Potensi Bahaya K3 pada Bagian Struktur dan Arsitektur Proyek Pembangunan Hotel The Regale Tahun 2013

(1)

SKRIPSI

Oleh : LIDYA TRIANTY

NIM. 081000095

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

POTENSI BAHAYA K3 PADA BAGIAN STRUKTUR DAN ARSITEKTUR PROYEK PEMBANGUNAN HOTEL THE REGALE TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh

LIDYA TRIANTY NIM : 081000095

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

berpotensi menyebabkan kecelakaan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi bahaya K3 pada proses kerja bagian struktur dan arsitektur yang terfokus pada bahaya mekanik, bahaya kimia, bahaya fisik dan bahaya listrik.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode observasi untuk melihat potensi bahaya K3 yang dimulai dari proses kerja bagian struktur serta proses kerja bagian arsitektur. Penelitian ini dilakukan pada proyek pembangunan hotel The Regale yang berada di Jalan H. Adam Malik No. 57-58, Medan.

Hasil penelitian menunjukkan potensi bahaya K3 yang paling besar terdapat pada pekerjaan struktur yaitu proses pengecoran seperti terjatuh dari concrete bucket, tertimpa concrete bucket, terluka akibat sabetan sling baja, terluka akibat tertimpa adonan beton, terjatuh dari scaffolding, terpapar debu, getaran, panas, serta kebisingan. Potensi bahaya K3 yang paling besar pada pekerjaan arsitektur terdapat pada pekerjaan atap, yaitu pekerja tertimpa bekisting dan ring besi, kaki dan tangan terjepit bekisting dan ring besi, tangan pekerja tergores besi dari ring besi dan kayu bekisting, terjatuh dari scaffolding, tertimpa hasil coran beton, terluka akibat cangkul, gangguan pernapasan, iritasi kulit dan mata akibat cat waterproofing, terpapar debu, getaran, panas, serta kebisingan.

Disarankan pihak proyek sebaiknya menerapkan penggunaan APD bagi pekerja seperti kacamata safety yang melindungi mata dari paparan debu, beton yang sedang dicor, dan bunga api serta sinar saat menggerinda, masker untuk melindungi pekerja dari debu-debu proyek, helm untuk melindungi kepala dari bahaya tertimpa peralatan dan benda kerja serta safety belt saat bekerja di ketinggian. Pihak proyek juga sebaiknya membuat rambu-rambu K3 di setiap area kerja yang berbahaya serta pemberian sanksi bagi yang tidak menggunakan APD.


(5)

Therefore, this study was conducted to see the potential hazard of occupational health and safety at structure process and architectural process work focused on mechanical hazards, chemical hazards, physical hazards and electrical hazards. This study was conducted descriptively using observation method to see the presence of occupational health and safety at structure process and architectural process. The research was conducted on the construction project of The The Regale Hotel, located on Jalan H. Adam Malik No. 57-58, Medan.

The result of the observation showed that the most occupational health and safety potential hazard are falling, crushed by concrete bucket, crushed by concrete dough, cut by steel sling, eye splashed conceded concrete, and exposure to dust, noise and vibration as well as the greatest potential hazards in the work of architecture located on the roof of the concrete work where workers are at risk for falling, falling formwork and steel ring, foot and hand scraped and squeezed by formwork and steel ring, crushed concrete mixture, leg injured by a hoe, concrete dust exposed to the eyes, exposure to dust, vibration and noise.

Suggested to project management that should make the using of personal protective equipment for the worker such as safety glasses to protect their eyes from exposure of dust and sparks and light while grinding, a mask to protect workers from dust in project area, a helmet to protect the head from the hazard of falling equipment and workpiece and safety belt while working at height. The project management should have to make the safety signs in each hazardous work place as well as applying punishment for the worker who doesn’t use personal protective equipment in the workplace.


(6)

Nama : Lidya Trianty

Tempat/Tanggal lahir : Medan/4 Februari 1991

Agama : Kristen

Status : Belum Menikah

Jumlah Bersaudara : 6 (Enam) orang

Alamat : Jl. Karya V No: 8, Medan Riwayat Pendidikan

Tamat Tahun 2002 : SD Markus Medan

Tamat Tahun 2005 : SMP Santho Thomas 1 Medan Tamat Tahun 2008 : SMA Budi Murni 1 Medan


(7)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih yang telah memberikan nikmat kesehatan serta keselamatan, dan atas berkah dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Potensi Bahaya K3 Pada Bagian Struktur dan Arsitektur Proyek Pembangunan Hotel The Regale Tahun 2013”.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan saran-saran yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan ilmu, pengalaman, nasehat dan arahan kepada penulis selama menuntut ilmu di FKM USU.

3. Ibu Ir. Kalsum, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan meluangkan waktu, tenaga serta pikiran selama penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran kepada penulis.

5. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis.

6. Bapak Ir. Mohammad Muji, selaku Kepala Proyek pembangunan hotel The Regale yang telah membantu penulis dalam pelaksanan penelitian.

7. Ibu Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberi masukan, saran, dan dukungan selama penulis kuliah di FKM USU.


(8)

motivasinya yang terbaik buat penulis.

9. Kepada Kakak-kakak ku Martha dan Yohana serta adik-adikku tersayang Ika, Josua, Mayo terima kasih atas dukungan berupa doa dan motivasinya kepada penulis.

10.Terima kasih buat Gesit Girls (Amiy, Etak, Emma, Kizty, Mei dan Vani), dan teman-teman lainnya yang tidak dapat desebutkan satu per satu yang memberikan doa, semangat dan masukannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, penulis mengucapkan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas semua kebaikan bapak, ibu dan teman-teman semua.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Baik itu dalam penulisan kata, penyusunan kalimat dan juga tidak menutup kemungkinan dalam penyajian data. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini berguna bagi kita semua. Amin.

Medan, Mei 2014


(9)

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 6

1.3.Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 8

2.1.1. Pengertian Keselamatan Kerja ... 8

2.1.2. Pengertian Kesehatan Kerja ... 9

2.1.3. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 10

2.1.4. K3 Konstruksi ... 10

2.2. Potensi Bahaya ... 12

2.2.1. Defenisi Potensi Bahaya ... 12

2.2.2. Jenis-jenis Bahaya ... 12

2.2.3. Sumber-sumber Bahaya di Lingkungan Kerja ... 14

2.3. Proyek Konstruksi ... 14

2.3.1. Pengertian Proyek Konstruksi ... 14

2.3.2. Jenis-jenis Proyek Konstruksi ... 15

2.3.3. Karakteriktik Proyek Konstruksi ... 16

2.3.4. Tahapan-tahapan dalam Proyek Konstruksi ... 16

2.4. Pekerjaan Struktur ... 20

2.4.1. Pekerjaan Cetakan Beton/Bekisting ... 20

2.4.2. Pekerjaan Pembesian ... 21

2.4.3. Pekerjaan Pengecoran Beton ... 23

2.5. Pekerjaan Arsitektur ... 23

2.5.1. Pekerjaan Memplester ... 23

2.5.2. Pintu dan Jendela... 23

2.5.3. Kusen Pintu dan Jendela ... 25

2.5.4. Dinding Bangunan ... 26

2.5.5. Kuda-kuda dan Atap ... 27


(10)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ... 32

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 32

3.2.2. Waktu Penelitian ... 32

3.3. Populasi, Sampel dan Tehnik Penarikan Sampel ... 32

3.3.1. Populasi ... 32

3.3.2. Sampel ... 32

3.3.3. Teknik Penarikan Sampel ... 33

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 34

3.4.1. Data Primer ... 34

3.4.2. Data Sekunder ... 34

3.5. Defenisi Operasional ... 34

3.6. Analisa Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Proyek Pembangunan Hotel The Regale ... 37

4.2. Gambaran Proses Pekerjaan ... 38

4.2.1. Pekerjaan Struktur ... 38

4.2.2. Pekerjaan Arsitektur... 43

4.3. Potensi Bahaya Pada Pekerja Proyek Pembangunan Hotel The Regale ... 50

4.3.1. Potensi Bahaya K3 pada Pekerjaan Struktur ... 50

4.3.2. Potensi Bahaya K3 pada Pekerjaan Arsitektur... 55

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Potensi bahaya K3 pada bagian struktur ... 60

5.2. Potensi bahaya K3 pada bagian arsitektur ... 67

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 78

6.2. Saran ... 78


(11)

Tabel 3.1. Populasi Pekerja Proyek Pembangunan Hotel The Regale ... 32

Tabel 3.2. Sampel Pekerja Proyek Pembangunan Hotel The Regale ... 34

Tabel 4.1. Potensi Bahaya K3 Pada Pekerjaan Struktur... 51


(12)

Gambar 4.1. Pemasangan Bekisting ... 39

Gambar 4.2. Proses Pembesian ... 42

Gambar 4.3. Proses Pengecoran ... 43

Gambar 4.4. Proses Plesteran dan Pengacian ... 45


(13)

Lampiran 1 : Lembar Observasi Pada Pekerjaan Struktur ... 82

Lampiran 2 : Lembar Observasi Pada Pekerjaan Arsitektur ... 83

Lampiran 3 : Gambar Penelitian ... 85

Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian ... 89


(14)

berpotensi menyebabkan kecelakaan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi bahaya K3 pada proses kerja bagian struktur dan arsitektur yang terfokus pada bahaya mekanik, bahaya kimia, bahaya fisik dan bahaya listrik.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode observasi untuk melihat potensi bahaya K3 yang dimulai dari proses kerja bagian struktur serta proses kerja bagian arsitektur. Penelitian ini dilakukan pada proyek pembangunan hotel The Regale yang berada di Jalan H. Adam Malik No. 57-58, Medan.

Hasil penelitian menunjukkan potensi bahaya K3 yang paling besar terdapat pada pekerjaan struktur yaitu proses pengecoran seperti terjatuh dari concrete bucket, tertimpa concrete bucket, terluka akibat sabetan sling baja, terluka akibat tertimpa adonan beton, terjatuh dari scaffolding, terpapar debu, getaran, panas, serta kebisingan. Potensi bahaya K3 yang paling besar pada pekerjaan arsitektur terdapat pada pekerjaan atap, yaitu pekerja tertimpa bekisting dan ring besi, kaki dan tangan terjepit bekisting dan ring besi, tangan pekerja tergores besi dari ring besi dan kayu bekisting, terjatuh dari scaffolding, tertimpa hasil coran beton, terluka akibat cangkul, gangguan pernapasan, iritasi kulit dan mata akibat cat waterproofing, terpapar debu, getaran, panas, serta kebisingan.

