1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari risiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi
bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja Simanjuntak, 1994.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya hazard dan
risiko risk terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainnya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi Rijanto, 2010.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3 perlu dilakukan karena menurut undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, setiap tenaga kerja
berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
Sejak awal tahun 1980-an pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi, yaitu Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per-01Men1980. Peraturan mengenai keselamatan kerja untuk konstruksi tersebut, walaupun belum pernah diperbaharui
sejak dikeluarkannya lebih dari 20 tahun silam, namun dapat dinilai memadai untuk kondisi minimal di Indonesia. Hal yang sangat disayangkan adalah pada penerapan
Universitas Sumatera Utara
peraturan tersebut di lapangan. Rendahnya kesadaran masyarakat akan masalah keselamatan kerja, dan rendahnya tingkat penegakan hukum oleh pemerintah,
mengakibatkan penerapan peraturan keselamatan kerja yang masih jauh dari optimal, yang pada akhirnya menyebabkan masih tingginya angka kecelakaan kerja.
Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per-01Men1980 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara
umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan. Pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kerja yang dapat menjadi
sumber terjadinya kecelakaan kerja dan pentingnya arti tenaga kerja di bidang konstruksi Taufik dkk, 2009.
Menurut Siaoman dan Hendy 2007, konstruksi mempunyai karakteristik yang unik dan kompleks serta dapat mempertinggi angka risiko dan bahaya
kecelakaan kerja. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa industri konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki kompleksitas kerja serta risiko
kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Proyek konstruksi memiliki serangkaian catatan kecelakaan yang memakan
banyak korban jiwa. Angka kecelakaan kerja di bidang jasa konstruksi paling tinggi dibanding sektor industri, transportasi maupun pertambangan. Bahkan angka
kecelakaan kerja sektor konstruksi di Indonesia termasuk yang paling tinggi di kawasan ASEAN dan dalam lima tahun terakhir trennya cenderung naik.
Universitas Sumatera Utara
Pekerjaan yang dilakukan di bidang konstruksi pada dasarnya merupakan pekerjaan yang berbahaya dan sangat mungkin menyebabkan kecelakaan. Penyebab
mengapa kecelakaan konstruksi sangat berbahaya adalah karena sifat pekerjaan di bidang konstruksi yang dinamis dan selalu mengalami perubahan. Pekerjaan berubah
ketika suatu tahapan pekerjaan telah selesai, begitu juga dengan komposisi pekerja yang selalu berubah untuk menyesuaikan dengan tahapan pekerjaan, kemudian yang
tak kalah penting adalah perubahan cuaca, karena pada umumnya pekerjaan pada konstruksi dilakukan diluar ruangan sehingga perubahan cuaca secara otomatis akan
merubah kondisi lingkungan kerja Hinze,1997. Pada kenyataannya masalah keselamatan dan kesehatan kerja masih
sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Berdasarkan data yang tercatat di PT. JAMSOSTEK, menunjukkan bahwa
tahun 2010 terdapat 65.000 kasus kecelakaan kerja di Indonesia, angka ini mencakup 1.965 meninggal dunia, juga tercatat 3.662 pekerja yang mengalami
cacat fungsi, 2.713 cacat sebagian, 31 cacat total dan sisanya berhasil sembuh. Data yang tercatat tersebut dianggap tidak menggambarkan kenyataan di lapangan yaitu
tingkat kecelakaan kerja yang sebenarnya lebih tinggi lagi. Dalam industri konstruksi kita mengenal beberapa jenis bangunan, antara lain
adalah bangunan gedung rumah sederhana sampai gedung bertingkat tinggi, bangunan jalan flexible pavement, rigrid pavement, jalan kricak, AWCAS-all
weathered compacted aggregate subgrade, dan lain-lain, bangunan lapangan terbang, bangunan terowongan, bangunan jalan kereta api, bangunan jembatan
jembatan rangka baja, jembatan rangka kayu, jembatan beton, jembatan rangka
Universitas Sumatera Utara
beton, jembatan composite dan lain-lain, bangunan jalan layang jalan layang kereta api, jalan layang kendaraan bermotor, bangunan bendungan, bangunan saluran
irigasi, bangunan silo, dan lain-lain yang saat ini sangat banyak jenisnya sesuai dengan kebutuhan manusia dan kemajuan teknologi Sajekti,2009.
