Hubungan Supervisi Klinis dengan Kepuasan Kerja Perawat Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara

(1)

SUMATERA UTARA (PEMPROVSU)

TESIS

Oleh

LENNY KHAIRANI

117046020/ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

SUMATERA UTARA (PEMPROVSU)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LENNY KHAIRANI

117046020/ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 26 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Juanita, SE., M.Kes

Anggota : Wardiyah Daulay, S.Kep., Ns., M.Kep Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Nur Afi Darti, S.Kp., M.Kep


(5)

(6)

Nama Mahasiswa : Lenny Khairani Nomor Induk Mahasiswa : 117046020

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan

ABSTRAK

Kepuasan kerja dalam keperawatan merupakan perasaan yang menyokong untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal dalam memberikan asuhan keperawatan. Banyak faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja perawat, salah satunya adalah supervisi klinis dari atasan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan supervisi klinis dengan kepuasan kerja perawat jiwa. Diduga ada hubungan supervisi klinis yang terdiri dari fungsi edukatif, suportif, dan manajerial dengan kepuasan kerja perawat jiwa.

Jenis penelitian ini adalah survei analitik atau explanatory study dengan desain cross sectional yang bertujuan menganalisis hubungan supervisi klinis yang terdiri dari fungsi edukatif, suportif, dan manajerial dengan kepuasan kerja perawat jiwa. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Populasi sebanyak 144 orang, dan sampel diperoleh 59 orang. Penarikan sampel dengan cara undian. Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat menyatakan puas dalam pelaksanaan tugas atau kerja sehari-hari sebesar 55,9%, tetapi jumlah perawat


(7)

yang tidak puas juga masih tinggi yaitu 44,1%. Fungsi suporting (p=0,004<0,05) dan fungsi manajerial (p=0,001<0,05) berhubungan signifikan dengan kepuasan kerja perawat. Probabilitas perawat dalam kepuasan kerja bahwa jika fungsi suportif baik, dan fungsi manajerial baik maka nilai probabilitas perawat akan merasa puas dalam bekerja sebesar 96,02%.

Disarankan kepada Kepala keperawatan RS Jiwa Daerah Pemprovsu mengirimkan kepala-kepala ruangan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan supervisi klinis agar dalam pelaksanaan tugasnya dapat lebih memberi support dan memotivasi perawat pelaksana dalam menjalankan asuhan keperawatan jiwa.


(8)

Thesis Title : Relationship of Clinical Supervision Which Includes Educative, Supportive, and Managerial Functions With Work Satisfaction of Mental Nurses

Name of Student : Lenny Khairani Std. ID Number : 117046020

Study Program : Master of Nursing Field of Specialization : Nursing Administration

ABSTRACT

Work satisfaction in nursing is the supporting feeling to obtain maximal achievement in providing nursing care. There are many factors which are related to nurses’ work satisfaction; one of them is clinical supervision from the superior. The objective of the research was to know the correlation between clinical supervision and mental nurses’ work satisfaction. It is assumed that there is the correlation of clinical supervision which includes educative, supportive, and managerial functions with work satisfaction of mental nurses.

The Type of the research was an analytic survey of explanatory study with cross sectional design which was aimed to analyze the correlation of clinical supervision which included educative, supportive, and managerial functions with mental nurses’ work satisfaction. The research was conducted at Regional Mental Hospital of North Sumatera. The population was 144 nurses, and 59 of them were used as the samples, taken by using lottery method. The data were analyzed by


(9)

using univatriate analysis, bivatriate analysis with chi square test, and multivatriate analysis with multiple logistic regression tests.

The result of the research showed that 55.9% of the nurses were satisfied in carrying out their daily duties or work although the number of nurses who were dissatisfied was also high (44.1%). Supporting function (p=0.004<0.05) and managerial function (p=0.001<0.05) had significant correlation with nurses’ work satisfaction. The probability of nurses in work satisfaction indicated that supporting function was good and managerial function was good, nurses’ probability value will be satisfied with their work of 96.02%.

It is recommended that the head of the nurses in the Mental Hospital of North Sumatera send their ward heads to participate in trainings which are related to clinical supervision so that in doing their job they can give more support and motivate nurse practitioners in doing mental nursing care.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul: “Hubungan Supervisi Klinis Dengan Kepuasan Kerja Perawat Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara”

Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada: Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc., (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Sumatera Utara.

Terima kasih yang tulus dan tidak terhingga kepada dr. Chandra Syafei Pasaribu, Sp.OG, selaku Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara. Drg. Wahid Khusyairi, M.M, selaku Wakil Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis. Duma Farida Panjaitan, S.Kep., Ns., Selaku Kabid Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara. Hj. Sunarti, S.Kep., Ns., selaku Kepala Ruangan dan seluruh teman-teman staf Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Juanita, SE., M.Kes, selaku Pembimbing I yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam


(11)

memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, hingga selesainya penulisan tesis ini. Wardiyah Daulay, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, arahan, petunjuk hingga selesainya penulisan tesis ini. Kepada Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, dan Nur Afi Darti, S.Kp., M.Kep, selaku Tim Penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini. Liberta Lumbantoruan, S.Kep., Ns., M.Kep, Ibu Mazly Astuty, S.Kp., Ns., M.Kep, dan ibu Emma Manurung, S.Kep., Ns., M.Kep. yang telah bersedia menjadi judgment experts

dalam uji validitas data. Seluruh staf pengajar Program Magister Keperawatan Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti pendidikan. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns., M.Kep. sebagai dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan pada penulis selama menyelesaikan pendidikan Magister Keperawatan.

Orang tua tercinta H. Hamim Marpaung dan Hj. Nurleli, yang telah banyak memberi dukungan moril dan materil dalam penyelesaian tesis ini. Suami tercinta Nofri Wandha Pane dan anak-anakku tersayang Nikeisha Aqilla Pane dan Dzaki Anzha Syafiq Pane yang telah banyak memberikan dukungan dan do’a selama proses pendidikan.

Teman-teman mahasiswa Program Magister Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah menyumbangkan masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.


(12)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Medan, 26 Agustus 2013 Penulis


(13)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Lenny Khairani, S.Kep. Ns

Tempat/Tanggal Lahir : Gunting Saga, 12 Juli 1979

Alamat : Jln. Bajak III Gg. Mesjid No. 20

Medan Amplas

No. Telp./Hp : 085262208515

Riwayat Pendidikan :

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SDN No 112259 Gunting Saga-Medan 1991

SLTP MTs Al Ulumul Wasi’ah Aek Kanopan-Medan 1994

SMU SMUN 12 Medan 1997

Diploma III Akper Depkes RI Medan 2000

Ners Universitas Sumatera Utara 2003

Magister Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 2013

Riwayat Pekerjaan:

Puskesmas Langsa Barat mulai 2006 s.d 2008

Staf Pegawai Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara mulai 2008 s.d sekarang

Kegiatan akademik selama studi:


(14)

Seminar Penelitian Kualitatif sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Disiplin Ilmu Kesehatan di Medan tanggal 31 Januari 2012 sebagai Peserta.

Optimalisasi Kolaborasi Perawat –Dokter dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan di Medan tanggal 20 Juli 2012 sebagai Peserta. Oversea study visit “Nursing Administration in Hospital and Healthcare

System in Thailand” di Thailand tanggal 18 – 20 Februari 2013

sebagai Peserta.

Seminar Keperawatan “Aplikasi Action Research dalam Pengembangan Audit Dokumentasi Keperawatan” di Medan tanggal 8 Mei 2013 sebagai Peserta.

Publikasi:

Khairani, L., Juanita, Daulay, W. (2013). Hubungan supervisi klinis dengan kepuasan kerja perawat jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara. Jurnal Riset Keperawatan Indonesia, 1 (2).

Proceeding :

Khairani, L., Juanita, Daulay, W. (2013). Clinical Supervision. Systematic review: Oral presentation at 2013 Medan International Nursing Conference on the Application of caring Sciences on Nursing Education Advanced Research and Clinical Practice in Medan.


(15)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR SKEMA ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 9

1.3.Tujuan Penelitian ... 9

1.4.Hipotesis ... 10

1.5.Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Supervisi Klinis ... 11

2.2. Kepuasan Kerja ... 31

2.3. Perawat ... 38

2.4. Hubungan Supervisi Klinis dengan Kepuasan Kerja Perawat ... 44

2.5. Landasan Teori ... 46

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 50

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 51

3.1. Jenis Penelitian ... 51

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51

3.3. Populasi dan Sampel ... 52

3.4. Pengumpulan Data ... 53

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 54

3.6. Metode Pengukuran ... 56

3.7. Metode Analisis Data ... 58

3.8. Pertimbangan Etik ... 59

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 60

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 60

4.2. Analisis Univariat ... 63

4.3. Analisis Bivariat ... 72


(16)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 77

5.1. Kepuasan Kerja Perawat ... 78

5.2. Hubungan Supervisi Klinis Dengan Kepuasan Kerja Perawat ... 81

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1. Kesimpulan ... 87

6.2. Saran... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Contoh Jadwal supervisi Ruang MPKP Jiwa ... 29 Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 54 Tabel 3.2. Pengukuran Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 58 Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Identitas Responden di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun

2013 (n=59) ... 63 Tabel 4.2. Distribusi Jawaban Fungsi Edukatif Supervisi Klinis di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2013... 64 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Fungsi Edukatif Supervisi Menurut

Responden di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2013... 65 Tabel 4.4. Distribusi Jawaban Responden Tentang Fungsi Suportif

Supervisi Klinis di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 ... 66 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Fungsi Suportif Supervisi Klinis

Menurut Responden di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 ... 67 Tabel 4.6. Distribusi Jawaban Responden Tentang Fungsi Manajerial

Supervisi Klinis di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 ... 68 Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Fungsi Manajerial Supervisi Klinis