Disarankan pihak proyek sebaiknya menerapkan penggunaan APD bagi pekerja seperti kacamata safety yang melindungi mata dari paparan debu, beton yang sedang dicor, dan bunga api serta sinar saat menggerinda, masker untuk melindungi pekerja dari debu-debu proyek, helm untuk melindungi kepala dari bahaya tertimpa peralatan dan benda kerja serta safety belt saat bekerja di ketinggian. Pihak proyek juga sebaiknya membuat rambu-rambu K3 di setiap area kerja yang berbahaya serta pemberian sanksi bagi yang tidak menggunakan APD.


(15)

Therefore, this study was conducted to see the potential hazard of occupational health and safety at structure process and architectural process work focused on mechanical hazards, chemical hazards, physical hazards and electrical hazards. This study was conducted descriptively using observation method to see the presence of occupational health and safety at structure process and architectural process. The research was conducted on the construction project of The The Regale Hotel, located on Jalan H. Adam Malik No. 57-58, Medan.

The result of the observation showed that the most occupational health and safety potential hazard are falling, crushed by concrete bucket, crushed by concrete dough, cut by steel sling, eye splashed conceded concrete, and exposure to dust, noise and vibration as well as the greatest potential hazards in the work of architecture located on the roof of the concrete work where workers are at risk for falling, falling formwork and steel ring, foot and hand scraped and squeezed by formwork and steel ring, crushed concrete mixture, leg injured by a hoe, concrete dust exposed to the eyes, exposure to dust, vibration and noise.

Suggested to project management that should make the using of personal protective equipment for the worker such as safety glasses to protect their eyes from exposure of dust and sparks and light while grinding, a mask to protect workers from dust in project area, a helmet to protect the head from the hazard of falling equipment and workpiece and safety belt while working at height. The project management should have to make the safety signs in each hazardous work place as well as applying punishment for the worker who doesn’t use personal protective equipment in the workplace.


(16)

1.1. Latar Belakang

Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari risiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja (Simanjuntak, 1994).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainnya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi (Rijanto, 2010).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perlu dilakukan karena menurut undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

Sejak awal tahun 1980-an pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per-01/Men/1980. Peraturan mengenai keselamatan kerja untuk konstruksi tersebut, walaupun belum pernah diperbaharui sejak dikeluarkannya lebih dari 20 tahun silam, namun dapat dinilai memadai untuk


(17)

peraturan tersebut di lapangan. Rendahnya kesadaran masyarakat akan masalah keselamatan kerja, dan rendahnya tingkat penegakan hukum oleh pemerintah, mengakibatkan penerapan peraturan keselamatan kerja yang masih jauh dari optimal, yang pada akhirnya menyebabkan masih tingginya angka kecelakaan kerja.

Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per-01/Men/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan.

Pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kerja yang dapat menjadi sumber terjadinya kecelakaan kerja dan pentingnya arti tenaga kerja di bidang konstruksi (Taufik dkk, 2009).

Menurut Siaoman dan Hendy (2007), konstruksi mempunyai karakteristik yang unik dan kompleks serta dapat mempertinggi angka risiko dan bahaya kecelakaan kerja. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa industri konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki kompleksitas kerja serta risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi.

Proyek konstruksi memiliki serangkaian catatan kecelakaan yang memakan banyak korban jiwa. Angka kecelakaan kerja di bidang jasa konstruksi paling tinggi dibanding sektor industri, transportasi maupun pertambangan. Bahkan angka kecelakaan kerja sektor konstruksi di Indonesia termasuk yang paling tinggi di kawasan ASEAN dan dalam lima tahun terakhir trennya cenderung naik.


(18)

Pekerjaan yang dilakukan di bidang konstruksi pada dasarnya merupakan pekerjaan yang berbahaya dan sangat mungkin menyebabkan kecelakaan. Penyebab mengapa kecelakaan konstruksi sangat berbahaya adalah karena sifat pekerjaan di bidang konstruksi yang dinamis dan selalu mengalami perubahan. Pekerjaan berubah ketika suatu tahapan pekerjaan telah selesai, begitu juga dengan komposisi pekerja yang selalu berubah untuk menyesuaikan dengan tahapan pekerjaan, kemudian yang tak kalah penting adalah perubahan cuaca, karena pada umumnya pekerjaan pada konstruksi dilakukan diluar ruangan sehingga perubahan cuaca secara otomatis akan merubah kondisi lingkungan kerja (Hinze,1997).

Pada kenyataannya masalah keselamatan dan kesehatan kerja masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Berdasarkan data yang tercatat di PT. JAMSOSTEK, menunjukkan bahwa tahun 2010 terdapat 65.000 kasus kecelakaan kerja di Indonesia, angka ini mencakup 1.965 meninggal dunia, juga tercatat 3.662 pekerja yang mengalami cacat fungsi, 2.713 cacat sebagian, 31 cacat total dan sisanya berhasil sembuh. Data yang tercatat tersebut dianggap tidak menggambarkan kenyataan di lapangan yaitu tingkat kecelakaan kerja yang sebenarnya lebih tinggi lagi.

Dalam industri konstruksi kita mengenal beberapa jenis bangunan, antara lain adalah bangunan gedung (rumah sederhana sampai gedung bertingkat tinggi), bangunan jalan (flexible pavement, rigrid pavement, jalan kricak, AWCAS-all weathered compacted aggregate subgrade, dan lain-lain), bangunan lapangan terbang, bangunan terowongan, bangunan jalan kereta api, bangunan jembatan


(19)

beton, jembatan composite dan lain-lain), bangunan jalan layang (jalan layang kereta api, jalan layang kendaraan bermotor), bangunan bendungan, bangunan saluran irigasi, bangunan silo, dan lain-lain yang saat ini sangat banyak jenisnya sesuai dengan kebutuhan manusia dan kemajuan teknologi (Sajekti,2009).

Setiap jenis bangunan mempunyai metode pelaksanaan yang secara garis besarnya berlain-lainan, tetapi untuk bagian-bagian pekerjaannya pada prinsipnya adalah hampir sama, misalnya kegiatan pembetonan untuk pekerjaan gedung dengan kegiatan pembetonan untuk pekerjaan bendungan hampir sama. Yang membedakan adalah metode kerja pelaksanaannya dari kegiatan bagian-bagian pekerjaan itu karena perbedaan dalam hal volume, kondisi medan, dan kemungkinan ada persyaratan yang harus dipenuhi (Sajekti,2009).

Dalam proyek pembangunan besar, persiapan demi persiapan perlu dilakukan secara bertahap. Mulai dari tahap perencanaan, tahap mendesain, tahap pra-konstruksi, tahap pra-konstruksi, hingga berakhir pada tahap finishing, semua mesti dirancang secara teratur dan terarah. Tahap mendesain merupakan tahapan yang paling vital karena disini merupakan pangkal dari berjalan atau tidaknya sebuah proyek. Tahap mendesain yang meliputi desain arsitektur, interior, maupun eksterior merupakan tahap dimana kita menentukan kerangka serta garis besar model bangunan yang nantinya akan direalisasikan dalam wujud proyek pembangunan tersebut. Untuk itu, perlu dibuat sebuah rancang bangun yang pasti (fixed) sehingga proyek pembangunan dapat berjalan sesuai rencana awal.


(20)

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan pada proyek pembangunan gedung Hotel The Regale ini, terdapat proses kerja pada bagian struktur dan arsitektur yang mengandung potensi bahaya yang cukup besar.

Pada unit kerja bagian struktur terdapat 3 proses kerja yang meliputi bekisting, pembesian/penulangan, dan pengecoran. Bekisting adalah cetakan sementara yang digunakan untuk menahan beton selama beton dituang dan dibentuk sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Proses ini diawali dengan perakitan mal bekisting dimana pekerja menggunakan peralatan-peralatan kerja yang cukup berbahaya seperti mesin gergaji untuk memotong kayu bekisting. Selanjutnya bekisting diangkut dengan Tower Crane untuk dipasang pada ketinggian.

Pada proses pembesian diawali dengan fabrikasi besi tulangan yang juga menggunakan peralatan-peralatan yang cukup berbahaya bagi pekerja. Kemudian dilakukan perakitan ring besi yang dilakukan secara manual oleh pekerja. Selanjutnya ring besi diangkut dengan Tower Crane untuk dipasang pada ketinggian.

Selanjutnya adalah proses penuangan beton segar ke dalam bekisting yang telah dipasangi tulangan. Proses pengecoran ini menggunakan mesin vibrator yang berfungsi untuk memadatkan beton agar beton hasil coran tidak keropos.

Pada pekerjaan arsitektural meliputi pekerjaan finishing yang terdiri dari finishing dinding, lantai, plafon, pintu dan jendela, dan atap. Proses pekerjaan dinding, lantai, plafon, pintu dan jendela, serta atap ini menggunakan peralatan-peralatan kerja yang cukup berbahaya seperti mesin gerinda tangan, mesin bor tangan, dan lain-lain.


(21)

Pihak perusahaan telah memberikan APD kepada pekerja, tetapi mayoritas pekerja sering tidak menggunakan APD saat bekerja. Alasan dari mereka adalah karena pemakaian APD saat bekerja adalah hal yang merepotkan bagi mereka, dimana mereka menjadi tidak leluasa saat bekerja. Disamping itu pihak perusahaan juga kurang memperhatikan aspek K3 seperti tidak adanya rambu-rambu K3 di tempat kerja, penambahan jam kerja di malam hari, serta kurang adanya pengawasan terhadap pekerja yang tidak menggunakan APD di lapangan. Mereka juga tidak menerapkan sanksi yang tegas kepada pekerja yang tidak menerapkan aturan-aturan K3.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik ingin melihat apa saja potensi bahaya K3 pada proyek pembangunan Hotel The Regale.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “apa saja potensi bahaya K3 pada bagian struktur dan arsitektur proyek pembangunan Hotel The Regale tahun 2013”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi bahaya K3 pada bagian struktur dan arsitektur proyek pembangunan Hotel The Regale tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui potensi bahaya pada pekerjaan struktur. 2. Untuk mengetahui potensi bahaya pada pekerjaan arsitektur.


