kemampuan dan keterbatasan manusia baik secara fisik maupun secara mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik.
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah: 1.
Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. 2.
Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan
jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak poduktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis,
ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
Dengan demikian pencapaian kualitas hidup manusia secara optimal, baik di tempat kerja, di lingkungan sosial maupun di lingkungan keluarga, menjadi
tujuan utama dari penerapan ergonomi.
3.2. Beban Kerja
Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik,
kemampuan kognitif, maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut.
4
4
Op.cit, Tarwaka, 2004, Hal. 95
Universitas Sumatera Utara
Menurut Suma’mur 1984 bahwa kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada yang lainnya dan sangat tergantung dari tingkat
keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia, dan ukuran tubuh dari pekerja yang bersangkutan.
3.3. Beban Kerja Mental
Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi faal tubuh. Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan
yang ringan sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah. Padahal secara moral dan tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat
dibandingkan dengan aktivitas fisik karena lebih melibatkan kerja otak daripada kerja otot.
5
Menurut Grandjean 1993 setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi, dan proses mental dari suatu informasi yang diterima
oleh organ sensoris untuk diambil suatu keputusan atau proses mengingat informasi yang lampau. Dengan demikian, penilaian beban kerja mental lebih
tepat menggunakan penilaian terhadap tingkat ketelitian, kecepatan maupun konsentrasi kerja, seperti tes “Bourdon Wiersman”. Semakin lama orang
berkonsentrasi, maka akan semakin berkurang tingkat kesiapsiagaannya.
5
Op.cit, Tarwaka, 2004, Hal. 102-103
Universitas Sumatera Utara
3.4. Pengukuran Beban Kerja
Aspek psikologi dalam suatu pekerjaan berubah setiap saat. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan psikologi tersebut. Faktor-faktor
tersebut dapat berasal dari dalam diri pekerja internal atau dari luar diri pekerja lingkungan eksternal. Baik faktor internal maupun eksternal sulit untuk dilihat
secara kasat mata, sehingga dalam pengamatan hanya dilihat dari hasil pekerjaan atau faktor yang dapat diukur secara objektif, atau pun dari tingkah laku dan
penuturan si pekerja sendiri yang dapat diidentifikasikan.
6
a. Pengukuran beban psikologi secara objektif
Pengukuran beban psikologi dapat dilakukan dengan :
- Pengukuran denyut jantung
- Pengukuran waktu kedipan mata
- Pengukuran dengan metode lain
b. Pengukuran beban psikologi secara subjektif
Pengukuran beban kerja psikologis secara subjektif dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu :
- NASA TLX
- SWAT
- Modified Cooper Harper Scaling MCH
Dari beberapa metode tersebut metode yang paling banyak digunakan dan terbukti memberikan hasil yang cukup baik adalah NASA TLX dan SWAT.
6
Hendrawan, Bambang, 2008, Pengukuran dan Analisis Beban Kerja Pegawai Bandara Hang Nadim, Politeknik Negeri Batam: Batam
Universitas Sumatera Utara
3.5. Pengukuran Kerja dengan Metode