Menurut Responden di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 ... 69 Tabel 4.8. Distribusi Jawaban Responden Tentang Kepuasan Kerja

Perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2013... 69 Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Kepuasan Kerja Perawat di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2013... 71 Tabel 4.10. Tabulasi Silang Hubungan Fungsi Edukatif Supervisi Klinis

dengan Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa

Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 ... 72 Tabel 4.11. Tabulasi Silang Hubungan Fungsi Suportif Supervisi Klinis

dengan Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa

Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 ... 73 Tabel 4.12. Tabulasi Silang Hubungan Fungsi Manajerial Supervisi

Klinis dengan Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa

Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 ... 74 Tabel 4.13. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Ganda ... 76 Tabel 4.14. Nilai Probabilitas Perawat Dalam Kepuasan Kerja ... 77


(18)

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1. Kerangka Teori ... 49 Skema 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 50


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian ... 94 Lampiran 2. Biodata Expert ... 102 Lampiran 3. Izin Penelitian ... 103


(20)

Nama Mahasiswa : Lenny Khairani Nomor Induk Mahasiswa : 117046020

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan

ABSTRAK

Kepuasan kerja dalam keperawatan merupakan perasaan yang menyokong untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal dalam memberikan asuhan keperawatan. Banyak faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja perawat, salah satunya adalah supervisi klinis dari atasan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan supervisi klinis dengan kepuasan kerja perawat jiwa. Diduga ada hubungan supervisi klinis yang terdiri dari fungsi edukatif, suportif, dan manajerial dengan kepuasan kerja perawat jiwa.

Jenis penelitian ini adalah survei analitik atau explanatory study dengan desain cross sectional yang bertujuan menganalisis hubungan supervisi klinis yang terdiri dari fungsi edukatif, suportif, dan manajerial dengan kepuasan kerja perawat jiwa. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Populasi sebanyak 144 orang, dan sampel diperoleh 59 orang. Penarikan sampel dengan cara undian. Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat menyatakan puas dalam pelaksanaan tugas atau kerja sehari-hari sebesar 55,9%, tetapi jumlah perawat


(21)

yang tidak puas juga masih tinggi yaitu 44,1%. Fungsi suporting (p=0,004<0,05) dan fungsi manajerial (p=0,001<0,05) berhubungan signifikan dengan kepuasan kerja perawat. Probabilitas perawat dalam kepuasan kerja bahwa jika fungsi suportif baik, dan fungsi manajerial baik maka nilai probabilitas perawat akan merasa puas dalam bekerja sebesar 96,02%.

Disarankan kepada Kepala keperawatan RS Jiwa Daerah Pemprovsu mengirimkan kepala-kepala ruangan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan supervisi klinis agar dalam pelaksanaan tugasnya dapat lebih memberi support dan memotivasi perawat pelaksana dalam menjalankan asuhan keperawatan jiwa.


(22)

Thesis Title : Relationship of Clinical Supervision Which Includes Educative, Supportive, and Managerial Functions With Work Satisfaction of Mental Nurses

Name of Student : Lenny Khairani Std. ID Number : 117046020

Study Program : Master of Nursing Field of Specialization : Nursing Administration

ABSTRACT

Work satisfaction in nursing is the supporting feeling to obtain maximal achievement in providing nursing care. There are many factors which are related to nurses’ work satisfaction; one of them is clinical supervision from the superior. The objective of the research was to know the correlation between clinical supervision and mental nurses’ work satisfaction. It is assumed that there is the correlation of clinical supervision which includes educative, supportive, and managerial functions with work satisfaction of mental nurses.

The Type of the research was an analytic survey of explanatory study with cross sectional design which was aimed to analyze the correlation of clinical supervision which included educative, supportive, and managerial functions with mental nurses’ work satisfaction. The research was conducted at Regional Mental Hospital of North Sumatera. The population was 144 nurses, and 59 of them were used as the samples, taken by using lottery method. The data were analyzed by


(23)

using univatriate analysis, bivatriate analysis with chi square test, and multivatriate analysis with multiple logistic regression tests.

The result of the research showed that 55.9% of the nurses were satisfied in carrying out their daily duties or work although the number of nurses who were dissatisfied was also high (44.1%). Supporting function (p=0.004<0.05) and managerial function (p=0.001<0.05) had significant correlation with nurses’ work satisfaction. The probability of nurses in work satisfaction indicated that supporting function was good and managerial function was good, nurses’ probability value will be satisfied with their work of 96.02%.

It is recommended that the head of the nurses in the Mental Hospital of North Sumatera send their ward heads to participate in trainings which are related to clinical supervision so that in doing their job they can give more support and motivate nurse practitioners in doing mental nursing care.


(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keperawatan sebagai salah satu bentuk pelayanan profesional merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Selain itu pelayanan keperawatan merupakan salah satu faktor penentu baik buruknya mutu dan citra rumah sakit, oleh karenanya kualitas pelayanan keperawatan harus terus dikembangkan dengan meningkatkan kualitas kerja perawat secara profesional.

Peran perawat profesional dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah berupaya mewujudkan sistem kesehatan yang baik, sehingga penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kesehatan masyarakat. Akan tetapi perawat belum melaksanakan peran secara optimal karena dalam praktik sehari-hari penyelenggaraan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan keinginan (kebutuhan) masyarakat tidaklah mudah (Nursalam, 2011).

Perawat merupakan kelompok kesehatan pemberi jasa pelayanan kesehatan dengan jumlah terbesar di rumah sakit yang mencapai 40%-60%, mengerjakan hampir 90% pelayanan kesehatan rumah sakit dengan asuhan keperawatannya dan sangat berpengaruh pada pemasukan pasien (Gillies, 1994; Huber, 2006; Thompson, et al. 2007). Oleh karena itu, pengelolaan tenaga perawat perlu mendapat perhatian dari pimpinan rumah sakit. Mengingat tenaga keperawatan sebagai aset penting di rumah sakit maka perlu adanya pemeliharaan


(25)

hubungan baik dengan mereka. Satu hal yang patut diperhatikan adalah kepuasan kerja yang memengaruhi produktivitas dan prestasi kerja seseorang. Perawat di rumah sakit tidak hanya memberikan pelayanan kepada pasien tetapi mereka juga mengharapkan pelayanan dari pihak manajemen rumah sakit agar apa yang menjadi haknya dapat diterima dengan baik (Aditama, 2007).

Kepuasan kerja merupakan hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dan pekerjaannya. Kepuasan kerja yang dirasakan perawat diharapkan akan memberikan dampak terhadap kualitas kinerja mereka (Astini, 2008). Stamps (dalam Taunton, dkk, 2004) menyatakan kepuasan kerja sebagai seberapa jauh seseorang menyukai pekerjaannya. Semakin orang tersebut menyukai pekerjaannya, maka semakin puaslah dia terhadap pekerjaannya. Menurut Locke, (1969, dalam Wexley dan Yuki, 2005) mendefinisikan kepuasan sebagai tidak adanya selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi-kondisi-kondisi-kondisi aktual.

Kepuasan kerja menjadi unsur penting dalam dunia kerja, baik itu dalam dunia kerja di bidang industri maupun di bidang klinis, misalnya bidang keperawatan. Menurut Wasis (2008) kepuasan kerja dalam keperawatan merupakan perasaan yang menyokong untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seorang perawat merasakan kepuasan dalam bekerja, tentunya dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya tersebut.

Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu supervisor, keragaman tugas, otonomi dalam pekerjaan, kompensasi, rekan kerja, dan


(26)

manajemen (Alam & Fakir, 2010) dan faktor demografi yang terdiri dari usia dan lama kerja (Barry & Huston, 1998). Kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan, perbedaan, pencapaian nilai, keadilan, dan komponen genetik (Kreitner & Kinicki, 2001). Sedangkan Hasibuan (2004) menyebutkan kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor-faktor balas jasa yang adil dan layak, penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian, berat ringannya pekerjaan, suasana dan lingkungan pekerjaan, peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, supervisi, sikap pimpinan dalam kepemimpinannya, dan sifat pekerjaan (monoton atau tidak).

Teori dua faktor yang dikemukakan oleh Hertzberg yaitu, faktor motivator dan faktor higiene (Gibson, dkk. 1996). Faktor motivator merupakan sebuah faktor pemuas kerja yang berasal dari dalam pekerjaan itu sendiri, seperti keinginan berprestasi, tanggung jawab, dan perluasan dan pengembangan tugas yang berasal dari pekerjaan itu sendiri. Sedangkan faktor higiene adalah faktor yang dapat memberikan pengalaman yang tidak memuaskan yang berasal dari hal-hal di luar pekerjaan. Faktor higiene ini meliputi upah, pengawasan (supervisi), hubungan antar pribadi, kondisi kerja, dan status (Nugraha, 2010).

Hasil penelitian berkaitan dengan kepuasan kerja telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian Astuty (2011) yang meneliti Hubungan Pelaksanaan Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Haji Jakarta mendapatkan hasil bahwa seluruh variabel pengarahan yaitu; motivasi, supervisi, delegasi, manajemen konflik, dan komunikasi terbukti berhubungan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana


(27)

(p=0,000-0,005; α=0,05). Mayoritas perawat pelaksana mempersepsikan pelaksanaan fungsi pengarahan baik, dan kepuasan kerja perawat juga baik.

Penelitian Wahyudi (2011), yang meneliti di RSUD Dokter Soedarso Pontianak mendapatkan hasil bahwa aspek supervisi yang berhubungan signifikan dengan kepuasan kerja adalah motivasi (p=0,018<0,05). Supervisor memotivasi secara positif dan menunjukkan keadilan yang konsisten adalah tanda-tanda dari kegiatan supervisi yang baik. Supervisi yang baik akan meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja perawat.