(22)

1.4.Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak manajemen perusahaan untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja dalam upaya untuk meminimalkan risiko yang ada pada proses pembangunan tersebut.

2. Bagi tenaga kerja, agar lebih mengetahui bagaimana potensi bahaya pada pekerjaannya sehingga dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan di lapangan.

3. Sebagai bahan informasi bagi penelitian sejenis serta dapat bermanfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

4. Sebagai penambah wawasan pengetahuan bagi penulis khususnya tentang potensi bahaya di bidang konstruksi.


(23)

2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2.1.1. Pengertian Keselamatan Kerja

Keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko yang relatif sangat kecil di bawah tingkatan tertentu. Sedangkan risiko adalah tingkat kemungkinan terjadinya suatu bahaya yang menyebabkan kecelakaan dan intensitas bahaya tersebut (HIPSMI dalam buku Notoatmodjo, 2007).

Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja. Kecelakaan selain menjadi sebab hambatan-hambatan langsung juga merupakan kerugian secara tidak langsung yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja, dan lain-lain.

Menurut Suma’mur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.

2.1.2. Pengertian Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah aplikasi kesehatan masyarakat dalam suatu tempat kerja dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja adalah masyarakat pekerja dan masyarakat di sekitar perusahaan tersebut. Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan tersebut, melalui


(24)

usaha-usaha preventif, promotif, dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungan kerja (Notoatmodjo, 2007).

Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (Anonim, 2010).

Agar seorang tenaga kerja berada dalam keserasian sebaik-baiknya, yang berarti bahwa yang bersangkutan dapat terjamin keadaan kesehatan dan produktivitas kerjanya secara optimal, maka perlu ada keseimbangan antara beban kerja, beban tambahan akibat dari pekerjaan dan lingkungan kerja dan kapasitas kerja (Suma’mur, 2009).

Tujuan akhir kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya tenaga kerja yang sehat dan produktif antara lain suhu ruangan yang nyaman, penerangan/pencahayaan yang cukup, bebas dari debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh atau anggotanya (ergonomi), dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

2.1.3. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(25)

kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan praktis secara sistematis (systematic), dan dalam kerangka piker kesisteman (system oriented) (Anonim, 2010).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat diartikan sebagai kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman, terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan, dan control terhadap pelaksanaan tugas dari para karyawan dan pemberian bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga pemerintah maupun perusahaan dimana mereka bekerja (Yuli, 2005). Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya preventif yang kegiatan utamanya adalah identifikasi, substitusi, eliminasi, evaluasi, dan pengendalian risiko dan bahaya (Notoatmodjo, 2007).

2.1.4. K3 Konstruksi

Menurut Davies (1996), keselamatan konstruksi adalah bebas dari resiko luka dari suatu kecelakaan dimana kerusakan kesehatan muncul dari suatu akibat langsung/seketika maupun dalam jangka waktu panjang.

Menurut Levitt (1993) menyatakan bahwa keselamatan konstruksi adalah usaha untuk meniadakan dari resiko kerugian/luka-luka dari suatu kecelakaan dan kerusakan kesehatan yang diakibatkan oleh efek jangka panjang akibat dari lingkungan kerja tak sehat.

Selanjutnya, Suraji dan Bambang Endroyo (2009) menyatakan bahwa keselamatan konstruksi adalah keselamatan orang yang bekerja (safe for people) di proyek konstruksi, keselamatan masyarakat (safe for people) di proyek konstruksi,


(26)

keselamatan property (safe for property) yang diadakan untuk pelaksanaan proyek konstruksi dan keselamatan lingkungan (safe for environment) di mana proyek konstruksi dilaksanakan.

Keselamatan konstruksi pada hakekatnya adalah untuk melindungi pekerja dan orang-orang yang ada di tempat kerja, masyarakat, peralatan dan mesin, serta lingkungan agar terhindar dari kecelakaan. Untuk itu semua dapat dilakukan dengan usaha-usaha preventif, kuratif dan rehabilitative. Usaha preventif biasa dengan mengadakan peraturan dan perundangan yang harus ditaati oleh semua penyelenggara kegiatan (konstruksi). Usaha kuratif dilakukan apabila ternyata terjadi kecelakaan sehingga untuk penanganannya diperlukan usaha dan dana. Usaha rehabilitative adalah pemulihan kembali korban-korban kecelakaan (manusia maupun bukan manusia) agar dapat kembali berfungsi sebagaimana sebelumnya. Khusus untuk manusia, dimungkinkan adanya perpindahan posisi/job disesuaikan dengan kondisi fisik dan psikis yang bersangkutan setelah terjadi kecelakaan.

2.2. Potensi Bahaya

2.2.1. Defenisi Potensi Bahaya

ILO dalam buku Budiono (2008), mendefinisikan potensi bahaya atau bahaya kerja adalah suatu sumber potensi kerugian atau suatu situasi yang berhubungan dengan pekerja, pekerjaan dengan lingkungan kerja yang berpotensi menyebabkan gangguan/kerugian. Potensi bahaya merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian baik harta benda, lingkungan maupun manusia.


(27)

2.2.2. Jenis-jenis bahaya

Dalam kehidupan banyak sekali bahaya yang ada di sekitar kita. Bahaya-bahaya itu dapat menyebabkan kecelakaan, menurut Ramli (2010) jenis-jenis Bahaya-bahaya itu antara lain:

Jenis-jenis bahaya diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Bahaya mekanis

Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda yang bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun dengan penggerak. Misalnya mesin gerinda, bubut, popong, press, tempa.

Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya seperti gerakan mengebor, memotong, menempa, menjepit, menekan dan bentuk gerakan lainnya. Gerakan mekanis ini dapat menimbulkan cidera atau kerusakan seperti tersayat, terjepit, terpotong, atau terkupas.

2. Bahaya listrik

Sumber bahaya yang berasal dari energi listrik . Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan singkat. Di lingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, baik dari jaringan listrik maupun peralatan kerja atau mesin-mesin yang menggunakan energi listrik.

3. Bahaya kimiawi

Jenis bahaya yang bersumber dari senyawa atau unsur atau bahan kimia. Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai sifat dan


(28)

kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahaya kimiawi. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia antara lain:

- Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat racun

- Iritasi oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam kuat,dll

- Kebakaran dan ledakan

- Polusi dan pencemaran lingkungan 4. Bahaya fisik

Bahaya yang berasal dari faktor-faktor fisik seperti: - Bising

- Tekanan - Getaran

- Suhu panas atau dingin - Cahaya atau penerangan

- Radiasi dari bahan radioaktif, sinar ultra violet atau infra merah. 5. Bahaya biologis

Di berbagai lingkungan kerja terdapat bahaya yang bersumber dari unsur biologis seperti flora dan fauna yang terdapat di lingkungan kerja atau berasal dari aktifitas kerja. Potensi bahaya ini ditemukan dalam industri makanan, farmasi, pertanian, pertambangan, minyak dan gas bumi (Ramli,2010).


(29)

2.2.3. Sumber-sumber Bahaya di Lingkungan Kerja

Menurut Sahib (1997), kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi karena adanya sumber-sumber bahaya di lingkungan kerja. Sumber bahaya itu bisa berasal dari :

1. Bangunan, Peralatan dan Instalasi 2. Bahan

3. Proses 4. Cara Kerja

5. Lingkungan Kerja 2.3. Proyek Konstruksi

2.3.1. Pengertian Proyek Konstruksi

Ferdy dan Yudi (2008) menjelaskan defenisi Industri Konstruksi merupakan lapangan pekerjaan yang memiliki potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja, yang mana kecelakaan kerja ini juga dapat menimbulkan kerugian terhadap pekerja dan juga kontraktor. Pekerja konstruksi sangat berbeda karakteristiknya dengan pekerja di sektor industri atau pekerjaan formal lainnya. Salah satu karakteristik pekerja konstruksi adalah mobilitasnya yang sangat tinggi dan cenderung tidak terikat dalam satu perusahaan tertentu.

Menurut Gould (2002) mendefinisikan proyek konstruksi sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendirikan suatu bangunan yang membutuhkan sumber daya baik biaya, tenaga kerja, material, dan peralatan. Proyek konstruksi dilakukan secara detail dan tidak berulang.


(30)

2.3.2. Jenis-jenis Proyek Konstruksi

Jenis proyek konstruksi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1. Proyek konstruksi bangunan gedung

Adalah proyek konstruksi yang menghasilkan tempat orang bekerja atautinggal. Proyek konstruksi bangunan gedung meliputi rumah, kantor,pabrik, apartemen, dan sebagainya.

2. Proyek konstruksi non-gedung (Bangunan Sipil)

Proyek konstruksi Proyek konstruksi yang digunakan untuk mengendalikan alam agar berguna bagi kepentingan manusia. Proyek bangunan sipil meliputi infrastruktur jalan, jembatan, dan bendungan.

2.3.3. Karakteristik Proyek Konstruksi

Karakteristik proyek konstruksi dapat dipandang dalam tiga dimensi, yaitu unik, melibatkan sejumlah sumber daya dan membutuhkan organisasi. Kemudian, proses penyelesaiannya harus berpegang pada tiga kendala (triple constraint), yaitu sesuai spesifikasi mutu yang ditetapkan, sesuai time schedule, dan biaya yang direncanakan. Ketiganya diselesaikan secara simultan (Ervianto,2004).

Ciri pokok dari proyek adalah:

1. Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir. 2. Jumlah biaya, criteria mutu dalam proses mencapai tujuan di atas telah

ditentukan.

3. Mempunyai awal kegiatan dan mempunyai akhir kegiatan yang telah ditentukan atau mempunyai jangka waktu tertentu.


(31)

4. Rangkaian kegiatan hanya dilakukan sekali (non rutin), tidak berulang-ulang, sehingga menghasilkan produk yang bersifat unik (tidak identik tapi sejenis).

5. Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung. 2.3.4. Tahapan-tahapan dalam Proyek Konstruksi

Adapun tahapan-tahapan proyek konstruksi adalah (Wijaya,2011): 1. Adanya kebutuhan (need)

Semua proyek konstruksi biasanya dimulai dari gagasan dibangun berdasarkan kebutuhan (Need).

2. Studi kelayakan (feasibility study)

Pada tahap ini adalah untuk meyakinkan pemilik proyek bahwa proyek konstruksi yang diusulkan layak untuk dilaksanakan.

