Kajian Potensi Terjadinya Tuntutan Kontraktor Pelaksana Pada Proyek Konstruksi (Studi Kasus : Proyek Pembangunan Gedung Hotel Santika Medan)

(1)

KAJIAN POTENSI TERJADINYA TUNTUTAN KONTRAKTOR

PELAKSANA PADA PROYEK KONSTRUKSI

(Studi Kasus : Proyek Pembangunan Gedung Hotel Santika Medan)

TUGAS AKHIR

DEDY PRAYOGO

08 0424 028

BIDANG STUDI MANAJEMEN KONTRUKSI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK USU 2012


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… iv

KATA PENGANTAR ………. v

DAFTAR ISI ……… vii

DAFTAR TABEL ……… ix

DAFTAR GAMBAR ………... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan ……… 1

1.2. Rumusan Masalah ……….. 4

1.3. Tujuan Penelitian ……… 4

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ……….. 4

1.5. Metodologi Penelitian ………. 5

1.6. Sistematika Penulisan ………. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum ………. 9

2.2. Kontrak ………... 9

2.2.1. Pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak …….. 10

2.2.2. Bagian-bagian kontrak ……….. 16


(3)

2.2.4. Condition of contract dalam konstruksi ……… 19

2.3. Tuntutan ……….. 26

2.3.1. Landasan Hukum Tuntutan ………... 27

2.3.2. Penyebab Terjadinya Tuntutan ……….. 28

2.3.3. jenis-jenis Tuntutan ……… 40

2.3.4. Dokumen-dokumen pendukung pengajuan tuntutan 42 2.3.5. Penyebab Kegagalan Tuntutan ………... 45

2.3.6. Prosedur Tuntutan ……….. 45

2.3.7. Penyelesaian Tuntutan ……… 47

2.3.8. Cara Menghindari Tuntutan dan pengendalian resiko 49 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Umum ……… 42

3.2. Penetapan Lokasi Penelitian ……….. 43

3.3. Metode Penelitian ……….. 43

3.3.1. Identifikasi permasalahan dan penetapan tujuan 45 3.3.2. kajian pustaka ………... 45

3.3.3. pengumpulan data ………. 45

3.3.4. pengelolaan dan analisis data ……….. 46

3.3.5. kesimpulan ……… 46

3.4. Studi Kasus Pembangunan Gedung Hotel Santika ….. 46

3.4.1. latar belakang tujuan proyek ……….. 47

3.4.2. deskripsi proyek ………. 47


(4)

3.4.4. uraian kondisi lokasi proyek ……….. 50 BAB IV DATA PENELITIAN

4.1. Umum ………... 51

4.2. Analisis dari pasal-pasal dalam dokumen kontrak …... 52 4.3. Analisis organisasi proyek dan pihak-pihak yang terakait 57 4.4. Analisa faktor-faktor penyebab terjadinya tuntutan …. 60 4.5. Analisa pekerjaan tambah kurang pada proyek ……… 66 4.6. Analisa hambatan yang berpotensi terjadi di proyek … 67 4.7. Analisa kemungkinan alternative penyelesaian proyek 72 BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ………... 79

5.2. Saran ………. 80

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Proyek konstruksi semakin hari semakin kompleks sehubungan dengan adanya standard-standard baru yang dipakai, teknologi yang semakin canggih, dan keinginan pemilik bangunan yang senantiasa melakukan penambahan atau perubahan lingkup pekerjaan. Keberhasilan penyelesaian suatu proyek konstruksi tergantung dari kerjasama antara pihak-pihak yang terlibat didalam, yaitu pengguna jasa (owner), penyedia jasa (kontraktor pelaksana, dan konsultan). Pihak-pihak tersebut mempunyai kepentingan dan tujuan yang berbeda, yang berpontesi menimbulkan konflik atau perselisihan pada saat perencanaan dan pelaksaan proyek. Sebelum proses konstruksi dimulai, pihak pengguna jasa dan pihak penyedia jasa membuat kesepakatan tertulis berupa surat perjanjian atau kontrak.

Keberhasilan penyelesaian suatu proyek konstruksi dan menjaga agar realisasi biaya sama dengan yang dianggarkan sangat tergantung pada perencanaan yang membutuhkan pertimbangan teknis yang matang. Jika pertimbangan teknis kurang matang maka akan menyebabkan keterlambatan didalam penyelesaian proyek seperti masalah kekurangan material, yang disebabkan oleh konsultan atau pengguna jasa, dan tidak kompetennya penyedia jasa. Keterlambatan ini bisa berdampak terhadap biaya dan kualitas.

Kajian tentang masalah munculnya tuntutan di proyek konstruksi sudah banyak dilakukan diantaranya Fisk, (1997), Robert D. Gilbreath (1995), Nur Wahyuni (1996) dan Ahuja (1984). Kajian-kajian di atas membahas tentang jenis-jenis tuntutan (klaim), penyebab dan antisipasi tuntutan (klaim) serta alternatif penyelesaian klaim. Dengan mengetahui jenis dan penyebab klaim serta bagaimana mengantisipasi klaim dan alternatif penyelesaiannya maka tentu sangat bermanfaat bagi industri kontruksi sehingga industri ini semakin efisien dan tentu akan menyumbang terhadap


(6)

perekonomian negara.

Salah satu penyebab terjadinya tuntutan antara pemilik dan kontraktor adalah keterlambatan. Bila dilihat lagi “penyebab keterlambatan ini bermacam-macam. Keterlambatan proyek juga banyak yang disebabkan faktor pengembang/pemilik. Misalnya, karena perencanaan yang tidak matang, di tengah jalan pengembang/pemilik yang mengerjakan sendiri, mengatur sendiri pula sub-sub kontraktor. Hal itu sering menyebabkan kesungguhan kontraktor berkurang. Keterlambatan ini terjadi karena berbagai macam hal. Seperti, misalnya perubahan-perubahan desain, kesalahan manajemen, kekurangan peralatan ataupun tenaga ahli maupun karena waktu yang disediakan pemilik memang tidak cukup (Unrealistic Schedule).

Setiap kontraktor mengharapkan untuk menangani pekerjaan yang semua kondisinya berada dalam keadaan yang ideal. Suatu pekerjaan yang dapat diselesaikan tepat waktu dan hanya melibatkan sedikit perubahan dari pemilik yang menghasilkan perubahan-perubahan yang dapat dilihat secara nyata serta sebanding dengan banyaknya uang yang dapat dihemat. Bila dalam suatu proyek pemilik memerintahkan kontraktor untuk melakukan pekerjaan yang tidak tercantum dalam kontrak, maka pemilik diharapkan untuk dapat segera untuk dapat mengeluarkan dokumen perubahan pekerjaan (contract change order) dimana dokumen yang berkaitan dengan jumlah perubahan pekerjaan tersebut dimasukkan dalam kontrak dan kontraktor berhak untuk mendapatkan biaya tambahan untuk perubahan pekerjaan yang dilakukan. Dalam hal ini kontraktor tentunya tidak berhak untuk mengajukan klaim karena sudah ada kompensasi dari pemilik. Kontraktor baru dapat mengajukan klaim bila pemilik menunda untuk mengeluarkan dokumen tersebut sehingga menyebabkan kontraktor memperbaiki jadwal kerjanya serta mengeluarkan biaya tambahan.


(7)

Kondisi fisik di lapangan yang berbeda dari yang tertulis pada dokumen kontrak dapat menjadi suatu masalah, dimana kontraktor berhak mendapat tambahan biaya untuk suatu pekerjaan. Adanya data-data kondisi tanah yang berbeda dari rencana juga dapat mengakibatkan tambahan biaya bahkan menyebabkan keterlambatan di suatu proyek.

Manajemen merupakan faktor penting dalam organisasi pemilik ataupun kontraktor. Adanya kesalahan manajemen oleh pemilik dapat menyebabkan kontraktor mengajukan klaim kepada pemilik. Demikian pula sebaliknya, adanya kesalahan manajemen pada kontraktor dapat merugikan pemilik dan mengakibatkan timbulnya klaim kepada kontraktor. Bila digunakan sistem kerja ‘fast-track construktion’, dimana sistem ini memungkinkan adanya pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan bersamaan dengan pekerjaan desain, biasanya diperlukan banyak perubahan- perubahan desain.

Perubahan-perubahan desain tersebut dapat menyebabkan peselisihan antara pemilik dan kontraktor dan pada akhirnya menyebabkan kontraktor mengajukan klaim.

„Itikad buruk‟ adalah sebab klaim yang berkaitan dengan berbagai tindakan penipuan.

Dalam tahun-tahun terakhir ini, klaim „itikad buruk‟ telah menjadi biasa.

Yang termasuk kedalam klaim itikad buruk ini adalah penggelapan, salah pengertian, usaha-usaha yang ditujukan untuk menyusahkan orang lain atau usaha-usaha yang tidak memperhitungkan efek yang timbul terhadap yang lain. Klaim itikad buruk ini dapat berasal darikontraktor maupun dari pemilik. Ada kontraktor yang merasa dirugikan oleh tindakan pemilik yang dengan sengaja menunda-nunda pembayaran atau bahkan tidak membayar sama sekali pekerjaan yang telah dilaksanakan. Di lain pihak, ada pula pemilik yang merasa dirugikan oleh tindakan kontraktor yang tidak bertanggung jawab.

Kompleksitas pelaksanaan proses konstruksi, dokumen-dokumen proyek, dan kondisi kontrak berpotensi menyebabkan terjadinya perselisihan dan konflik interpretasi. Adanya masalah atau kejadian yang tidak sesuai dengan kontrak dapat berpotensi menimbulkan tuntutan. (Fisk, 1997). Bila penanganan terhadap perbedaan tersebut tidak diatur secara lengkap dan jelas dalam kontrak maka hal tersebut menimbulkan potensi untuk menjadi tuntutan.


(8)

Pada kenyataannya di Indonesia pihak penyedia jasa takut mengajukan tuntutan terhadap pengguna jasa. Hal ini di karenakan pihak pengguna jasa selalu lebih dominan dari pada posisi penyedia jasa. Penyedia jasa hampir selalu harus memenuhi konsep kontrak yang dibuat pengguna jasa karena pengguna jasa selalu menempatkan dirinya lebih tinggi dari penyedia jasa.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam proses pelaksanaan proyek konstruksi yang semakin kompleks sering dijumpai berbagai permasalahan seperti perubahan desain, perubahan pekerjaan yang dilakukan oleh pengguna jasa, keterlambatan material, dan kejadian yang tidak sesuai dengan kontrak. Permasalahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya tuntutan oleh penyedia jasa. Tuntutan tersebut dapat berupa permintaan kompensasi biaya dan waktu.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengindentifikasi faktor-faktor yang berpotensi menimbulkan tuntutan dari penyedia jasa.

2. Untuk menganalisa apa saja yang berpengaruh terhadap terjadinya tuntutan pada proyek pembangunan Gedung Hotel SANTIKA Medan.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup pembahasan yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Penelitian di lakukan di kota Medan pada proyek pembangunan Gedung Hotel Santika Medan.

2. Potensi tuntutan dari penyedia jasa yang terjadi pada proyek pembangunan Gedung Hotel Santika Medan yang berpengaruh pada waktu pekerjaan.


(9)

1.5 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang harus dilakukan untuk penelitian ini adalah dengan cara studi kasus. Yaitu dengan cara membuat pertanyaan-pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui berbagai cara. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentang identifikasi potensi terjadinya tuntutan pada proyek konstruksi.

Penelitian yang akan dilakukan penulis merupakan penelitian Deskriptif Kualitatif, yaitu penelitian yang menekan pada pemaparan data-data yang diperoleh dari lapangan mengenai potensi tuntutan pada proyek konstruksi secara sederhana dan dapat dipahami pembaca. Data Deskriptif Kualitatif ini diambil dari wawancara, membaca dokumentasi, dan observasi langsung ke proyek konstruksi.

