79
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP
INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
dengan nilai chi-squares 515,983 dengan probabilitas p = 0,000. Selain itu, kriteria tidak fit lainnya CFI = 0,840, AGFI = 0,823, GFI = 0,861, dan TLI = 0,815 berada
di bawah nilai yang dipersyaratkan yaitu 0,9. Namun, nilai GFI lainnya menunjukkan kriteria fit seperti ditunjukkan oleh nilai RMSEA = 0,079 yang
berada di bawah nilai 0,08 model dikatakan fit apabila nilai RMSEA lebih kecil dari 0,08. Oleh karena itu, model pengukuran intensi kewirausahaan dapat
dikatakan fit atau model yang diusulkan dapat mengestimasi matriks kovariansi populasi yang tidak berbeda dengan matriks kovariansi data sampel.
Gambar 4.1 Estimasi Parameter Overall Measuremet Model, Intensi Kewirausahaan
4.4.1.2 Uji Kebermaknaan Koefisien Bobot Faktor
Uji kebermaknaan koefisien bobot faktor bertujuan untuk menentukan validitas dan reliabilitas masing-masing indikator dalam mengukur variabel
latennya Kusnendi, 2008: 111. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan
80
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP
INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
format AMOS ditemukan bahwa ada satu estimasi koefisien bobot faktor yaitu X1 = 0,291 yang nilainya di bawah angka yang distandarkan yaitu 0,40. Menurut Hair,
dkk., 2006 dalam Kusnendi, 2008: 111, jika dari hasil uji kebermaknaan ditemukan ada koefisien bobot faktor yang tidak signifikan P-hitung 0,05 dan atau estimasi
koefisien bobot faktor yang distandarkan ada yang kurang dari 0,40 atau 0,50 diindikasikan indikator tersebut tidak valid dalam mengukur variabel latennya.
Apabila ditemukan ada indikator yang tidak valid maka indikator tersebut didrop atau dikeluarkan dari model pengukuran.
Namun, setelah indikator dikeluarkan dari model, ternyata tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dari model sebelumnya. Dengan pertimbangan
bahwa indikator tersebut apabila didrop tidak menunjukkan hasil yang lebih baik, maka penulis tidak mengeluarkan indikator tersebut dari model. Selain itu,
indikator tersebut masuk ke dalam variabel laten konstruk sikap personal sehingga secara kelayakan teori tidak memungkinkan indikator tersebut didrop dari model.
Secara lengkap, hasil uji kebermaknaan masing-masing koefisien bobot faktor dapat dilihat dalam Standardized Regression Weights Lampiran 8 pada hasil
keluaran AMOS yang ditampilkan dalam Tabel 4.5.
4.4.1.3 Evaluasi Reliabilitas Konstruk
Langkah selanjutnya setelah model pengukuran diuji yaitu mengevaluasi reliabilitas konstruk atau reliabilitas komposit masing-masing model pengukuran.
Menurut Kusnendi 2008: 111, apabila koefisien reliabilitas konstruk dan atau koefisien variance extracted tidak kurang dari 0,70 dan atau 0,50 diindikasikan
model pengukuran variabel laten reliabel atau dapat mengukur variabel laten atau konstruk yang diteliti. Berdasarkan estimasi koefisien bobot faktor yang
distandarkan pada Tabel 4.5, maka estimasi R
2
dan kesalahan pengukuran error measurement masing-masing indikator dapat ditentukan. Estimasi R
2
dan atau kesalahan pengukuran digunakan untuk menentukan dominan tidaknya suatu
indikator dalam mengukur atau membentuk variabel latennya. Apabila indikator memiliki estimasi koefisien R
2
tidak kurang dari 0,70 atau tingkat kesalahan pengukurannya error measurement kurang dari 0,51 atau 51, maka indikator
81
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP
INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
tersebut dikatakan dominan sebagai pembentuk variabel latennya. Kusnendi, 2008: 111-112. Adapun estimasi koefisien R
2
masing-masing indikator dapat dilihat pada Tabel 4.6. Sedangkan, reliabilitas konstruk untuk model pengukuran intensi
kewirausahaan dapat dilihat pada Tabel 4.7. Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas konstruk, hasil estimasi dari sikap
personal 0,825, norma subyektif 0,80, persepsi kontrol perilaku 0,833, dan intensi kewirausahaan 0,856, semuanya lebih besar dari angka mutlak yang
ditetapkan yaitu 0,70. Artinya bahwa secara komposit masing-masing indikator dari keempat variabel tidak memiliki konsistensi internal yang memadai dalam
mengukur variabel yang diteliti.