Kegiatan yang dilaksanakan:

Menyusun rancangan proyek secara kasar dan membuat estimasi biaya Meramalkan manfaat yang akan diperoleh

Menyusun analisis kelayakan proyek

Menganalisis dampak lingkungan yang akan terjadi 3. Membuat penjelasan yang lebih rinci (briefing)

Pada tahap ini pemilik proyek menjelaskan fungsi proyek dan biaya yang diijinkan sehingga konsultan perencana dapat dengan tepat menafsirkan keinginan pemilik.


(32)

Kegiatan yang dilaksanakan:

Menyusun rencana kerja dan menunjuk para perencana dan tenaga ahli Mempertimbangkan kebutuhan pemakai, keadaan lokasi dan lapangan, merencanakan rancangan, taksiran biaya, persyaratan mutu.

Menyiapkan ruang lingkup kerja, jadwal, serta rencana pelaksanaan Membuat sketsa dengan skala tertentu sehingga dapat menggambarkan denah dan batas-batas proyek.

4. Membuat rancangan awal (preliminary design)

Pada tahap ini melakukan perancangan (design) yang lebih mendetail sesuai dengan keinginan dari pemilik seperti membuat gambar rencana, spesifikasi, Rencana Anggaran Biaya (RAB), metode pelaksanaan, dan sebagainya. Kegiatan yang dilaksanakan :

Mengembangkan ikthisiar proyek menjadi penyelesaian akhir Memeriksa masalah teknis

Meminta persetujuan akhir dari pemilik proyek Mempersiapkan:

- Rancangan terinci

- Gambar kerja, spesifikasi dan jadwal - Daftar kuantitas

- Taksiran biaya akhir

5. Membuat rancangan yang lebih rinci (design development dan detail design) 6. Melakukan pengadaan (procurement/tender)


(33)

Pada tahap ini bertujuan untuk mendapatkan kontraktor yang akan mengerjakan proyek konstruksi tersebut, atau bahkan mencari sub kontraktornya.

Kegiatan yang dilaksanakan: Prakulaifikasi

Dokumen Kontrak 7. Pelaksanaan (construction)

Tujuan pada tahap ini adalah mewujudkan bangunan yang dibutuhkan oleh pemilik proyek yang sudah dirancang oleh konsultan perencana dalam batasan biaya, waktu yang sudah disepakati, serta dengan mutu yang telah disyaratkan.

Kegiatan yang dilaksanakan adalah merencanakan, mengkoordinasikan, mengendalikan semua operasional di lapangan :

Kegiatan perencanaan dan pengendalian adalah

- Perencanaan dan pengendalian jadwal waktu pelaksanaan - Perencanaan dan pengendalian organisasi lapangan - Perencanaan dan pengendalian tenaga kerja

- Perencanaan dan pengendalian peralatan dan material Kegiatan Koordinasi

- Mengkoordinasikan seluruh kegiatan pembangunan - Mengkoordinasi para sub kontraktor


(34)

-8. Pemeliharaan dan persiapan penggunaan (maintenance and start up)

Tujuan pada tahap ini adalah untuk menjamin agar bangunan yang telah sesuai dengan dokumen kontrak dan semua fasilitas bekerja sebagaimana mestinya.

Kegiatan yang dilakukan adalah:

Mempersiapkan data-data pelaksanaan, baik berupa data-data selama pelaksanaan maupun gambar pelaksanaan (as build drawing)

Meneliti bangunan secara cermat dan memperbaiki kerusakan-kerusakan

Mempersiapkan petunjuk operasional/pelaksanaan serta pedoman pemeliharaan

Melatih staff untuk melaksanakan pemeliharaan

Proyek konstruksi dimulai sejak timbulnya prakarsa dari pemilik untuk membangun suatu bangunan yang kemudian akan dipengaruhi oleh unsure lainnya seperti konsultan, kontraktor dan lainnya. Pelaksanaan proyek konstruksi pada dasarnya adalah mengubah sumber daya yang tersedia dan dana tertentu secara terorganisir menjadi suatu hasil pembangunan yang mantap dan sesuai tujuan awal dan harus dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu.

2.4. Pekerjaan Struktur

2.4.1. Pekerjaan Cetakan Beton / Bekisting

Pekerjaan cetakan beton, yang secara umum para petugas di lapangan menyebut dengan istilah bekisting, adalah merupakan pekerjaan sementara, tetapi


(35)

walaupun merupakan pekerjaan sementara harus kuat untuk menahan tekanan beton yang masih cair, dan juga harus kuat jika terkena injakan para pekerja dan pukulan-pukulan yang tidak disengaja (Sajekti, 2009).

Fungsi sebuah bekisting

Pada pokoknya sebuah konstruksi bekisting menjalani tiga fungsi:

a. Bekisting menentukan bentuk dari konstruksi beton yang akan dibuat. Bentuk sederhana dari sebuah konstruksi beton menghendaki sebuah bekisting yang sederhana;

b. Bekisting harus dapat menyerap dengan aman beban yang ditimbulkan oleh spesi beton dan berbagai beban luar serta getaran. Dalam hal ini perubahan bentuk yang timbul dan geseran-geseran dapat diperkenankan asalkan tidak melampaui toleransi-toleransi tertentu;

c. Bekisting harus dapat dengan cara sederhana dipasang, dilepas, dan dipindahkan.

Pada pekerjaan bekisting ini harus diyakini juga agar tidak berubah bentuknya selama pekerjaan pengecoran beton sampai beton menjadi keras. Untuk pekerjaan rumah sederhana cetakan beton biasanya terdiri dari bidang alas dan dinding samping saja untuk menahan beton yang masih cair. Cetakan balok beton atau plat beton yang menggantung, beban keseluruhan harus dipikul oleh balok-balok kayu, kemudian beban dari balok-balok kayu tersebut diteruskan ke tiang-tiang penyangga dari perancah atau scaffolding. Sedangkan cetakan beton untuk konstruksi beton yang bagian bawahnya langsung didukung oleh tanah dasar, pasangan pondasi batu kali atau pasangan dinding tembok, jika memungkinkan tidak bocor air semennya, maka


(36)

bidang alas tidak perlu dipasang papan cetakan, tetapi cukup dipasang dinding cetakan samping.

Konstruksi cetakan beton harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah untuk dibongkar. Biasanya bahan bekisting adalah dari kayu karena mudah pengerjaannya, tetapi sekarang sudah banyak cetakan beton dari plat besi dan balok-balok besi profil, sehingga lebih efisien karena dapat dipakai terus dengan tidak mengalami kerusakan atau kerusakan relative sangat kecil, sedangkan dengan menggunakan bahan kayu biasanya dipakai tiga atau empat kali sudah harus diganti cetakan dindingnya (Sajekti, 2009).

2.4.2. Pekerjaan Pembesian

Pekerjaan pembesian merupakan bagian dari pekerjaan struktur. Pekerjaan ini memegang peranan penting dari aspek kualitas pelaksanaan meningat fungsi besi tulangan yang penting dalam kekuatan struktur gedung (Sajekti, 2009).

Pembesian atau juga biasa disebut penulangan untuk beton, biasanya berfungsi untuk menahan gaya tarik yang terjadi pada beton, karena beton tidak kuat menahan gaya tarik. Sebelum suatu pekerjaan bangunan/proyek dimulai, salah satu pekerjaan yang harus dikerjakan adalah merencanakan potong dan bengkok besi. Potong dan bengkok besi dibuat dalam sebuah daftar untuk setiap diameter, yang disebut Daftar Potong dan Bengkok Besi. Dari daftar tersebut sudah direncanakan pemotongan yang paling efisien, sehingga sisa yang terbuang sesedikit mungkin. Pelaksana di lapangan harus mengikuti daftar pemotongan dan pembengkokan besi tersebut. Perakitan besi beton dengan mengikat kawat ikat pada beberapa persilangan


(37)

pekerja. Pada beberapa bagian dari anyaman besi beton yang terlalu panjang, dan jika diinjak dapat melentur, maka perlu diberi penyangga dari sisa-sisa besi, dengan bentuk sedemikian rupa sehingga dapat menahan beban orang dan mesin pemadat beton. Besi penyangga ini juga perlu diikat dengan ayaman besi. Di lapangan diberi istilah besi kaki ayam.

Pemotongan dan pembengkokan besi biasanya dengan mesin bertenaga listrik untuk pekerjaan besar dan secara missal, tetapi kadang-kadang perlu juga adanya alat pembengkokan secara manual untuk pekerjaan yang kecil-kecil dan hanya perlu satu atau dua buah saja. Rangkaian besi beton untuk balok-balok kecil dan kolom-kolom kecil misalnya balok sloof dan kolom praktis dikerjakan/dirakit di luar tempat pekerjaan (prefabricated). Tetapi untuk kolom-kolom besar, balok-balok besar dan plat lantai dikerjakan/dirakit langsung di tempat pekerjaan.

2.4.3. Pekerjaan Pengecoran beton

Pekerjaan pengecoran adalah pekerjaan penuangan beton segar ke dalam cetakan suatu elemen struktur yang telah dipasangi besi tulangan. Sebelum pekerjaan pengecoran, harus dilakukan inspeksi pekerjaan untuk memastikan cetakan dan besi tulangan telah terpasang sesuai rencana (Sajekti, 2009).

2.5. Pekerjaan Arsitektur 2.5.1. Pekerjaan Memplester

Pekerjaan memplester tembok merupakan pekerjaan menutup pasangan bata dengan plester adukan/spesi. Plesteran ini dapat sebagai penutup bagian luar atau dalam atau kedua-duanya.


(38)

Fungsi dari plesteran adalah :

1. Melindungi pasangan tembok dari pengaruh cuaca, khususnya hujan dan terik panas matahari

2. Memperhalus atau meratakan permukaan pasangan tembok sehingga memudahkan pengecatan

3. Memperindah penampilan 2.5.2. Pintu dan Jendela

Pintu dan jendela merupakan konstruksi yang dapat bergerak, bergeraknya pintu atau jendela dipengaruhi oleh perletakan/penempatan, efisiensi ruang dan fungsinya. Dalam merencanakan pintu dan jendela, ada 4 (empat) hal yang harus dipertimbangkan (Tamrin, 2008), yaitu :

1. Matahari

Pintu dan jendela merupakan sumber pengurangan dan penambahan panas, sehingga jendela dapat diletakkan di sisi sebelah timur dan/atau barat.