Hal-hal yang akan dilakukan dalam melaksanakan metodologi yang digunakan untuk mencapai tujuan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi Permasalahan dan Penentuan Tujuan

Identifikasi permasalahan dilakukan untuk mengetahui potensi tuntutan pada proyek pembangunan Gedung Hotel Santika Medan yang diajukan oleh pihak penyedia jasa. Kemudian menentukan tujuan yang ingin dicapai melalui kajian mengenai potensi tuntutan pada proyek ini.

2. Kajian Pustaka

Kajian pustaka dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai prinsip dasar tuntutan, unsur-unsur tuntutan, penyebab terjadinya tuntutan, alternatif penyelesaian tuntutan, dan pencegahan terjadinya tuntutan. Kajian pustaka dilakukan dengan mempelajari jurnal-jurnal, makalah, dan internet.


(10)

3. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan survey langsung ke proyek pembangunan Gedung Hotel Santika Medan. Data yang digunakan adalah data primer dan data skunder. Data primer didapatkan dengan pencatatan data secara langsung dilokasi penelitian dan wawancara langsung kepada personal proyek. Sedangkan data skunder didapatkan dengan mencari informasi mengenai tuntutan melalui jurnal, makalah, dan internet.

Data primer meliputi :

 Informasi proyek, yang berisi tentang data teknis proyek seperti lokasi proyek, nilai kontrak, organisasi proyek. Data ini diperlukan untuk mengetahui gambaran umum proyek.

 Dokumen Kontrak

Data ini diperlukan untuk mengidentifikasi pasal-pasal yang ada dalam dokumen kontrak.

 Penjadwalan, yang meliputi Kurva S. Data ini diperlukan untuk mengidentifikasi jenis-jenis pekerjaan proyek.

 Catatan harian proyek, yang berisi penemuan-penemuan kondisi yang tidak terlihat, penyimpangan rencana atau konflik, pertanyaan-pertanyaan penting, perbedaan pendapat yang muncul, dan setiap kejadian yang berhubugan dengan keterlambatan.

 Dokumentasi Proyek, yang berisi foto-foto proyek.

Data Sekunder meliputi :

 Landasan hukum tuntutan.

 Dokumen pendukung pengajuan tuntutan.


(11)

4. Pengolahan Data dan Analisis

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penggambaran suatu permasalahan pada proyek konstruksi yang berpotensi menjadi tuntutan dengan penyajian data yang diperoleh dari lapangan secara menyeluruh. Selanjutnya di analisis dengan membandingkan antara hasil dari studi lapangan dengan studi pustaka.

5. Pelaporan dalam bentuk laporan awal (draft) dan laporan akhir Hasil penelitian Tugas Akhir akan disampaikan dalam bentuk laporan.

1.6 Sistematika Penulisan

Laporan Tugas Akhir ini akan disampaikan dalam lima bagian. Adapun deskripsi dari laporan ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian , ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan Tugas Akhir.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Berisi mengenai prinsip dasar mengenai tuntutan, unsur-unsur tuntutan, penyebab terjadinya tuntutan, dan alternatif penyelesaian.


(12)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Menyajikan penjelasan tentang metodologi yang penulis gunakan untuk mendapakan data-data yang diperlukan untuk penelitian dalam tugas akhir ini, selain itu menyajikan data yang diperoleh dari proyek konstruksi mengenai hal-hal yang berpotensi menimbulkan tuntutan. Data ini akan digunakan untuk melakukan analisis pengajuan tuntutan yang dilakukan pada proyek kontruksi.

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi mengenai data dari hasil pengamatan di lapangan berupa data wawancara dan pencatatan mengenai potensi tuntutan yang terjadi serta dokumen-dokumen yang terkait diolah yang kemudian dibandingkan dengan data yang penulis peroleh melalui studi pustaka lalu dilakukan analisis terhadap hal-hal yang berpotensi menimbulkan tuntutan yang terjadi pada proyek konstruksi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi kesimpulan dari analisa yang dilakukan dan saran-saran dari kesimpulan yang diambil untuk penelitian selanjutnya.


(13)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

a. 2.1 Umum

Industri konstruksi memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan pembangunan suatu negara. Agar industri konstruksi memberikan nilai tambah bagi pembangunan maka sistem pengelolaan industri harus dilakukan secara profesional dan tepat pada semua aspek yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi. Oleh karena itu diperlukan beberapa kajian terhadap industri konstruksi yang dapat meningkatkan pertumbuhan pembangunan. Kajian yang akan penulis lakukan yaitu tentang potensi terjadinya tuntutan penyedia jasa pada proyek konstruksi, khususnya pada proyek pembangunan Hotel Santika Medan. Berikut ini penulis uraikan beberapa teori yang akan mendukung penulis dalam melakukan kajian terhadap potensi terjadinya tuntutan penyedia jasa pada proyek tersebut.

2.2 Kontrak

Kontrak adalah suatu perjanjian atau persetujuan tertulis antara pihak secara sukarela. Syarat-syarat suatu kontrak adalah ( Benny, 1998) :

1. Pihak yang terlibat harus kompeten.

Maksudnya, pihak-pihak yang terlibat harus dapat dipercaya dan memenuhi syarat-syarat seperti sudah dewasa (berumur minimum 21 tahun), sehat mental, tidak terlibat kriminal saat penandatanganan kontrak, dan lain-lain.

2. Proper subject matter.

Artinya, tujuan kontrak tidak boleh melawan atau bertentangan dengan kebijakan publik.


(14)

3. Meeting of mind.

Artinya, adanya suatu penawaran dan penerimaan.

4. Consideration.

Artinya, adanya suatu persetujuan untuk melakukan tindakan. 5. Tertulis (Form).

Artinya, kontrak harus dilakukan secara tertulis.

Jika kontrak tersebut telah memenuhi syarat-syarat di atas dan disepakati, akan timbul suatu perikatan yang memiliki kekuatan hokum yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Hukum yang mengatur tentang kontrak adalah hukum perdata. Hukum perdata adalah hukum privat atau hukum sipil yang mengatur hubungan antar warga Negara. Di Indonesia, Hukum perdata diatur oleh kitab Undang-Undang Hukum perdata (KUH Perdata) yang terdiri dari empat bagian, yaitu :

I. Hukum Perorangan II. Hukum kebendaan III.Hukum perikatan

IV.Pembuktian dan daluarsa

Keberadaan kontrak itu sendiri diatur dalam bagian III KUH Perdata pasal 1320 dan 1328.

2.2.1 Pihak-Pihak Yang terlibat Perjanjian ( Kontrak)

Suatu industri konstruksi biasanya terdiri dari proses yang relatif cukup panjang sebelum mendapatkan hasil yang diinginkan, mulai dari tahap pra-studi kelayakan sampai dengan


(15)

penyerahan bangunan. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses ini sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya antara lain :

1. Pemilik atau pengguna jasa yaitu individu atau badan hukum yang memiliki ide atau modal untuk membangun suatu proyek. Di Indonesia, yang bertindak sebagai pengguna jasa adalah pemerintah Indonesia, badan swasta, atau individu.

2. Konsultan yaitu institusi atau badan usaha yang memiliki keahlian atau bakat khusus dalam menangani masalah perencanaan, membantu pengelolaan, atau mengawasi pelaksanaan proyek. Konsultan perencana, konsultan pengawas atau supervisi, dan konsultan manajemen konstruksi.

3. Penyedia jasa dan subpenyedia jasa yaitu pihak yang melaksanakan kegiatan fisik proyek. Untuk kualifikasi usaha jasa konstruksi yang diatur melalui peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional, melalui Peraturan Lembaga Nomor 11a Tahun 2008 dan nomor 12a Tahun 2008 itu terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 dan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dalam penetapan kualifikasi usaha kecil, menegah, dan besar.

Untuk itu pembina bidang jasa konstruksi dalam hal ini Menteri Pekerjaan Umum menyatakan bahwa sebagian pengaturan tentang kualifikasi usaha yang terdapat pada Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Nomor 11a Tahun 2008 dan Nomor 12a tahun 2008 dinyatakan tidak dapat digunakan sebagai acuan dalam proses pengadaan jasa konstruksi dan perlu penyesuaian sebagai berikut : a. Usaha jasa pelaksana pekerjaan konstruksi untuk Gred 2 s.d 4 termasuk usaha

kecil, sedangkan Gred 5 s.d Gred 7 termasuk usaha non kecil.

b. Usaha jasa perencanaan dan/atau pengawasan pekerjaan konstruksi untuk gred 2 termasuk usaha kecil, sedangkan gred 3 s.d 4 termasuk non kecil.

c. Sambil menunggu ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Pemilihan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah berdasarkan Perpres nomor 54 Tahun 2010,


(16)

maka pekerjaan jasa pelaksanaan konstruksi senilai 100.000.000 (seratus juta rupiah) sampai dengan 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah) yang diperuntukkan bagi usaha mikro/kecil termasuk koperasi kecil dapat diikuti oleh Gred 2,3, dan 4.

d. Adapun pekerjaan perencanaan dan pengawasan konstruksi sesuai Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dapat diikuti oleh semua kualifikasi dengan syarat memenuhi persyaratan teknis yang diperlukan.

4. Pihak-pihak lain yaitu pihak-pihak yang terkait langsung dalam kontrak seperti pihak penjamin (contohnya bank, perusahaan asuransi), pemasok atau supplier, pemberi izin, dan lain-lain.

Pihak-pihak yang terlibat dalam industri konstruksi di atas diikat oleh suatu kontrak. Hubungan yang terjadi antara pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak disebut kontraktual, Bentuk kontrak konstruksi bermacam-macam dipandang dari aspek-aspek tertentu. Ada empat aspek atau sisi pandang bentuk kontrak konstruksi, yaitu:

1. Aspek Perhitungan Biaya a. Lump Sum (Fixed-Price) b. Unit Price

2. Aspek Perhitungan Jasa

a. Biaya Tanpa Jasa (Cost Without Fee) b. Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee)

c. Biaya Ditambah Jasa Pasti (Cost Plus Fixed Fee) 3. Aspek Cara Pembayaran

a. Cara Pembayaran Bulanan (Monthly Payment) b. Cara Pembayaran atas Prestasi (Stage Payment)


(17)

4. Aspek Pembagian Tugas

a. Bentuk Kontrak Konvensional b. Bentuk Kontrak Spesialis

c. Bentuk Kontrak Rancang Bangun (Design Construction/Built, Turn-key) d. Bentuk Kontrak Engineering, Procurement dan Construction (EPC) e. Bentuk Kontrak BOT/BLT

f. Bentuk Swakelola (Force Account)

Hubungan kontraktual maupun fungsional dapat dilihat dari organisasi proyek secara keseluruhan. Bentuk-bentuk organisasi proyek pada dasarnya ada empat macam yaitu :

1. Organisasi Proyek Tradisional

Organisasi Proyek Tradisional adalah organisasi proyek yang memperlihatkan adanya hubungan dan tanggung jawab langsung (hubungan kontraktual) baik konsultan perencana maupun penyedia jasa dengan pengguna jasa. Bentuk organisasi ini biasanya dipakai pada jenis kontrak fixed-price atau unit-price.

Keuntungan bentuk organisasi proyek ini adalah minimnya keterlibatan pengguna jasa dan bentuknya yang sederhana sehingga hubungan kerja atau hubungan fungsional lebih mudah. Kerugiannya adalah sering terjadi sikap yang bertentangan atau berlawanan antara pengguna jasa dan penyedia jasa serta sering terjadi perubahan pekerjaan khusus nya untuk fixed price atau lump-sum.


