utama adalah merangsang spermatogenesis untuk menghasilkan jumlah sel sperma yang normal.
C. Testis, kesuburan dan kemampuan seksual seorang pria memerlukan
hormon-hormon eksokrin maupun endokrin dari testis. Semuanya berada dalam kontrol alur HPG. Bagian intersisial testis mengandung sel-sel
Leydig yang berfungsi pada proses steroidogenesis. Tubulus seminiferous memiliki fungsi eksokrin untuk memproduksi spermatozoa.
Produksi testosteron dikontrol secara umpan balik negatif pada alur HPG, dan testosteron tersebut dimetabolisir menjadi 2 macam metabolit aktif yaitu
dihidrotestosteron DHT akibat katalisis dari 5-alfa-reduktase dan estrogen estradiol, sebagai hasil reaksi dengan aromatase. DHT merupakan androgen yang
jauh lebih kuat daripada testosteron Umam, 2010; Sutyarso, 2012. Komponen aktif dari testosteron adalah testosteron terikat albumin dan
testosteron bebas yang kemudian diubah oleh enzim menjadi estradiol dengan aromatase dan dehidrotestosteron dengan 5-alfa reduktase Mustofa, 2010.
Fungsi testis dikontrol oleh 2 hormon gonadotropik yang disekresikan oleh hipofisis anterior yaitu: LH dan FSH. Kedua hormon ini bekerja pada bagian testis
yang berbeda. LH bekerja pada sel Leydig intersisial untuk mensekresi testosteron, sedangkan FSH bekerja pada tubulus seminiferus sel Sertoli yang
berpengaruh terhadap spermatogenesis Sherwood, 2013.
2.2.4 Pengukuran Hormon Seks Steroid pada Pria
Kadar Testosteron puncak terlihat pada pagi hari, sekitar 20-30 lebih tinggi kadarnya dari pada malam hari Kumar, 2013. Pengukuran immunoassays
testosteron dan estrogen mengukur konsentrasi kadar total serum. Metode yang dipercaya adalah dengan immunoassays spesifik dikuti ekstraksi dari serum atau
gas chromatography GC atau dengan liquid chromatography LC digabung dengan spektroskopi Braunstein, 2011.
Tabel 2.4 Kadar Hormon Normal pada Pria Dewasa
Hormon Batas Normal
Testosteron total 260
–1000 ngdL 9,0 –34,7 nmolL Testosterone free
50 –210 pgmL 173–729 pmolL
Dihidrostenedione 27
–75 ngdL 0,9–2,6 nmolL Androstenedione
50 –250 ngdL 1,7–8,5 nmolL
Estradiol 10
–50 pgmL 3,67–18,35 pmolL Estrone
15 –65 pgmL 55,5–240 pmolL
Sumber: Braunstein, 2011
2.2.5 Fungsi Hormon Seks Steroid pada Pria
Testosteron antara lain bertanggungjawab terhadap berbagai sifat maskulinisasi tubuh. Pengaruh testosteron pada perkembangan sifat kelamin
primer dan sekunder pada pria dewasa antara lain: a.
Sekresi testosteron setelah pubertas menyebabkan scrotum, penis dan testis membesar kira-kira delapan kali lipat sampai sebelum usia 20
tahun.
b. Pengaruh pada penyebaran bulu rambut tubuh antara lain diatas pubis,
ke arah sepanjang linea alba kadang-kadang sampai umbilicus dan diatasnya, serta pada wajah dan dada.
c. Menyebabkan hipertropi mukosa laring dan pembesaran laring.
Pengaruh terhadap suara pada awalnya terjadi “suara serak”, tetapi secara bertahap berubah menjadi suara bass maskulin yang khas.
d. Meningkatkan ketebalan kulit di seluruh tubuh dan meningkatkan
kekasaran jaringan subkutan. e.
Meningkatkan pembentukan protein dan peningkatan massa otot. f.
Berpengaruh pada pertumbuhan tulang dan retensi kalsium. Testosteron meningkatkan jumlah total matriks tulang dan
menyebabkan retensi kalsium. g.
Testosteron juga berpengaruh penting pada metabolisme basal, produksi sel darah merah, sistem imun, serta pengaturan elektrolit dan
keseimbangan cairan tubuh. Selain fungsi di atas, hormon testosteron berpengaruh pula pada fungsi-fungsi
yang lain, diantaranya pada fungsi seksual menjadi terganggu akibat testosteron yang menurun, spermatogenesis terganggu, kelelahan, ganguan mood, perasaan
bingung, rasa panas hot flush, keringat malam hari, serta perubahan komposisi tubuh berupa timbunan lemak visceral Pangkahila, 2011; Rahmanisa, 2014.
Jumlah sel spermatogenik sangat tergantung pada aktivitas tubuli seminiferi yang dipengaruhi oleh sistem hormon, sehingga faktor endokrin mempunyai efek
paling penting terhadap spermatogenesis. Testosteron yang disintesis sel Leydig
diperlukan untuk berlangsungnya proses spermatogenesis pada tubuli seminiferi. Apabila metabolisme sel Leydig terganggu atau sel Leydig tidak dapat
memproduksi hormon testosteron secara optimal, maka kadar testosteron akan menurun. Gangguan spermatogenesis akibat kadar testosteron yang rendah
menyebabkan peningkatan resiko terhadap rendahnya mutu spermatozoa yang dihasilkan, yaitu penurunan konsentrasi spermatozoa. Testis sebagai tempat
berlangsungnya spermatogenesis bersifat sangat rentan terhadap proses oksidasi oleh radikal bebas. Terdapatnya radikal bebas pada testis dapat mengubah
kestabilan dan fungsi membran, akibat berlanjutnya peroksidasi lipid. Proses peroksidasi lipid dilaporkan mengakibatkan gangguan spermatogenesis. Radical
scavenger akan membersihkan radikal bebas pada jaringan-jaringan yang memproduksi spermatozoa Astuti et al., 2008.
Estrogen merupakan hormon yang ada pada pria dan wanita. Estrogen pada pria mempunyai peranan dalam proses fertilitas. Pada testis, estradiol mempunyai
peranan membantu fungsi testis. Estradiol bila bekerja sendiri, tidak mampu menstimulasi steroidogenesis sel Leydig. Estrogen pada proses perkembangan
testis, mempunyai kemampuan untuk membangun fungsi sel Sertoli dan membantu adesi sel Sertoli dan germinal. Selain itu, estradiol bertanggung jawab
untuk inisiasi spermatogenesis atau pembentukan dan maturasi sperma pada laki- laki. Estrogen juga mempunyai peranan pada duktus efferent yang membawa
sperma dari testis ke epididimis. Duktus efferent mempunyai fungsi utama untuk reabsorpsi lebih dari 90 cairan testis sehingga terjadi pemekatan sperma untuk
memasuki lumen epididimis. Estrogen juga mempunyai peranan membantu
kekuatan tulang, maturasi seksual dan metabolisme kolesterol Hess dan Carnes, 2004.
2.2.7 Penggunan Hormon Seks Steroid untuk Pembesaran Otot pada Pria