2. Penerangan

Untuk menghasilkan penerangan alami sebuah ruangan, dengan menempatkan jendela dekat sudut ruangan maka dinding didekatnya disinari cahaya akan memantulkan ke dalam ruangan.

3. Pemandangan

Jendela sebaiknya ditempatkan untuk memberi bingkai pada pemandangan. Ketinggian ambang atas jendela sebaiknya tidak memotong pemandangan orang yang duduk ataupun berdiri di dalam ruangan, juga jangan sampai kerangka jendela


(39)

4. Penampilan

Jendela akan dapat mempengaruhi penampilan ekterior rumah/bangunan. Persyaratan

Syarat pintu dan jendela pada sebuah bangunan meliputi : 1. Bekerja dengan aman

2. Tahan cuaca, untuk mendapatkan ketahanan terhadap cuaca maka harus dipilih dari bahan yang baik, tidak mudah lapuk, tidak mudah mengalami kembang/susut (muai, melengkung)

3. Tidak ada celah/ cahaya yang tidak dikehendaki masuk, cuaca (suhu, udara) masuk ke dalam ruangan.

4. Kuat

5. Minimal ada 1(satu) buah jendela dalam sebuah ruangan. Fungsi pintu dan jendela dalam sebuah bangunan

1. Fungsi pintu

Dalam kegiatan/komunikasi antar ruang maka pintu sangat dibutuhkan, demikian juga sarana lintas antara bagian dalam dan bagian luar bangunan.

2. Fungsi jendela

a. Penerangan alami ruangan

b. Pengatur suhu ruangan, sirkulasi angin c. Melihat pemandangan/situasi luar bangunan 2.5.3. Kusen Pintu dan Jendela

Untuk meletakkan daun pintu atau daun jendela pada dinding, dipasang rangka yang disebut kusen, kusen untuk tempat tinggal terbuat dari kayu atau logam.


(40)

Kusen kayu memberikan penampilan yang hangat dan indah dari tampilan tekstur serat-serat kayu yang dimilikinya, mempunyai nilai penyekat panas yang baik dan pada umumnya tahan terhadap pengaruh cuaca. Rangka jenis ini dapat berupa produk pabrik yang telah diselesaikan dengan pelapisan cat, pewarnaan atau masih berupa kayu asli tanpa pelapisan. Kusen dari bahan logam berbeda dari kayu, kusen logam tidak terpengaruh bila basah, kusen logam ini tidak memiliki kehangatan dalam penampilan dan memberikan daya tahan yang kecil terhadap perpindahan panas. Kusen logam dapat terbuat dari alumunium, baja atau baja tak berkarat (stainless-steel), warna alami logam dapat ditutup dengan lapisan cat dan dirawat dengan baik untuk mencegah korosi (Tamrin, 2008).

1. Bagian-Bagian Kusen Kusen terdiri atas : 1. Tiang (style).

2. Ambang (dorpel) pada kusen jendela terdapat ambang atas dan ambang bawah sedangkan pada pintu tidak ada ambang bawah.

3. Sponneng, yaitu tempat perletakan/melekatnya daun pintu atau daun jendela. 4. Telinga, yaitu bagian ambang (dorpel) yang masuk/ditanam kedalam tembok yang berfungsi untuk menahan gerakan kusen kemuka atau kebelakang.

5. Alur kapur, bagian dari tiang (style) yang dialur/dicoak dengan fungsi untuk menahan gerakan kusen kemuka atau kebelakang selain itu juga agar apabila terjadi penyusutan, tidak timbul celah.


(41)

7. Duk (neut), dipasang pada tiang (style) di bagian bawah, khusus untuk kusen pintu, berfungsi untuk menahan gerakan tiang ke segala arah dan melindung tiang kayu terhadap resapan air dari latai ke atas.

2.5.4. Dinding Bangunan

Dinding adalah bagian bangunan yang sangat penting perannya bagi suatu konstruksi bangunan. Dinding membentuk dan melindungi isi bangunan baik dari segi konstruksi maupun penampilan artistik dari bangunan (Tamrin, 2008). Ditinjau dari bahan mentah yang dipakai, dinding bangunan dapat dibedakan atas:

1. Bata cetak/bata kapur, adalah batu buatan yang dibuat dari campuran beberapa bahan dengan perbandingan tertentu, Umumnya digunakan pada rumah-rumah sederhana di perkampungan, pagar pembatas tanah dan lain sebagainya.

2. Bata celcon atau hebel, terbuat dari pasir silika. Harganya lebih mahal dari pada bata merah. Ukuran umumnya 10 cm x 19 cm x 59 cm.

3. Dinding Partisi, bahan yang dipakai umumnya terdiri dari lembaran multiplek atau papan gipsum dengan ketebalan 9-12 mm.

4. Batako dan blok beton, adalah batu buatan yang dibuat dari campuran bahan mentah: tras+ kapur + pasir dengan perbandingan tertentu. Batu buatan jenis ini bentuknya berlubang, model dan lubangnya dibuat bermacam variasi model. Blok beton, adalah batu buatan yang dibuat dari campuran bahan mentah: semen + pasir dengan perbandingan tertentu, sama juga dengan bataco, blok beton ini juga berlubang.

5. Batu bata (bata merah),pada umurnnya merupakan prisma tegak (balok) dengan penampang empat persegi panjang, ada juga batu.


(42)

2.5.5. Kuda-Kuda dan Atap 1. Kuda-Kuda

Konstruksi kuda-kuda ialah suatu susunan rangka batang yang berfungsi untuk mendukung beban atap termasuk juga beratnya sendiri dan sekaligus dapat memberikan bentuk pada atapnya. Kuda-kuda merupakan penyangga utama pada struktur atap. Struktur ini termasuk dalam klasifikasi struktur framework (truss). Umumnya kuda-kuda terbuat dari kayu, bambu, baja, dan beton bertulang.

Kuda-kuda kayu digunakan sebagai pendukung atap dengan bentang maksimal sekitar 12 m. Kuda-kuda bambu pada umunya mampu mendukung beban atap sampai dengan 10 meter, Sedangkan kuda-kuda baja sebagai pendukung atap, dengan sistem frame work atau lengkung dapat mendukung beban atap sampai dengan bentang 75 meter, seperti pada hanggar pesawat, stadion olah raga, bangunan pabrik, dan lain-lain. Kudakuda dari beton bertulang dapat digunakan pada atap dengan bentang sekitar 10 hingga 12 meter.

Pada kuda-kuda dari baja atau kayu diperlukan ikatan angin untuk memperkaku struktur kuda-kuda pada arah horizontal Pada dasarnya konstruksi kuda-kuda terdiri dari rangakaian batang yang selalu membentuk segitiga. Dengan mempertimbangkan berat atap serta bahan dan bentuk penutupnya, maka konstruksi kuda-kuda satu sama lain akan berbeda, tetapi setiap susunan rangka batang harus merupakan satu kesatuan bentuk yang kokoh yang nantinya mampu memikul beban yang bekerja tanpa mengalami perubahan. Kuda-kuda diletakkan diatas dua tembok selaku tumpuannya. Perlu diperhatikan bahwa tembok diusahakan tidak menerima


(43)

vertikal saja. Kuda-kuda diperhitungkan mampu mendukung beban-beban atap dalam satu luasan atap tertentu. Beban-beban yang dihitung adalah beban mati (yaitu berat penutup atap, reng, usuk,gording, kuda-kuda) dan beban hidup (angin, air hujan, orang pada saat memasang/memperbaiki atap).

2. Atap

Atap merupakan bagian dari struktur bangunan yang berfungsi sebagai penutup/pelindung bangunan dari panas terik matahari dan hujan sehingga memberikan kenyamanan bagi penggunan bangunan. Struktur atap pada umumnya terdiri dari tiga bagian utama yaitu struktur penutup atap, gording dan rangka kuda-kuda.

Penutup atap akan didukung oleh struktur rangka atap, yang terdiri dari kuda-kuda, gording, usuk dan reng. Beban-beban atap akan diteruskan ke dalam fondasi melalui kolom dan/atau balok. Konstruksi atap memungkinkan terjadinya sirkulasi udara dengan baik (Tamrin, 2008).

2.5.6. Plafon

Plafon adalah bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai langit-langit bangunan. Pada dasarnya plafon dibuat dengan maksud untuk mencegah cuaca panas atau dingin agar tidak langsung masuk ke dalam rumah setelah melewati atap. Namun demikian dewasa ini plafon tidak lagi hanya sekedar penghambat panas atau dingin, melainkan juga sebagai hiasan yang akan lebih mempercantik interior suatu bangunan. Plafon biasanya dibuat dengan ketinggian tertentu. Namun sebagai variasi ada juga yang dibuat tidak selalu rata. Variasi tersebut dikenal sebagai plafond drop ceiling. Plafon dibuat lebih tinggi dari yang lain (Tamrin, 2008).


(44)

Manfaat/kegunaan dari plafon antara lain sebagai berikut :

a. Supaya ruangan di bawah atap selalu tampak bersih, dan tidak tampak kayu dari rangka-atapnya.

b. Untuk menahan kotoran yang jauh dari bidang atap melalui celah-celah genteng. c. Untuk menahan percikan air, agar seisi ruangan selalu terlindung.

d. Untuk mengurangi panas dari sinar matahari melalui bidang atap. 2.5.7. Konstruksi Lantai

Pemasangan lantai biasanya dimulai bila semua pekerjaan bagian atas, seperti pemasangan atap, plafon, dan plesteran dinding dan pekerjaan bagian bawah, seperti pemasangan pipa-pipa riolering telah selesai dilaksanakan.

Lantai keramik atau ubin keramik adalah bahan penutup (finishing) lantai dari bahan keramik. Tujuan pemasangan ubin keramik selain sebagi penutup lantai adalah menambah kekuatan lantai, mempermudah pemeliharaan dan kebersihan lantai, serta mendekorasi ruangan (lantai). Selain fungsi-fungsi tersebut, efek pemasangan keramik lantai juga bisa menghadirkan atmosfer tertentu pada ruangan, tergantung jenis dan corak keramik yang dipilih (Tamrin, 2008).

2.5.8. Pekerjaan Pengecatan

Pada saat melakukan pengecatan baik itu tembok lama maupun baru, hal pertama yang harus dilakukan adalah memilih warna yang sesuai dengan fungsi dinding yang akan dicat, memilih warna yang sesuai dengan selera, langkah selanjutnya adalah menentukan merek cat yang sesuai dengan anggaran.