(18)

KETERANGAN

Hubungan Fungsional Hubungan Kontraktual

Gambar 2.1 Organisasi Proyek Tradisional

2. Organisasi Proyek Pengguna jasa (owner)-Builder

Organisasi Proyek Pengguna jasa (owner)-Builder adalah organisasi proyek pemilik, perencana, dan pelaksana dilakukan oleh satu badan yang dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian perencanaan, pelaksanaan, dan pemasaran.

Dalam industri konstruksi Indonesia, bentuk ini dikenal sebagai developer (pengembang).

Keuntungan organisasi proyek jenis ini adalah dapat menentukan sendiri waktu atau lama pengerjaan, biaya yang dikeluarkan, dan metode yang akan digunakan karena tidak perlu tergantung dari orang lain atau badan lain. Kerugiannya adalah kerugian financial harus ditanggung sendiri.

KETERANGAN

Hubungan Fungsional

Pengguna Jasa (Owner)

Penyedia Jasa Utama

Konsultan Perencana

Pengguna Jasa (Owner)

Divisi Pelaksanaan Divisi


(19)

Gambar 2.2 Organisasi Proyek Pengguna jasa (owner)-Builer 3. Organisasi Proyek Turn-key

Organisasi Proyek Turn-key adalah organisasi proyek dimana terdapat pengguna jasa dan satu orang atau badan usaha atau perusahaan yang bertanggung jawab baik dalam perencanaan maupun konstruksi.

Keuntungan dari bentuk organisasi proyek ini adalah kontrak yang terjadi hanya ada satu sehingga perencanaan dan konstruksi dilaksanakan langsung oleh satu badan atau perusahaan dan mempermudah bila terjadi perubahan perencanaan atau pekerjaan. Kerugiannya antara lain kontrolnya biasanya kurang kelat karena hanya ada dua pihak yang saling mengawasi.

KETERANGAN

Hubungan Fungsional Hubungan Kontraktual

Gambar 2.3 Organisasi Proyek Turn-key

4. Organisasi Proyek Manajemen Proyek

Organisasi Proyek Manajemen Proyek adalah organisasi proyek yang pihak-pihaknya seperti pihak-pihak dalam organisasi proyek tradisional hanya ditambah dengan konsultan manajemen konstruksi sehingga hubungan fungsional pengguna jasa dan penyedia jasa dialihkan menjadi hubungan fungsional penyedia jasa dan

Penyedia Jasa Utama

Divisi Konstruksi Divisi

Perencanaan

Pengguna Jasa (Owner)


(20)

konsultan manajemen konstruksi. Hubungan kontraktual yang terjadi tetap hubungan yang terjadi antara pengguna jasa dengan masing-masing konsultan perencana dan penyedia jasa ditambah hubungan fungsional dan kontraktual dengan konsultan manajemen konstruksi.

Keuntungan dari organisasi proyek jenis ini antara lain adalah kontrol dan koordinasi yang lebih baik dibanding dengan organisasi proyek tradisional,

Kerugiannya adalah bila ada masalah dilapangan, waktu penyelesaian biasanya lebih lama karena birokrasi yang mengharuskan segala hubungan antara pemilik dan konsultan perencana dengan penyedia jasa harus melalui konsultan manajemen konstruksi.

KETERANGAN

Hubungan Fungsional Hubungan Kontraktual

Gambar 2.4 Organisasi Manajemen Proyek

2.2.2 Bagian-Bagian Kontrak

Kontrak diadakan untuk mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang mengadakan perjanjian atau persetujuan agar suatu pekerjaan atau proyek dapat berjalan dengan baik dan benar. Hal-hal yang diatur dalam kontrak ( Benny, 1998).

Konsultan MK

Penyedia Jasa Konsultan

Perencana

Pengguna Jasa (Owner)


(21)

Antara lain : 1. Persetujuan

Yaitu perjanjian tertulis antara pengguna jasa dan penyedia jasa tentang pekerjaan yang harus dilaksanakan, waktu penyelesaian, dan nilai kontrak.

2. Persyaratan-Persyaratan Kontrak

Yaitu bagian dari kontrak yang mengatur tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa. Pada umumnya terdiri dari dua bagian :

a. Persyaratan-persyaratan Umum Kontrak berisikan tentang Definisi dan pengertian istilah-istilah dalam kontrak. Asuransi dan jaminan.

Hak dan kewajiban pengguna jasa, penyedia jasa, dan subpenyedia jasa. Hak dan wewenang pengawas pengguna jasa.

Pengadaan material, peralatan, dan jasa termasuk mutu pekerjaan sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan.

Penundaan dan penghentian pekerjaan. Ketentuan pembahan pekerjaan.

Ketentuan permulaan dan perpanjangan waktu pekerjaan, cara dan waktu pembayaran.

Ketentuan sehubungan dengan uang yang ditahan.

Ketentuan perubahan kontrak dengan perubahan biaya tenaga kerja dan bahan-bahan.

Prosedur yang digunakan jika penyedia jasa mengalami kebangkrutan. Prosedur yang digunakan jika terjadi tuntutan dan perselisihan.

b. Persyaratan-persyaratan khusus/tambahan yaitu persyaratan-persyaratan tambahan yang bersifat khusus dan berfungsi untuk melengkapi


(22)

persyaratan-persyaratan umum, seperti denda yang harus dibayarkan jika terjadi keterlambatan dalam penyelesaian kontrak, masa pemeliharaan sesudah kontrak, pengadaan item-item khusus oleh pemilik, dan lain-lain.

3. Spesifikasi

Yaitu bagian yang menerangkan tentang metode pelaksanaan dan mutu pekerjaan yang harus dilaksanakan secara garis besar. Bagian ini berisikan antara lain :

Ruang lingkup pekerjaan.

Jenis dan kualitas material dan peralatan. Kualitas tenaga kerja yang diperlukan.

Cara pengerjaan atau pelaksanaan (metode pelaksanaan) dari suatu bentuk atau hasil pekerjaan.

Pengujian-pengujian yang diperlukan.

Standar satuan atau ukuran peralatan yang digunakan.

Fasilitas-fasilitas yang harus disediakan seperti direksi kit, workshop (tempat fabrikasi, pemotong material, dan lain-lain), gudang material dan peralatan dan lain-lain.

Standar upah dan harga satuan.

4. Gambar

Yaitu penjelasan secara visual mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan.

5. BQ (Bil of Quantity)

Yaitu daftar volume pekerjaan yang harus di laksanakan beserta harga satuan dalam suatu proyek.


(23)

6. Lain-lain

Yaitu hal-hal lain sebagai tambahan dari kontrak seperti addenda atau addendum (perjanjian tambahan), intruksi, perubahan, dan lain-lain.

2.2.3 Jenis-Jenis Kontrak

Berbagai jenis kontrak dalam industri konstruksi berkembang dengan pesat sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pengguna jasa dan penyedia jasa. Dalam kontrak konstruksi, secara garis besar ada dua jenis kontrak yaitu :

1. Competitive-Bid Contract atau Fixed-Price Contract yaitu jenis kontrak yang berdasarkan perkiraan harga proyek pasti dan tetap termasuk keuntungan penyedia jasa. Kontrak jenis ini digunakan jika kondisi keuangan pengguna jasa sedikit tetapi membutuhkan waktu perencanaan yang cukup lama untuk menghindari kesalahan dalam memperkirakan harga dan volume pekerjaan.

2. Cost-Pius Contract atau Cost-reimbursement Contract yaitu jenis kontrak yang berdasarkan harga sebenarnya dari proyek ditambah dengan keuntungan dan bonus bagi penyedia jasa. Kontrak jenis ini digunakan jika jumlah atau volume proyek tidak dapat dipastikan karena ruang linkup dan sifat pekerjaan tidak jelas sebelum konstruksi dilaksanakan.

Jenis-jenis kontrak yang banyak digunakan dalam industri konstruksi indonesia sekarang ini adalah Lump-Sum Contract, Unit-Price Contract, dan Cost-Plus Fee Contract. Berdasarkan perpres No. 54 tahun 2010, jenis kontrak yang dapat digunakan untuk proyek-proyek pemerintah hanya Fixed-Price Contract.


(24)

2.2.4 Conditions Of Contract Dalam Industri Konstruksi Indonesia

Dalam industri Konstruksi terdapat beberapa conditions of contract yang dapat digunakan dalam pembuatan suatu kontrak untuk jasa konstruksi. Conditions of contract yang digunakan bisa berupa conditions of contract international ataupun conditions of contract nasional. Conditions of contract konstruksi yang digunakan dalam industri konstruksi Indonesia antara lain.

1. JCT (Joint Contract Tribunals)

Standar JCT di buat oleh beberapa institusi di Inggris dan tidak melibatkan institusi dari negara lain seperti keanggotaan FIDIC dan dibuat khusus untuk kontrak-kontrak bangunan (Building Contract). Standar ini dipakai oleh negara Inggris sendiri dan kebanyakan negara-negara persemakmuran (Commonwealth) seperti Malaysia dan Singapura. Di Indonesia standar JCT dipakai untuk proyek-proyek sektor swasta dimana yang menjadi konsultan perencana/pengawas adalah perusahaan inggris atau yang berafiliasi dengan Inggris. Standar JCT yang dipublikasikan tahun 1980 untuk standar formal swasta (Private) yang terdiri atas berbagai dokumen.

Standar JCT 1980 menyebut perjanjian/kontrak dengan istilah Article of Agreement and Conditions of Building Contract. Berbeda dengan standar FIDIC 1987, yang hanya menyebut Agreement. Perjanjian menurut standar JCT hanya berisi 5 butir/pasal yaitu :

a. Keharusan penyedia jasa untuk melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan apa yang disebut dengan Contract Bills (Rincian Biaya) dan Contract Drawings (Gambar-gambar kontrak).

b. Pengguna jasa (Employer) harus membayar penyedia jasa berdasarkan nilai kontrak (Contract Sum) pada waktu dan dengan cara-cara sesuai tercantum dalam syarat-syarat kontrak (Conditions Of Contract).


(25)

c. Memuat penjelasan mengenai wakil pengguna jasa yang ditunjuk (Architect/Engineer).

d. Memuat penjelasan mengenai konsultan volume/Biaya (Quantity Surveyor) yang ditunjuk.

e. Memuat penjelasan tentang penyelesaian perselisihan melalui abritrase.

2. AIA (American Institute Of Architects)

AIA adalah sebuah institusi profesi di Amerika Serikat yang menerbitkan dokumen kontrak/syarat-syarat kontrak konstruksi yang biasa dikenal dengan istilah ”AIA

Standard” dan dipergunakan secara luas di Amerika serikat. Sebagaimana lazimnya syarat-syarat kontrak (Conditions of Contract), penerbitannya selalu diperbaiki. Demikian pula dengan ssyarat-syarat kontrak dari Amerika Serikat yang terakhir diketahui adalah edisi/penerbitan tahun 1987 yang dikenal dengan nama ”AIA -General Conditions,1987 ed.” General Conditions Of Contract for Construction,

yang diterbitkan oleh ”The American Institute of Achitects (AIA).”

Syarat-syarat kontrak yang diterbitkan oleh American Institute Of Architect (AIA) tahun 1987 tersebut diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

a. Kata-kata/istilah yang diberi definisi hanya yang penting-penting seperti Contract Dokuments, Architect Owner, Contractor, Subcontractor, time.

b. Sebagai pengguna jasa dipakai istilah ”Owner” dan direksi pekerjaan disebut

Architect”.

c. Pengguna Jasa (Owner) mempunyai hak untuk menghentikan pekerjaan dan melaksanakan pekerjaan serta membuat kontrak terpisah.

d. Penyedia jasa harus menyampaikan jaminan pelaksanaan (Performance Bond). e. Penyelesaian perselisihan melalui Abritrase.


