III. Studi Literatur
Berdasarkan sistematika tumbuhan tanaman hanjeli dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Plantae, Divisio Spermatophyta, Subdivisio Angiospermae,
Kelas monocotyledoneae, Ordo Glumiflora, Familia Graminineae, Genus Coix dan Spesies
Coix lacryma Job L. Tjitrosoepomo, 2005. Jumlah kromosom tanaman diploid hanjeli 2n=10. Tanaman ini tumbuh tegak lurus, berumpun,
monoceious, sering dibudidayakan sebagai tanaman annual dan tingginya mencapai 3 meter Grubben dan Partohardjono, 1996.
Perbanyakan hanjeli biasanya menggunakan biji atau stek terutama untuk produksi pakan ternak. Perbanyakan dengan biji perakarannya dalam, sehingga
toleran terhadap kekeringan dan menghasilkan biji yang banyak. Pada umumnya hanjeli tidak membutuhkan banyak pemeliharaan, tapi saat masih
muda membutuhkan air banyak. Respon tanaman ini terhadap pupuk organik sangat baik; pupuk buatan atau insektisida tidak harus digunakan Grubben
dan Partohardjono, 1996. Menurut Grubben dan Partohardjono 1996, pertumbuhan dan
perkembangan hanjeli tergolong relatif lama, normalnya, empat bulan diperlukan untuk fase vegetatif sebelum bunga muncul. Setelah pembungaan,
dibutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk pengisian biji. Tanaman siap dipanen kira-kira tujuh bulan setelah penanaman. Ketika biji matang, tanaman siap
untuk dikeringkan. Hanjeli dapat dipanen enam sampai delapan bulan setelah tanam,
tergantung dari kultivar dan musim. Biasanya, tanaman ini dipotong pada pangkal batangnya ketika biji matang. Setelah biji dirontokkan dan dikupas
secara manual atau dengan menggunakan alat seperti pada padi, kemudian biji dikeringkan dengan sinar matahari Grubben dan Partohardjono, 1996.
Sebagai salah satu sumber pangan, hanjeli dapat dimanfaatkan untuk diolah sebagai tepung. Dalam pengembangan selanjutnya, hanjeli dapat dijadikan
sebagai pangan alternatif karena kandungan protein dan lemaknya yang tergolong tinggi.
172
Menurut LIPI 1986, di Indonesia, khususnya Jawa ada empat varietas hanjeli yang termasuk ke dalam spesies
Coix lacryma-jobi L. Varietas agrostis dikenal dengan nama jelai batu. Varietas ini biasanya tumbuh liar pada tanah-
tanah kering. Buahnya keras seperti batu, berwarna putih abu-abu, abu-abu kehitaman atau coklat, berbentuk bulat telur. Jelai batu dimanfaatkan untuk
kerajinan tangan seperti tasbih atau hiasan-hiasan tirai gantung. Varietas mayuen dikenal sebagai jelai pulut. Biasanya ditanam pada tanah-tanah
sawah, kebun atau ladang. Bentuk buahnya bulat telur atau bulat, berdinding
tipis dan warnanya coklat, kuning terang atau ungu. Buah yang sudah tua ditumbuk menjadi tepung dan dibuat berbagai macam makanan. Varietas
palustris dan varietas aquatica adalah jelai yang tumbuh di tempat-tempat yang berair. Di Jawa jenis ini banyak dijumpai di danau danau dan rawa pening.
Bentuk buahnya bulat telur seperti jelai pulut tetapi berdinding keras. Pengembangan kultivar unggul hanjeli saat ini terfokus pada kultivar yang
memiliki potensi hasil tinggi yang didukung oleh karakter-karakter komponen hasil dan hasil yang unggul. Pengembangan ideotipe kultivar unggul hanjeli
berdasarkan pada keunggulan karakter komponen hasil dan hasilnya. Ideotipe tanaman hanjeli ideal berdasarkan karakter komponen hasil dan hasil, tanaman
yang memiliki umur panen genjah, berukuran pendek dan diameter batang yang besar untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kerebahan.
Selain itu, ideotipe hanjeli ideal adalah tanaman yang memiliki jumlah anakan banyak, jumlah biji per tanaman dan jumlah biji isi yang banyak, dengan bobot
biji per tanaman, bobot 100 biji dan bobot biji per plot yang besar. Besarnya bobot biji tanaman behubungan langsung dengan hasil, dengan asumsi
semakin besar bobot biji per tanaman, bobot 100 biji dan bobot biji per plot maka semakin besar pula hasilnya. Selain peningkatan hasil juga kualitas hasil
biji harus ditingkatkan seperti tingginya kandungan beberapa jenis asam amino essensial lisin, triptofan, valin dan arginin, kandungan protein dan gluten
yang lebih tinggi, kandungan lemak yang lebih rendah dan warna tepung yang lebih putih.
Pemanfaatan tepung hanjeli sebagai bahan baku aneka produk makanan olahan telah dilakukan oleh Wicaksono,
et al., 2006. Berdasarkan hasil
173
percobaan tepung hanjeli cocok untuk digunakan sebagai bahan baku kue jenis brownies dan kue-kue lain yang tidak membutuhkan daya kembang adonan
yang tinggi. Berdasarkan kriteria sumber pangan yang diajukan oleh
Departemen Pertanian 2007, yaitu a ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk, b distribusi pangan yang lancar
dan merata, dan c konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi dan kaidah kesehatan, maka hanjeli cukup layak untuk
dijadikan sebagai salah satu sumber pangan karena kandungan gizinya yang cukup tinggi.
