluarga dekat terutama orang tua siswa sehingga diharapkan orang tua dapat ikut memperhatikan, membina, membimbing dan mengarahkan minat atau keinginan mereka. Itemindikator selanjutnya yaitu menjadi wirausahawan memberikan banyak keuntungan daripada kerugian untuk saya dan itemindikator dari berbagai pilihan karir, saya lebih memilih menjadi seorang wirausahawan dengan skor 5,28 dan 5,06 juga berada pada kriteria “tinggi”. Kedua skor dan kriteria tersebut menunjukkan kekonsistenan responden dalam memberikan tanggapan terhadap variabel sikap personal. Artinya konsisten dalam penilaian yang positif terhadap keuntungan menjadi wirausahawan serta memilih karir sebagai wirausahawan. Berdasarkan penjelasaan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap positif dalam diri siswa SMK berkaitan dengan perilaku wirausaha telah terbentuk dengan baik. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran di sekolah perlu ditanamkan jiwa kewirausahaan pada diri siswa sehingga kelak mereka menjadi wirausahawan yang mandiri dan bertanggung jawab.

4.5.2 Deskripsi Norma Subyektif Siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung

Norma subyektif dalam penelitian ini diukur dari 4 empat item pernyataan dengan alternatif jawaban sebanyak 7 alternatif pilihan yang diberi bobot 1 sampai 7. Hasil selengkapnya distribusi dan kategori tanggapan responden mengenai norma subyektif dapat dilihat pada Tabel 4.9. 92 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Berdasarkan Tabel 4.9, menunjukkan norma subyektif siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung berada dalam kriteria “tinggi” dengan skor rata-rata 5,65. Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa tekanan-tekanan social yang dirasakan siswa memberikan norma yang positif terhadap perilaku wirausaha. Siswa SMK meyakini bahwa lingkungan terdekat mereka baik dari keluarga, teman atau lingkungan sekitar akan mendukung mereka secara positif apabila mereka memilih karir berwirausaha. Tabel 4.9 Distribusi dan Kategori Jawaban Responden terhadap Variabel Norma Subyektif ItemIndikator Rata-rata Skor Kriteria 1 2 3 1. Keluarga terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha 5,90 Sangat Tinggi 2. Teman terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha 5,46 Tinggi 3. Teman sejawat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha 5,34 Tinggi 4. Pembelajaran kewirausahaan di sekolah memotivasi saya untuk menjadi wirausaha 5,92 Sangat Tinggi NORMA SUBYEKTIF 5,65 Tinggi Sumber: Penelitian, diolah Adapun itemindikator yang memberikan skor tertinggi yaitu pembelajaran kewirausahaan di sekolah memotivasi saya untuk menjadi wirausaha dengan skor 5,92 berada pada kriteria “sangat tinggi”. Artinya, siswa termotivasi menjadi wirausahawan berasal dari pembelajaran kewirausahaan di sekolah. Selanjutnya, motivasi tersebut juga dirasakan siswa berasal dari keluarga terdekat yang ditunjukkan dengan skor 5,90 berada pada kriteria “sangat tinggi”. Uraian tersebut menggambarkan bahwa siswa SMK memiliki motivasi menjadi wirausahawan 93 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu karena didukung penuh oleh guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah serta keluarga terdekat terutama orang tua mereka. Kemudian itemindikator teman terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha dengan skor 5,46 berada pada kriteria “tinggi”. Diikuti itemindikator teman sejawat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha dengan skor 5,34 juga berada pada kriteria “tinggi”. Infomasi tersebut menunjukkan bahwa baik teman terdekat maupun teman sejawat teman sepermainan juga mendukung siswa SMK untuk menjadi wirausahawan. Dengan adanya keyakinan bahwa orang-orang penting tertentuterdekat akan menyetujui keputusan mereka berwirausaha, akan menguatkan keinginan mereka untuk mewujudkan perilaku wirausaha. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa norma positif telah terbentuk dalam diri siswa SMK berkaitan dengan perilaku wirausaha. Oleh karena itu, informasi tersebut dapat membantu guru dalam mengkreasikan kegiatan pembelajaran kewirausahaan menjadi menarik dan bermakna bagi siswa seperti mengadakan workshop hasil karya siswa SMK, mengadakan pelatihan untuk membuat hasil karya, atau mengadakan kunjungan ke sentra industri rumah tangga.