(26)

f. Di mungkinkan penyerahan pekerjaan secara substansial (tidak harus mutlak 100%).

g. Perubahan Pekerjaan disebut ”Changes in the Works”.

h. Pemutusan kontrak dapat dilakukan oleh pengguna jasa (Owner) atau oleh Penyedia Jasa.

3. SIA (Singapore Institute of Architects)

SIA merupakan institusi para arsitek singapura yang menyusun standar/sistim

kontrak yang dikenal dengan nama ”SIA 80 Contract”. Standar kontrak ini ditujukan atau di peruntukan bagi kontrak konstruksi Bangunan Gedung (Building Contract). Syarat-syarat kontrak yang diterbitkan SIA (Singapore Instiute of Architects) tersebut disimpulkan dalam beberapa pasal yaitu sebagai berikut :

a. Kewajiban-kewajiban Penyedia Jasa (Contractor’s Obligation).

Dalam Pasal ini disebutkan mengenai persetujuan Penyedia jasa untuk melaksanakan menyelesaikan dan memelihara gedung dan pekerjaan lain (di terangkan pekerjaan apa saja di mana lokasinya). Disebutkan pula dalam pasal ini bahwa yang dimaksud dengan pekerjaan termasuk perubahan-perubahan dan pekerjaan-pekerjaan sementara yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan tetap.

b. Jenis Kontrak (Type of Contract)

Pada pasal ini di tegaskan dalam kontrak akan di ukur dan harus di hitung kembali dalam hal terjadi perbedaan pekerjaan dan bahan yang terjadi dengan yang tersebut dalam daftar Rincian Pekerjaan (Bill Of Quantites).

c. Arsitek/Direksi pekerjaan (Architect)

Standar SIA menyebut perencana/pengawas pekerjaan dengan istilah Architect. Dalam pasal ini selain menyebutkan nama orang dan nama perusahaan pengawas


(27)

pekerjaan disebutkan pula yang dimaksudkan dengan Architect adalah orang yang merencanakan pekerjaan dan menyiapkan dokumen kontrak atas nama Pengguna Jasa termasuk pengawas pekerjaan.

d. Konsultan Biaya (Quantity Surveyor)

Dalam pasal ini di tetapkan nama orang dan nama perusahaan yang di tunjuk pengguna jasa sebagai Konsultan Biaya yang membantu Arsitek. Di tegaskan pula dalam pasal ini dalam hal Konsultan Biaya tidak di tunjuk secara definitif maka tugas ini di rangkap arsitek. Kemudian di atur pula hal-hal lain menyangkut pengganti Konsultan Biaya dan pengaruhnya terhadap pekerjaan. e. Harga-Harga/Nilai Kontrak Inklusif (Prices To Be Inclusive).

Dalam pasal ini di tekankan lagi tentang pengukuran ulang volume pekerjaan yang akan merubah nilai kontrak dan yang dimaksud dengan harga-harga inklusif adalah termasuk semua tambahan dan pekerjaan-pekerjaan lain dan pengeluaran-pengeluaran lain.

f. Dokumen Kontrak (Contract Documents).

Dalam pasal ini disebutkan dokumen-dokumen yang di sebut Dokumen Kontrak yaitu :

1. Perjanjian ini.

2. Syarat-Syarat Kontrak dan Lampiran.

3. Gambar-gambar Kontrak (Di tangani atau di paraf).

4. Rencana Anggaran Biaya (Bill of Quantities) (di tanda tangani atau diparaf). 5. Surat-surat atau dokumen lain termasuk dokumen Tender, Surat Penunjukan

(yang juga di tanda tangani atau di paraf).

g. Penafsiran dan catatan pedoman (Interpretation and Guidance Notes).

Dalam pasal ini Di tegaskan bahwa dokumen kontrak harus di baca dan berbentuk suatu keseluruhan. Tidak ada khusus kecuali yang di atur undang-undang diberlakukan kepada salah satu dokumen atau kumpulan dokumen.


(28)

”Catatan-catatan Pedomen” yang diterbitkan oleh SIA yang akan di pakai dengan dokumen kontrak tidak merupakan dokumen kontrak, tetapi dalam hal hal ketidakpastian atau kemenduaan arti dalam dokumen kontrak secara keseluruhan, dapat di pertimbangkan untuk tujuan hanya membantu penyelesaian masalah tersebut.

h. Penyerahan Kontrak (Assign).

Dalam pasal ini di katakan sepanjang diizinkan undang-undang dapat mengikat atau bermanfaat bagi ahli waris, wakil-wakil pribadi, pegawai tata usaha, pengganti yang syah menurut hukum atau penugasan dari para pihak.

4. FIDIC

FIDIC merupakan singkatan dari Federation Internationale Des Ingenieurs Conseils atau dalam bahasa Indonesia adalah federasi Internasional Dewan insinyur. Federasi ini mengeluarkan beberapa peraturan sebagai standard yang dapat digunakan oleh para praktisi industri konstruksi, antara lain :

 Catatan tentang dokumen-dokumen untuk kontrak teknik sipil.

 Prosedur tender.

 Asuransi dan hukum dalam konstruksi.

 Persyaratan-persyaratan kontrak untuk pekerjaan konstruksi teknik sipil.

Standar yang dikeluarkan oleh FIDIC ini sering digunakan sebagai kontrak standar internasional. Di Indonesia, conditions of contract FIDIC biasanya dipakai pada proyek-proyek pemerintah yang menggunakan dana pinjaman luar negeri atau bank dunia. Hal-hal yang diatur dalam persyaratan-persyaratan umum Fidic sebagai berikut :

a. Interpretasi isi kontrak sehubungan dengan cara penulisan, bahasa, dan hukum yang dipergunakan.


(29)

b. Kewajiban dan hak serta tanggung jawab dan wewenang pemilik, konsultan, dan penyedia jasa.

c. Penjelasan tentang gambar kerja dan gambar tambahan. d. Jaminan pelaksanaan dan penerimaan pekerjaan.

e. Hal-hal yang dilingkupi asuransi.

f. Hubungan kontraktual antar pemilik, konsultan, dan penyedia jasa termasuk masalah asuransi (pekerjaan, manusia, dan tenaga kerja).

g. Masalah jenis dan mutu material, peralatan, dan tenaga kerja termasuk pengujian yang diperlukan.

h. Masalah perintah perubahan dan penetapan harga untuk pekerjaan tambahan. i. Masalah keterlambatan dan perpanjangan waktu.

j. Masalah keadaan kahar. k. masalah penundaan pekerjaan.

l. Masalah tentang tuntutan dan perselisihan dalam industri konstruksi. m. Program dan jadwal cash-flow.

n. Cara dan waktu pembayaran. o. Masalah resiko.

p. Perlindungan dan keselamatan para pekerjaan dan manusia di lokasi proyek.

Dari hal-hal yang diatur dalam conditions of contract FIDIC, terlihat adanya pasal-pasal yang mengatur tentang tuntutan dan perselisihan. Hal itu membuktikan bahwa conditions of contract FIDIC dibuat relatif seimbang antara kepentingan pengguna jasa, konsultan, maupun penyedia jasa sehingga tidak merugikan atau menguntungkan salah satu pihak yang justru merupakan kelemahan yang ada pada kebanyakan conditions of contract di Indonesia sekarang ini.


(30)

Selain conditions of contract yang resmi, beberapa instansi pemerintah dan pihak swasta membuat conditions of contract sebagai hasil modifikasi conditions of contract yang sudah baku dan banyak digunakan. Conditions of contract yang sering dimodifikasi tersebut antara lain JCT dan FIDIC.

Beberapa instansi dan pihak swasta yang melakukan modifikasi itu antara lain PU-Bina Marga yang mengeluarkan conditions of contract PU-Bina Marga untuk proyek-proyek jalan, PU-Cipta Karya yang mengeluarkan Standar Teknis Tata Bangunan Cipta Karya, Jaya Konstruksi yang mengeluarkan conditions of contract untuk proyek-proyek di lingkungannya, dan lain-lain.

Conditions of contract hasil modifikasi ini sebenarnya tidak menjadi masalah selama ada keseimbangan pasal-pasalnya dalam memperhatikan kepentingan pengguna jasa dan penyedia jasa. sayangnya, modifikasi yang terjadi di Indonesia justru kurang memperhatikan kepentingan pengguna jasa dan penyedia jasa, seperti tetap lemahnya pasal-pasal yang mengatur tuntutan dan perselisihan, adanya pembatasan hak penyedia jasa dalam meminta kompensasi tetapi kewajiban penyedia jasa dalam membayar denda jika melakukan kesalahan tidak diubah. Akibatnya, banyak tuntutan yang diajukan oleh penyedia jasa tidak terakomodasi oleh conditions of contract.

Selain conditions of contract yang telah disebutkan diatas, ada juga conditions of contract yang dirancang sendiri. Conditions of contract ini biasanya dibuat tanpa mengacu ataupun memodifikasi dari dari conditions of contract yang sudah ada dan hanya digunakan pada proyek yang bersangkutan. Karena itu, conditions of contract ini tidak akan digunakan lagi pada proyek lain meskipun proyek yang lain itu sejenis dengan proyek tempat conditions of contract digunakan.


(31)

2.3 Tuntutan

Para ahli telah mengemukakan defenisi mengenai tuntutan tetapi ada satu defenisi yang diterima secara universal. Setiap penulis memberikan defenisinya sendiri bergantung pada sudut pandang masing-masing. Di bawah ini adalah beberapa defenisi tuntutan yang dikemukakan beberapa pakar.

1. Gilbreath (1995) mendefinisikan tuntutan adalah penyedia jasa meminta biaya, waktu atau ganti-rugi terhadap pelaksanaan pekerjaan, kompensasi lain yang disetujui dari satu pihak pengguna jasa sesuai kontrak.

2. Soeharto (1995) mendefinisikan tuntutan adalah permintaan kompensasi atas biaya atau waktu karena adanya perubahan atau perbedaan yang telah dijanjikan atau disetujui dalam kontrak.

3. Edward (1997) mendefinisikan tuntutan adalah permohonan akan tambahan uang, tambahan waktu pelaksanaan, atau perubahan metode pelaksanaan pekerjaan yang selanjutnya dibuat dokumen tuntutan untuk diajukan ke salah satu pihak.

Pengertian tuntutan yang penulis gunakan untuk penelitian ini adalah permintaan kompensasi yang timbul dari pelaksanaan suatu pekerjaan jasa konstruksi dari penyedia jasa kepengguna jasa karena adanya perubahan atau perbedaan apa yang dijanjikan atau disetujui dalam kontrak dengan apa yang terjadi di lapangan.

2.3.1 Landasan Hukum Tuntutan

Peraturan dan perundang-undangan yang digunakan sebagai pedoman pengadaan dan pelaksanaan jasa konstruksi yang berlaku adalah sebagai berikut :


(32)

Pada bab 3 bagian 3 pasal 22 butir 2 dijelaskan bahwa kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian tentang (a) cidera janji, (b) tanggung jawab, jika salah satu pihak (pengguna jasa atau penyedia jasa) tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan. Dari isi bab 3 di atas cidera janji adalah suatu keadaan apabila salah satu pihak dalam kontrak kerja konstruksi tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan dalam kontrak, sedangkan tanggung jawab adalah suatu keadaan apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan, maka pihak lain berhak mendapat kompensasi waktu, penggantian biaya dan perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan.

