2.2 Gangguan Pendengaran
2.2.1 Definisi Gangguan Pendengaran
Idealnya, telinga manusia dalam hanya mampu menangkap suara dengan intensitas 85 dBA dan dengan frekuensi 20-20.000 Hz. Seseorang termasuk kategori pendengaran
normal bila mampu mendengar suara deng an intensitas ≤25 dBA. Kebisingan sangat
identik sebagai pemicu utama gangguan pendengaran. Perubahan pada tingkat pendengaran berakibat pada kesulitan melakukan aktivitas secara normal, terutama dalam
hal memahami percakapan. Hal ini terjadi karena peningkatan ambang dengar dari batas nilai normal 0-25 dBA pada salah satu telinga atau keduanya. Peningkatan ambang
dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan, tuli sedang, tuli sedang berat, tuli berat dan tuli sangat berat Buchari, 2007.
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Peningkatan Ambang Pendengaran
Klasifikasi Ambang Pendengaran
Normal 0-25 dBA
Tuli ringan 26-40 dBA
Tuli sedang 41-55 dBA
Tuli sedang berat 56-70 dBA
Tuli berat 71-90 dBA
Tuli sangat berat Lebih dari 90 dBA
2.2.2 Jenis-jenis Gangguan Pendengaran
Gangguan yang ditimbulkan akibat bising menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian yang bersifat progresif atau yang awalnya sementara dapat berubah secara
bertahap menjadi tuli menetap bila pekerja sering terpajan bising. Menurut Hernomo 1998 dalam buku seri kebisingan karya Marji 2013 mengkategorikan tiga jenis utama
gangguan pendengaran, antara lain gangguan pendengaran konduksi, sensorineural perseptif dan gangguan pendengaran campuran Marji, 2013.
1. Conductive Hearing Loss
Tipe gangguan pendengaran ini terjadi akibat lesi di bagian hantaran mulai dari meatus akustikus sampai ke basis stapes. Kondisi ini dikaitkan dengan permasalahan
secara mekanikal pada telinga luar atau telinga tengah. Adapun penyebab kemungkinan masalah tersebut diantaranya cairan telinga yang masuk ke dalam
metus akustikus eksternus sehingga secret ototitis eksterna, pus dan furuncel pecah. Adanya serumen atau benda asing yang mengeras atau menyumbat, munculnya polip
dan granulasi, terjadi stenose penyempitan atresia, kerusakan membran timpani karena suara ledakan maupun benturan. Tuba eustachius yang tertutup akibat
discharge karena telinga tengah menyesuaikan diri dengan tekanan atmosfir. Selain itu, tulang-tulang pendengaran mengalami dislokasi akibat ledakan atau pukulan di
kepala yang menyebabkan terbatasnya pergerakan tulang-tulang tersebut. 2.
Sensorineural Hearing Loss Gangguan pendengaran terjadi akibat lesi di bagian penerimaan mulai dari koklea
sampai ke otak. Jenis ketulian ini terjadi karena disfungsi dari sistem telinga dalam yang ditandai dengan kerusakan pada cilia rambut organ korti koklea yang
berfungsi menghantarkan suara ke sistem saraf. Penyebab tuli sensorineural diantaranya toksin dari obat amminoglikosida streptomisin, kanamycin, salisilat,
kininr, sitostatika serta dari penyakit ginjal dan hepar, penyakit sistemik berupa diabetes mellitus, hipoteriodiea, multiple sclerosis, penyakit infeksi berupa virus
mobile, rubella, parotitis, meningitis. Degenerasi-akustik neurinoma, penyakit darah seperti anemia, leukemia, hipertensi dan akustik neurinoma.
3. Mixed Hearing Loss
Ketulian ini berupa gabungan dari conductive hearing loss dan sensorineural hearing loss yang ditandai dengan kondisi penderita yang mengalami permasalahan di bagian
telinga luar atau tengah seperti infeksius dan rambut pengantar suara ke saraf yang bermasalah akibat pajanan bising yang berlebihan Akbar, 2012.
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Dengar