Setiap jenis bangunan mempunyai metode pelaksanaan yang secara garis besarnya berlain-lainan, tetapi untuk bagian-bagian pekerjaannya pada prinsipnya
adalah hampir sama, misalnya kegiatan pembetonan untuk pekerjaan gedung dengan kegiatan pembetonan untuk pekerjaan bendungan hampir sama. Yang membedakan
adalah metode kerja pelaksanaannya dari kegiatan bagian-bagian pekerjaan itu karena perbedaan dalam hal volume, kondisi medan, dan kemungkinan ada persyaratan yang
harus dipenuhi Sajekti,2009. Dalam proyek pembangunan besar, persiapan demi persiapan perlu dilakukan
secara bertahap. Mulai dari tahap perencanaan, tahap mendesain, tahap pra- konstruksi, tahap konstruksi, hingga berakhir pada tahap finishing, semua mesti
dirancang secara teratur dan terarah. Tahap mendesain merupakan tahapan yang paling vital karena disini merupakan pangkal dari berjalan atau tidaknya sebuah
proyek. Tahap mendesain yang meliputi desain arsitektur, interior, maupun eksterior merupakan tahap dimana kita menentukan kerangka serta garis besar model bangunan
yang nantinya akan direalisasikan dalam wujud proyek pembangunan tersebut. Untuk itu, perlu dibuat sebuah rancang bangun yang pasti fixed sehingga proyek
pembangunan dapat berjalan sesuai rencana awal.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan pada proyek pembangunan gedung Hotel The Regale ini, terdapat proses kerja pada bagian struktur dan arsitektur
yang mengandung potensi bahaya yang cukup besar. Pada unit kerja bagian struktur terdapat 3 proses kerja yang meliputi
bekisting, pembesianpenulangan, dan pengecoran. Bekisting adalah cetakan sementara yang digunakan untuk menahan beton selama beton dituang dan dibentuk
sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Proses ini diawali dengan perakitan mal bekisting dimana pekerja menggunakan peralatan-peralatan kerja yang cukup
berbahaya seperti mesin gergaji untuk memotong kayu bekisting. Selanjutnya bekisting diangkut dengan Tower Crane untuk dipasang pada ketinggian.
Pada proses pembesian diawali dengan fabrikasi besi tulangan yang juga menggunakan peralatan-peralatan yang cukup berbahaya bagi pekerja. Kemudian
dilakukan perakitan ring besi yang dilakukan secara manual oleh pekerja. Selanjutnya ring besi diangkut dengan Tower Crane untuk dipasang pada ketinggian.
Selanjutnya adalah proses penuangan beton segar ke dalam bekisting yang telah dipasangi tulangan. Proses pengecoran ini menggunakan mesin vibrator yang
berfungsi untuk memadatkan beton agar beton hasil coran tidak keropos. Pada pekerjaan arsitektural meliputi pekerjaan finishing yang terdiri dari
finishing dinding, lantai, plafon, pintu dan jendela, dan atap. Proses pekerjaan dinding, lantai, plafon, pintu dan jendela, serta atap ini menggunakan peralatan-
peralatan kerja yang cukup berbahaya seperti mesin gerinda tangan, mesin bor tangan, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Pihak perusahaan telah memberikan APD kepada pekerja, tetapi mayoritas pekerja sering tidak menggunakan APD saat bekerja. Alasan dari mereka adalah
karena pemakaian APD saat bekerja adalah hal yang merepotkan bagi mereka, dimana mereka menjadi tidak leluasa saat bekerja. Disamping itu pihak perusahaan
juga kurang memperhatikan aspek K3 seperti tidak adanya rambu-rambu K3 di tempat kerja, penambahan jam kerja di malam hari, serta kurang adanya pengawasan
terhadap pekerja yang tidak menggunakan APD di lapangan. Mereka juga tidak menerapkan sanksi yang tegas kepada pekerja yang tidak menerapkan aturan-aturan
K3. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik ingin melihat apa saja potensi
bahaya K3 pada proyek pembangunan Hotel The Regale.
1.2. Rumusan Masalah