Hasil penelitian lainnya dilakukan oleh Mua (2011) di Rumah Sakit Woodward Palu menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan (p value

=0,000<0,05) pada supervisi klinik kepala ruangan setelah mendapat pelatihan dan bimbingan supervisi. Supervisi klinik yang dilaksanakan secara tepat telah berdampak pada kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana secara signifikan (p value=0,001 < 0,05). Peneliti merekomendasikan agar terus mempertahankan penerapan supervisi klinik kepala ruangan dengan cara pembinaan, monitoring, dan evaluasi secara berkelanjutan agar kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana terus dapat ditingkatkan.

Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa kepuasan perawat pelaksana dipengaruhi oleh supervisi klinis. Supervisi klinis yang baik (menjalankan fungsi edukatif, suportif dan manajerial) dapat meningkatkan kepuasan kerja bagi perawat. Kepuasan kerja bagi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya yang berdampak pada, disiplin dan prestasi kerja.


(28)

Supervisi yaitu melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan untuk kemudian bila ditemukan masalah segera diberikan bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Suarli dan Bahtiar, 2009). Menurut Korn (1987) dalam Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan bahwa supervisi adalah merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi, secara terus menerus pada setiap perawat dengan sabar adil serta bijaksana. Dengan demikian diharapkan setiap perawat dapat memberi asuhan keperawatan dengan baik, terampil, aman, cepat dan tepat secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan dari perawat yang bersangkutan.

Kegiatan supervisi menurut Gillies (2000) dapat dilakukan dengan cara supervisor melihat langsung bagaimana perawat pelaksana memberikan perawatan kepada satu atau beberapa orang pasien. Jika pada saat supervisi ini, supervisor menemukan tindakan yang tidak sesuai dengan standar atau perawat pelaksana membutuhkan bantuan, maka supervisor dapat secara langsung membantu atau memastikan bahwa apa yang dilakukan oleh perawat pelaksana sudah benar dan sesuai dengan prosedur.

Peran dan kedudukan supervisor begitu penting. Peran supervisor dapat menentukan apakah pelayanan keperawatan (nursing care delivery) mencapai standar mutu atau tidak. Penelitian Hyrkäs dan Paunonen-Ilmonen (2001), membuktikan bahwa supervise klinik yang dilakukan dengan baik berdampak positif bagi kualitas perawatan. Menurut Supratman & Sudaryanto (2008), ada 4


(29)

model supervisi klinis yaitu developmental, academic, experiential, dan 4S (4 strategy yaitu Structure, Skills, Support dan Sustainability).

Dalam penelitian ini, model supervisi klinik yang akan digunakan untuk mengukur supervisi yang telah dilakukan oleh supervisor adalah model academic. Model ini diperkenalkan oleh Farington di Royal College of Nursing UK tahun 1995. Farington menyebutkan bahwa supervisi klinik dilakukan untuk membagi pengalaman supervisor kepada para perawat sehingga ada proses pengembangan kemampuan professional yang berkelanjutan.

Penelitian yang dilakukan oleh Brunero & Parbury (2005) tentang efektivitas supervisi klinik menunjukkan bahwa fungsi edukatif yang dilakukan supervisor akan meningkatkan pengetahuan dan rasa percaya diri pada perawat. Fungsi suportif yang dilakukan supervisor akan meningkatkan kemampuan perawat dalam mengatasi konflik baik dengan rekan kerja maupun dengan pasien. Fungsi manajerial akan meningkatkan rasa tanggung jawab perawat pada praktik keperawatan profesional (Supratman & Sudaryanto, 2008).

Dalam manajemen keperawatan, kemampuan manajerial yang harus dimiliki oleh kepala ruangan yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pelaksanaan, pengawasan serta pengendalian, dan evaluasi. Dari beberapa fungsi manajerial kepala ruangan tersebut terlihat bahwa salah satu yang harus dijalankan oleh kepala ruangan adalah bagaimana melakukan pengawasan (supervisi) untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan (Arwani, 2006).

Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, salah satu yang harus dikembangkan adalah pelayanan keperawatan jiwa, untuk itu perawat sangat


(30)

penting untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya serta memahami beberapa konsep dasar yang berhubungan dengan asuhan keperawatan jiwa agar dalam memberikan pelayanan keperawatan jiwa kepada pasien dapat lebih profesional terutama pasien di rumah sakit jiwa (Keliat, 2006).

Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah merupakan satu-satunya Rumah Sakit Jiwa Pemerintah yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki kemampuan pelayanan diklasifikasikan Kelas A dengan sifat kekhususannya dikategorikan dengan Kelas B. Seiring meningkatnya orang yang menderita gangguan jiwa, Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara menangani pasien rawat jalan sebanyak 40-50 orang per hari, dan 3-5 orang diantaranya merupakan pasien baru rawat inap. Bed Occupancy Rate (BOR) lebih 100% (saat ini 471 orang sedang opname), dan UGD 4 orang perhari (pelayanan di luar jam kerja). Jumlah tenaga perawat saat ini sebanyak 144 orang, berdasarkan distribusi pendidikan yaitu perawat yang berpendidikan magister keperawatan 1 orang, berpendidikan sarjana keperawatan 40 orang, dan berpendidikan D-III keperawatan yaitu 103 orang. Jumlah ruangan yaitu 18 ruangan, terdiri 17 ruangan rawat inap dan 1 ruangan IGD. Berdasarkan jumlah ruangan tersebut maka jumlah kepala ruangan sebanyak 18 orang.

Survei pendahuluan yang penulis lakukan pada tanggal 09 Januari 2013 dengan mewawancarai 5 orang perawat pelaksana dari 5 ruangan yang berbeda mengindikasikan bahwa perawat merasakan supervisi klinis yang dilakukan kepala ruangan belum optimal dalam artian perawat kurang mendapatkan bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan tugas-tugas sehari-hari di rumah


(31)

sakit jiwa. Contohnya jika perawat menemui hambatan atau masalah keperawatan maka jarang mendiskusikan dengan kepala ruangan, tetapi lebih sering didiskusikan dengan perawat lain. Menurut kelima perawat tersebut, kurangnya supervisi berdampak pada kinerja perawat pelaksana di ruangan menjadi kurang optimal dan perawat merasa kurang puas atas ketidakadilan kepala ruangan dalam pembagian beban kerja, perincian penggunaan waktu dan batas kewenangan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien.

Berdasarkan uraian di atas diduga bahwa ada pengaruh supervisi klinis dengan kepuasan kerja perawat jiwa. Atas dasar hal tersebut peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan memilih judul Hubungan supervisi klinis dengan kepuasan kerja perawat jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, beberapa permasalahan yang muncul yaitu dalam melaksanakan tugas sehari-hari perawat kurang mendapatkan supervisi dari kepala ruangan, kurangnya kemampuan manajerial supervisor dalam mengawasi bawahan (perawat pelaksana), munculnya ketidakpuasan kerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Dari beberapa masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Apakah ada hubungan supervisi klinis dengan kepuasan kerja perawat jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.


(32)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis hubungan supervisi klinis dengan kepuasan kerja perawat jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi hubungan supervisi edukatif dengan kepuasan kerja perawat jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.

2. Untuk mengidentifikasi hubungan supervisi suportif dengan kepuasan kerja perawat jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.

3. Untuk mengidentifikasi hubungan supervisi manajerial dengan kepuasan kerja perawat jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.

4. Untuk mengidentifikasi supervisi yang paling dominan terhadap kepuasan kerja perawat jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.

1.4. Hipotesis

1. Ada hubungan supervisi edukatif dengan kepuasan kerja perawat jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.

2. Ada hubungan supervisi suportif dengan kepuasan kerja perawat jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.


(33)

3. Ada hubungan supervisi manajerial dengan kepuasan kerja perawat jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumbangan teoritik bagi ilmu keperawatan dan memperkaya ilmu administrasi keperawatan.

2. Menjadi masukan bagi Pimpinan Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam membuat dan menetapkan kebijakan tentang supervisi klinis kepala ruangan.

3. Bagi kepala ruangan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi tentang hubungan supervisi dengan kepuasan kerja dan dapat dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan supervisi klinis secara maksimal sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja perawat ruangan.

4. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian berikutnya terutama yang berhubungan dengan supervisi klinis dan kepuasan kerja perawat.


(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Supervisi Klinis

2.1.1. Pengertian Supervisi

Kata supervisi dialih bahasakan dari bahasa Inggris “Supervision”

artinya pengawasan (Poerwadarminta, 1995). Menurut Ametembun (1993), pengertian supervisi secara etimologis dari bentuk perkataannya, supervisi terdiri dari dua buah kata super + vision : Super = atas, lebih, Vision = lihat, tilik, awasi. Makna yang terkandung dari pengertian tersebut, bahwa seorang supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang disupervisi, tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang disupervisi.

Supervisi atau pengawasan adalah proses pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan untuk memastikan apakah kegiatan tersebut berjalan sesuai tujuan organisasi dan standar yang telah ditetapkan. Supervisi dilaksanakan oleh orang yang memiliki kemampuan yang cakap dalam bidang yang disupervisi. Dalam struktur organisasi, supervisi biasanya dilakukan oleh atasan terhadap bawahan atau konsultan terhadap pelaksana. Dengan supervisi, kegiatan yang dilakukan diharapkan sesuai dengan tujuan organisasi, tidak menyimpang, dan menciptakan hasil (produk) seperti yang diinginkan (Keliat, 2010).

Supervisi adalah tindakan observasional personal sesuai dengan fungsi dan aktifitasnya, menjalankan kepemimpinan dalam proses asuhan keperawatan


(35)

(Huber, 2006). Supervisi adalah proses yang memacu anggota unit kerja untuk berkontribusi secara positif agar tujuan organisasi tercapai (Yaslis, 2003). Menurut Swansburg & Swansburg (1999), supervisi adalah suatu proses kemudahan untuk menyelesaikan tugas-tugas keperawatan.