(45)

kesehatan lingkungan. Memang semakin tinggi kualitas cat, maka harganya pun akan semakin mahal, karena disamping keempat hal pokok diatas, cat yang berkualitas akan memiliki nilai tambah seperti daya tahan terhadap cuaca, anti jamur, tidak memudar (anti fading), mudah dibersihkan (washable), dapat menutup retak rambut (cover hair line crack) serta tambahan pengharum (fragnance).

Cat juga harus aman dan ramah lingkungan. Saat ini di pasar masih banyak dijual produk yang tidak memperhatikan aspek-aspek kesehatan dan lingkungan, karena bahan baku yang dipergunakan masih mengandung tambahan logam merkuri (Hg) dan timah hitam/timbal (Pb). Padahal kedua bahan tersebut sangat berpotensi membahayakan manusia jika secara terus menerus masuk kedalam tubuh. Di negara lain untuk bangunan lama yang dibangun sebelum tahun 1976, pemilik bangunan diharuskan untuk mengerok cat lama dan mengecat ulang. Pada saat pengerokkan pun harus menggunakan alat pelindung seperti masker, spectacles (kacamata) dan sarung tangan. Hal ini mengingat semua produk cat yg diproduksi sebelum tahun 1976 masih menggunakan kedua bahan baku tersebut. Timah hitam/timbal (Pb), merupakan salah satu logam yg bisa mengakibatkan kerusakan sistem syaraf pada manusia terutama anak kecil (Tamrin, 2008).


(46)

2.6. Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Potensi Bahaya K3 1. Mekanik 2. Kimiawi 3. Fisik 4. Listrik Pekerjaan Struktur


(47)

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif untuk menggambarkan potensi bahaya K3 yang ditimbulkan pada proses kerja proyek pembangunan hotel The Regale pada tahun 2013. Desain penelitian ini adalah cross sectional.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada proyek pembangunan gedung Hotel The Regale. 3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Februari 2014. 3.3. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel

3.3.1. Populasi

Table 3.1.

Populasi Pekerja Proyek Pembangunan Hotel The Regale

Unit Kerja Jumlah Pekerja

Struktur 47

Arsitektur 155

Jumlah Total 202

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari suatu populasi. Untuk mengetahui ukuran sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya menggunakan rumus Slovin:


(48)

n = Keterangan: n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

e = kelonggaran atau ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir misalnya, 2%, 5%, 10%

n = = 66.89 67

Berdasarkan hasil perhitungan rumus di atas, maka jumlah sampel yang diteliti dalam penelitian ini adalah berjumlah 67 orang.

3.3.3. Tehnik Penarikan Sampel

Tehnik sampling (penarikan sampel) yang digunakan dalam peneltian ini adalah tehnik Probability Sampling jenis Proportionate Stratified Random Sampling, yaitu merupakan tehnik pengambilan sampel anggota populasi yang dilakukan dengan memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. Rumus Proportionate Stratified Random Sampling adalah:

Ni =

Keterangan : Ni = Ukuran tiap strata sample Ni = Ukuran tiap strata populasi n = Ukuran (total) sample

N = Ukuran (total) populasi


(49)

Tabel 3.2.

Sampel Pekerja Proyek Pembangunan Hotel The Regale Unit Kerja Jumlah

Pekerja

Populasi Sampel

Struktur 47 x 67 = 15,59 16

Arsitektur 155

x 67 = 51,41 51

JUMLAH SAMPEL 67

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data diperoleh dengan mengobservasi pekerja dan tempat kerja dengan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi dan kamera digital.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari arsip-arsip proyek pembangunan hotel The Regale yang meliputi gambaran umum dari tempat penelitian yaitu proyek pembangunan The Regale, data pekerja, dan data-data lain yang diperlukan untuk menunjang penelitian.

3.5. Definisi Operasional

Beberapa definisi operasional yang dipakai dalam penelitian ini adalah : 1. Potensi Bahaya K3

Potensi bahaya K3 adalah suatu sumber potensi kerugian seperti bahaya mekanik, kimiawi, fisik dan listrik yang berpotensi menyebabkan


(50)

gangguan/kerugian. Bahaya mekanik adalah bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan peralatan kerja yang mengandung bahaya seperti bar cutter, bar bender, gergaji, palu, pemotong kaca, alat bor, dan-lain-lain. Bahaya kimia adalah bahaya yang ditimbulkan dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Bahaya fisik adalah bahaya yang ditimbulkan dari lingkungan kerja. Bahaya listrik adalah bahaya yang ditimbulkan dari jaringan listrik maupun peralatan kerja atau mesin-mesin yang menggunakan energi listrik.

2. Pekerjaan struktur

Pekerjaan struktur meliputi proses bekisting, pembesian dan pengecoran. Pada proses bekisting dilakukan perakitan bekisting dan pemasangan bekisting. Pada proses pembesian dilakukan fabrikasi besi tulangan, perakitan ring besi, serta pemasangan ring besi. Pada proses pengecoran dilakukan pencampuran adonan beton dengan mixer concrete truck serta pengecoran beton.

3. Pekerjaan arsitektur

Pekerjaan arsitektur meliputi pekerjaan dinding, lantai, plafond, pintu dan jendela, dan atap. Pada pekerjaan dinding terjadi proses pemasangan bata, pemlesteran dan pengecatan. Pada pekerjaan lantai terjadi proses mempersiapkan adukan semen dan keramik yang akan dipasang serta pemasangan keramik. Pada pekerjaan plafond terjadi proses pemasangan rangka dan pemasangan plafond. Pada pekerjaan pintu dan jendela terjadi


(51)

pintu dan badan kunci serta pemasangan kaca jendela. Pada pekerjaan atap terjadi proses bekisting, pembesian, waterproofing dan pemlesteran.

3.6.Analisa Data


(52)

4.1. Gambaran Umum Proyek Pembangunan Hotel The Regale

Indonesia sebagai negara berkembang terus menerus berusaha untuk meningkatkan hasil yang maksimal di segala bidang pembangunan, salah satunya adalah pembangunan di sektor pariwisata. Pembangunan tersebut juga mendorong pembangunan dalam bidang lainnya, antara lain pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya.

Dalam berbagai aktivitas usaha maupun perdagangan ataupun pariwisata, fasilitas perhotelan sangat diperlukan. Pembangunan hotel ini selain sebagai hotel bisnis juga dapat berfungsi sebagai resort hotel, dimana ditujukan untuk para wisatawan yang berwisata di daerah tempat hotel berada. Hotel menjadi alternatif pilihan bagi tamu-tamu yang ingin menginap dalam jangka waktu pendek.

Atas dasar hal diataslah pihak owner berkeinginan untuk mendirikan sebuah gedung hotel yang mewah yang dilengkapi dengan convention hall serta restaurant ini. Selain keinginan owner untuk memiliki fasilitas umum untuk masyarakat yang dapat dijadikan sebagai bisnis yang akan membawa keuntungan bagi pihak owner, owner juga melihat pada lokasi sekitar Jalan H. Adam Malik ini tidak banyak gedung hotel, sehingga timbul keinginan owner untuk membangun gedung ini.

Lokasi proyek yang menjadi tempat penelitian ini adalah pada proyek konstruksi Hotel The Regale yang berada di Jalan H. Adam Malik No. 57-58, Medan. Owner langsung memilih perusahaan kontraktor yang akan mengerjakan proyek ini


(53)

1. Data Proyek Tempat Penelitian:

a. Nama Proyek : Pembangunan Hotel The Regale b. Lokasi Proyek : Jalan Adam Malik Medan

c. Fungsi Bangunan : Hotel, Restaurant dan Convention Hall d. Konsultan Struktur : CV Prima Abadi Jaya

e. Waktu Pelaksanaan : 10 Oktober 2011 s.d. 2014 f. Kontraktor Pelaksana : CV Prima Abadi Jaya

Sub Kontraktor:

a. Pekerjaan Pondasi : PT Geoteknik Lestari Utama b. Pekerejaan Beton : CV Prima Abadi Jaya c. Pekerjaan Bekisting : CV Prima Abadi Jaya 2. Ruang Lingkup Proyek

Ruang Lingkup Proyek pembangunan Hotel The Regale meliputi: a. Pekerjaan Tanah (galian dan timbunan);

b. Pekerjaan Pondasi (tiang pancang); c. Pekerjaan Struktur;

d. Pekerjaan Arsitektur e. Pekerjaan Mekanikal; f. Pekerjaan Elektrikal.

4.2. Gambaran Proses Pekerjaan 4.2.1. Pekerjaan Struktur

Ada beberapa tahap pada pekerjaan struktur, yaitu: 1. Proses Bekisting

Bekisting adalah cetakan beton yang diisi dengan adonan beton sampai adonan beton tersebut mengeras dalam jangka waktu ± 1 hari. Pada proses bekisting ini terdapat 6 orang pekerja. Proses bekisting diawali dengan pembuatan atau perakitan mal bekisting. Mal dirakit dengan bentuk persegi, sedangkan disisi atas mal


(54)

dibiarkan terbuka supaya dapat dilakukan pengecoran. Pada saat merakit bekisting, pekerja menggunakan gergaji untuk memotong-motong mal sesuai dengan ukuran yang ditentukan. Pada saat menggergaji, tangan pekerja yang kiri memegang kayu dan tangan pekerja yang sebelah kanan memegang gergaji. Jarak antara tangan kiri dengan gergaji pada saat proses penggergajian sedang berlangsung cukup dekat dan gergaji yang digunakan sangat tajam. Pekerja menggunakan palu serta paku untuk menghubungkan balok kayu. Antara tripleks satu dengan yang lainnya harus rapat dan tidak terdapat rongga-rongga agar adukan beton tidak merembes keluar dari mal. Setelah bekisting terbentuk kemudian dilakukan pengangkutan dengan menggunakan Tower crane (TC) untuk mengangkut perahu bekisting dari tempat perakitan bekisting ke tempat pemasangan bekisting. Setelah bekisting tersebut diangkut, pekerja menempatkan bekisting tersebut pada posisi yang telah ditentukan. Kemudian bekisting tersebut dipasang.