Tabel 4.5 Koefisien Bobot Faktor Masing-Masing Indikator
Model Pengukuran
Indikator �
Probabilitas P
Sikap Personal Menjadi wirausahawan memberikan
banyak keuntungan daripada kerugian untuk saya X1
0,291
Karir sebagai wirausaha sangat menarik bagi saya X2
0,663 Jika saya memiliki kesempatan dan
modal, saya akan segera memulai sebuah usaha X3
0,541
Menjadi seorang
wirausahawan memberikan kepuasaan yang besar
bagi saya X4 0,557
Dari berbagai pilihan karir, saya lebih memilih
menjadi seorang
wirausahawan X5 0,636
82
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP
INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Norma Subyektif
Keluarga terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha
X6 0,458
Teman terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha
X7 0,456
Teman sejawat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha
X8 0,496
Pembelajaran kewirausahaan
di sekolah memotivasi saya untuk
menjadi wirausaha X9 0,514
Persepsi Kontrol
Perilaku
Untuk memulai sebuah usaha dan membuatnya berjalan akan mudah
bagi saya X10 0,550
Saya siap memulai sebuah usaha yang layak X11
0,646 Saya mampu mengontrol proses
pendirian sebuah usaha baru X12 0,690
Saya mengetahui rincian praktis yang dibutuhkan untuk memulai usaha
baru X13 0,640
Jika saya mencoba memulai usaha baru,
saya akan
memiliki kemungkinan tinggi untuk berhasil
X14 0,602
Intensi Kewirausahaan
Saya siap melakukan segalanya untuk menjadi wirausahawan Y1
0,652 Tujuan profesi saya adalah menjadi
wirausahawan Y2 0,671
83
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP
INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Saya akan
menghadapi setiap
rintangan untuk
memulai dan
menjalankan usaha saya sendiri Y3 0,624
Saya bertekad untuk menciptakan sebuah usaha di masa depan Y4
0,653 Saya sangat serius berpikir untuk
memulai sebuah usaha Y5 0,741
Saya memiliki tekad yang kuat untuk memulai sebuah usaha Y6
0,782
Tabel 4.6 Estimasi Koefisien R
2
Masing-Masing Indikator Item
Variabel Penelitian Intensi
Kewirausahaan Sikap
Personal Norma
Subyektif Persepsi
Kontrol Perilaku
X1 X2
X3 X4
X5 X6
X7 X8
X9
X10 X11
X12 X13
X14
Y1 Y2
Y3 Y4
Y5 Y6
0,425 0,450
0,389 0,426
0,549 0,612
0,085 0,440
0,293 0,310
0,404
0,210 0,208
0,246 0,264
0,303 0,417
0,476 0,410
0,362
84
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP
INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Adapun penjabaran indikator-indikator dari keempat variabel yang diurutkan berdasarkan estimasi validitas dan reliabilitas R
2
, sebagai berikut: 1.
Sikap Personal a.
Karir sebagai wirausaha sangat menarik bagi saya X2 dengan taksiran validitas terbesar dalam pembentukan sikap personal model intensi
kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung, yaitu sebesar 0,663. Sedangkan besarnya R2 = 0,440. Artinya bahwa indikator ini
mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 44, sedangkan sisanya 56 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
Tabel 4.7 Reliabilitas Konstruk Untuk Model Pengukuran Intensi Kewirausahaan
Model Pengukuran Reliabilitas Konstruk CR
k
Sikap Personal 0,825
Norma Subyektif 0,800
Persepsi Kontrol Perilaku 0,833
Intensi Kewirausahaan 0,856
b. Dari berbagai pilihan karir, saya lebih memilih menjadi seorang
wirausahawan X5 dengan taksiran validitas sebesar 0,663. Sedangkan besarnya R2 = 0,404. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan
variabel sikap personal sebesar 40,4, sedangkan sisanya 59,6 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
c. Menjadi seorang wirausahawan memberikan kepuasaan yang besar bagi saya
X4 dengan taksiran validitas sebesar 0,557. Sedangkan besarnya R2 = 0,310. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap
personal sebesar 31, sedangkan sisanya 69 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
d. Jika saya memiliki kesempatan dan modal, saya akan segera memulai sebuah
usaha X3 dengan taksiran validitas sebesar 0,541. Sedangkan besarnya R2 = 0,293. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap
85
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP
INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
personal sebesar 29,3, sedangkan sisanya 70,7 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
e. Menjadi wirausahawan memberikan banyak keuntungan daripada kerugian
untuk saya X1 dengan taksiran validitas sebesar 0,291. Sedangkan besarnya R2 = 0,085. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap
personal sebesar 8,5, sedangkan sisanya 91,5 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
2. Norma Subyektif
a. Pembelajaran kewirausahaan di sekolah memotivasi saya untuk menjadi
wirausaha X9 dengan taksiran validitas terbesar dalam pembentukan norma subyektif model intensi kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1