Tanaman hanjeli lebih dikenal masyarakat sebagai salah satu tanaman obat keluarga. Menurut Wijayakusuma 1999, hanjeli memiliki potensi yang
tinggi sebagai tanaman obat. Bubur hanjeli hanjeli dapat menyembuhkan penyakit radang persendian dan asam urat tinggi. Air rebusan kulit oyong dan
hanjeli dapat menyembuhkan penyakit reumatik arthritis. Bubur hanjeli ditambah nasi ketan dapat mengobati penyakit reumatik persendian dan pegal
linu. Program pemuliaan tanaman hanjeli oleh Laboratorium Pemuliaan
Tanaman UNPAD diprakarsai oleh Achmad Baihaki sebagai salah seorang pemulia tanaman hanjeli yang diawali dengan melakukan konservasi genotip-
genotip lokal. Beberapa penelitian terhadap genotip hanjeli koleksi Laboratorium Pemuliaan Tanaman UNPAD telah dilakukan yaitu oleh
Nurkhamidah 2003 yang menunjukkan bahwa terdapat variabilitas fenotipik yang luas pada sebagian besar karakter komponen hasil dan hasil populasi
campuran hanjeli hasil seleksi generasi ke-empat koleksi Laboratorium Pemuliaan Tanaman UNPAD. Rahmawati 2003 melanjutkan penelitian dengan
mengevaluasi heritabilitas dan kemajuan genetik terhadap 63 genotip hanjeli yang terseleksi berdasarkan penelitian sebelumnya.
Pada tahun 2006 dilakukan perluasan variasi genetik genotip hanjeli koleksi Laboratorium Pemuliaan Tanaman UNPAD dengan introduksi genotip-
genotip lokal dari beberapa daerah di Jawa Barat, yaitu Ciamis, Manglayang Sumedang, Tanjung Sari Sumedang, dan Punclut Bandung. Hingga saat ini
terdapat 20 genotip koleksi Laboratorium Pemuliaan Tanaman UNPAD yang
174
terdiri dari G519, G023, G017, G005, G504, G008, G006, G013, G007, G085a, G009, G100, G021, G488, G015, G012, G085b, G004, G014 dan G011. Namun
sejak 2006 sampai 2008 tidak ada aktivitas penelitian tanaman hanjeli. Oleh karena itu, sejak tahun 2009 mulai lagi aktivitas pemuliaan tanaman hanjeli.
Potensi hanjeli sebagai pangan potensial belum dimanfaatkan sebagai pangan cadangan masyarakat. Kegiatan-kegiatan penelitian tanaman masih
pada tahap konservasi plasma nutfah, perbanyakan dan perbaruan benih. Hingga saat ini baru terdapat sebanyak 2 aksesi genotip hanjeli lokal di Balai
Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain Balitjas Maros, dan tidak lebih dari 10 aksesi genotip hanjeli lokal terdapat di Balai Besar Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian BB-BIOGEN Bogor Komunikasi pribadi, 2006. Qosim dan Nurmala 2011 melaporkan bahwa hasil eksplorasi di Kab.
Indramayu, Sumedang, Purwakarta, Bandung dan Cianjur telah diperoleh 41 plasma nutfah hanjeli yang ditemukan secara liar dan telah dibudidayakan oleh
masyarakat. Plasma nutfah dianalisis dengan menggunakan dendogram menunjukkan variabilitas genetik 41 plasma nutfah hanjeli terjadi pada
koefisien kesamaan 0,61 61 atau variabilitas genetik 0,39 39 berdasarkan karakter morfologi
in situ. dan 41 plasma nutfah hanjeli dikelompokan menjadi dua kelompok utama. Penampilan fenotipik karakter
kualitatif dan kuantitatif plasma nutfah hanjeli in situ yang lebih baik adalah
Acc 1, Acc 2, Acc 4, Acc 5, Acc 6, Acc 6, Acc 11, Acc 13, Acc 21, Acc 22, Acc 23, Acc 28, Acc 34, Acc 35.
Di beberapa negara, terutama China penelitian tentang tanaman hanjeli telah menunjukkan perkembangan yang pesat, telah memanfaatkan hanjeli
sebagai salah satu sumber plasma nutfah yang potensial untuk dijadikan sebagai makanan pokok Leipzig, 1996. Berdasarkan laporan Menteri
Pertanian China Leipzig, 1996, pada tahun 1994 setidaknya telah terdapat 40 koleksi genotip hanjeli potensial dan tanaman-tanaman potensial lainnya.
Riset mengenai sistem persilangan intraspesifik dan interspesifik telah dilakukan oleh Mello
et al. 1995. Beberapa riset sedang dilakukan untuk meneliti potensi hanjeli selain dikembangkan sebagai salah satu sumber
makanan pokok. Saat ini penelitian tentang hanjeli terutama varietas yang
175
dibudidayakan telah terfokus pada penelitian berbasis biokimia, bioteknologi dan sitogenetik Yuchang dan Guizi, 2005.
176
IV. Roadmap Komoditas Hanjeli