4.5.3 Deskripsi Persepsi Kontrol Perilaku Siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung

Persepsi Kontrol Perilaku dalam penelitian ini diukur dari 5 empat item pernyataan dengan alternatif jawaban sebanyak 7 alternatif pilihan yang diberi bobot 1 sampai 7. Hasil selengkapnya distribusi dan kategori tanggapan responden mengenai persepsi kontrol perilaku dapat dilihat pada Tabel 4.10. Berdasarkan Tabel 4.10, menunjukkan persepsi kontrol perilaku siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung berada dalam kriteria “tinggi” dengan skor rata-rata 5,33. Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa siswa SMK memiliki persepsi bahwa menjadi wirausahawan mudah dilakukan dan mereka merasa mampu mengatasi hambatan sebagai wirausahawan. Selain itu, siswa SMK juga memiliki persepsi positif dalam mengendalikan atau mengontrol perilaku wirausaha. 94 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Adapun itemindikator yang memberikan skor tertinggi yaitu saya siap memulai sebuah usaha yang layak dengan skor 5,77 berada pada kriteria “tinggi”. Artinya, siswa SMK memiliki kesiapan untuk membuat usaha yang layak menurut mereka. Namun, permasalahan yang sering muncul yaitu mereka belum memahami bagaimana memulai sebuah usaha sehingga diperlukan bimbingan dari guru berupa pembuatan bisnis plan rencana bisnis dengan memperhatikan peluang usaha yang ada. Selanjutnya, itemindikator jika saya mencoba memulai usaha baru, saya akan memiliki kemungkinan tinggi untuk berhasil dengan skor 5,74 berada pada kriterita “tinggi”. Artinya, siswa SMK merasa memiliki kemampuan dalam memulai usaha baru, namun demikian guru tetap perlu membekali siswa SMK dengan ilmu-ilmu kewirausahaan agar mereka menjadi wirausahawan yang cerdas dan pandai melihat peluang usaha. Tabel 4.10 Distribusi dan Kategori Jawaban Responden terhadap Variabel Persepsi Kontrol Perilaku ItemIndikator Rata-rata Skor Kriteria 1 2 3 1. Untuk memulai sebuah usaha dan membuatnya berjalan akan mudah bagi saya 4,94 Tinggi 2. Saya siap memulai sebuah usaha yang layak 5,77 Tinggi 3. Saya mampu mengontrol proses pendirian sebuah usaha baru 5,17 Tinggi 4. Saya mengetahui rincian praktis yang dibutuhkan untuk memulai usaha baru 5,03 Tinggi 5. Jika saya mencoba memulai usaha baru, saya akan memiliki kemungkinan tinggi untuk berhasil 5,74 Tinggi PERSEPSI KONTROL PERILAKU 5,33 Tinggi Sumber: Penelitian, diolah 95 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Kemudian itemindikator saya mampu mengontrol proses pendirian sebuah usaha baru dengan skor 5,17 berada pada kriteria “tinggi”. Informasi tersebut menunjukkan bahwa siswa SMK merasa memiliki kemampuan dalam mengontrol proses pendirian usaha baru. Dapat dikatakan bahwa guru telah membekali siswa SMK dengan ilmu-ilmu kewirausahaan sehingga mereka merasa memiliki kemampuan tersebut, oleh karena itu sekolah dan guru dapat memfasilitasi siswa SMK untuk mendirikan sebuah usaha baru yang akan dikelola oleh mereka sendiri. Selanjutnya itemindikator saya mengetahui rincian praktis yang dibutuhkan untuk memulai usaha baru menempati urutan berikutnya dengan skor 5,03 berada pada kriteria “tinggi”. Sedangkan itemindikator untuk memulai sebuah usaha dan membuatnya berjalan akan mudah bagi saya dengan skor 4,94 berada pada kriteria “tingg”. Informasi tersebut menggambarkan bahwa siswa SMK telah memiliki kepercayaan diri akan kemampuan mereka dalam memulai sebuah usaha namun permasalahan yang sering muncul yaitu siswa SMK kurang memiliki keberanian untuk segera mewujudkan ide usaha mereka secara riil. Selain itu, keterbatasan modal juga turut menjadi permasalahan bagi mereka sehingga diharapkan adanya bantuan dari pemerintah maupun sekolah berupa bantuan modal yang memadai. Bantuan modal dapat berupa pinjaman kepada siswa yang ingin berwirausaha, pihak sekolah dapat mengawal bantuan modal dari pemerintah, membimbing, dan mengawasi kegiatan usaha siswa. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi kontrol perilaku wirausaha siswa SMK telah terbentuk dalam diri mereka artinya mereka memiliki keyakinan terhadap kemampuan mereka untuk berwirausaha. Kuatnya keyakinan diri mereka perlu didukung oleh pemerintah dan sekolah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memulai usaha secara riil. Pada akhirnya, usaha ini dapat membantu mengurangi permasalahan pengangguran yang ada di Indonesia.