Kabupaten Bandung, yaitu sebesar 0,514. Sedangkan besarnya R2 = 0,264. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal
sebesar 26,4, sedangkan sisanya 73,6 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
b. Teman sejawat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha X8
dengan taksiran validitas sebesar 0,496. Sedangkan besarnya R2 =0,246. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal
sebesar 24,6, sedangkan sisanya 75,4 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
c. Keluarga terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha
X6 dengan taksiran validitas sebesar 0,458. Sedangkan besarnya R2 =0,210. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal
sebesar 21, sedangkan sisanya 79 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
d. Teman terdekat akan menyetujui keputusan saya untuk memulai usaha X7
dengan taksiran validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,208. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal
sebesar 20,8, sedangkan sisanya 79,2 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
3. Persepsi Kontrol Perilaku
86
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP
INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
a. Saya mampu mengontrol proses pendirian sebuah usaha baru X12 dengan
taksiran validitas terbesar dalam pembentukan persepsi kontrol perilaku model intensi kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten
Bandung, yaitu sebesar 0,690. Sedangkan besarnya R2 = 0,476. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar
47,6, sedangkan sisanya 52,4 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. b.
Saya siap memulai sebuah usaha yang layak X11 dengan taksiran validitas sebesar 0,646. Sedangkan besarnya R2 =0,417. Artinya bahwa indikator ini
mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 41,7, sedangkan sisanya 58,3 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
c. Saya mengetahui rincian praktis yang dibutuhkan untuk memulai usaha baru
X13 dengan taksiran validitas sebesar 0,640. Sedangkan besarnya R2 =0,410. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap
personal sebesar 41, sedangkan sisanya 59 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
d. Jika saya mencoba memulai usaha baru, saya akan memiliki kemungkinan
tinggi untuk berhasil X14 dengan taksiran validitas sebesar 0,602. Sedangkan besarnya R2 =0,362. Artinya bahwa indikator ini mampu
menjelaskan variabel sikap personal sebesar 36,2, sedangkan sisanya 63,8 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
e. Untuk memulai sebuah usaha dan membuatnya berjalan akan mudah bagi
saya X10 dengan taksiran validitas sebesar 0,550. Sedangkan besarnya R2 =0,303. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap
personal sebesar 30,3, sedangkan sisanya 69,7 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
4. Intensi Kewirausahaan
a. Saya memiliki tekad yang kuat untuk memulai sebuah usaha Y6 dengan
taksiran validitas terbesar dalam pembentukan intensi model intensi kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung, yaitu
sebesar 0,514. Sedangkan besarnya R2 =0,612. Artinya bahwa indikator ini
87
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP
INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 61,2, sedangkan sisanya 38,8 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
b. Saya sangat serius berpikir untuk memulai sebuah usaha Y5 dengan taksiran
validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,549. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 54,9,
sedangkan sisanya 45,1 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. c.
Tujuan profesi saya adalah menjadi wirausahawan Y2 dengan taksiran validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,450. Artinya bahwa
indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 45, sedangkan sisanya 55 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
d. Saya bertekad untuk menciptakan sebuah usaha di masa depan Y4 dengan
taksiran validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,426. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar
42,6, sedangkan sisanya 57,4 dijelaskan oleh indikator lain di luar model. e.
Saya siap melakukan segalanya untuk menjadi wirausahawan Y1 dengan taksiran validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,425. Artinya
bahwa indikator ini mampu menjelaskan variabel sikap personal sebesar 42,5, sedangkan sisanya 79,2 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
f. Saya akan menghadapi setiap rintangan untuk memulai dan menjalankan
usaha saya sendiri Y3 dengan taksiran validitas sebesar 0,456. Sedangkan besarnya R2 =0,389. Artinya bahwa indikator ini mampu menjelaskan
variabel sikap personal sebesar 38,9, sedangkan sisanya 57,4 dijelaskan oleh indikator lain di luar model.
