Pemeriksaan Pendengaran Epidemiologi Noise Induced Hearing Loss Pada Operator PLTD/G di PT. Indonesia Power Unit Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan Bali Tahun 2016.

Jenis APT ini dapat menutupi seluruh telinga eksternal dan mampu meredam bising sebesar 40-50 dB. c. Helmet enclosure Jenis APT ini berbentuk penutup kepala secara keseluruhan sekaligus sebagai pelindung telinga. APT ini digunakan untuk mengurangi bising maksimal 35 dBA pada frekuensi 250 Hz dan 50 dBA pada frekuensi yang lebih tinggi Pujiriani, 2008. Tabel 2.3 Pedoman dalam Pemilihan dan Pemakaian APT Tingkat Bising dBA Pemakaian APT Pemilihan APT 85 Tidak Wajib Bebas memilih 85-89 Optional Bebas memilih 90-94 Wajib Bebas memilih 95-99 Wajib Pilihan terbatas 100 Wajib Pilihan sangat terbatas Sumber: Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006 Sumber: AFE Group General Industry and Safety 2010

2.4 Pemeriksaan Pendengaran

Pemeriksaan pendengaran diklasifikasikan menjadi tes kualitatif, semikuantitatif dan kuantitatif. Berikut ini penjelasan lebih lanjut tentang masing-masing jenis tes pendengaran. Gambar 2.1 Jenis-jenis Alat Pelindung Telinga a. Tes Kualitatif Pemeriksaan secara kualitatif menggunakan tes penala garpu tala yang terdiri dari lima set dengan frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz dan 2048 Hz. Berikut ini adalah jenis-jenis dari tes penala.  Rinne yaitu jenis tes yang membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran tulang pada satu telinga. Hasil tes diberi tanda positif + dan negative -.  Weber yaitu jenis tes yang membandingkan hantaran telinga kanan dan telinga kiri. Hasil tes ditunjukkan dengan laterisasi.  Schwabach yaitu jenis tes yang membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.  Tes Bing Tes Oklusi merupakan tes pendengaran untuk pemeriksaan tuli saraf.  Tes Stenger, digunakan untuk pemeriksaan tuli anorganik simulasi atau pura-pura tuli. b. Tes Semikuantitatif Pemeriksaan yang bersifat semikuantitatif ini dinamakan tes berbisik yang digunakan untuk menentukan derajat ketulian secara kasar. Adapun syarat yang harus diperhatikan yaitu ruangan cukup tenang, tidak terjadi gema dengan panjang minimal 6 meter. c. Tes Kuantitatif Pengukuran daya pendengaran manusia secara kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan audiometer. Pengukuran dengan menggunakan teknik audiometer mengacu pada nilai ambang pendengaran dan bila ada perbedaan ambang pendengaran 10 dB, maka perbedaan ini disebut gap. Pada umumnya, program pemeliharaan pendengaran di perusahaan dilakukan dengan audiometer audiometric screening. Tes audiometri harus dilakukan setiap setahun sekali yang memiliki tujuan sebagai berikut. - Mengetahui keadaan pendengaran calon pekerja. - Mengetahui secara dini gangguan pendengaran hearing loss yang diderita oleh pekerja dan untuk mencegah agar gangguan pendengaran tidak menjadi lebih parah. - Menunjukkan kepada pimpinan perusahaan dan pekerja tentang pentingnya penggunaan alat pelindung telinga. - Mengidentifikasi pekerja yang sensitif terhadap efek kebisingan. Tes audiometri idealnya berupa nada murni pure tone, air conduction, pemeriksaan ambang pendengaran hearing threshold examination dan minimum tes ini dilakukan pada frekuensi-frekuensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000 dan 6000 Hz. Adapun persyaratan yang diperlukan untuk pemeriksaan audiometri yaitu: - Tempat pemeriksaan harus sunyi sound treatedsound proof room. Untuk memperoleh a pure-tone-air-conduction audiogram dengan menggunakan sebuah manual audiometer. - Audiometer yang digunakan terlebih dahulu harus dikalibrasi sensitive audiometer dan dipelihara dengan baik. - Pemeriksaan harus dilakukan oleh seorang yang telah memperoleh sertifikat certified operator atau yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai tentang teknik pemeriksaan audiometri. Sebelum melakukan tes audiometri, ada beberapa informasi yang harus dikumpulkan dari calon pasien yang akan diperiksa. Proses pengumpulan informasi ini disebut aural history, yakni meliputi riwayat kesehatan pendengaran individu dan keluarga, kondisi kebisingan yang memapari, kondisi pengendalian bising yang telah dilakukan dan data diri. Tujuannya adalah untuk membantu dalam tahap analisis hasil pemeriksaan Akbar, 2012. Berikut ini adalah penjelasan mengenai derajat pendengaran atau ambang pendengaran manusia menurut ISO Akbar 2012. - 0-25 dB = normal - 26-40 dB = tuli ringan - 41-60 dB = tuli sedang - 61-90 dB = tuli berat - 91 dB = tuli sangat berat Pengukuran ambang dengar menggunakan alat yang disebut dengan audiogram. Paparan kebisingan mempengaruhi kedua telinga dan biasanya menyebabkan penurunan pendengaran pada 3000, 4000 dan 6000 Hz, tetapi tidak berpengaruh pada frekuensi rendah. Pada formulir audiogram, untuk mendeteksi kejadian NIHL dapat dilihat dari hasil tes audiometri pada frekuensi 3000 sampai dengan 6000 Hz. Terjadinya penurunan pendengaran pada frekuensi 4000 Hz secara signifikan dan membentuk sudut lancip karena perbedaan daya dengar dengan frekuensi lain, sehingga kondisi ini disebut dengan NIHL. Kategori normal pendengaran bila berada pada titik 20 dB. Sedangkan jika ambang dengar seseorang berada di antara 41 sampai dengan 60 dB, maka seseorang tersebut dapat dikatakan mengalami gangguan pendengaran sedang Alberta, 2014. Sumber: United State Department of Labor 2002

2.5 Bising