4.5.4 Deskripsi Intensi Kewirausahaan Siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung

96 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Intensi Kewirausahaan dalam penelitian ini diukur dari 6 enam item pernyataan dengan alternatif jawaban sebanyak 7 alternatif pilihan yang diberi bobot 1 sampai 7. Hasil selengkapnya distribusi dan kategori tanggapan responden mengenai persepsi kontrol perilaku dapat dilihat pada Tabel 4.11. Berdasarkan Tabel 4.11, menunjukkan intensi kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wi layah 1 Kabupaten Bandung berada dalam kriteria “tinggi” dengan skor rata-rata 5,66. Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa siswa SMK memiliki niat, motivasi atau kesiapan menjadi wirausahawan. Intensi dapat mempengaruhi perilaku seseorang artinya semakin kuat intensi yang dimiliki maka akan semakin besar terwujudnya perilaku yang diharapkan. Seperti yang dikemukakan Indarti dan Rostiani 2008: 4 bahwa seseorang dengan intensi yang kuat untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai usaha. Tabel 4.11 Distribusi dan Kategori Jawaban Responden terhadap Variabel Persepsi Kontrol Perilaku ItemIndikator Rata-rata Skor Kriteria 1 2 3 1. Saya siap melakukan segalanya untuk menjadi wirausahawan 5,23 Tinggi 2. Tujuan profesi saya adalah menjadi wirausahawan 5,04 Tinggi 3. Saya akan menghadapi setiap rintangan untuk memulai dan menjalankan usaha saya sendiri 5,80 Tinggi 4. Saya bertekad untuk menciptakan sebuah usaha di masa depan 6,23 Sangat Tinggi 5. Saya sangat serius berpikir untuk memulai sebuah usaha 5,80 Tinggi 97 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 6. Saya memiliki tekad yang kuat untuk memulai sebuah usaha 5,85 Sangat Tinggi INTENSI KEWIRAUSAHAAN 5,66 Tinggi Sumber: Penelitian, diolah Adapun itemindikator yang memberikan skor tertinggi yaitu saya bertekad untuk menciptakan sebuah usaha di masa depan dengan skor 6,23 berada pada kriteria “tinggi”, diikuti oleh itemindikator saya memiliki tekad yang kuat untuk memulai sebuah usaha denga n skor 5,85 yang juga berada pada kriteria “tinggi”. Artinya, siswa SMK yang menjadi responden konsisten dalam menjawab kuesioner berkaitan dengan tekad kuat mereka untuk berwirausaha. Siswa dengan tekad yang kuat akan lebih mudah menyerap pelajaran yang berkaitan dengan minat mereka sehingga diharapkan pihak sekolah terutama guru kewirausahaan dapat menangkap potensi tersebut dengan membimbing dan mengembangkannya sehingga akan muncul wirausahawan-wirausahawan muda yang siap bersaing di dunia perdagangan baik nasional maupun internasional. Selanjutnya, itemindikator saya akan menghadapi setiap rintangan untuk memulai dan menjalankan usaha saya sendiri dan itemindikator saya sangat serius berpikir untuk memulai sebuah usaha dengan skor yang sama yaitu 5,80 berada kriteria “tinggi”. Artinya, siswa SMK memiliki kesiapan menghadapi rintangan di kemudian hari ketika menjadi wirausahawan serta didukung oleh keseriusan berpikir mereka dalam memulai sebuah usaha yang mandiri. Kemudian itemindikator saya siap melakukan segalanya untuk menjadi wirausahawan dengan skor 5,23 berada pada kriteria “tinggi”, diikuti oleh itemindikator tujuan profesi saya adalah menjadi wirausahawan dengan skor 5,04 juga berada pada kriteria “tinggi”. Informasi tersebut mendukung tekad siswa untuk menjadi wirausahawan. Dengan kesiapan melakukan segalanya untuk menjadi wirausahawan artinya siswa siap melakukan upaya untuk mewujudkan keinginan mereka termasuk menghadapi tantangan dan hambatan yang ada serta siap menanggung resiko yang akan muncul dalam perjalanan usaha mereka. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa SMK memiliki niat, motivasi yang tinggi serta kesiapan untuk berwirausaha. Oleh karena itu, 98 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu diharapkan guru dapat memberikan informasi-informasi yang memadai mengenai tantangan, hambatan dan resiko yang akan muncul dalam menjalankan sebuah usaha sehingga di kemudian hari mereka siap menghadapinya.