Swansburg (1999) melihat dimensi supervisi sebagai suatu proses kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk penyelesaian suatu tugas. Sementara itu, Kron dan Gray (1987), dalam Arwani (2005) mengartikan supervisi sebagai kegiatan yang merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong, memperbaiki, mempercayai dan mengevaluasi secara berkesinambungan anggota secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki anggota. Supervisi dalam konteks keperawatan sebagai suatu proses kegiatan pemberian dukungan sumber-sumber

(resources) yang dibutuhkan perawat dalam rangka menyelesaikan tugas untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2.1.2. Tujuan Supervisi

Supervisi sebagai salah satu kegiatan dalam lingkup fungsi manajemen yaitu fungsi pengawasan (Arwani, 2006). Supervisi merupakan kegiatan penting para manajer yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan mutu pelayanan keperawatan bahkan pelayanan kesehatan di rumah sakit pada umumnya. Kualitas dan kuantitas supervisi dapat ditentukan oleh falsafah hidup seseorang dan kemampuan dalam menggunakan bermacam-macam teknik supervisi yang dimiliki. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam keperawatan ada hubungan langsung antara supervisi yang diterima oleh perawat dan kualitas layanan


(36)

keperawatan yang dapat mereka berikan. Dengan kata lain layanan keperawatan yang tidak professional yang diberikan oleh perawat dapat merupakan sebagai dampak dari supervisi yang diterimanya (Kron & Gray, 1987).

Supervisi bertujuan untuk mengarahkan bawahan secara langsung agar dapat meningkatkan kinerjanya dan bukan mencari kesalahan bawahan, hal ini sesuai dengan pendapat dari berbagai ahli. Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung sehingga bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk melaksanakan tugas atau pekerjaannya dengan hasil yang baik. Tujuan utamanya adalah untuk lebih meningkatkan kinerja bawahan dan bukan mencari kesalahan (Suarli & Bahtiar, 2009). Kegiatan supervisi akan mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja dan jumlah sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Tujuan supervisi diarahkan pada kegiatan, mengorientasikan staf dan pelaksana keperawatan, memberikan arahan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai upaya untuk menimbulkan kesadaran dan mengerti akan peran dan fungsinya sebagai staf dan difokuskan pada pemberian pelayanan kemampuan staf dan pelaksanaan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan (Arwani & Supriyatno, 2006).

Supervisi dalam keperawatan bertujuan membantu perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan sehingga supervisi yang dilakukan bersifat pemberian sumber-sumber dukungan untuk memudahkan dalam menyelesaikan pekerjaan. Selain itu supervisi dimaksudkan untuk memastikan


(37)

bahwa perawat dalam memberikan asuhan keperawatan telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh PPNI tahun 2002.

2.1.3. Manfaat Supervisi

Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Suarli & Bachtiar, 2009) :

1. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan.

2. Supervisi dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja. Peningkatan efisiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah.

Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efisien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan (Suarli & Bachtiar, 2008).


(38)

2.1.4. Sasaran Supervisi

Menurut Gillies (2000), tugas kepala ruangan sebagai supervisor terdiri dari empat area penting, yaitu:

1. Area Personal Keperawatan

Area supervisi kepala ruangan dalam ketenagaan keperawatan meliputi 1) keterlibatan penerimaan tenaga keperawatan pada saat wawancara 2) seleksi staf di ruang rawat yang menjadi tanggung jawabnya, 3)

melakukan evaluasi terhadap pelaksana perawatan yang berada dalam ruang lingkup tanggung jawabnya, 4) memberikan nasehat kepada pelaksana perawatan untuk dapat disiplin, 5) memotivasi staf untuk dapat taat pada standar perawatan yang berlaku, 6) memberikan informasi yang diperlukan staf baru, 7) memperbaiki kebijakan dan prosedur di unitnya apabila diperlukan, 8) menyimpan semua dokumen yang berkaitan dengan kegiatan dan problem staf, 9) mengadakan perubahan/pembaharuan yang sifatnya positif, 10) mengatur dan mempertahankan penjadwalan dinas agar tetap fleksibel untuk semua staf, dan 11) membuat iklim kerja agar tetap nyaman bagi staf.

2. Area Lingkungan dan Peralatan

Area lingkungan dan peralatan yang menjadi tanggung jawab kepala ruangan sebagai supervisor adalah menjaga keamanan, kebersihan, kenyamanan, terlibat menentukan anggaran terutama yang berkaitan dengan keperawatan, mengevaluasi dan memantau kelengkapan peralatan di ruang lingkup tanggung jawabnya, membina kerja sama yang baik, membuat laporan dan


(39)

menjaga terselenggaranya komunikasi yang baik di dalam ruangan dan bagian lainnya.

3. Area Asuhan Keperawatan

Area supervisi dalam asuhan keperawatan meliputi menjaga asuhan keperawatan sesuai dengan standar, menjaga dan meningkatkan standar dengan program Quality assurance (QA), mengawasi dan mengevaluasi kualitas asuhan keperawatan klien dan lingkungan sesuai dengan program QA, mendokumentasikan set standar dan asuhan keperawatan, koordinasi semua kegiatan yang berada di ruang lingkup tanggung jawab, membantu pelaksana perawatan dalam pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi asuhan keperawatan, menjadi penasehat dan pelindung klien, membina komunikasi yang baik dengan klien, keluarga dan profesi kesehatan lainnya di ruang lingkup tanggung jawabnya, ikut aktif dalam komite dan organisasi profesi yang ada, dan menjaga keserasian administrasi keperawatan tentang rahasia klien.

4. Area pendidikan dan pengembangan staf

Area supervisi dalam area pendidikan dan pengembangan staf terdiri dari koordinasi dengan staf untuk pengembangan, perencanaan, implementasi dan evaluasi dalam orientasi pegawai baru, koordinasi dengan staf untuk pengembangan dan perencanaan pendidikan yang dibutuhkan oleh staf keperawatan, koordinasi dengan staf untuk menentukan sumber daya yang diperlukan di unitnya, kerja sama dengan instruktur klinik perawatan dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi praktik siswa/mahasiswa,


(40)

mempertanggungjawabkan kecukupan kebutuhan pengembangan staf, memelihara hubungan baik dengan masyarakat sambil menginterpretasikan filosofi, goal, kebijakan dan prosedur untuk semua klien dan masyarakat, menunjang dan ikut berpartisipasi dalam penelitian perawatan, dan melengkapi atau merevisi prosedur-prosedur yang ada di unitnya (Mua, 2011). 2.1.5. Prinsip Supervisi

Dalam melaksanakan supervisi, supervisor harus memahami prinsip-prinsip supervisi agar supervisi dapat berjalan dengan baik. Prinsip-prinsip-prinsip supervisi menurut Arikunto (2006), Arwani & Supriyatno (2006) dan Suyanto (2008) antara lain:

1. Supervisi berdasarkan hubungan profesional bukan hubungan pribadi, supervisi akan senantiasa bersinggungan dengan hubungan interpersonal diantara orang yang terlibat. Pimpinan atau manajer keperawatan yang melakukan supervisi harus mampu menempatkan diri secara proporsional dan profesional, hubungan yang kearah pribadi biasanya akan berdampak kurang baik dalam pengambilan keputusan, misalnya budaya sungkan kepada orang yang lebih senior dan kadang-kadang pimpinan merasa sulit untuk menolak permintaan yang tidak sesuai standar dan peraturan organisasi.

2. Kegiatan supervisi direncanakan dengan baik dan matang serta diketahui oleh staf yang akan disupervisi, hal ini diharapkan bahwa supervisi bukan sesuatu yang mendadak dilakukan sehingga staf yang akan disupervisi dapat merasakan bahwa supervisi bukan suatu tindakan yang dilakukan untuk mencari-cari kesalahan.


(41)

3. Supervisi bersifat edukatif, supporting, preventif dan kooperatif, yang berarti mencegah timbulnya hal-hal yang negatif, memperbaiki kesalahan yang terjadi agar tidak terulang lagi dan berusaha melakukan mengatasi bersama ketika terjadi hal yang tidak diinginkan.

4. Memberikan perasaan aman, tidak menumbuhkan rasa takut dan cemas pada staf atau pelaksana keperawatan.

5. Membentuk hubungan kerjasama yang demokratis antara supervisor dengan staf.

6. Harus obyektif dan sanggup mengadakan penilaian diri sendiri/self evaluation.

7. Harus progresif, inovatif, fleksibel dan dapat mengembangkan kelebihan masing-masing perawat yang disupervisi.

8. Meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

9. Supervisi hendaknya bersifat konstruktif dan kreatif yaitu supervisor dapat memberikan motivasi kepada pihak yang disupervisi sehingga bisa menumbuhkan dorongan atau motivasi untuk bekerja lebih giat dan mencapai hasil yang lebih baik.

10.Kegiatan supervisi hendaknya dapat dilaksanakan dengan sederhana, tidak kaku, sewajarnya dan tidak muluk-muluk.

11.Supervisi bukan suatu inspeksi atau pemeriksaan sehingga supervisor tidak tepat apabila bertindak mencari-cari kesalahan dari pihak yang disupervisi. 12.Prinsip ilmiah supervisi keperawatan menurut Kementerian Kesehatan (2010)


(42)

dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan, menggunakan berbagai instrumen pengumpulan data (angket, observasi, pedoman wawancara, dan lain-lain) agar memperoleh hasil yang baik dan supervisi dilaksanakan secara sistematis, terencana dan terus-menerus.

2.1.6. Teknik Supervisi

Teknik supervisi dibagi menjadi 2 bagian yaitu dengan teknik langsung dan tidak langsung:

1. Supervisi langsung yaitu supervisi yang dilakukan secara langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung, dapat dilakukan dengan observasi langsung maupun melalui rekaman video dan pendampingan selama melakukan tindakan keperawatan (Bittel, 1987). Menurut Gilles (2001), salah satu metode supervisi yang dapat dilakukan adalah supervisor melihat secara langsung bagaimana perawat pelaksana memberikan perawatan kepada satu atau beberapa orang pasien. Jika pada saat supervisi ini, supervisor menemukan tindakan yang tidak sesuai dengan standar, atau perawat pelaksana membutuhkan bantuan, maka supervisor dapat secara langsung membantu atau memastikan bahwa apa yang dilakukan oleh perawat pelaksana sudah benar dan sesuai dengan prosedur. Metode lain yang dapat digunakan adalah supervisor dapat mendemonstrasikan prosedur tindakan dan memberi saran metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah pasien.

2. Supervisi tidak langsung, yaitu supervisi dilakukan melalui laporan tertulis seperti laporan pasien dan catatan asuhan keperawatan pada setiap shift pagi, sore dan malam. Presentasi kasus, bermain peran, maupun pemodelan. Gilles (2001), supervisi dapat dilakukan secara tidak langsung dengan cara supervisor melihat


(43)

catatan yang dilakukan oleh perawat pelaksana yang berupa laporan pasien selama interval tertentu, meminta informasi pada saat pertukaran shift. Keakuratan data dapat dibandingkan antara isi laporan dengan informasi yang terdokumentasi pada laporan pasien. Umpan balik dari supervisor dapat diberikan secara lisan melalui ketua tim atau dengan tulisan pada hasil pekerjaan perawat pelaksana.

Supervisi dalam keperawatan memerlukan teknik khusus dan bersifat klinis. Menurut Swansburg (2000), supervisi dalam keperawatan mencakup hal-hal di bawah ini.

1. Proses supervisi dalam praktik keperawatan meliputi tiga elemen yaitu: Pertama, standar praktik keperawatan sebagai acuan. Kedua, fakta pelaksanaan praktik keperawatan sebagai pembanding dalam menetapkan pencapaian atau kesenjangan dan tindak lanjut. Ketiga, upaya mempertahankan kualitas maupun upaya memperbaiki.

2. Area yang disupervisi

Area supervisi dalam keperawatan mencakup pengetahuan dan pengertian tentang tugas yang dilaksanakan, keterampilan yang dilakukan yang disesuaikan dengan standar, sikap dan penghargaan terhadap pekerjaan misalnya kunjungan empati.


(44)

2.1.7. Model Supervisi

Supratman & Sudaryanto (2008) mengemukakan model supervisi klinik keperawatan di Indonesia belum jelas seperti apa dan bagaimana implementasinya di rumah sakit. Belum diketahui model yang sesuai dan efektif yang dapat diterapkan. Model supervisi dapat diterapkan dalam kegiatan supervisi antara lain: 1. Model development

Model supervisi ini yaitu supervisor diberikan kewenangan untuk membimbing perawat dengan tiga cara, yaitu change agent, counselor, dan

teacher. Kegiatan change agent bertujuan agar supervisor membimbing

perawat menjadi agen perubahan; kegiatan tersebut nantinya ditransfer kepada pasien sehingga pasien memahami masalah kesehatan. Kegiatan counselor

dilakukan supervisor dengan tujuan membina, membimbing, mengajarkan kepada perawat tentang hal-hal yang berkaitan dengan tugas (task) rutin perawat (contoh: supervisor membimbing perawat melakukan pengkajian fisik). Kegiatan teaching bertujuan mengenalkan dan mempraktikkan ‘nursing

practice’ yang sesuai dengan tugas perawat (contoh: supervisor di ICU

mengajarkan teknik pengambilan darah arteri, analisa gas darah dan sebagainya).

2. Model Akademik

Supervisi dilakukan dengan pendekatan membagi pengalaman supervisor kepada para perawat sehingga ada proses pengembangan kemampuan profesional yang berkelanjutan (CPD/ Continuing Profesional Development). Dilihat dari prosesnya, model ini merupakan proses formal dari perawat profesional untuk support dan learning sehingga pengetahuan dan kompetensi


(45)

perawat dapat dipertanggungjawabkan sehingga pasien mendapat perlindungan dan merasa aman selama menjalani perawatan.

3. Model experiential

Dalam model ini disebutkan bahwa kegiatan supervisi klinik keperawatan meliputi training dan mentoring. Dalam kegiatan training, supervisor mengajarkan teknik-teknik keperawatan tertentu yang belum dipahami perawat pelaksana (contoh: pemasangan infus pada bayi, melakukan vena sectie, teknik advance life support dan sebagainya). Training biasanya dilakukan secara berjenjang kepada setiap perawat, misalnya training pada perawat pemula (beginner), perawat pemula-lanjut (advance). Dalam kegiatan

mentoring, supervisor lebih mirip seorang penasehat dimana ia bertugas

memberikan nasehat berkaitan dengan masalah-masalah rutin sehari-hari (contoh: bagaimana mengurus ASKES pasien, mencari perawat pengganti yang tidak masuk, menengahi konflik, mengambil keputusan secara cepat, tepat dan etis dan sebagainya).

4. Model 4S (Structure, Skills, Support dan Sustainability).

Dalam model ini, kegiatan structure (struktur) dilakukan oleh perawat RN’s dalam melakukan pengkajian dan asuhan pasien dimana perawat yang dibina sekitar 6-8 orang. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengembangkan pengalaman perawat dalam hal konsultasi, fasilitasi dan assisting. Kegiatan

Skills (keterampilan) dilakukan supervisor untuk meningkatkan ketrampilan praktis (contoh: menjahit luka, interpretasi elektrokardiografi (EKG), pasang CAPD dan sebagainya). Kegiatan support (dukungan) dilakukan dengan


(46)

tujuan untuk tetap menjaga kesegaran praktik (will keep practice fresh), berbagi (sharing), kebutuhan-kebutuhan pelatihan tertentu yang bernilai kebaruan (contoh: pelatihan emergency/kegawatdaruratan pada keadaan bencana). Kegiatan sustainability (berbagi pengalaman) bertujuan untuk tetap mempertahankan pengalaman, ketrampilan, nilai-nilai yang telah dianut perawat. Kegiatan ini dilakukan secara kontinyu dengan cara mentransfer pengalaman supervisor kepada perawat pelaksana (contoh: supervisor membuat modul tentang berbagai ketrampilan teknik yang dibagikan kepada semua perawat pelaksana).

Dalam penelitian ini, model supervisi klinik yang diteliti adalah model akademik. Model ini diperkenalkan oleh Farington di Royal College of Nursing UK tahun 1995. Farington menyebutkan bahwa supervisi klinik dilakukan untuk membagi pengalaman supervisor kepada para perawat sehingga ada proses pengembangan kemampuan professional yang berkelanjutan. Dilihat dari prosesnya, supervisi klinik merupakan proses formal dari perawat professional untuk support dan learning sehingga pengetahuan dan kompetensi perawat dapat dipertanggungjawabkan sehingga pasien mendapatkan perlindungan dan merasa aman selama menjalani perawatan. Dalam model akademik proses supervise klinik meliputi tiga kegiatan, yaitu a)educative, b) supportive, c)managerial. Kegiatan educative dilakukan dengan: 1) mengajarkan ketrampilan dan kemampuan (contoh: perawat diajarkan cara membaca hasil EKG); 2) membangun pemahaman tentang reaksi dan refleksi dari setiap intervensi keperawatan (contoh: supervisor mengajarkan perawat dan melibatkan pasien


(47)

untuk mengeksplore strategi, teknik-teknik lain dalam bekerja (contoh: supervisor mengajarkan merawat luka dekubitus dengan obat-obat jenis baru yang lebih baik). Kegiatan supportive dilakukan dengan cara: melatih perawat ‘menggali’ emosi ketika bekerja (contoh: meredam konflik antar perawat, job enrichment

agar mengurangi burn out selama bertugas). Kegiatan managerial dilakukan dengan: melibatkan perawat dalam peningkatan ‘standar’ (contoh: SOP yang sudah ada dikaji bersama kemudian diperbaiki hal-hal yang perlu) (Supratman & Sudaryanto, 2008).

2.1.8. Bentuk Supervisi Klinik Keperawatan

Supervisi klinik adalah proses aktif dalam mengarahkan, membimbing dan memengaruhi kinerja perawat dalam melaksanakan tugasnya (American Nurses Association, 2005) merupakan proses dukungan formal dan pembelajaran profesional untuk mengembangkan pengetahuan dan kompetensi staf, bertanggung jawab terhadap pekerjaannya dan meningkatkan perlindungan keselamatan konsumen terhadap pelayanan kesehatan di lingkungan klinik yang kompleks (Royal College of Nursing, 2002).

Supervisor klinik mempunyai area supervisi yang terbagi dalam beberapa bagian berdasarkan kelompok kedekatan ruangan. Supervisor yang ada bertugas untuk melihat proses asuhan keperawatan yang diberikan secara umum, namun belum ada pengawasan terhadap kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan (Linggardini, 2010).

Supervisi klinik tidak diartikan sebagai pemeriksaan atau mencari kesalahan, tetapi lebih kepada pengawasan partisipatif, mendahulukan penghargaan terhadap pencapaian hasil positif dan memberikan jalan keluar


(48)

terhadap hal yang masih belum dapat dilakukan. Perawat tidak sekedar merasa dinilai akan tetapi dibimbing untuk melakukan pekerjaannya secara benar (Keliat, 2006).

Supervisi klinis keperawatan bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan.

Sistem supervisi sangat berhubungan dengan kepuasan kerja perawat. Perawat yang merasa mendapat dukungan dari supervisor dan disupervisi dengan baik dalam melakukan pekerjaannya lebih merasa puas terhadap pekerjaannya (Robert John Wood Foundation, 2007). Kepuasan kerja perawat lebih banyak tercapai dengan sistem supervisi yang menciptakan hubungan baik antara supervisor dengan supervisi (Brunero & Parbury, 2005). Proses supervisi yang baik akan meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja.

2.1.9. Peran Supervisor

Gilles (2000) membagi tugas supervisor menjadi dua bagian, yaitu supervisor sebagai pendamping atau pelatih dan supervisor sebagai kontrol. Supervisor sebagai pendamping harus mengetahui tujuan dari kelompok sehingga dapat memberikan arahan dan bimbingan kepada anggota timnya. Supervisor dapat menyusun strategi pendampingan sesuai dengan kondisi anggota tim yang bervariasi sehingga proses pendampingan dapat diterima dengan baik. Sedangkan supervisor sebagai kontrol artinya supervisor harus dapat memastikan semua pekerjaan yang ada dalam


(49)

supervisi keperawatan dapat dilakukan jika supervisor melakukan penilaian secara langsung selama perawat pelaksana memberikan asuhan keperawatan.

Menurut Kron (1987) dalam Mua (2011), peran supervisor adalah sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai.

1. Peran sebagai perencana. Seorang supervisor dituntut mampu membuat perencanaan sebelum melaksanakan supervisi. Dalam perencanaan seorang supervisor banyak membuat keputusan mendahulukan tugas dan pemberian arahan, untuk memperjelas tugasnya untuk siapa, kapan waktunya, bagaimana, mengapa, termasuk memberikan instruksi.

2. Peran sebagai pengarah. Seorang supervisor harus mampu memberikan arahan yang baik saat supervisi. Semua pengarahan harus konsisten di bagiannya dan membantu perawat pelaksana dalam menampilkan tugas dengan aman dan efisien meliputi: pengarahan harus lengkap sesuai kebutuhannya, dapat dimengerti, pengarahan menunjukkan indikasi yang penting, bicara pelan dan jelas, pesannya masuk akal, hindari pengarahan dalam satu waktu, pastikan arahan dapat dimengerti, dan dapat ditindaklanjuti.

Pengarahan diberikan untuk menjamin agar mutu asuhan keperawatan pasien berkualitas tinggi, maka supervisor harus mengarahkan staf pelaksana untuk melaksanakan tugasnya sesuai standar yang ditentukan rumah sakit. Pengarahan sangat penting karena secara langsung berhubungan dengan manusia, segala jenis kepentingan, dan kebutuhannya. Tanpa adanya pengarahan, karyawan cenderung melakukan pekerjaan menurut cara pandang


(50)

mereka pribadi tentang tugas-tugas apa yang seharusnya dilakukan, bagaimana melakukan dan apa manfaatnya.

3. Peran sebagai pelatih. Seorang supervisor dalam memberikan supervisi harus dapat berperan sebagai pelatih dalam pemberian asuhan keperawatan pasien. Dalam melakukan supervisi banyak menggunakan keterampilan pengajaran atau pelatihan untuk membantu pelaksana dalam menerima informasi. Prinsip dari pengajaran dan pelatihan harus menghasilkan perubahan perilaku, yang meliputi mental, emosional, aktivitas fisik, atau mengubah perilaku, gagasan, sikap dan cara mengerjakan sesuatu.

4. Peran sebagai penilai. Seorang supervisor dalam melakukan supervisi dapat memberikan penilaian yang baik. Penilaian akan berarti dan dapat dikerjakan apabila tujuannya spesifik dan jelas, terdapat standar penampilan kerja dan observasinya akurat. Dalam melaksanakan supervisi penilaian hasil kerja perawat pelaksana saat melaksanakan asuhan keperawatan selama periode tertentu seperti selama masa pengkajian. Hal ini dilaksanakan secara terus menerus selama supervisi berlangsung dan tidak memerlukan tempat khusus. 2.1.10. Penerapan Supervisi di Ruang MPKP Jiwa

Supervisi tidak diartikan sebagai pemeriksaan atau mencari kesalahan tetapi lebih diartikan sebagai pengawasan partisipatif, yaitu mendahulukan penghargaan terhadap pencapaian atau hal positif yang dilakukan dan memberikan jalan keluar untuk hal yang masih belum dapat dilakukan. Dengan demikian, bawahan tidak merasakan bahwa ia sedang dinilai. Namun, ia juga dibimbing untuk melakukan pekerjaannya dengan benar.


(51)

Kegiatan supervisi di ruang Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) Jiwa, dilaksanakan secara optimal untuk menjamin kegiatan pelayanan di MPKP Jiwa sesuai dengan standar mutu profesional yang telah ditetapkan. Supervisi dilakukan oleh perawat yang memiliki kompetensi, baik dalam manajemen maupun asuhan keperawatan jiwa serta menguasai pilar-pilar profesionalisme yang diterapkan di MPKP Jiwa. Oleh karena itu, mekanisme pengawasan dilakukan berjenjang, yaitu sebagai berikut ;

1. Kepala seksi keperawatan atau konsultan melakukan pengawasan terhadap kepala ruangan, ketua tim, dan perawat pelaksana.

2. Kepala ruangan melakukan pengawasan terhadap ketua tim dan perawat pelaksana.

3. Ketua tim melakukan pengawasan terhadap perawat pelaksana.

Materi supervisi atau pengawasan disesuaikan dengan uraian tugas dari masing-masing staf perawat yang disupervisi. Materi supervisi untuk kepala ruangan berkaitan dengan kemampuan manajerial dan kemampuan asuhan keperawatan. Ketua tim disupervisi terkait dengan kemampuan pengelolaan di timnya dan kemampuan asuhan keperawatan. Di lain pihak, perawat pelaksana disupervisi terkait dengan kemampuan asuhan keperawatan yang dilaksanakan. Agar supervisi dapat menjadi alat pembinaan dan tidak menjadi momok bagi staf, perlu disusun jadwal supervisi dan standar kinerja masing-masing staf (Keliat, 2010).


(52)

Tabel 2.1. Contoh Jadwal supervisi Ruang MPKP Jiwa

No Waktu Supervisor Yang

disupervisi Materi supervisi

1 06-03-2006 Karu Katim I Memimpin pre conference

2 07-03-2006 Karu Katim II Memimpin pre conference

3 07-03-2006 Katim I Perawat Askep: Halusinasi

4 07-03-2006 Katim II Perawat Askep: perilaku kekerasan

2.1.11. Uraian Tugas Supervisor di Rumah Sakit Jiwa

Uraian tugas kepala ruangan (supervisor) di rumah sakit jiwa adalah sebagai berikut :

1. Mengatur pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan pasien.

2. Mengatur penempatan tenaga keperawatan di ruangan

3. Mengatur penggunaan dan pemeliharaan logistik keperawatan agar selalu siap pakai.

4. Memberi pengarahan dan motivasi kepada ketua tim/group agar melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, etis dan profesional.

5. Melaksanakan program orientasi pada : a. Perawat (tenaga kerja) baru

b. Siswa/mahasiswa peserta didik c. Pasien baru

6. Mendampingi dokter (supervision) selama kunjungan visite.

7. Mengelompokkan pasien, mengatur penempatannya di ruangan menurut tingkat kegawatan untuk mempermudah asuhan keperawatan.


(53)

8. Menciptakan, memelihara suasana kerja yang baik antara petugas, pasien/keluarga sehingga memberi ketenangan

9. Mengadakan pertemuan berkala tenaga keperawatan minimal 2x/hari untuk membicarakan pelaksanaan keperawatan di ruangan.

10.Memeriksa dan meneliti :

a. Pengisian daftar permintaan makanan b. Pengisian sensus harian

c. Pengisian buku register d. Pengisian rekam medik

11.Mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan 5 (lima) tahapan yaitu :

a. Pengkajian keperawatan b. Diagnosa keperawatan c. Perencanaan keperawatan d. Pelaksanaan keperawatan e. Evaluasi

12.Pertemuan secara rutin dengan pelaksanaan keperawatan 13.Membuat laporan pelaksanaan kegiatan di ruangan. (Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu, 2012).

2.2. Kepuasan Kerja

2.2.1. Pengertian Kepuasan Kerja

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1999) kepuasan adalah perasaan senang gembira, lega karena sudah terpenuhi hasrat hatinya. Tjiptono (2008)


(54)

mengatakan bahwa kepuasan pelanggan dinyatakan sebagai ratio (perbandingan) kualitas jasa yang didapat atau dirasakan dengan keinginan, kebutuhan dan harapan. Menurut Wexley dan Yukl (1977), kepuasan kerja secara umum dapat diberi batasan sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Kemudian oleh Vroom (1964) dikatakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Tiffin (1958) berpendapat bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antar pimpinan dengan sesama karyawan (Syaiin, 2008).

Seseorang akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek-aspek pekerjaan dan aspek harapan dalam dirinya saling mendukung, dan sebaliknya jika aspek tersebut tidak mendukung, seseorang akan merasa tidak puas. Aspek-aspek yang terlibat dalam pekerjaan antara lain upah atau gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, dan mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan diri sendiri antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan (Mangkunegara, 2009).

2.2.2. Teori Kepuasan Kerja

Para ahli mengemukakan berbagai teori tentang kepuasan kerja sebagai berikut:

1. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow

Keseluruhan teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow (1943) didasarkan pada kenyataan bahwa manusia sangat tergantung pada


(55)

kepentingan individu tersebut, dimana kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut digolongkan ke dalam lima tingkatan (Potter & Perry, 2005).

a. Kebutuhan Fisiologi

Kebutuhan untuk memelihara kelangsungan hidup seperti sandang, pangan dan tempat berlindung, seks dan kesejahteraan individu. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer, karena kebutuhan ini telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan.

b. Kebutuhan Akan Keamanan

Kebutuhan akan keamanan bukan hanya segi keamanan fisik saja. Keamanan yang bersifat psikologi juga mutlak penting mendapatkan perhatian. Perlakuan yang manusiawi dan adil adalah salah satu contohnya. c. Kebutuhan Sosial

Berbagai kebutuhan yang berkisar pada pengakuan akan keberatan seseorang dan penghargaan atas harkat dan martabatnya. Biasanya kebutuhan sosial tersebut tercermin dalam empat bentuk perasaan yaitu perasaan yang tercermin oleh orang lain, perasaan harus diterima, kebutuhan akan perasaan maju, dan kebutuhan akan perasaan diikutsertakan.

d. Kebutuhan Harga Diri

Salah satu ciri manusia adalah bahwa ia mempunyai harga diri. Karena itu semua orang memerluka n pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain. Keberadaan dan status seseorang biasanya tercermin pada berbagai lambang yang penggunaannya sering dipandang sebagai hak


(56)

status seseorang dalam organisasi dan lingkungan masyarakat semakin banyak pula simbol yang digunakan untuk menunjukkan status yang diharapkan diterima dan diakui oleh orang lain, baik secara langsung oleh mereka dengan siapa berinteraksi maupun secara tidak langsung oleh berbagai pihak dengan siapa seseorang tidak melakukan interaksi.

e. Aktualisasi Diri

Dewasa ini semakin disadari berbagai kalangan yang semakin luas bahwa dalam diri setiap orang terpendam potensi kemampuan yang belum seluruhnya dikembangkan. Seseorang yang menginginkan potensinya dikembangkan dalam meniti karir merupakan suatu hal yang normal. Oleh karena itu, dengan pengembangan yang demikian seseorang dapat memberikan sumbangan yang lebih besar bagi kepentingan organisasi dan dengan demikian meraih kemajuan profesional yang pada gilirannya

memungkinkan yang bersangkutan memuaskan berbagai jenis

kebutuhannya.

2. Teori Keseimbangan (Equity Theory)

Teori keseimbangan merupakan salah satu dari model teori motivasi yang menjelaskan bagaimana seseorang membangun hubungan berdasarkan keadilan dan kesetaraan. Teori keseimbangan ini dikembangkan oleh Adam. Kunci utama dari teori ini adalah hubungan timbal balik antara individu dengan organisasi yaitu inputs dan outcomes (Kreitner & Kinicki, 2001). Teori ini mengatakan bahwa jika seseorang mendapatkan sesuatu sesuai dengan keinginannya dan sama dengan yang orang lain dapatkan, maka ia akan


(57)

dengan yang diinginkan, dan lebih sedikit dari yang orang lain dapatkan, maka ia akan merasa tidak puas.

3. Teori Dua Faktor dari Herzberg

Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg dengan menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara terhadap subyek insinyur dan akuntan. Herzberg menemukan bahwa kepuasan kerja lebih terkait dengan pencapaian terhadap sesuatu, pengakuan, karakteristik pekerjaan, tanggung jawab, dan pengembangan. Faktor-faktor ini lebih dikenal dengan faktor motivator karena hal ini lebih berfokus pada usaha dan produktivitas kerja. Sementara itu faktor yang lain disebut sebagai faktor lingkungan atau faktor hygiene, mencakup kebijakan, teknik supervisi, gaji, hubungan interpersonal, dan kondisi kerja (Kreitner & Kinicki, 2001).

4. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter (1961). Porter mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Locke (1969) menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung kepada discrepancy antara should be (expectation, needs atau values) dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Dengan demikian, orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang


(58)

diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi.

Bila seseorang mendapatkan yang lebih besar lagi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakan itu di bawah standar minimum sehingga menjadi negative

discrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap

pekerjaan (As’ad, 2008; Mangkunegara, 2009).

2.2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja

Kreitner dan Kinicki (2001) mengemukakan terdapat lima faktor yang dapat memengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut:

1. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan). Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Discrepancies (perbedaan). Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi

harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaan.

3. Value attainment (pencapaian nilai). Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.

4. Equity (keadilan). Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu

diperlakukan di tempat kerja.

5. Dispositional/genetic components (komponen genetik). Kepuasan kerja


(59)

individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan dan pekerjaan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Wood, Chonko, dan Hunt 1986; Purani & Sahadev, 2007 dalam Alam & Fakir, (2010), kepuasan kerja memiliki enam aspek utama yaitu

1. Kepuasan dengan supervisor. Kepuasan kerja ditentukan oleh persepsi karyawan tentang seberapa banyak informasi dan bimbingan yang diberikan oleh atasan untuk melaksanakan pekerjaan. Hasil riset yang dilakukan oleh Sigit (2009) menemukan supervisi yang dilakukan secara konsisten akan berpeluang meningkatkan kepuasan kerja sebesar 67,40%.

2. Kepuasan dengan keragaman tugas. Kepuasan yang dirasakan dengan memiliki berbagai tugas yang menantang dan tidak rutinitas. Hal ini akan membantu karyawan untuk melihat bahwa ada banyak peluang yang tersedia untuk tumbuh dalam organisasi.

3. Kepuasan dengan otonomi dalam pekerjaan. Kepuasan yang dirasakan dengan memiliki kebebasan dalam menyelesaikan pekerjaan dari awal sampai akhir. 4. Kepuasan kompensasi. Kepuasan yang dirasakan berdasarkan imbalan yang

diterima oleh karyawan. Temuan riset yang dilakukan oleh Curtis (2007), menunjukkan kecilnya korelasi antara gaji dan kepuasan kerja. Ia mengatakan bahwa motivasi untuk bekerja bukanlah semata-mata karena uang, namun yang paling penting adalah bagaimana rumah sakit memenuhi kebutuhan karyawan, memperlakukan karyawan dengan baik, menerapkan manajemen


(60)

yang fleksibel dan komunikator, serta melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan (Barry & Huston, 1998).

5. Kepuasan dengan rekan kerja. Kepuasan yang dirasakan karena adanya kehadiran dan dukungan dari rekan kerja. Penelitian terbaru mengidentifikasi bahwa rekan kerja yang menjadi tim kuat atau efektif akan membuat pekerjaan jadi menyenangkan (Luthans, 2006).

6. Kepuasan dengan manajemen dan kebijakan sumber daya manusia. Kepuasan yang berhubungan dengan kebijakan organisasi. Hasil riset ditemukan bahwa salah satu sumber utama ketidakpuasan kerja perawat adalah manajemen keperawatan yang tidak efektif (Kapella, 2002 dalam Papathanassoglou, 2007), rendahnya keterlibatan dalam pengambilan keputusan, hubungan yang buruk dengan manajemen, kurangnya pengakuan, dan kurangnya fleksibilitas dalam penjadwalan (Albaugh, 2003 dalam Alam & Fakir, 2010).

2.3. Perawat 2.3.1. Pengertian

Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien (Praptiningsih, 2006).

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disyahkan oleh pemerintah, sedangkan perawat profesional adalah perawat yang mengikuti pendidikan keperawatan sekurang-kurangnya Diploma III keperawatan.


(61)

Keperawatan sebagai profesi terdiri atas komponen disiplin dan praktik (Gartinah dkk, 1999).

Karakteristik keperawatan sebagai profesi menurut Gillies (2000) yaitu (a)memiliki ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia yang sistemis dan khusus, (b) mengembangkan ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia secara konstan melalui penelitian, (c) melaksanakan pendidikan melalui pendidikan tinggi, (d)menerapkan ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia dalam pelayanan, (e)berfungsi secara otonomi dalam merumuskan kebijakan dan pengendalian praktek profesional, (f) memberikan pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat di atas kepentingan pribadi, berpegang teguh pada tradisi leluhur dan etika profesi serta (g) memberikan kesempatan untuk pertumbuhan profesional dan mendokumentasikan proses perawatan

Pelayanan keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun sehat yang mencakup siklus hidup manusia (Hidayat, 2004).

2.3.2. Fungsi dan Peran Perawat

Fungsi perawat menurut Aziz (2004), merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah sesuai dengan keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan beberapa fungsi diantaranya:


(62)

1. Fungsi Independen yaitu: mandiri dan tidak tergantung pada orang lain dimana perawat dalam melaksanakannya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti: pemahaman kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigen, cairan dan elektrolit, nutrisi, aktivitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta, harga diri dan aktualisasi diri.

2. Fungsi Dependen yaitu: dalam melaksanakan kegiatan atas pesan dan instruksi dari perawat lain ataupun dari dokter. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat kepada perawat umum atau perawat yang fungsinya sebagai perawat pelaksana, juga dokter melimpahkan ke perawat.

3. Fungsi Interdependen yaitu: dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks.

Menurut Nursalam (2011), peran perawat harus berkembang seiring dengan perkembangan iptek dan tuntutan kebutuhan masyarakat. Sehingga perawat dituntut mampu menjawab dan mengantisipasi terhadap dampak dari perubahan. Sebagai perawat profesional, maka peran yang diemban adalah CARE

yang meliputi:


(63)

Ciri khas perawat profesional di masa depan dalam memberikan pelayanan keperawatan harus dapat berkomunikasi secara lengkap, adekuat, cepat. Artinya setiap melakukan komunikasi (lisan maupun tulis) dengan teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya harus memenuhi ketiga unsur di atas dengan didukung suatu fakta yang memadai. Profil perawat masa depan yang terpenting adalah mampu berbicara dan menulis bahasa asing, minimal bahasa Inggris. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya persaingan/pasar bebas pada abad ke-21 ini.