2. Peraturan Pemerintah No.29 tahun 2000 tentang Penyelenggara Jasa Kontsruksi. Pada bab 3 pasal 23 dijelaskan bahwa kontrak kerja konstruksi harus memuat uraian mengenai hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa dan ketentuan mengenai cidera janji. Yang dimaksud cidera janji penyedia jasa adalah tidak menyelesaikan tugas, tidak memenuhi mutu dan kuantitas, tidak menyerahkan hasil pekerjaan. Sedangkan cidera janji pengguna jasa adalah terlambat membayar, tidak membayar, terlambat menyerahkan sarana pelaksanaan pekerjaan.

2.3.2 Penyebab Terjadinya Tuntutan

Penyebab timbulnya tututan dalam suatu kontrak konstruksi bisa terjadi antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Tuntutan baru diketahui setelah pekerjaan dilaksanakan. Dengan mengetahui sebab timbulnya tuntutan para pihak selaku pelaksana industri jasa konstruksi dapat menempatkan masalah tuntutan secara wajar dan proposional.


(33)

Secara garis besar faktor-faktor penyebab tuntutan dapat dikelompokkan menjadi sembilan faktor.

2.3.2.1 Keterlambatan Akibat Pengguna Jasa

Kebanyakan tuntutan melibatkan paling tidak beberapa faktor penyebab keterlambatan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, tuntutan keterlambatan dapat dikategorikan menjadi :

a. Nonexcusable (tidak diijinkan atau tidak beralasan)

Keterlambatan yang terjadi disebabkan oleh faktor yang masih dalam tanggung jawab penyedia jasa (kesalahan penyedia jasa) sehingga penyedia jasa tidak mendapatkan kompensasi waktu.

b. Excusable (dijinkan)

Keterlambatan yang disebabkan faktor di luar jangkauan penyedia jasa, tetapi bukan disebabkan oleh tindakan pengguna jasa. Biasanya penyedia jasa akan memperoleh kompensasi waktu.

c. Compensable (mendapat kompensasi)

Keterlambatan yang disebabkan faktor kesalahan pengguna jasa sehingga penyedia jasa memperoleh kompensasi waktu.

Keterlambatan dianggap dapat diganti apabila pengguna jasa gagal memenuhi kewajiban yang dinyatakan dalam kontrak. Berdasarkan keterlambatan itu, penyedia jasa dapat meminta perpanjangan waktu kepada pengguna jasa.

2.3.2.2 Perubahan Jadwal Oleh Pengguna jasa

Hal ini menyebabkan penyedia jasa harus menghitung penjadwalan proyek dan membutuhkan tambahan waktu sehingga penyedia jasa dapat mengajukan tuntutan.


(34)

2.3.2.3 Perbedaan Kondisi Lapangan

Tuntutan ini terjadi karena kondisi lapangan yang berbeda dengan dokumen. Pada umumnya terjadi pada pekerjaan tanah dan substruktur karena keadaan tanah suatu tempat dengan tempat lain berbeda. Penyelidikan tanah yang dilakukan pengguna jasa mungkin tidak menggambarkan kondisi tanah proyek karena sifat tanah yang sulit untuk diperkirakan. Penyedia jasa berkewajiban mengantisipasi perubahan sifat tanah tersebut dengan melakukan inspeksi lapangan dan menggunakan data yang disediakan oleh pengguna jasa. Biasanya waktu yang diberikan untuk melakukan inspeksi lapangan tersebut terlalu singkat. Karena itu, penyedia jasa dapat mengajukan tuntutan atas perbedaan kondisi tanah tersebut.

2.3.2.4 Kondisi Cuaca Yang Tidak Biasa

Penyedia jasa dapat mengajukan tuntutan atas kondisi cuaca tidak biasa yang terjadi pada waktu dan tempat proyek dilaksanakan. Hal ini disebabkan penyedia jasa tidak mempunyai kewajiban untuk mengantisipasi atau meramal cuaca tersebut sebelumnya. Kewajiban penyedia jasa hanyalah mengantisipasi cuaca normal dan musim yang terjadi pada saat pelaksanan proyek tersebut. Hujan deras yang terus menerus atau kondisi cuaca sejenis yang menyebabkan pekerjaan tidak dapat atau terlambat dilaksanakan biasanya termasuk keterlambatan yang diizinkan (excusable) sehingga penyedia jasa mengajukan tuntutan.

2.3.2.5 Percepatan Kerja

Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan percepatan kerja. Percepatan kerja ini dikenal sebagai waktu lembur. Produktivitas dengan waktu lembur tidak selalu lebih besar dari waktu normal karena semakin lama produktivitas dengan waktu lembur akan menurun sedangkan biaya yang dikeluarkan lebih besar dari waktu normal. Kehilangan


(35)

produktivitas itu dapat diajukan sebagai tuntutan oleh penyedia jasa jika percepatan kerja tersebut merupakan perintah pengguna jasa, bukan karena keterlambatan penyedia jasa. Dalam hal ini, penyedia jasa dapat menyatakan produktivitasnya terganggu karena harus mengeluarkan sumber daya dan waktu yang lebih banyak untuk menghasilkan keluaran yang sama.

2.3.2.6 Penundaan Pekerjaan Dan Penghentian Pekerjaan Oleh Pengguna Jasa Pekerjaan proyek dapat ditunda atau bahakan dihentikan sama sekali oleh pengguna jasa karena berbagai alasan. Pada umumnya penundaan atau penghentian proyek oleh pengguna jasa karena pengguna jasa mengalami kesulitan keuangan. Akibatnya, pengguna jasa menghentikan pembayaran semua kegiatan yang dipengaruhi oleh penundaan atau penghentian pekerjaan tersebut.

Jika pengguna jasa menghentikan atau menunda proyek ini, penyedia jasa dapat mengajukan tuntutan kepada pengguna jasa karena penyedia jasa kehilangan waktu dan kesempatan mengerjakan proyek lain selama penundaan atau penghentian itu. Penyedia jasa juga dirugikan atas pekerjaan-pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya seperti pekerjaan pembongkaran, mobilisasi, demobilisasi, biaya langsung, dan lain-lain.

2.3.2.7 Kegagalan Kesepakan Harga Perubahan Pekerjaan

Pada saat berlangsungnya pekerjaan konstruksi, pengguna jasa ataupun perencana sering melakukan perubahan pekerjaan. Perubahan pekerjaan itu biasanya tidak menyebabkan perubahan pada biaya total pengguna jasa tetapi mempengaruhi biaya total penyedia jasa. Keadaan ini seringkali diabaikan oleh pengguna jasa sehingga penyedia jasa mengajukan tuntutan.


(36)

Gambar rencana dan spesifikasi merupakan bagian kontrak yang penting sebagai acuan pelaksanaan di lapangan. Kesalahan ataupun perbedaan pada gambar rencana dan spesifikasi dapat menyebabkan gangguan atau hambatan terhadap kinerja penyedia jasa di lapangan. Misalnya, adanya ketidakcocokan antara gambar yang satu dengan yang lain, penggunaan standar spesifikasi yang lama sehingga produk yang bersangkutan sudah tidak ada lagi di pasaran utntuk, dan lain-lain. Kejadian diatas dapat menyebabkan timbulnya tuntutan penyedia jasa.

2.3.2.9 Masalah Keuangan

Kondisi keuangan suatu negara sering mempengaruhi keuangan proyek. Hal ini terutama terjadi pada proyek-proyek yang dibiayai oleh pemerintah. Walaupun demikian, sektor swasta juga tidak lepas dari pengaruh keuangan suatu negara karena kebanyakan proyek dibiayai oleh pinjaman-pinjaman dari luar negeri yang secara otomatis mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kondisi keuangan negara saat itu. Secara garis besar kondisi keuangan negara yang ada saat itu merupakan cerminan kondisi perekonomian suatu negara.

2.3.2.10 Identifikasi Permasalahan mengenai “Klaim” Pada Proyek

Secara umum permasalahan mengenai klaim yang terjadi pada proyek sangat kompleks, kompleksitas pelaksanaan proses konstruksi, dokumen-dokumen proyek, dan kondisi kontrak menyebabkan terjadinya klaim.

Adapun permasalahan mengenai klaim yang teridentifikasi pada proyek antara lain adalah :


(37)

Perubahan spesifikasi didalam pelaksanaan proyek ini terjadi akibat adanya perubahan desain oleh pengguna jasa yang termasuk dalam kontrak dan biasa terjadi setelah pekerjaan dikerjakan lebih dari 50%.

2. Terjadinya perubahan kondisi lapangan.

Perubahan kondisi lapangan ini terjadi karena kondisi lapangan proyek yang berbeda dengan dokumen. Pada umumnya terjadi pada pekerjaan tanah dan substruktur karena keadaaan tanah suatu tempat dengan tempat lain berbeda. 3. Terjadinya kondisi cuaca yang tidak biasanya.

Di dalam pelaksaan proyek kondisi cuaca juga harus diperhatikan karena kondisi cuaca yang tidak biasanya ini bisa menghambat semua pekerjaan dalam menyelesaikan proyek akibatnya proyek tersebut mengalami keterlambatan. 4. Terjadinya percepatan waktu

Percepatan waktu ini biasanya terjadi akibat adanya penundaan didalam pelaksanaan proyek.

5. Terjadinya pembengkakan biaya akibat biaya overhead

Biaya overhead ini terjadi akibat adanya penambahan pekerjaan di luar kontrak dan pekerjaan tersebut dihitung ulang didalam RAB.

Robert D. Gilbreath dalam bukunya “MANAGING CONSTRUCTION CONTRACTS” halaman 214 – 215 memberikan 3 (tiga) contoh kasus klaim. Ringkasannya adalah sebagai berikut :

Adapun contoh kasusnya yang terjadi didalam proyek sebagai berikut : a. Proyek PT. Sanggar Kaltim Jaya (SKJ)

Dalam hal ini PT. Sanggar Kaltim Jaya (SKJ) adalah sebagai kontraktor pelaksana dan PT. Karang Laut sebagai sub-kontraktor


(38)

menandatangai kontrak dengan Total E & P Indonesie (Total) untuk mengerjakan konstruksi plat form dan of sites di Kalimanatan Timur, Permasalahan mulai muncul ketika Total mengubah hampir 80 % desain proyek ketika proyek telah berjalan. Hal ini lalu berdampak kepada perpanjangan penyelesaian pekerjaan dan membengkaknya biaya yang timbul akibat perubahan tersebut.

PT. Sanggar Kaltim Jaya Sebagai kontraktor beserta PT. Karang Laut lalu mengajukan tagihan kepada Total, tagihan tersebut berjumlah USD 18,092 juta yang dikarenakan pembengkakan biaya akibat perubahan tersebut. Total kemudian menolak pengajuan tagihan tersebut dikarenakan tidak pernah ada technical. Setelah gagal mendapatkan tagihan dari Total, kedua perusahaan tersebut lalu mengadakan suatu usaha untuk mencari jalan tengah dengan menyampaikan kepada BP Migas. Selanjutnya mereka menyetujui BP Migas sebagai mediator untuk menyelesaikan masalah tagihan tersebut. BP Migas kemudian mengusulkan agar klaim tersebut diaudit oleh BPKP sebagai auditor independent dan Total mengisyaratkan bahwa total juga setuju untuk mentaati hasil dari BPKP. Namun Total ternyata tidak melaksanakan hasil audit yang telah di keluarkan dari BPKP untuk membayar tagihan klaim tersebut. Karena merasa Total tidak mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka dua perusahaan kontraktor itu memilih untuk menyelesaikan masalahnya ke pengadilan Niaga.

Hal-hal yang menjadi “klaim” pada proyek ini adalah Klaim Perubahan Pekerjaan.