4.6 Uji Model Struktural

Pengujian model structural dilakukan dengan analisis jalur Path Analysis dengan tujuan untuk menguji hipotesis hubungan asimetris yang dibangun atas dasar kajian teori tertentu, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung seperangkat variabel penyebab terhadap variabel akibat yang dapat diobservasi secara langsung Kusnendi, 2008: 147. Adapun hubungan pengaruh dapat dilihat dalam gambar diagram jalur hipotesis penelitian yang disajikan dalam Gambar 3.2. pada Bab III. Kemudian, berdasarkan estimasi parameter model struktural intensi kewirausahaan pada Gambar 4.1 diperoleh hasil uji kesesuaian model yang diusulkan fit dengan data sampel RMSEA 0,08, tetapi ada hasil estimasi koefisien jalur yang tidak signifikan yaitu NS Norma Subyektif  IK Intensi Kewirausahaan yaitu -0,04. Oleh karena itu, model perlu diperbaiki dengan trimming dengan tujuan untuk memperoleh model yang paling sederhana. Adapun hasil trimming model intensi kewirausahaan disajikan dalam Gambar 4.2. 99 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Gambar 4.2 Estimasi Koefisien Jalur Path Model Intensi Kewirausahaan setelah Trimming Berdasarkan Gambar 4.2, model intensi kewirausahaan setelah trimming tetap fit dengan data, sama dengan model sebelum trimming. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai RMSEA yaitu 0,078 0,08. Dengan demikian, model intensi kewirausahaan menjadi lebih sederhana dan model yang diajukan dalam penelitian ini menggunakan model intensi kewirausahaan setelah trimming. Adapun penjelasan mengenai model intensi kewirausahaan diuraikan sebagai berikut.

4.6.1 Pengaruh Norma Subyektif Terhadap Sikap Personal Siswa SMK di

UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung Pengujian hipotesis dalam model sikap personal yaitu norma subyektif berpengaruh positif terhadap sikap personal siswa SMK. Berdasarkan hasil keluaran AMOS mengenai model intensi kewirausahaan diperoleh estimasi parameter persamaan structural sebagai berikut: SP = 0,89 NS + 0,016 errorvar ; R 2 = 0,79 Hasil keluaran koefisien parameter menunjukkan nilai t-hitung sebesar 4,331. Hal ini berarti pengaruh norma subyektif terhadap sikap personal H1 secara statistic signifikan pada tingkat kesalahan α = 0,05. Dengan demikian hipotesis 1 yang menyatakan bahwa norma subyektif berpengaruh positif terhadap sikap personal siswa SMK dapat diterima. Berdasarkan hasil persamaan structural di atas dapat dijelaskan bahwa tinggi rendahnya sikap personal siswa dalam memandang wirausaha dipengaruhi positif oleh norma subyektifnya. Adapun pengaruh norma subyektif terhadap sikap personal adalah sebesar 0,89 79. Sedangkan variansi yang terjadi pada sikap personal dapat dijelaskan oleh kuat lemahnya norma subyektif sebesar 79, sementara sisanya sebesar 21 merupakan variansi yang berasal dari eksogen lain yang tidak terjelaskan dalam model. 100 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4.6.2 Pengaruh Norma Subyektif Terhadap Persepsi Kontrol Perilaku Siswa

SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung Pengujian hipotesis dalam model persepsi kontrol perilaku yaitu norma subyektif berpengaruh positif terhadap persepsi kontrol perilaku siswa SMK. Berdasarkan hasil keluaran AMOS mengenai model intensi kewirausahaan diperoleh estimasi parameter persamaan structural sebagai berikut: PKP = 0,74 NS + 0,144 errorvar ; R 2 = 0,547 Hasil keluaran koefisien parameter menunjukkan nilai t-hitung sebesar 6,627. Hal ini berarti pengaruh norma subyektif terhadap persepsi kontrol perilaku H2 secara statistic signifikan pada tingkat kesalahan α = 0,05. Dengan demikian hipotesis 2 yang menyatakan bahwa norma subyektif berpengaruh positif terhadap persepsi kontrol perilaku siswa SMK dapat diterima. Berdasarkan hasil persamaan structural di atas dapat dijelaskan bahwa tinggi rendahnya persepsi kontrol perilaku siswa dalam memandang wirausaha dipengaruhi positif oleh norma subyektifnya. Adapun pengaruh norma subyektif terhadap sikap personal adalah sebesar 0,74 55. Sedangkan variansi yang terjadi persepsi kontrol perilaku dapat dijelaskan oleh kuat lemahnya norma subyektif sebesar 55, sementara sisanya sebesar 45 merupakan variansi yang berasal dari eksogen lain yang tidak terjelaskan dalam model.

4.6.3 Pengaruh Sikap Personal, Norma Subyektif, dan Persepsi Kontrol

Perilaku Terhadap Intensi Kewirausahaan Siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung Pengujian hipotesis dalam model intensi kewirausahaan yaitu sikap personal, norma subyekti, dan persepsi kontrol perilaku berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan siswa SMK. Berdasarkan hasil keluaran AMOS mengenai model intensi kewirausahaan diperoleh estimasi parameter persamaan structural sebagai berikut: IK = 0,60 SP + 0,28 PKP + 0,130 errorvar ; R 2 = 0,669 Berdasarkan hasil keluaran koefisien parameter secara parsial untuk sikap personal diperoleh nilai 0,60 dengan t-hitung sebesar 4,080 dan persepsi kontrol 101 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu perilaku sebesar 0,28 dengan t-hitung 3,360. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh sikap personal dan persepsi kontrol perilaku terhadap intensi kewirausahaan secara statistic signifikan pada tingkat kesalah an α = 0,05. Sedangkan, norma subyektif sebesar - 0,04 dengan t-hitung - 0,136. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh norma subyektif terhadap intensi kewirausahaan secara statistic tidak signifikan pada tingkat kesalahan α = 0,05. Oleh karena itu, jalur norma subyektif NS terhadap intensi kewirausahaan IK dilepaskan melalui trimming. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa intensi kewirausahaan dipengaruhi secara positif oleh sikap personal dan persepsi kontrol perilaku sedangkan norma subyektif tidak berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan. Oleh karena itu, pada hipotesis 3 yaitu sikap personal berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan siswa SMK diterima, begitu pula dengan hipotesis 5 yaitu persepsi kontrol perilaku berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan siswa SMK diterima. Sedangkan untuk hipotesis 4 yaitu norma subyektif berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan siswa SMK ditolak. Selanjutnya berdasarkan hasil persamaan structural di atas dapat dijelaskan bahwa tinggi rendahnya intensi kewirausahaan siswa dipengaruhi positif oleh sikap personal dan persepsi kontrol perilaku, sementara norma subyektif menunjukkan angka yang negative. Secara individual besarnya pengaruh sikap personal terhadap intensi kewirausahaan adalah sebesar 0,60 36 memberikan pengaruh relative paling kuat, kemudian diikuti persepsi kontrol perilaku adalah sebesar 0,28 8,41 . Secara bersama sebesar 67 variansi yang terjadi pada intensi kewirausahaan dapat dijelaskan oleh kuat lemahnya sikap personal dan persepsi kontrol perilaku siswa SMK. Sedangkan sisanya sebesar 33 merupakan variansi yang berasal dari variabel eksogen lain yang tidak terjelaskan dalam model.