(55)

2. Proses Pembesian

Pada proses pembesian, langkah pertama yang dilakukan adalah fabrikasi besi tulangan. Pada proses ini terdapat 6 orang pekerja. Proses fabrikasi besi terdiri dari pemotongan dan pembengkokkan besi tulangan. Besi tulangan dipotong sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan dengan menggunakan bar cutter, sedangkan pembengkokan besi tulangan dilakukan dengan menggunakan bar bender. Pekerja menggunakan bar cutter dengan cara memasukkan besi tulangan yang akan dipotong ke dalam gigi bar cutter, kemudian dalam hitungan detik besi akan terpotong. Pekerja bekerja dengan posisi jongkok saat melakukan proses pemotongan besi tulangan dengan bar cutter. Sikap kerja pekerja tersebut jongkok dalam jangka waktu yang cukup lama sambil memasukkan besi tulangan ke dalam mesin bar cutter kemudian terus berjongkok sambil menunggu semua besi tulangan terpotong. Pekerja menggunakan bar bender untuk membengkokkan besi tulangan. Besi tulangan yang akan dibengkokkan di setting ke ram bar bender. Saat mesin dihidupkan, besi tulangan dimasukkan di antara poros tekan dan poros pembengkok kemudian diatur sudutnya sesuai dengan sudut bengkok yang diinginkan dan panjang pembengkokkannya. Ujung tulangan pada poros pembengkok dipegang dengan kunci pembengkok. Kemudian pedal ditekan sehingga roda pembengkok akan berputar sesuai dengan sudut dan pembengkokan tulangan dengan mudah dan rapi. Sikap kerja pekerja saat melakukan pembengkokan besi tulangan adalah berdiri dalam waktu yang cukup lama.

Besi tulangan yang telah difabrikasi tersebut kemudian dirakit dengan cara mengikatkan tulangan pokok kolom dengan tulangan sengkang menggunakan kawat


(56)

bendrat dimana kawat bendrat yang digunakan cukup tajam. Sikap pekerja saat merakit besi tulangan tersebut adalah jongkok bahkan ada yang setengah berdiri. Untuk memotong kawat bendrat tersebut digunakan gegep. Pekerja menggunakan tangan kanan untuk memegang gegep dan tangan kiri untuk memegang kawat bendrat yang akan dipotong. Kawat bendrat ini digunakan sebagai penguat/pengikat pada rangkaian-rangkaian tulangan agar tidak terjadi pergeseran saat pemasangan dan pengecoran. Tulangan kolom yang telah selesai dipabrikasi dipasang pada posisi kolom. Kemudian tulangan kolom diangkut ke lokasi pemasangan dengan menggunakan tower crane. Pemasangan tulangan kolom dilakukan dengan cara mengikatkan kawat bendrat pada tulangan utama. Pekerja memanjat tulangan kolom yang akan diikatkan dengan kawat bendrat. Setelah tulangan kolom terpasang maka pada tulangan kolom tersebut diberi penyangga sementara berupa besi tulangan agar posisinya tetap tegak.


(57)

Gambar 4.2. Proses Pembesian

3. Proses Pengecoran

Pada proses pengecoran terdapat 4 orang pekerja. Proses pengecoran diawali dengan mencampur adonan beton dengan menggunakan concrete mixer truck. Kemudian pekerja menuangkan adonan tersebut ke dalam suatu wadah yaitu concrete bucket yang dihubungkan dengan sling TC yang pengangkutannya dilakukan dengan bantuan TC. Concrete bucket adalah tempat pengangkutan beton dari concrete mixer truck sampai ke lokasi pengecoran. Ada 1 pekerja yang diangkat dengan TC bersama dengan concrete bucket untuk mengatur katup agar adonan beton dapat keluar dari concrete bucket sehingga proses pengecoran dapat berlangsung. Kemudian selanjutnya adalah memadatkan adonan beton yang dituangkan ke dalam bekisting dengan menggunakan mesin vibrator. Tujuannya yaitu agar udara atau angin yang masih berada dalam adonan tersebut bisa keluar sehingga tidak menimbulkan rongga-rongga udara atau lubang. Rongga- rongga-rongga udara ini dapat menyebabkan keropos dan jika jumlahnya terlalu banyak serta punya ukuran lubang yang besar bisa menjadikan


(58)

kualitas beton jadi berkurang. Terdapat 1 pekerja yang bertugas memegang kepala vibrator dimana mesin vibrator atau alat penggetar ini bekerja dengan cara menggetarkan bekisting yang sudah dituangkan dengan adonan beton. Pekerja tersebut bekerja cukup dekat dengan mesin vibrator tersebut.

Gambar 4.3. Proses Pengecoran 4.2.2. Pekerjaan Arsitektur

Beberapa tahap pada pekerjaan arsitektur, yaitu: 1. Pekerjaan Dinding

Pekerjaan dinding pada proyek ini dimulai dari memasang bata. Jumlah pekerja pada pekerjaan dinding adalah 12 orang. Pekerja menggunakan scaffolding untuk saat proses pemasangan bata sedang berlangsung karena proses pekerjaannya


(59)

dilakukan pelapisan penutup dinding bata. Pelapisan dilakukan dengan diplester untuk dinding dalam. Di awal pekerjaan plesteran, pasangan tembok harus dibasahi dahulu. Pembasahan dilakukan dengan memakai kuas/sikat. Hal ini dimaksudkan agar debu/kotoran yang menempel dapat terlepas, sehingga lapisan plesteran dapat melekat dengan baik pada tembok. Kemudian dilakukan pelapisan plesteran dengan menggunakan jidar yang terbuat dari aluminium. Penggunaan jidar dimaksudkan agar lapisan plesteran dapat merata ke seluruh permukaan dinding dan tidak bergelombang. Sikap kerja pekerja saat melakukan pemerataan plesteran adalah dengan cara memegang jidar dengan posisi kedua tangan menggenggam ujung jidar dengan kuat dan posisi badan berdiri sampai jongkok untuk melakukan pemerataan di bagian bawah. Jidar yang digunakan tersebut cukup tajam. Selanjutnya plesteran tersebut ditunggu sampai mengering lalu dapat dilakukan proses pengacian. Proses mengaci plesteran dinding dimaksudkan untuk menutup pori-pori yang terdapat pada plesteran. Fungsinya adalah untuk menghaluskan permukaan plesteran agar kelihatan lebih rapi, serta menutup lubang pori-pori plesteran sehingga permukaan plesteran mudah dicat dan memperindah penampilan dinding. Pelapisan bahan acian dinding juga dengan menggunakan jidar yang terbuat dari aluminium. Sama halnya saat melakukan proses pemlesteran, sikap kerja pekerja saat melakukan pengacian adalah dengan cara memegang jidar dengan posisi kedua tangan menggenggam ujung jidar dengan kuat dan posisi badan berdiri sampai jongkok untuk melakukan pemerataan acian di bagian bawah. Kemudian dilakukan pengecatan dinding. Pada proses pengecatan, pekerja dibantu dengan scaffolding untuk melakukan pengecatan di ketinggian.


(60)

Gambar 4.4. Proses plesteran dan pengacian 2. Pekerjaan lantai

Pada proses pekerjaan lantai hal yang pertama dilakukan adalah membersihkan lahan yang akan dipasang keramik. Jumlah pekerja pada proses ini adalah 10 orang. Kemudian pekerja melakukan pengukuran dan pengecekan siku dari ruangan yang akan dipasang. Kemudian pekerja melakukan flooring lantai sesuai level yang telah ditentukan. Flooring adalah peninggian level dengan adukan sesuai tinggi yang telah ditentukan. Aduk semen yang telah dicampur dengan air secukupnya, kemudian dituang ke area yang akan dipasang keramik. Pada saat pengadukan semen, pekerja menggunakan sekop dan cangkul sehingga bahan-bahan tersebut dapat tercampur. Pada proses tersebut, pekerja hanya menggunakan sandal dan ada pekerja yang tidak menggunakan alas kaki dan gerakan pekerja saat pencampuran sedang berlangsung cukup cepat. Setelah adukan diratakan kemudian keramik dipasang pada area yang telah diberi adukan. Pemotongan keramik menggunakan mesin gerinda tangan untuk membuat potongan keramik sesuai dengan yang diinginkan. Pada saat pemotongan keramik, debu-debu Pekerja bekerja di atas


(61)

tanah sambil berjongkok saat proses pemotongan sedang berlangsung. Tangan kanan memegang mesin gerinda tangan dan tangan kiri memegang sisi kiri keramik dimana putaran dari batu gerinda cukup cepat dan jarak antara tangan dan mesin gerinda cukup dekat. Keramik yang dipotong akan membuat sisi keramik menjadi tidak rata, sehingga untuk meratakannya digunakan mesin gerinda tangan dengan batu gerinda yang disesuaikan fungsinya untuk meratakan dan merapikan sisi keramik.

Gambar 4.5. Pemasangan keramik dan pemotongan keramik dengan gerinda 3. Pekerjaan pintu dan jendela

Pada saat pemasangan dinding, lobang untuk kusen pintu dan jendela telah dipersiapkan agar tidak perlu melakukan pembongkaran. Jumlah pekerja pada proses ini adalah 9 orang. Ukuran lobang disesuaikan dengan ukuran kusen. Kusen yang digunakan pada proyek ini terbuat dari bahan aluminium. Kemudian kusen aluminium tersebut difabrikasi dengan menggunakan mesin gerinda tangan. Tangan kanan memegang mesin gerinda tangan dan tangan kiri memegang kusen aluminium dimana putaran dari batu gerinda cukup cepat dan jarak antara tangan dan mesin gerinda cukup dekat. Pekerja bekerja sambil berjongkok dan proses pemotongan kusen dilakukan diatas tanah. Lalu kusen dimasukkan ke dalam lobang. Selanjutnya


(62)

dibuat lobang untuk tempat skrup pada dinding melalui lobang kusen dengan menggunakan alat bor. Pekerja memegang tangkai pemegang mesin bor kemudian proses pemboran pun dilakukan di titik dimana fischer akan dimasukkan. Pekerja menggunakan scaffolding untuk dapat membor bagian sudut atas dan sikap kerja pekerja adalah membor sambil berjongkok. Berikutnya fischer dimasukkan (paku skrup) ke dalam lobang yang sudah dibor, lalu digunakan obeng untuk mengencangkan fischer. Siapkan daun pintu dan jendela yang sudah dirangkai penuh dan sudah terpasang kaca. Kemudian daun pintu dan jendela tersebut dimasukkan ke lobang kusen.