A = Activity

Prinsip melakukan aktivitas/pemberian asuhan keperawatan harus dapat bekerja sama dengan teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya, khususnya tim medis sebagai mitra kerja dalam memberikan asuhan kepada pasien. Aktivitas tersebut harus ditunjang dengan menunjukkan kesungguhan dan sikap empati dan bertanggung jawab terhadap setiap tugas yang diemban. Hal ini diperlukan pada saat ini dan masa yang akan datang dalam upaya mewujudkan jati diri perawat dan menghilangkan masa lalu keperawatan yang hanya bekerja seperti robot dan berada pada posisi inferior dari tim kesehatan lainnya.

Yang penting diantisipasi di masa depan adalah ketika memberikan asuhan harus berdasarkan ilmu yang dapat/tepat diaplikasikan di institusi tempatnya bekerja. Artinya, ilmu keperawatan yang ada, harus diidentifikasi yang notabene dibuat di luar negeri dengan kondisi budaya, agama yang berbeda, untuk dapat diterapkan di Indonesia.


(64)

R = Review

Prinsip utama dalam melaksanakan peran tersebut adalah moral dan etik keperawatan. Dalam setiap memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat harus selalu berpedoman pada nilai-nilai etik keperawatan dan standar keperawatan yang ada serta ilmu keperawatan. Hal ini penting guna menghindarkan kesalahan-kesalahan yang dapat berakibat fatal terhadap konsumen dan eksistensi profesi keperawatan yang sedang mencari identitas diri. Dalam melaksanakan peran profesionalnya, perawat harus menerapkan prinsip-prinsip etik yang meliputi: (1) Justice: keadilan, 2) Autonomy: asas menghormati autonomi, 3) beneficience (asas manfaat) dan non-maleficiency, 4) Veracity: asas kejujuran, 5) confidentiality; asas kerahasiaan. Untuk menghindari kesalahan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, maka perlu diterapkan tindakan keperawatan dengan prinsip “CWIPAT”–Check the order, Wash your hands, Identity the clients, Provide safety and privacy, Assess the problem;

and Teach or Tell the clients (Nursalam, 2001).

E = Education

Dalam upaya meningkatkan kualitas layanan keperawatan di masa depan, perawat harus mempunyai komitmen yang tinggi terhadap profesi dengan secara kontinu menambah ilmu melalui pendidikan formal/nonformal, sampai pada suatu keahlian tertentu.

2.3.3. Peran Perawat pada Keperawatan Jiwa

Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung


(65)

pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, sanggup menjalankan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya.

Dalam upaya mengembangkan pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting, untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar yang berhubungan dengan asuhan keperawatan jiwa. Para perawat kesehatan jiwa mempunyai peran yang bervariasi dan spesifik. Aspek dari peran tersebut meliputi kemandirian dan kolaborasi.

1. Pelaksana asuhan keperawatan

Perawat memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa kepada individu, keluarga dan komunitas. Dalam menjalankan perannya, perawat menggunakan konsep perilaku manusia, perkembangan kepribadian dan konsep kesehatan jiwa serta gangguan jiwa dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga dan komunitas.

Perawat melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif melalui pendekatan proses keperawatan jiwa, yaitu pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, dan melaksanakan tindakan keperawatan serta evaluasi terhadap tindakan tersebut.

2. Pelaksana pendidikan keperawatan

Perawat memberi pendidikan kesehatan jiwa kepada individu, keluarga dan komunitas agar mampu melakukan perawatan pada diri sendiri, anggota


(66)

keluarga dan anggota masyarakat lain. Pada akhirnya diharapkan setiap anggota masyarakat bertanggung jawab terhadap kesehatan jiwa.

3. Pengelola keperawatan

Perawat harus menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa. Dalam melaksanakan perannya ini perawat:

a. Menerapkan teori manajemen dan kepemimpinan dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa

b. Menggunakan berbagai strategi perubahan yang diperlukan dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa

c. Berperan serta dalam aktifitas pengelolaan kasus seperti mengorganisasi, koordinasi, dan mengintegrasikan pelayanan serta perbaikan bagi individu maupun keluarga

d. Mengorganisasi pelaksanaan berbagai terapi modalitas keperawatan 4. Pelaksana penelitian

Perawat mengidentifikasi masalah dalam bidang keperawatan jiwa dan menggunakan hasil penelitian serta perkembangan ilmu dan teknologi untuk meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa (Dalami, 2010).

2.4. Hubungan Supervisi Klinis dengan Kepuasan Kerja Perawat

Sikap yang dipunyai perawat mengenai pekerjaannya dihasilkan dari persepsi mereka terhadap pekerjaannya, didasarkan pada banyak faktor, seperti faktor lingkungan kerja, supervisi, kebijakan dan prosedur. Menurut Azwar (2006), sebagai salah satu dari fungsi manajemen, pengertian supervisi telah


(67)

berkembang secara khusus. Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya.

Kepuasan kerja merupakan bagian penting dalam rangka pengembangan karyawan dalam organisasi. Pengembangan sumber daya manusia dengan memperhatikan kepuasan kerjanya sangat penting untuk mencapai tujuannya. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang sangat bersifat individual. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda dari individu yang lain sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin banyak hal-hal yang ada dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan yang dirasakan dan sebaliknya (As’ad, 2008).

Menurut Winardi (2007) kepuasan kerja pada dasarnya adalah rasa aman

(security feeling) dan mempunyai segi-segi yaitu segi sosial dan ekonomi (gaji dan jaminan sosial) dan segi sosial psikologi yaitu kesempatan untuk maju, kesempatan mendapatkan pekerjaan, berhubungan dengan masalah pengawasan, berhubungan dengan pergaulan antara karyawan dengan atasannya. Berhubungan dengan masalah pengawasan berarti berkaitan erat dengan supervisi. Seseorang akan merasa puas jika mendapatkan pengawasan atau supervisi yang memadai sesuai dengan yang dibutuhkan dalam pekerjaan.


(68)

Penelitian Hamzah (2001), yang meneliti hubungan supervisi dan kepuasan kerja menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara supervisi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana dengan p=0,001 dan OR=14,576. Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa supervisi yang baik mempunyai peluang untuk menghasilkan kepuasan kerja bagi perawat pelaksana 14,576 kali lebih besar daripada supervisi yang kurang baik. Proporsi kepuasan kerja perawat juga menunjukkan bahwa perawat yang kurang puas berjumlah lebih besar (69,8%) dibandingkan dengan perawat yang puas pada kategori supervisi yang kurang baik.

Sistem supervisi sangat berhubungan dengan kepuasan kerja perawat. Perawat yang merasa mendapat dukungan dari supervisor dan disupervisi dengan baik dalam melakukan pekerjaannya lebih merasa puas terhadap pekerjaannya (Robert John Wood Foundation, 2007). Kepuasan kerja perawat lebih banyak tercapai dengan sistem supervisi yang menciptakan hubungan baik antara supervisor dengan supervisee (Brunero & Parbury, 2005). Proses supervisi yang baik akan meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja.

2.5. Landasan Teori

Manajemen keperawatan merupakan proses pelaksanaan keperawatan melalui upaya staf keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Disini manajer keperawatan dituntut untuk merencanakan, pengorganisir, menggerakkan dan melaksanakan, mengawasi dan mengendalikan serta evaluasi sarana dan prasarana yang tersedia untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan seefisien mungkin bagi individu, keluarga, dan masyarakat (Arwani, 2006).


(69)

Supervisi merupakan salah satu fungsi pengawasan dalam manajemen keperawatan dan suatu proses memfasilitasi sumber yang diperlukan staf untuk menyelesaikan tugas-tugas (Swansburg, 2000). Supervisi bermanfaat untuk meningkatkan efektivitas kerja dan meningkatkan efisiensi kerja (Suarli & Bahtiar, 2009).

Dalam supervisi keperawatan, supervisor dapat menerapkan supervisi klinik dengan melakukan perannya sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai (Kron, 1987) dengan kegiatan berdasarkan model supervisi akademik yaitu edukatif, suportif dan manajerial (Supratman & Sudaryanto, 2008).

Bagi perawat, supervisi merupakan kegiatan berkesinambungan untuk meningkatkan kemampuan kerja dan memperbaiki penampilan kerja tenaga perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan sumber yang diperlukan. Dengan supervisi yang baik dari supervisor (kepala ruangan) maka akan dapat menimbulkan kepuasan bagi bawahan, sebaliknya dengan supervisi yang buruk akan menimbulkan ketidakpuasan perawat.

Para ahli mengemukakan teori tentang kepuasan kerja. Abraham Maslow (1943) mengemukakan bahwa manusia sangat tergantung pada kepentingan individu dengan lima tingkatan kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologi, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri (Potter & Perry, 2005). Adam menjelaskan bagaimana seseorang membangun hubungan berdasarkan keadilan dan kesetaraan. Kunci utama teori ini adalah hubungan timbal balik antara individu dengan organisasi yaitu inputs dan outcomes (Kreitner & Kinicki, 2001). Selanjutnya Herzberg mengemukakan teori


(1)

LAMPIRAN 2 BIODATA EXPERT


(2)

HUBUNGAN SUPERVISI KLINIS DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH

PEMERINTAH PROPINSI SUMATERA UTARA

1. Mazly Astuti, S.Kep., Ns., M.Kep,

Dosen STIKes Sumatera Utara Medan di bidang penelitian dan penjamin mutu dan kepakarannya di bidang manajemen.

2. Emma Farida Manurung, M.Kep

Dosen STIKes Sumatera Utara medan kepakarannya pada bidang manajemen.

3. Liberta Lumban Gaol, S.Kep., M.Kep,

Ketua Komite Etik Keperawatan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.


(3)

LAMPIRAN 3 Surat Izin Penelitian


(4)

(5)

(6)