4.6.4 Dekomposisi Pengaruh Antara Variabel Penelitian

Berdasarkan model intensi kewirausahaan, berikut disajikan dalam Tabel 4.12 dekomposisi pengaruh antar variabel independen norma subyektif terhadap variabel dependen intensi kewirausahaan. Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dinyatakan bahwa meski norma subyektif memiliki pengaruh langsung yang bernilai negative, 102 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu tetapi pengaruh tidak langsung variabel norma subyektif terhadap intensi kewirausahaan siswa SMK dimediasi oleh sikap personal dan persepsi kontrol perilaku. Adapun besarnya pengaruh tidak langsung melalui sikap personal yaitu sebesar 0,53 atau 28 . Sedangkan melalui persepsi kontrol perilaku yaitu sebesar 0,21 atau 4,4 . Dilihat dari pengaruh totalnya, norma subyektif memiliki pengaruh yang relative paling kuat terhadap intensi kewirausahaan meskipun dimediasi oleh sikap personal dan persepsi kontrol perilaku yaitu sebesar 0,70 49 , kemudian diikuti variabel sikap personal sebesar 0,60 36 , dan variabel persepsi kontrol perilaku sebesar 0,28 7,84. Tabel 4.12 Dekomposisi Pengaruh Antar Variabel Intensi Kewirausahaan Siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung Pengaruh Antar Variabel Pengaruh Langsung Tidak Langsung Melalui Total SP PKP SP NS 0,89 - - 0,89 PKP NS 0,74 - - 0,74 IK NS -0,041 0,53 0,21 0,70 IK SP 0,60 - - 0,60 IK PKP 0,28 - - 0,28 Sumber: Penelitian, diolah

4.7 Penyimpangan Asumsi Statistik dan Aplikasi Bootstrapping

Dalam penelitian menggunakan model persamaan structural, asumsi terpenting dalam analisis struktur covariance dan mean adalah data harus berskala kontinyu dan berdistribusi normal secara multivariate Ghozali, 2014: 313. Dengan terpenuhinya asumsi tersebut akan menjadikan penelitian yang dilakukan dapat dipercaya. Namun, permasalahan yang sering ditemui oleh peneliti yaitu permasalahan normalitas data, dimana data sampel yang diperoleh non-normal 103 Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu multivariate serta permasalahan multikolinieritas. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan penulis juga mengalami permasalahan tersebut. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan penyimpangan asumsi statistik yaitu menggunakan prosedur “bootsrap”. Prosedur ini pertama kali dikenalkan oleh Elfron 1979 dan 1982 dan dikembangkan oleh Kotz dan Johnson 1992. Prosedur “bootstrap” merupakan prosedur resampling per-sampel-an kembali dimana sampel asli atau original sample diperlakukan sebagai populasi. Multiple sub-sampel dengan ukuran sampel sama dengan sampel asli kemudian secara random, dengan replacement dari populasi. Dengan demikian peneliti dapat menciptakan multiple sampel dari original data base Ghozali, 2014: 313-314. Berdasarkan hasil uji normalitas data pada model yang diuji penulis menunjukkan nilai critical ratio multivariate sebesar 17,6. Kemudian terdapat problem multikolinieritas dengan angka 0,000 pada model yang diujikan. Dengan adanya permasalahan penyimpangan asumsi statistik, penulis menggunakan aplikasi bootstrapping atau lebih dikenal dengan The Bollen Stine Bootstrap untuk mengevaluasi model yang digunakan penulis. Dari hasil pengujian menggunakan prosedur “bootstrap”, diperoleh nilai probabilitas Bollen Stine Bootstrap = 0,002 . Sebelum “bootstrap” dilakukan nilai chi-square pada model yang diujikan sebesar 515,983 dengan probabilitas = 0,000. Dengan nilai probabilitas yang meningkat menjadi 0,002 dapat dinyatakan bahwa model yang diujikan tidak dapat ditolak dan hasil ini konsisten dengan hasil chi- squares yang juga tidak dapat menolak hipotesis nol.

4.8 Pembahasan Hasil Penelitian