Klaim akibat perubahan pekerjaan terjadi pada masalah teknis yaitu pengguna jasa merubah hampir 80% desain ketika proyek berjalan. sehingga penyedia jasa perlu waktu tambahan untuk melakukan pekerjaan tambahan untuk memperbaiki kesalahan atau kelalaian tersebut pada tahap pelaksanaan proyek.


(39)

Klaim Penambahan Waktu dan Biaya.

Klaim penambahan waktu dan biaya yang terjadi pada proyek ini adalah perubahan desain dari pengguna jasa yang membuat Kontraktor meminta perpanjangan waktu dari kompensasi perubahan desain tersebut.

Klaim Pengguna Jasa.

Klaim ini terjadi akibat adanya penolakan Change Order Request oleh total selaku pengguna jasa yang membuat penyedia jasa keberatan. Mereka mempersoalkan penolakan atas penambahan biaya akibat perubahan desaian tersebut dan mereka meminta bantuan BP Migas sebagai mediator dan menunjuk BPKP sebagai auditor independent. Walaupun BPKP telah menghasilkan hasil audit dan memerintahkan Total membayar konpensasi kepada penyedia jasa. Total menolak hal tersebut dan malah meminta kedua penyedia jasa untuk membayar penalty yang diakibatkan dari keterlambatan penyedia jasa menyelesaikan proyek tepat waktu. Hal ini dianggap wajar bahwa permintaan klaim Total penyedia jasa untuk membayar penalty. Dengan kata lain permintaan Total agar PT. Sanggar Kaltim Jaya dan PT. Istana Karang Laut membayar penalty dapat diterima karena Total tidak pernah menyetujui permintaan Change Order dari kedua penyedia jasa tersebut. Penyelesaian Sengketa

Dalam kasus ini penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh kedua belah pihak adalah dengan cara abritrasi yaitu melalui juri atau hakim di bidang perdagangan dan industri.

Adapun prosedur penyelesaian tuntutan dengan cara arbitrase adalah

 Membuat list item yang akan di klaim.

 Membuat surat permohonan.


(40)

 Menunjuk arbiter.

 Mendaftar ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

 Penyelesaian.

b. Proyek Pengelasan Pipa Uap

Proyek ini dimulai ketika perusahaan A sebagai pengguna Jasa dari suatu komplek industri yang sedang dibangun, menandatangani suatu kontrak dengan perusahaan B sebagai penyedia jasa untuk mengerjakan suatu pekerjaan pengelasan pipa uap, permasalahan mulai muncul ketika Pengguna jasa mengirimkan seorang insinyur mesin mengikuti seminar 3 hari mengenai teknik pemeriksaan pengelasan secara visual dengan menggunakan X-Ray dan insinyur tersebut merubah spesifikasi untuk proses penanaman pipa uap tepat setelah Penyedia Jasa melaksanakan pekerjaan tersebut. Hal ini berdampak pada perpanjangan penyelesaian pekerjaan dan pembengkakan biaya akibat inefesiensi dalam pengelasan. Karena pemeriksaan dilakukan oleh perusahaan lain yang disewa Pengguna Jasa tidak ada perubahan pekerjaan. Setelah beberapa bulan bekerja, Penyedia Jasa yang memasang pipa mengajukan klaim sebesar Rp.2.000.000.000,- sebagai tambahan kompensasi karena inefisiensi dan campur tangan disebabkan kenaikan proses pengawasan. Karena penyedia jasa ingin menyelesaikan masalah tersebut dengan cara kekeluargaan maka dua perusahaan itu memilih untuk menyelesaikan masalahnya dengan cara musyawarah/mediasi.

Hal-hal yang menjadi “klaim” pada proyek ini adalah Klaim Perubahan Spesifikasi.

Klaim ini terjadi pada proses penanaman pipa uap yang dengan sengaja pengguna jasa menyewa perusahaan lain untuk memeriksa pekerjaan tersebut dan merubah spesifikasinya yang telah tertulis dikontrak


(41)

.

Penambahan Waktu dan Biaya.

Pada proyek ini klaim penambahan waktu dan biaya terjadi akibat adanya perubahan spesifikasi yang berdampak pada perpanjangan penyelesaian pekerjaan dan pembengkakan biaya akibat inefesiensi dalam pengelasan. Penyelesaian Sengketa.

Pada proyek ini kasus yang terjadi baik akibat penambahan waktu dan perubahan spesifikasi diselesaikan dengan cara melalui musyawarah/mediasi dengan prosedurnya sebagai berikut :

 Membuat list item yang akan diklaim.

 Melengkapi data-data sebagai bukti klaim.

 Mengajukan surat resmi ke owner.

 Klarifikasi bersama owner.

 Negoisasi ke owner.

 Penyelesaian.

c. Proyek Pembangunan Pusat Listrik

Dalam proyek ini perusahaan A sebagai owner dan perusahaan B sebagai kontraktor menandatangani kontrak yang berjenis kontrak unit price. Permasalahan ini dimulai ketika gambar desain berubah yang mengenai saluran kabel bawah tanah dan rute/jalannya kabel tersebut yang ditetapkan secara tiba-tiba rusak ketika tarikan kabel dimulai dari dalam pabrik. Perubahan berdampak pada penambahan panjang kabel yang ditanam hanya sebanyak 10% dari perkiraan asli dan Penyedia Jasa dibayar berdasarkan unit price untuk penambahan ini. Karena penyedia jasa ingin menyelesaikan masalah tersebut dengan cara kekeluargaan maka dua perusahaan itu memilih untuk menyelesaikan masalahnya dengan cara musyawarah/mediasi.


(42)

Hal-hal yang menjadi “klaim” pada proyek ini adalah Perbedaan Pada Gambar Rencana dan spesifikasi

Klaim ini terjadi karena adanya in-efisiensi dalam operasi pekerjaan mengacu pada revisi gambar yang menyebabkan perubahan ukuran kabel dan rute, sebagai akibat penyedia Jasa tidak dapat merencanakan penggunaan kabel sampai kepada panjang potongan kabel maksimum dari standar gulungan kabel jika kabel diukur, dipotong, ditarik dan kemudian dikeluarkan lagi dan dibuang.

Perbedaan Kondisi Lapangan

Pada proyek ini perbedaan kondisi lapangan terjadi karena adanya demobilisasi, waktu tunggu, dan remobilisasi dan angkatan kerja dari satu tempat ketempat lain dari pabrik karena perubahan gambar kenyataan. Penyelesaian Sengketa.

Pada proyek ini kasus yang terjadi diselesaiakan dengan cara melalui musyawarah /mediasi dengan prosedurnya sebagai berikut :

 Membuat list item yang akan diklaim.

 Melengkapi data-data sebagai bukti klaim.

 Mengajukan surat resmi ke owner.

 Klarifikasi bersama owner.

 Negoisasi ke owner.

 Penyelesaian.

d. Proyek Pusat Listrik Nuklir

Pada proyek ini jenis kontrak yang diberikan kepada penyedia jasa A - mekanikal adalah lump sum untuk memasang genarator turbin untuk pusat listrik nuklir. Dalam proyek ini generator turbin yang digunakan untuk membangun pusat listrik nuklir ini dikirim melalui jalan laut dengan


(43)

menggunakan kapal tongkang. Pada waktu generator turbin akhirnya tiba, Penyedia Jasa-A tidak dapat memindahkan komponen-komponen berat dari tongkang ke dermaga yang tujuannya untuk menempatkan turbin. karena lubang galian pipa sedalam 7 meter terisi dan sebagian pipa air sirkulasi yang menghalangi jalan masuk maka untuk penempatan tersebut dibangunan gudang turbin sementara. Karena penyedia jasa ingin menyelesaikan masalah tersebut dengan cara kekeluargaan maka dua perusahaan itu memilih untuk menyelesaikan masalahnya dengan cara musyawarah/mediasi.

Hal-hal yang menjadi “klaim” pada proyek ini adalah Penambahan Waktu dan Biaya.

Pada proyek ini penambahan waktu dan biaya terjadi akibat adanya Tenaga kerja dan peralatan menunggu 2 bulan karena es serta tambahan 2 bulan untuk kelambatan pembuatan lubang pipa yang berdampak pada perpanjangan penyelesaian pekerjaan dan kehilangan keuntungan karena tidak dapat menggunakan tenaga kerja dan peralatan untuk pekerjaan lain.

Perbedaan Kondisi Lapangan

Pada proyek ini perbedaan kondisi lapangan terjadi karena adanya pembangunan gudang sementara untuk generator turbin di lapangan yang gunanya untuk menunggu demobilisasi dan remobilisasi generator turbin dari satu tempat ketempat lain.

Percepatan Kerja

Pada proyek ini percepatan kerja terjadi akibat lubang galian pipa tertutup es dan untuk mengatasi kehilangan waktu, pekerjaan untuk pipa tersebut dipercepat penyelesaiannya.


(44)

Penyelesaian Sengketa.

Pada proyek ini kasus ini penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh kedua perusahaan dengan cara melalui musyawarah /mediasi yang prosedurnya sebagai berikut :

 Membuat list item yang akan diklaim.

 Melengkapi data-data sebagai bukti klaim.

 Mengajukan surat resmi ke owner.

 Klarifikasi bersama owner.

 Negoisasi ke owner.

 Penyelesaian.

Berdasarkan contoh kasus klaim diatas adapun kesimpulan yang dapat diambil yaitu

Tuntutan yang diajukan oleh kontraktor disebabkan oleh faktor-faktor seperti perbedaan kondisi lapangan, kondisi cuaca yang tidak biasa, percepatan kerja, penundaan dan penghentian waktu kerja oleh owner, perubahan design dan spesifikasi.

Bahwa hasil yang didapatkan tentang terjadinya tuntutan pada masing-masing proyek yang paling berpengaruh adalah faktor perubahan oleh pengguna jasa baik masalah design atau spesifikasinya.

Adapun cara penyelesaian konflik yang paling disukai oleh masing-masing perusahaan adalah musyawarah/mediasi dikarenakan cara ini murah, cepat dan kedua perusahaan ingin tetap menjaga hubungan baiknya.


(45)

2.3.3 Jenis-jenis Tuntutan

Tuntutan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Tuntutan Akibat Keterlambatan

Tuntutan akibat keterlambatan biasanya terjadi bila terdapat suatu keterlambatan pelaksanaan pekerjaan oleh penyedia jasa dari waktu yang telah direncanakan atau bila terdapat keterlambatan dalam penyediaan material, peralatan, pengambilan keputusan, ataupun pembayaran oleh pengguna jasa. Faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan ini antara lain :

Pertambahan biaya proyek. Kekurangan material.

Sistem pengiriman atau tranportasi yang baru, termasuk dalam paket pekerjaan. Teknologi baru yang memperhatikan gambar dan spesifikasi.

2. Tuntutan Akibat Ruang Lingkup Pekerjaan

Tuntutan akibat ruang lingkup pekerjaan terjadi masalah teknis. Sumber penyebabnya adalah kesalahan atau kelalaian perencana pada tahap perencanaan proyek sehingga penyedia jasa perlu waktu tambahan untuk melakukan pekerjaan tambahan untuk memperbaiki kesalahan atau kelalaian tersebut pada tahap pelaksanaan proyek.

3. Tuntutan Akibat Percepatan

Tuntutan akibat percepatan biasanya terjadi bila penyedia jasa harus melaksanakan pekerjaan dalam waktu lebih cepat dari waktu yang ditentukan.


(46)

4. Tuntutan Akibat Perubahan Kondisi Lapangan

Tuntutan ini terjadi karena kondisi lapangan yang berbeda dengan dokumen kontrak. Tuntutan ini berhubungan dengan pekerjaan tanah. Penyelidikan tanah untuk suatu proyek hanya dilakukan pada sejumlah titik yang dianggap perencana mewakili keadaan tanah keseluruh proyek. Karena itu, ada kemungkinan terjadi perbedaan antara asumsi keadaan tanah pada tahap perencanaan proyek dengan keadaan tanah sebenarnya pada tahap pelaksanaan proyek sehingga penyedia jasa perlu waktu tambahan untuk melakukan inspeksi lapangan.