4. Pekerjaan plafon

Pada pekerjaan plafon terdapat 7 orang pekerja. Hal yang pertama dikerjakan adalah memasang rangka plafon dari metal furing. Kemudian dilakukan pengukuran garis ketinggian plafon dengan menggunakan waterpass pada beberapa titik di sekeliling ruangan yang akan dipasang rangka. Langkah berikutnya adalah pemasangan wall angle (siku metal) sebagai penyangga metal furing. Tempatkan siku metal pada tanda garis, kemudian bor siku metal tersebut. Pekerja melakukan pemboran dengan menggunakan scaffolding dimana proses pekerjaan tersebut dilakukan di ketinggian dan pekerja melakukan proses tersebut sambil berdiri. Karena posisi siku metal yang akan dibor cukup tinggi, tangan pekerja saat membor pun harus naik dan arah pandang mata ke atas. Lalu siku tersebut dibaut dengan kencang agar kuat menyangga metal furing. Teruskan pemasangan siku metal pada bagian dinding yang lain. Potong metal furing sesuai dengan panjang yang direncanakan dan


(63)

pemotongan tersebut dilakukan diatas tanah dan sikap pekerja adalah jongkok dimana kaki kanan ditekuk dan menyentuh tanah, sedangkan kaki kiri ditekuk tapi tidak menyentuh tanah. Kemudian kencangkan dengan baut. Rangka utama digantungkan pada kawat penggantung dengan menggunakan U clamp dan ditempatkan di atas metal furing dengan posisi menyilang. Pekerja dibantu dibantu dengan scaffolding untuk menggantung rangka utama tersebut. Kaitkan persilangan kedua jenis metal tersebut dengan menggunakan channel clamp.

Langkah berikutnya adalah pemasangan papan gypsum. Proses pemasangan gypsum dibantu dengan menggunakan scaffolding. Tandai lokasi metal furing pada siku metal dengan spidol untuk melakukan pemboran sebagai tempat sekrup gypsum pada metal. Pekerja menggunakan scaffolding saat proses pemboran dan sikap pekerja berdiri dan arah pemboran mengarah ke atas yang mengharuskan kepala pekerja untuk selalu mengarah keatas kepada posisi metal furing yang akan dibor. Selalu memulai memasang papan gypsum dari sudut ruangan, sehingga papan bisa dipergunakan selembar penuh. Posisikan panel gypsum dalam keadaan menyilang dengan rangka metal furing. Teruskan pemasangan panel gypsum di seluruh ruangan.

5. Pekerjaan atap

Proyek ini menggunakan model atap yang berbentuk datar. Jumlah pekerja pada proses pekerjaan atap ini adalah 13 orang. Model atap datar ini menggunakan dak beton. Pada proses ini dilakukan pekerjaan bekisting, pembesian , cor beton, pemlesteran dan pelapisan waterprofing. Kekuatan dak beton sangat bergantung pada proses pengecoran. Adonan beton dari concrete pump truck dituangkan ke atas lokasi atap beton yang telah dipasang besi tulangan. Concrete pump truck adalah truk yang


(64)

dilengkapi dengan pompa dan lengan untuk memompa campuran beton dari truk ke tempat yang sulit dijangkau. Untuk pengecoran atap beton yang lokasinya sangat tinggi ini menggunakan lengan concrete pump truck yang disambung dengan pipa secara vertikal sehingga mencapai ketinggian yang diinginkan. Beton yang dituang harus menyebar dan tidak boleh ditimbun. Ada seorang pekerja yang bertugas untuk memegang ujung dari pipa sebagai jalan keluar dari adonan beton agar beton tidak tertimbun di satu tempat saja. Pekerja tersebut bergerak ke semua lokasi yang akan dituang beton. Supaya beton menyebar, maka pekerja meratakan dan menyebarkan dengan menggunakan cangkul sehingga menjadi rata ke semua permukaan atap. Pada saat proses meratakan adonan beton dengan cangkul terjadi, ada beberapa pekerja tidak memakai sandal. Pekerja melakukan proses pemerataan dengan cepat agar beton tidak segera mengering dimana posisi badan pekerja saat menggunakan cangkul adalah membungkuk dengan gerakan tangan yang cepat dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Pada saat pekerjaan pengecoran dengan concrete pump truck berlangsung dibutuhkan concrete vibrator yaitu suatu alat yang digunakan untuk memadatkan beton sehingga mendapatkan hasil beton yang tidak keropos. Pada saat proses pengeringan, dak beton yang baru dicor harus ditutup dengan karung basah dan disiram setiap hari. Dak beton tidak boleh terlalu cepat kering karena jika cepat kering akan terjadi retak-retak yang sangat beresiko menimbulkan kebocoran di kemudian hari. Kemudian ditutup dengan plesteran, lalu dilakukan pelapisan waterproofing yang fungsinya untuk menahan rembesan dari bahan cair atau kedap terhadap air. Sikap pekerja saat melakukan waterproofing adalah jongkok dan


(65)

kadang-kadang setengah berdiri sambil merunduk dimana proses ini dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama.

4.3. Potensi Bahaya K3 Pada Pekerja Proyek Pembangunan Hotel The Regale Potensi bahaya K3 yang terdapat pada proyek pembangunan Hotel The Regale adalah suatu sumber potensi kerugian seperti bahaya mekanik, kimia, fisik dan listrik. Potensi bahaya K3 ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan/kerugian bagi pekerja.

4.3.1. Potensi Bahaya K3 pada Pekerjaan Struktur

Pekerjaan struktur terdiri dari beberapa tahapan proses. Dimulai dari proses bekisting, pembesian, dan pengecoran. Pada proyek konstruksi terdapat potensi bahaya ergonomi. Sikap pekerja yang dapat menimbulkan bahaya ergonomi yaitu sikap jongkok saat melakukan perakitan bekisting dan fabrikasi besi dalam jangka waktu yang cukup lama, getaran dan gerakan berulang dari mesin gergaji saat perakitan mal bekisting, mengangkut material seperti karung semen dan meletakkan beban tersebut pada punggungnya, dan mengangkat material yang berat seperti ring besi dan bekisting.

Setiap proses pekerjaan pada proyek tersebut mengandung suatu potensi bahaya yang dapat mengancam kesehatan pekerja. Potensi bahaya K3 yang terdapat pada proses pekerjaan struktur dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(66)

Tabel 4.1. Potensi Bahaya K3 Pada Pekerjaan Struktur No. Tahapan

Pekerjaan

Potensi Bahaya Uraian Potensi Bahaya

1. Proses bekisting

Bahaya mekanik

- Tangan dapat terpotong akibat penggunaan gergaji yang tajam.

- Kaki terluka akibat kayu yang sedang difabrikasi jatuh dan menimpa kaki pekerja.

- Tangan terluka akibat terkena palu dan jari dapat tertusuk paku akibat penggunaan palu dan paku yang digunakan untuk menghubungkan kayu yang sudah dipotong-potong sehingga dapat membentuk bekisting yang diinginkan.

- Pekerja tertimpa bekisting akibat sling TC yang dapat jatuh pada saat pengangkutan dan pekerja yang sedang berada di bawah berpotensi untuk tertimpa bekisting.

- Kaki dan tangan terjepit bekisting pada saat penempatan bekisting. - Terjatuh dari scaffolding pada saat pemasangan bekisting.

Bahaya kimia - Menghirup debu-debu kayu yang berterbangan saat memotong kayu dengan menggunakan gergaji untuk membentuk bekisting.

- Mata kemasukan debu-debu kayu.


(67)

2. Proses pembesian

Bahaya mekanik - Tangan dapat tergores besi pada saat pemotongan besi dengan bar cutter dan pembengkokkan besi dengan bar bender.

- Tangan dapat tertusuk kawat bendrat pada saat pekerja mengikatkan tulangan pokok kolom dengan tulangan sengkang menggunakan kawat bendrat.

- Tangan dapat terjepit gegep yang digunakan untuk memotong kawat bendrat.

- Tangan tergores besi pada saat pemasangan ring besi. - Terjatuh dari scaffolding pada saat pemasangan ring besi.

- Pekerja dapat tertimpa ring besi akibat sling TC yang putus saat pengangkutan ring ke lokasi pemasangan.

Bahaya kimia - Menghirup debu-debu halus dari besi saat pemotongan besi dengan menggunakan bar cutter.

- Debu-debu halus dari besi saat pemotongan besi dengan menggunakan bar cutter dapat masuk ke mata pekerja.

Bahaya fisik - Terpapar suhu panas di siang hari saat memotong besi tulangan dan pemasangan ring besi.

- Terpapar kebisingan saat pemotongan besi tulangan dengan menggunakan mesin bar cutter.


(68)

3. Proses pengecoran

Bahaya mekanik - Pekerja naik ke atas concrete bucket untuk mengatur katup yang mengeluarkan adonan beton sehingga pekerja berpotensi terjatuh dari concrete bucket.

- Concrete bucket yang dihubungkan dengan sling TC berpotensi untuk terputus sehingga pekerja dapat terluka akibat tertimpa concrete bucket . - Tangan pekerja dapat terkena sabetan sling baja pada saat mengangkat

concrete bucket

- Saat penuangan adonan dengan menggunakan concrete bucket, pekerja dapat terluka akibat tertimpa adonan beton.

- Menggunakan scaffolding pada saat penuangan adonan beton sehingga pekerja berpotensi terjatuh dari scaffolding.

Bahaya kimia - Pada saat penuangan adonan beton, debu-debu beton berterbangan sehingga terhirup oleh pekerja dan juga dapat masuk ke mata.

- Pada saat memadatkan beton dengan mesin vibrator, pekerja yang bertugas memegang kepala vibrator berpotensi untuk terkena cipratan beton yang dapat melukai indra penglihatan dan menghirup debu-debu beton.

Bahaya fisik - Terpapar suhu panas akibat cuaca yang panas pada saat proses pengecoran. - Mesin vibrator yang digunakan untuk memadatkan beton mengeluarkan


(69)

ketika dimasukkan ke dalam campuran beton maka frekuensi suaranya menjadi rendah, kemudian lambat laun suaranya akan meninggi dan mencapai frekuensi yang konstan sehingga pekerja terpapar kebisingan. - Pekerja yang bertugas memegang mesin vibrator berpotensi untuk terpapar


(1)

85

Lampiran 3

Gambar Penelitian


(2)

(3)

87

Gambar III. Proses Pengecoran


(4)

(5)

89


(6)