Berdasarkan perspektif
teoritis, hasil
penelitian model
intensi kewirausahaan siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung menunjukkan
adanya perbedaan dan persamaan dengan model intensi kewirausahaan yang dikembangkan oleh Linan dan Chen 2009 dan dimodifikasi oleh Rijal Assidiq
Mulyana 2013. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari indikator yang paling dominan membentuk konstruk variabel yang diteliti. Seperti pada konstruk sikap
personal, hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator karir sebagai wirausaha sangat menarik bagi saya memiliki validitas dan reliabilitas paling tinggi atau
88
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP
INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
menjadi penciri utama konstruk variabel, sedangkan pada penelitian Linan dan Chen menunjukkan bahwa yang menjadi penciri utama dari konstruk sikap personal
adalah indikator jika saya memiliki kesempatan dan modal, saya akan segera memulai sebuah usaha. Selanjutnya untuk konstruk norma subyektif menggunakan
modifikasi instrument oleh Rijal Assidiq Mulyana 2013, hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator pembelajaran kewirausahaan di sekolah memotivasi
saya untuk menjadi wirausaha menjadi penciri utama dari konstruk norma subyektif. Hal ini tentu berbeda dengan penelitian Linan dan Chen yang tidak
menggunakan indikator tersebut dalam instrument yang mereka kembangkan. Dalam penelitian Linan dan Chen, penciri utama dari konstruk norma subyektif
adalah indikator teman dekat. Sedangkan pada penelitian Rijal Assidiq Mulyana, indikator pembelajaran kewirausahaan di sekolah memotivasi saya untuk menjadi
wirausaha menempati urutan kedua setelah indikator keluarga dekat dalam membentuk konstruk norma subyektif.
Untuk konstruk persepsi kontrol perilaku, hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator saya mampu mengontrol proses pendirian sebuah usaha baru
memiliki validitas dan reliabilitas paling tinggi atau dominan dalam membentuk konstruk tersebut. Begitu pula dengan penelitian Linan dan Chen yang
menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Kemudian diperkuat pula oleh hasil penelitian Rijal Assidiq Mulyana pada siswa SMKN 12 Garut yang menunjukkan
bahwa indikator tersebut dominan sebagai pembentuk konstruk persepsi kontrol perilaku. Sedangkan untuk konstruk intensi kewirausahaan, hasil penelitian
menunjukkan bahwa indikator saya memiliki tekad yang kuat untuk menciptakan sebuah usaha baru menjadi penciri utama dari konstruk intensi kewirausahaan.
Sedangkan, hasil penelitian Linan dan Chen, indikator saya bertekad untuk menciptakan sebuah usaha baru di masa depan dominan sebagai pembentuk
konstruk intensi kewirausahaan. Perbedaan hasil penelitian dengan Linan dan Chen 2009, terutama pada
sikap personal, norma subyektif dan intensi kewirausahaan menurut penulis karena adanya perbedaan budaya dan kebiasaan diantara subyek penelitian. Pada subjek
penelitian yang diteliti penulis, sebagian besar responden memiliki orang tua yang
89
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP
INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
bekerja sebagai wirausaha tetapi norma subyektif mengenai perilaku wirausaha justru terbentuk paling dominan dari pembelajaran kewirausahaan di sekolah
sedangkan pada penelitian Linan dan Chen norma subyektif terbentuk dari teman dekat. Kemudian, adanya persamaan hasil penelitian dengan Linan dan Chen
mengenai persepsi kontrol perilaku menunjukkan bahwa diantara subjek penelitian sebagian besar memiliki keyakinan kuat akan mampu mengontrol proses pendirian
sebuah usaha baru.
4.5 Deskripsi Variabel Penelitian 4.5.1 Deskripsi Sikap Personal Siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten
Bandung
Sikap personal dalam penelitian ini diukur dari 5 lima item pernyataan dengan alternatif jawaban sebanyak 7 alternatif pilihan yang diberi bobot 1 sampai
7. Hasil selengkapnya distribusi dan kategori tanggapan responden mengenai sikap personal dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Distribusi dan Kategori Jawaban Responden terhadap
Variabel Sikap Personal ItemIndikator
Rata-rata Skor
Kriteria
1 2
3
1. Menjadi wirausahawan memberikan banyak
keuntungan daripada kerugian untuk saya
5,28 Tinggi
2. Karir sebagai wirausaha sangat menarik bagi
saya
5,65 Tinggi
3. Jika saya memiliki kesempatan dan modal,
saya akan segera memulai sebuah usaha
6,38 Sangat Tinggi
4. Menjadi seorang wirausahawan memberikan
kepuasaan yang besar bagi saya
5,33 Tinggi
90
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP
INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
5. Dari berbagai pilihan karir, saya lebih
memilih menjadi seorang wirausahawan
5,06 Tinggi
SIKAP PERSONAL 5,54
Tinggi
Sumber: Penelitian, diolah
Berdasarkan Tabel 4.8, menunjukkan sikap personal siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung berada dalam kriteria “tinggi” dengan skor rata-rata
5,54. Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa siswa SMK memiliki penilaian yang positif terhadap perilaku wirausaha. Penilaian yang positif tersebut
dapat membantu siswa dalam menentukan bagaimana melihat situasi, serta bagaimana bersikap terhadap perilaku wirausaha. Selain itu, juga dapat membentuk
kepercayaan diri siswa dalam mewujudkan perilaku wirausaha. Adapun itemindikator yang memberikan skor tertinggi yaitu jika saya
memiliki kesempatan dan modal, saya akan segera memulai sebuah usaha dengan skor 6,38 berada pada
kriteria “sangat tinggi”. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya siswa SMK sudah memiliki kesiapan berwirausaha namun seringkali
terkendala oleh kesempatan dan modal. Oleh karena itu, untuk mendukung program pemerintah dalam mengatasi pengangguran perlu diberikan kesempatan bagi siswa
SMK untuk mengembangkan ide berwirausaha serta memberikan bantuan modal yang sesuai dengan kebutuhan usaha mereka. Selanjutnya, pada itemindikator karir
sebagai wirausaha sangat menarik bagi saya dengan skor 5,65 berada pada kriteria “tinggi”. Artinya siswa SMK sebenarnya tertarik dengan karir wirausaha, namun
perlu diberikan bimbingan baik dari pemerintah atau sekolah terutama guru dalam mewujudkan ide atau kreativitas usaha mereka. Bimbingan yang dilakukan dapat
berupa pemberian materi tentang seluk-beluk dunia kewirausahaan, menunjukkan contoh-contoh wirausahawan sukses yang memulai usaha dari bawah, serta
memberikan teladan langsung terutama pada guru kewirausahaan yaitu guru tersebut juga memiliki sebuah usaha sehingga materi yang diberikan dapat
bermakna bagi siswa.
91
Resti Elfia Shanti, 2016 PENGARUH SIKAP PERSONAL, NORMA SUBYEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP
INTENSI KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK DI UPTD WILAYAH 1 KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Kemudian itemindikator menjadi seorang wirausahawan memberikan kepuasaan yang besar bagi saya
dengan skor 5,33 juga berada pada kriteria “tinggi”. Artinya siswa SMK yang menjadi responden telah memiliki pengalaman tertentu
berkaitan perilaku wirausaha baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengalaman tersebut dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap
pembentukan kepercayaan diri siswa dalam mewujudkan keinginan berwirausaha. Informasi tersebut dapat memudahkan sekolah atau guru dalam mengarahkan siswa
SMK untuk berwirausaha. Namun, hal tersebut perlu mendapat dukungan dari keluarga dekat terutama orang tua siswa sehingga diharapkan orang tua dapat ikut
memperhatikan, membina, membimbing dan mengarahkan minat atau keinginan mereka.
Itemindikator selanjutnya yaitu menjadi wirausahawan memberikan banyak keuntungan daripada kerugian untuk saya dan itemindikator dari berbagai
pilihan karir, saya lebih memilih menjadi seorang wirausahawan dengan skor 5,28 dan 5,06 juga berada pada kriteria “tinggi”. Kedua skor dan kriteria tersebut
menunjukkan kekonsistenan responden dalam memberikan tanggapan terhadap variabel sikap personal. Artinya konsisten dalam penilaian yang positif terhadap
keuntungan menjadi wirausahawan serta memilih karir sebagai wirausahawan. Berdasarkan penjelasaan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap positif
dalam diri siswa SMK berkaitan dengan perilaku wirausaha telah terbentuk dengan baik. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran di sekolah perlu ditanamkan jiwa
kewirausahaan pada diri siswa sehingga kelak mereka menjadi wirausahawan yang mandiri dan bertanggung jawab.
4.5.2 Deskripsi Norma Subyektif Siswa SMK di UPTD Wilayah 1 Kabupaten Bandung