Selain jenis-jenis tuntutan yang disebutkan diatas, beberapa jenis tuntutan lain berdasarkan kompensasi yang diterima adalah :

1. Tuntutan tambahan biaya dan waktu.

Tuntutan jenis ini biasanya mengenai permintaan tambahan waktu dan tambahan biaya.

2. Tuntutan biaya tak langsung.

Tuntutan ini muncul bila pengguna jasa memperlambat pekerjaan, biaya overhead berjalan terus.

3. Tuntutan tambahan waktu (tanpa tambahan biaya).

Tuntutan ini muncul bila penyedia jasa hanya diberikan tambahan waktu pelaksanaan tanpa tambahan biaya karena alasan-alasan tertentu.

4. Tuntutan kompensasi lain.

Tuntutan ini muncul bila penyedia jasa mendapatkan tambahan waktu dan mendapatkan kompensasi lain.

2.3.4 Dokumen-Dokumen Pendukung Pengajuan Tuntutan Hal-hal pokok yang diperkirakan untuk mengajukan tuntutan, yaitu : 1. Dokumen tender


(47)

Menjaga semua dokumentasi beserta rekaman prapenandatanganan kontrak dan mampu telusur yang dimilikinya, permasalahan yang ditemui selama ini seringnya dokumen tender hilang atau tidak lengkap.

Setiap dokumen yang dimiliki harus dipastikan dan terekam kepada siapa dan kapan mendistribusikan rekamannya. Dokumen ini meliputi dokumen permintaan penawaran, dokumen proposal penawaran jasa pelaksana/jasa perencana/pengawas dan pemasok, berita acara aanwijzing dan peninjauan lapangan.

2. Dokumen Kontrak Kerja Konstruksi

Memastikan dokumen lelang yang menjadi dokumen kontrak kerja konstruksi yang sudah di tangan tangani tersedia lengkap.

Tersedianya data tentang rekaman dokumen tersebut kepada siapa dan kapan distribusikan.

Memastikan bahwa segala sesuatu telah tersedia dalam kontrak dan mampu mengendalikan pada tahap pelaksaan. Dokumen kontrak ditinjau kembali pada saat potensi tuntutan teridentifikasi.

3. Jadwal

Memilki penjadwalan awal yang mampu mengendalikan, memelihara pembaharuannya secara reguler.

Merekam setiap kejadian keterlambatan dan penyebab beserta dampak dari keterlambatan tersebut.

Untuk memberlakukan tuntutan keterlambatan harus dibuktikan bahwa memang

ada ketertundaan waktu yang ”excusable, compensable and critical”.

Memelihara dokumen rencana penjadwalan dan pembaharuan penjadwalan secara periodik berdasarkan kurva S.


(48)

4. Gambar Rencana, Spesifikasi, Shop-drawing, Permintaan Informasi Setiap dokumen desain dan korespondensi terkait harus dikaji.

Perlu membuat daftar catatan pengiriman terutama terima/ respon/ komentar.

5. Catatan Harian

Memelihara catatan harian proyek yang minimum berisikan antara lain cuaca setiap hari, tentang pemakaian sumber alat, material dan tenaga kerja di lapangan, pendatangan material kritis, kunjungan lapangan oleh pihak ke-3, penemuan-penemuan kondisi yang tidak terlihat jelas, penyimpangan rencana atau konflik, pertanyaan-pertanyaan penting, setiap kejadian yang patut bagi keterlambatan, perbedaan pendapat yang muncul.

Memelihara laporan berisikan penemuan dan penyelesaian masalah. Setiap kejadian dipastikan selalu mengedepankan fakta dari pada opini.

6. Korespondensi Proyek

Selalu mengirim balasan korespondensi/ surat-menyurat.

Korespondensi disimpan secara kronologis. Bila diidentifikasi adanya perubahan, salinan korespondensi terkait kasus tersebut dibuatkan berkas khusus dan terpisah.

7. Foto dan Video

Mengambil foto dan video setiap tahapan/kejadian proyek atau setiap akhir minggu.

Hal ini sangat penting untuk menentukan persentase kemajuan proyek setiap saat pada waktu tertentu.


(49)

8. Miscellaneous

Merekam setiap pembicaraan rapat dalam Minutes of meeting (MOM) dan membuat arsip khusus untuk itu, bila digunakan digital maka harus selalu membuat salinan arsip dan disimpan dilain tempat.

Menetapkan pelaku-pelaku pencegahan tuntutan yang disepakati dalam kondisi kontrak.

Menghubungi penasehat hukum/ahli kontrak kerja konstruksi bila dianggap perlu.

9. Perubahan Pekerjaan

Setiap proyek pasti akan menghadapi perubahan-perubahan. Nilai perubahan 5% sampai 15% nilai kontrak awal adalah hal yang lumrah/normal.

Merekam semua perubahan pekerjaan.

Menyepakati semua perubahan beserta dampaknya sedini mungkin dengan menggunakan segala macam cara pencegahan tuntutan.

Memelihara setiap dokumen menyangkut tambahan biaya akibat perubahan.

10.Financial Statement

Melaksanakan proses pembayaran sesuai ketentuan kontrak. Mencatat semua proses permintaan pembayaran dan realisasinya.

Membuat amandemen kontrak bila diharuskan prosedur yang berlaku, untuk perubahan nilai kontrak akibat perubahan.

Menyicil kesepakatan laporan akhir dan menyelesaikan sebelum serah terima proyek.


(50)

2.3.5 Penyebab Kegagalan Tuntutan

Ada kalanya tuntutan yang sudah disiapkan mengalami kegagalan yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

Permohonan pengajuan tuntutan terlambat. Penyedia jasa tidak mengikuti prosedur kontrak. Kurang akurat rekaman data yang dibutuhkan.

Tuntutan yang diajukan tidak mempunyai dasar yang kuat.

Informasi yang dibutuhkan untuk menguji kebenaran tuntutan tidak tersedia.

2.3.6 Prosedur Tuntutan

Prosedur tuntutan Conditions of Contract FIDIC sebagai berikut : Pasal 20.1

Jika penyedia jasa mengangap dirinya berhak atas perpenjangan waktu penyelesaian dan/atau pembayaran tambahan, menurut klausal manapun dari persyaratan ini atau yang lainnya dalam kaitannya dengan kontrak, penyedia jasa harus menyampaikan pemberitahuan kepada konsultan, menyebutkan kejadian atau keadaan yang menimbulkan tuntutan. Pemberitahuan harus disampaikan segera mungkin, dan tidak lebih jangka waktu 28 hari setelah penyedia jasa menyadari atau seharusnya telah menyadari akan kejadian atau keadaan tersebut.

Jika penyedia jasa gagal menyampaikan pemberitahuan suatu tuntutan dalam jangka waktu 28 hari, waktu penyelesaian tidak akan diperpanjang, penyedia jasa tidak berhak atas pembayaran tambahan, dan penguna jasa akan disebabkan dari semua kewajiban yang berkaitan dengan tuntutan. Sebaliknya, ketentuan klausul berikut ini akan berlaku.


(51)

Penyedia jasa juga harus menyampaikan pemberitahuan lain yang disyaratkan oleh kontrak dan data pendukung tuntutan, yang berkaitan dengan kejadian atau keadaan tersebut. Penyedia jasa harus menyimpan catatan lengkap (sesuai dengan waktunya) yang mungkin diperlukan untuk mendukung tuntutan, baik di lapangan maupun di lokasi lain yang dapat diterima oleh konsultan. Tidak dibatasi kewajiban, pengguna jasa, konsultan, setelah menerima pemberitahuan menurut sub-klausul ini, dapat memantau penyimpanan catatan dan/atau memerintahkan penyedia jasa untuk menyimpan catatan kontemporer lebih lanjut. Penyedia jasa harus mengizinkan konsultan untuk menginspeksi seluruh catatan, dan akan (bila diperintahkan) menyampaikan selinan kepada engineer.

Dalam jangka waktu 42 hari setelah penyedia jasa menyadari (atau seharusnya telah menyadari) akan kejadian atau keadaan yang menimbulkan tuntutan, atau dalam waktu lain yang mungkin diusulkan oleh penyedia jasa dan disetujui oleh konsultan, penyedia jasa harus menyampaikan kepada konsultan suatu tuntutan secara detail disertai oleh data pendukung mengenai dasar tuntutan dan perpanjangan waktu dan/atau pembayaran tambahan yang dituntut. Jika kejadian atau keadan yang menimbulkan tuntutan memiliki suatu efek berkelanjutan :

(a) Tuntutan yang terinci ini harus dianggap bersifat sementara.

(b) Penyedia jasa harus menyampaikan tuntutan sementara akumulasi keterlambatan dan/atau jamlah yang dituntut, dan data pendukung lebih lanjut yang mungkin diperlukan konsultan. Dan

(c) Penyedia jasa harus mengirimkan tuntutan akhir dalam jangka waktu 28 hari setelah efek yang diakibatkan oleh kejadian atau keadaan tersebut berakhir, atau dalam waktu lain yang mungkin diusulkan oleh penyedia jasa dan disetujui oleh konsultan.


(52)

Dalam jangka waktu 42 hari setelah menerima suatu tuntutan atau data pendukung lebih lanjut untuk mendukung tuntutan sebelumnya, atau dalam waktu lain yang mungkin diusulkan oleh konsultan dan disetujui oleh penyedia jasa, engineer harus menanggapi dengan persetujuan, atau penolakan dengan komentar secara rinci. Konsultan juga dapat meminta data pendukung lebih lanjut yang diperlukan, namun tetap memberikan tanggapannya atas prinsip tuntutan dalam jangka waktu yang ditetapkan diatas.

Dalam jangka waktu 42 hari yang ditetapkan diatas, konsultan harus menindaklanjuti sesuai dengan Sub-klausula 3.5 (penetapan) untuk menyetujui dan menetapkan :

(i) perpanjangan (jika ada) waktu penyelesaian (sebelum atau sesudah berakhir ) sesuai dengan Sub-Klausula 8.4 (perpanjangan Waktu penyelesaian), dan/atau

(ii) Pembayaran tambahan (jika ada) yang berhak diterima penyedia jasa menurut kontrak.

Jika konsultan tidak menanggapi dalam jangka waktu yang ditentukan dalam klausul ini, salah satu pihak dapat menganggap bahwa tuntutan ditolak oleh konsultan dan pihak tersebut dapat merujuk pada Dewan Sengketa sesuai dengan Sub-Klausula 20.4 (Memperoleh Keputusan Dewan Sengketa).

Ketentuan Sub-Klausula ini merupakan tambahan ketentuan Sub-Klausula lain yang mungkin digunakan untuk suatu tuntutan. Jika penyedia jasa gagal memenuhi Sub-Klausula ini atau Sub-Sub-Klausula lain dalm kaitannya dengan tuntutan, perpanjangan waktu dan/atau pembayaran tambahan harus memperhitungkan sejauh mana (jika ada) kegagalan telah menghambat atau merugikan penyelidikan tuntutan secara layak, kecuali bila tuntutan tidak termasuk menurut paragraf kedua Sub-Klausula ini.


(53)

Tuntutan dapat diselesaikan melalui Claim Settlement (FIDIC, 2008). Claim Settlement merupakan penyelesaian suatu tuntutan mengikuti cara yang ditempuh. Jika melalui Claim Settlement tersebut ternyata menemui perbedaan interpretasi yang cukup besar, tuntutan tersebut akan berkembang menjadi perselisihan. Perselisihan ini harus diselesaikan melalui penyelesaian perselisihan.

