Menurut Badan Pusat Statistika BPS besarnya dampak sosial dan kesehatan masyarakat akibat tingginya angka pengangguran, khususnya di kalangan muda laki-
laki. Sejumlah penelitian menunjukkan adanya hubungan pengangguran dengan dorongan memulai atau melanjutkan tindak kriminalitas dan perilaku beresiko.
Memang hubungan antarkeduanya tidak bersifat kausal. Tetapi data-data empiris menunjukkan besarnya keterlibatan kalangan muda laki-laki yang pengangguran atau
setengah menganggur dalam kriminalitas, khususnya kriminalitas jalanan dan perilaku beresiko seperti kekerasan dan penyalahgunaan narkotika yang berujung pada resiko
hukum dan kesehatan masyarakat seperti pemenjaraan, kesakitan, hingga kematian. Hal ini menunjukkan bahwa pengangguran berpengaruh terhadap tindak kriminalitas.
2.1.4 Jumlah Penghasilan Pendapatan
Ada beberapa defenisi pengertian penghasilan, menurut Badan Pusat Statistika BPS sesuai dengan konsep dan defenisi 1999 pengertian penghasilan adalah jumlah
penghasilan riil untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan. Semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk
memenuhi kebutuhan. Jadi penghasilan adalah faktor penting bagi kuantitas dan kualitas.
2.1.4.1 Pengaruh Penghasilan Pendapatan terhadap Jumlah Kriminalitas
Berbagai penelitian membuktikan bahwa kesempatan yang lebih baik dalam memperoleh penghasilan akan mengurangi kejahatan. Doyle, Ahmed dan Home
1999 dalam Husnayain 2007 membuktikan bahwa upah yang telah dibobotkan dengan jumlah pekerja di sektor legal memiliki hubungan yang positif terhadap
kejahatan. Bagaimanapun, tingkat pendapatan masyarakat merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kejahatan. Ini menjelaskan mengapa kejahatan banyak terjadi di
kota-kota besar yang memiliki tingkat pendapatan tinggi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani 2012 menggambarkan
bahwa tingkat pendapatan pelaku pencurian kendaraan bermotor yang paling banyak adalah yang dikategorikan dalam tingkat berpendapatan rendah, pendapatannya sekitar
Universitas Sumatera Utara
kurang dari RP. 250.000bulan mencapai 16 orang, sedangkan yang berpendapatan sedang antara Rp. 251.000 sd Rp 900.000bulan sebanyak 16 orang.
2.2 Badan Pusat Statistika BPS
Seiring dengan adanya perkembangan jaman, khususnya pada pemerintahan Orde Baru, untuk memenuhi kebutuhan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan,
mutlak dibutuhkan data statistik. Untuk mendapatkan data secara tepat dan akurat,
salah satu unsurnya adalah pembenahan organisasi BPS.
Dalam masa Orde Baru ini, BPS telah mangalami empat kali perubahan struktur organisasi :
1. PeraturanPemerintah No. 16 Tahun 1980 tentangorganisasi BPS
2. PeraturanPemerintah No. 6 Tahun 1980 tentangorganisasi BPS
3. PeraturanPemerintah No.2 Tahun 1992 tentangkedudukan, tugas, fungsi, susunan
dan tatakerja BPS 4.
Undang-undang No. 16 Tahun 1997 tentang statistik 5.
Keputusan Presiden RI No. 86 Tahun 1998 tentang BPS 6.
Keputusan Kepala BPS N0. 100 Tahun 1998 tentang organisasi dan data kerja BPS 7.
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1998 tentang penyelenggaraan statistik Tahun 1968, ditetapkan peraturan pemerintah No. 16 tahun 1968 yaitu yang
mengatur organisasi dan data kerja di pusat dan daerah Tahun 1980, peraturan pemerintah No. 6 tahun 1980 tentang organisasi sebagai pengganti peraturan
pemerintah No. 16 tahun 1968. Berdasarkan peraturan pemerintah No. 6 tahun 1980 di tiap provinsi terdapat perwakilan BPS dengan nama kantor statistic
provinsi dan di Kabupaten atau Kotamadya terdapat cabang perwakilan BPS dengan nama kantor statistik Kabupaten atau Kotamadya. Pada tanggal 19 Mei
1997 menetapkan tentang statistik sebagai pengganti UU No. 6 dan 7 tentang sensus dan statistik. Pada tanggal 17 Juli 1998 dengan keputusan Presiden RI No.
89 tahun 1998, ditetapkan BPS sekaligus mengatur tatakerja dan struktur organisasi BPS yang baru.
Universitas Sumatera Utara