Ada 6 cara yang termasuk dalam penyelesaian perselisihan yaitu : 1. Engineering Judgement

Di mana konsultan desain yang ditunjuk pemilik bangunan bertanggung jawab untuk mengambil keputusan akhir penyelesaian tuntutan dan mengikat semua pihak.

2. Negoisasi atau Musyawarah

Negoisasi atau musyawarah adalah salah satu cara penyelesaian perselisihan dengan pendekatan langsung melalui dialog di anatara pihak-pihak yang terlibat sehingga tercapai suatu kesepakan. Penyelesaian dengan cara ini merupakan penyelesaian yang paling diinginkan oleh semua pihak karena tidak memakan bayak biaya dan waktu serta keputusan yang diambil pada umumnya saling menguntungkan pihak-pihak yang terlibat. Di Indonesia, cara ini paling umum ditempuh jika terjadi kasus tuntutan.

3. Melalui Pihak Penengah atau Mediasi

Melalui pihak penengah atau mediasi adalah salah satu cara penyelesaian perselisihan dengan bantuan pihak ketiga atau pihak lain sebagai penengah yang dipilih dan disetujui oleh kedua belah pihak. Pihak ketiga (mediator) ini berfungsi membantu pihak-pihak yang terlibat mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima, dijalankan, ditaati oleh masing-masing pihak. Proses mediasi dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. pihak-pihak yang terlibat dalam tuntutan bertemu dengan mediator, dan menyampaikan permasalahan yang terjadi dengan mediator dan pihak lain.


(1)

1. Musyawarah/Negoisasi

Yang dimaksud dengan negoisasi adalah cara penyelesaian yang hanya melibatkan kedua belah pihak yang bersengketa, tanpa melibatkan pihak-pihak yang lain. Hal ini mirip dengan musyawarah dan mufakat yang ada di Indonesia, dimana keinginan untuk berkompromi, adanya unsur saling memberi dan menerima serta kesedian untuk sedikit menyingkirkan ukuran kuat dan lemah adalah persyaratan keberhasilan cara ini. Di dalam negoisasi ini penyedia jasa dan pemilik memakai arsitek dan insyinyur sebagai penengah. Biasanya penyedia jasa diminta mengajukan tuntutan kepada arsitek/insinyur yang diangkat menjadi negoisator. Arsitek/insinyur ini akan mengambil keputusan yang bersifat tidak mengikat, kecuali keputusan tentang efek artistik yang konsisten dengan apa yang telah ada dalam dokumen kontrak.

2. Mediasi

Mediasi merupakan cara penyelesaian masalah di awal perselisihan berlangsung. Mediasi ini melibatkan pihak ketiga yang tidak memihak dan dapat diterima kedua belah pihak yang bersengketa. Pihak ketiga ini akan berusaha menolong pihak-pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan penyelesaian, meskipun mediator ini tidak memppunyai kekuatan untuk memutuskan penyelesaian masalah tersebut. Mediasi sama menguntungkannya dengan arbitrasi. Mediasi dapat meneyelesaikan masalah dengan cepat, murah, tertutup dan ditangani oleh para ahli. Tetapi yang menjadi masalah adalah keputusan mediasi ini tidak mengikat. Jadi apabila persetujuan tidak dicapai, seluruh usaha mediasi hanya akan membuang-buang uang dan waktu.

3. Arbitrasi

Arbitrasi adalah metode penyelesaian masalah yang dibentuk melalui kontrak dan melibatkan para ahli dibidang konstruksi. Para ahli tersebut bergabung dalam badan arbitrase. Badan ini akan mengatur pihak-pihak yang telah menandatangani kontrak dengan klausul arbitrasi didalamnya untuk melakukan arbitrasi dan menegakkan keputusan arbitrator. Hal yang menguntungkan dari cara arbitrasi ini adalah sifat penyelesaiannya yang cepat dan murah jika dibadingkan dengan ligitasi. Selain itu, cara


(2)

arbitrasi ini dilakukan secara tertutup serta dilakukan oleh seorang arbitrator yang dipilih berdasarkan keahliannya.

Keputusan arbitrasi yang bersifat final dan mengikat merupakan alsan penting digunakannya cara ini untuk menyelesaikan masalah. Keputusan pengadilan biasanya terbuka untuk proses peradilan yang lebih panjang. Hal ini mengahsilkan penundaan yang lama dan memakan biaya dalam penyelesaian masalah. Sedangkan keputusan dari arbitrasi ini tidak setuju untuk membuka kembali kasusnya.

4. Ligitasi

Ligitasi adalah proses penyelesaian masalah yang melibatkan pengadilan. Proses ini sebaiknya diambil sebagai jalan akhir bila keseluruhan proses diatas tidak dapat menghasilkan keputusan yang menguntungkan kedua belah pihak yang bersengketa. Proses pengadilan ini tentu saja akan mengakibatkan salah satu pihak menang dan yang lain kalah. Biasanya perselisihan yang terjadi disidangkan pada sistem yuridis di daerah mana masalah tersebut terjadi. Pada suatu wilayah tertentu pengadilan wilayah tersebut mendapat yuridikasi atas suatu masalah bila salah satu pihak berkantor di wilayah tersebut atau proyeknya sendiri ada pada daerah itu. Jika kedua belah pihak yang berselisih berkantor pusat di daerah lain, maka pihak yamg memulai ligitasi yang memilih forum dimana ligitasi itu berlangsung. Lama waktu penyelesaian merupakan hal yang patut diperhitungkan dalam penggunaan cara ini. Proses penggalian fakta yang panjang dan detail membuat ligitasi ini menjadi sangat mahal. Untungnya, bila ada kesalahan pengadilan dalam pernyataannya atau dalam penggunaan prinsip-prinsip hukum, pihak-pihak yang melakukan ligitasi tentunya dapat naik banding.

Penyelesaian tuntutan pada proyek pembangunan Gedung Hotel santika di lakukan dengan musyawarah, yaitu diselesaikan melalui rapat yang rutin diadakan setiap minggunya. Namun jika tuntutan tidak terselasaikan dapat terjadi perselisihan. Perselisihan yang mungkin terjadi tersebut penyelesaiannya didasarkan pada pasal 29 (penyelesaian perselisihan) dalam dokumen kontrak di Lampiran. Proyek ini lebih


(3)

mengutamakan penyelesaian secara musyawarah tersebut agar bisa menjaga hubungan baik antara kedua belah pihak. Namun demikian melalui dokumen kontrak yang telah disepakati bersama terdapat alternatif penyelesaian yang lain jika penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai. Penyelesaian tersebut adalah mediasi, yaitu disebut sebagai panatia pendamai dalam dokumen kontrak. Selanjutnya, jika dengan mediasi belum bisa mencapai kesepakatan maka cara terakhir yang akan ditempuh yaitu melalui pengadilan negeri. Ketiga alternatif penyelesaian yang digunakan pada proyek ini memiliki sisi baik dan sisi lemah. Di bawah ini terdapat tabel yang menunjukan sisi baik dan sisi lemah dari alternatif penyelesaian.

Tabel 4.5 Sisi Baik dan Sisi Lemah Alternatif Penyelesaian Proyek

No. Alternatif Penyelesaian Sisi Baik Sisi Lemah

1 Musyawarah/Negoisasi - Hemat waktu dan biaya - Hubungan baik terpelihara - Privasi terjaga

- Tidak kaku - Ada mufakat

- Forum dikontrol para pihak

- Putusan tidak memaksa dan mengikat

2 Mediasi - Waktu singkat

- Biaya rendah

- Putusan tidak mengikat - Tertutup

- Forum dikontrol para pihak

- Fleksibel

- Mempertahankan

kelanjutan hubungan para pihak

- Ditangani pihak ahli

- Tidak mengikat - Tidak ada

kewenangan eksekusi

3 Pengadilan - Putusan mengikat dan

memaksa

- Dapat dieksekusi

- Menerapkan norma publik - Dapat naik banding

- Waktu lama - Biaya tinggi - Diketahui publik - Ada yang kalah

dan menang - Keputusan tidak

terduga - Cenderung

bermusuhan (Sumber : Perpres Nomor 54 tahun 2010)


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan mengenai kajian potensi terjadinya tuntutan penyedia jasa pada proyek konstruksi, khususnya pada proyek pembangunan Gedung Hotel Santika yaitu sebagai berikut :

1. Hal-hal yang berpotensi menimbulkan tuntutan dari penyedia jasa pada proyek pembangunan Gedung Hotel Santika adalah dokumen kontrak dan organisasi proyek yang digunakan. Isi dari dokumen kontrak yang penulis analisis dan berpotensi menimbulkan tuntutan adalah pasal-pasal pada surat perjanjian, gambar, spesifikasi dan BQ. Pasal-pasal tersebut keberadaannya sebagai dasar untuk mengajukan tuntutan.

2. Berdasarkan hasil analisis didapatkan tiga faktor yang sesuai yaitu dari faktor perubahan oleh pengguna jasa, faktor masalah pada spesifikasi, dan faktor keterlambatan pengadaan material.

3. Kemudian setelah dibandingkan dengan analisis penyebab pekerjaan tambah kurang yang terjadi pada proyek maka didapatkan bahwa faktor perubahan oleh pengguna jasa merupakan faktor yang paling berpotensi menimbulkan tuntutan penyedia jasa.

4. Diperlukan tindakan antisipasi untuk meminimumkan tuntutan yang terjadi. Penyelesaian tuntutan yang dilaksanakan pada proyek pembangunan Gedung Hotel Santika adalah melalui musyawarah, yaitu melalui rapt yang rutin diadakan setiap minggunya. Hal ini dikarenakan kedua pihak menginginkan terpeliharanya hubungan yang baik.


(5)

5.2Saran

Mengacu pada uraian bagian analisis dalam Bab sebelumnya, saran atau rekomendasi yang dapat diambil adalah :

Diperlukan suatu perencanaan yang baik dalam melaksanakan pengajuan tuntutan. Selain itu, diperlukan kepedulian yang tinggi dan pemahaman yang baik terhadap isi dokumen kontrak agar semua prosedur dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Peran personil penyedia jasa juga merupakan bagian yang penting dalam menentukan keputusan yang harus diambil untuk menangani hambatan. Oleh karena itu diperlukan kedisiplinan dan bertanggung jawab terhadap aturan yang telah ditentukan PT. Waskita.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ahuja, H. N. (1983). Project management. A willey – interscience publication. John Willey & Son. Inc.

Barrie, Donald S. B. C. Paulson Jr., dan Sudinarto. (1990). Manajemen Konstruksi Profesional. Edisi ke-2. Jakarta. Erlangga.

Soeharto, imam. Manajemen proyek. (1995). Dari Konseptual Sampai Operasional. Edisi Ke-1. Jakarta. Erlangga.

Gilbreath, R. D,. (1995). Managing Construction Contract. Edisi ke-2, John Willey & Son .Inc.

Edward R, Fisk, P.E. (1997). Construction Project Administration. Fifth Edition, Prentice Hall. New Jersey.

Logawa, Gunawan. (2007). Manajemen Poryek Konstruksi. Jakarta. Universitas Trisakti.

Saleh, Nursyam. (2007). Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Dan Penyelesaiannya Pada Industri Konstruksi, University Teknologi of Malaysia.

Dwi Asmara, Anggi Raditya dan Zulfan, james. (2009). Kajian Potensi Terjadinya Tuntutan penyedia Jasa Pada Proyek Konstruksi (Studi Kasus : Pembangunan Gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjajaran), Tugas Akhir, Fakultas Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung.