Konflik Batin Tokoh Utama dengan William

“Will sudah tidak bicara lagi dengannya. Aku tidak tahu bagaimana dengan keempat orang yang lain. Tapi aku—aku tidak ingin memiliki kebencian terhadap seseorang. Begitulah yang dikatakan papa. Jadi, kepada Alfan, aku hanya merasa aku tidak mau mengenalnya lagi.” Morra 2010 : 89 Kekecewaan terhadap Alfan menyadarkan Karla bahwa ia belum benar – benar mengenal sosok kekasihnya yang sekaligus sudah dianggapnya sebagai salah satu sahabatnya. Alfan bukanlah sosok yang diinginkannya, yaitu seorang laki-laki yang penuh dengan kehangatan, pengorbanan, pengertian, dan tanggungjawab.

4.2.1.3 Konflik Batin Tokoh Utama dengan William

William adalah sahabatnya di SMA yang pada cerita berikutnya akan menjadi seseorang yang sangat dicintai Karla. Mengenai Will, Karla mampu menyebutkan banyak hal yang membuatnya begitu nyaman dengan Will. Baginya, Will adalah tempat berbagi rahasia dan mimpi – mimpi yang tidak sembarangan orang tahu. Will tidak bisa digantikan oleh siapapun di hati Karla. Pada akhirnya kenyataan – kenyataan tentang Will yang ia tidak ketahui selama ini sangat membuatnya terpuruk dan penuh penyesalan. Kedekatan mereka terlihat pada paragraf berikut yang menceritakan betapa persahabatan di antara mereka sangat tulus dan dekat, setidaknya begitu menurut Karla sebelum mendapati banyak hal yang disembunyikan Will darinya. “Aku dan Will bersahabat selama bertahun – tahun. Selama SMA kami duduk di deretan paling belakang, sama – sama melempari Ibu Shanti, guru mata pelajaran Geografi, dengan kapur tulis setiap kali ia membelakangi murid. Will benci dengan Geografi, dan ia selalu menghasutku. Universitas Sumatera Utara Katanya, dulu, siapa peduli Indonesia berada di garis lintang dan garis bujur berapa—lempengan bumi akan terus bergeser dan hitungan ini akan terus berubah.” Morra 2010 :3 “Dalam tahun – tahun itu aku berusaha mendefinisikan mekanisme pertahanan diri Will. Aku sering mendapati kebohongan – kebohongannya, yang di kemudian hari akan ia akui tanpa rasa berdosa. Will tidak suka menerima dirinya disalahkan, tapi ia pernah meneleponku pagi – pagi buta, dengan penuh sesal menceritakan pertengkarannya dengan orangtuanya. Dari semua eksperimen ini, aku tidak pernah menemukan satu pun mekanisme yang tipikal. Tidak pernah—hingga akhirnya aku meragukan apakah aku benar – benar mengenalnya.” Morra 2010 : 4 Sejak semula di antara sahabat – sahabatnya yang lain, Karla memang memposisikan Will menjadi yang terdekat dengannya. Jika dengan yang lain Karla dapat merasa biasa saja lain halnya dengan Will yang mampu membuat Karla malu, cemas, bahkan merasa nyaman secara bersamaan. Untuk beberapa hal tentang Karla, Will adalah orang yang pertama kali mengetahuinya. “Aku segera berbalik. Wajahku terasa panas entah seperti apa. Ini bukan pertama kali Will mendapati menstruasiku yang bocor dan tiba – tiba, tapi tetap saja rasanya memalukan. Sakit perut itu kian menjadi. Kusambut jas yang dipakaikan Will lewat punggungku. Dia tertawa.” Morra 2010 : 11 “ Ada hal – hal yang tidak kuceritakam kepada kelima temanku. Hal – hal ‘perempuan’, tentu saja, seperti jadwal menstruasiku meski sekarang teritorinya sudah dimasuki Will.” Morra 2010 : 32 Bahkan ketika ‘menangis’ adalah hal yang selama ini Karla sembunyikan dari siapa pun akhirnya Will lah yang pertama kali mendapatinya. Hal ini dapat ditemukan dalam paragraf berikut : “…Mereka bahkan tak pernah melihatku menangis. Tidak juga Alfan.” Morra 2010 : 33 Universitas Sumatera Utara “Luka di bibirnya sudah mulai menutup, lekas sembuhnya kalau dia tidak banyak bicara. Mata kirinya hanya mampu membuka separuh, tapi ia menatapku. Hatiku seperti teriris. Aku teringat Leyla di bawah, gambar dan krayon- krayonnya. Aku ingin menangis, tapi tidak mau mereka melihatku menangis.” Morra 2010 : 41 Kedua paragraf ini menjelaskan betapa Karla tidak ingin siapa pun melihat kelemahannya. Namun berbeda saat di hadapan Will ketika Karla mendapat hukuman dari sekolahnya. “Dia membuka pintu perlahan setelah mengetuknya sebanyak dua kali. Aku tidak mengira harus seperti ini. Aku tidak ingin dia mendapatiku menangis, tapi dia ada di sana saat aku meringkuk dan membenamkan wajah di atas bantal. Lalu Will menaikkan kaki, berlutut di atas tempat tidurku. Ia mngulurkan tangan. Aku tidak mengira dia akan melakukannya. Tapi aku hanya tahu satu yang perlu kuperbuat waktu itu, menghambur ke dalam pelukannya. Kedua lengan itu menerimaku.” Morra 2010 : 74 “Will juga orang pertama di antara mereka yang melihatku menangis.” Morra 2010 : 75 Pada saat sahabat – sahabatnya kedapatan merokok, yang paling membuat Karla terkejut adalah ketika mengetahui Will juga ikut merokok bersama dengan yang lain. “Besar harapanku Will akan mengeluarkan jawaban yang berbeda. Aku menatapnya, hampir putus asa, dan dia mengangguk serasa menjawab pelan, “Ya”” Morra 2010 : 40 Ada perasaan yang mungkin sedikit berlebihan ketika mendapati Will merokok. Perasaan yang berbeda sewaktu mendapati sahabat yang lainnya ketahuan merokok. Universitas Sumatera Utara “Kurasakan separuh diriku hancur. Will tidak merokok. Will tidak akan memasukkan benda – benda aneh yang tidak seirama dengan metabolisme manusia ke dalam tubuhnya. Will bahkan tidak menelan parasetamol kalau ia sakit kepala.” Morra 2010 : 41 Setiap hal yang berkaitan dengan Will membuat Karla menemukan dirinya seperti merasakan hal yang berbeda, tetapi Karla tidak bisa mengartikan perasaan itu dan masih saja menganggap bahwa perasaannya terhadap Will sama dengan perasaannya dengan sahabatnya yang lain. Setiap kali ia berdekatan atau kontak fisik dengan Will selalu membuatnya sadar ada hal yang lain terjadi pada dirinya. “Ada sesuatu yang berbeda di mata Will saat itu. Aku tidak tahu bagaimana mendefenisikannya. Suatu kekuatan yang membuat jantungku bedetak keras waktu ia meletakkan sehelai kertas kosong dan pensil di hadapanku. Katanya,”Coba gambar.”” Morra 2010 : 46 “Harusnya bisa mendarat dengan tepat dan mulus. Tapi ketika itu kedua kaki yang pernah membawaku ke berbagai kejuaraan ini tidak dapat menekuk dengan lentur dan kuat seperti biasa. Lututku terluka saat aku jatuh. Aku sempat melihat Will. Ia bergegas maju. Aku tahu ia ingin datang sebelum kepala sekolah dan Bu Novi menahannya agar tetap di sana. Aku masih melihat sinar cerahnya, dan saat itu—entah kenapa—aku merasa dia sungguh berharga.” Morra 2010 : 55 Kenyataan bahwa Will sangat berharga bagi Karla membuatnya ingin melindungi Will. Pada saat rencana untuk balas dendam kepada kepala sekolah mereka ternyata gagal, Karla berusaha melindungi Will dengan menanggung semua hukuman yang diberikan dengan mengatakan bahwa semuanya adalah idenya sendiri sedangkan yang lain hanya mengikuti idenya. Dan ketika mengetahui Will tidak dilibatkan dalam kasus ini, cukup membuat Karla sedikit Universitas Sumatera Utara tenang meskipun ia harus menerima hukuman skorsing selama lima belas hari dari sekolah. “Will bersih. Setidaknya ini sedikit menghiburku.” Morra 2010 : 64 Will lah yang mampu untuk pertama kalinya masuk menemui dan menghibur Karla di saat Karla merasa sedih karena hukuman itu, setelah membujuk ibu Karla. “Will adalah orang pertama yang menembus pertahanan Mama.” Morra 2010 : 75 “Kini lenyap sudah kesedihan yang kurasakan sejak hari pertama pengasingan itu.” Morra 2010 : 81 “Aku tersenyum. Yah—ada Will di sampingku. Segalanya baik - baik saja. “ Morra 2010 : 88 Pada saat Will mengalami kebutaan sementara sebelum berangkat ke Brussel untuk pertandingan olimpiade Fisika yang pada saat itu Karla tidak mengetahui apa penyebabnya, ia sangat tertekan. Di pikirannya hanya ada bagaimana caranya Will bisa sembuh sebelum berangkat ke Brussel, walaupun sebenarnya ia tidak tahu caranya. Baginya, Will adalah segalanya. “Will harus sembuh sebelum berangkat ke Brussel. Tak ada yang bisa kulakukan untuk itu. Tapi aku bisa membuatnya senang.” Morra 2010 : 99 “Lalu aku berjanji dalam hati. Ucapku, apabila Tuhan mengembalikan segalanya seperti sedia kala, dan semuanya baik – baik saja setelah ini, maka aku akan memberikan apa pun yang bisa kuberi untuk Will.” Morra 2010 : 99 Universitas Sumatera Utara Namun apapun yang dirasakan Karla terhadap Will semasa sekolah tidak pernah benar – benar membuat Karla memiliki Will sebagai seorang kekasih, mereka tetap berteman hingga lulus SMA. Perhatian yang Will berikan kepada Karla tidak mampu membuat Karla mengakui perasaannya yang sebenarnya. Dan pada saat Karla akan melanjutkan pendidikan kuliah ke luar negeri. Saat itu ia hendak memberitahu Will akan keberangkatannya, saat itu pulalah Will tiba – tiba menghilang dan tidak ada kabar. “Tiba – tiba aku merasa takut. Kutekan lagi bel rumah itu, dan memanggil,”William…” tetap tidak ada jawaban.” Morra 2010 : 112 Hilangnya Will yang secara tiba – tiba dan tanpa kabar itu membuat Karla benar - benar merasa kehilangan. Apa pun yang terjadi dan yang akan terjadi, di pikiran Karla hanya ingin bertemu dengan Will. “Will tidak ada—dan baru kusadari betapa aku kehilangan dan merindukannya. Aku tidak sempat bertemu dengannya lagi. Aku bahkan tidak sempat mengatakan selamat tinggal.” Morra 2010 : 113 “Aku menangis lagi ketika menyusuri lingkungan perumahan itu. Kuucapkan selamat tinggal kepadanya dalam hati.” Morra 2010 : 114 Hal itu terus berlanjut sampai Karla tiba di Singapura. Karla menyibukkan diri dengan kelas trainingnya untuk mempersiapkan diri menuju dunia perkuliahan. Hal ini tetap saja tidak membuat ia lupa akan Will, Karla masih saja terus memikirkan pria yang sangat dirindukannya itu. Apa pun yang dilakukannya Will terus saja mampu menduduki peringkat pertama dalam otaknya. Dan hal ini membuatnya malas berinteraksi dengan lingkungan dan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa dalam diri Karla sedang berlaku teori Universitas Sumatera Utara perilaku yang merupakan salah satu faktor gangguan batin. Teori ini mengacu pada kurangnya keinginan individu berinteraksi dikarenakan depresi yang dialaminya. “Dan saat ini aku hanya menginginkan Will.” Morra 2010 : 120 “Mereka benar tentang itu,bahwa orang tidak akan sadar apa yang mereka miliki sampai ia hilang. Dan aku sudah kehilangan Will.” Morra 2010 : 121 Semua yang dilakukannya hanya mengingatkannya pada Will. Dan sebenarnya Karla sangat membenci itu. Perasaan tertekan ini menimbulkan konflik batin pada diri Karla. Dalam hal ini, id dalam diri Karla terus menuntut ego untuk tetap memikirkan dan mencari tahu keberadaan Will, akan tetapi superego juga menekan ego bahwa hal itu tidaklah mudah mengingat memang tidak ada sedikit pun hal yang bisa menunjukkan dimana Will berada saat itu. Karla ingin melupakan semua tentang Will. Namun semakin Karla mencoba untuk melupakannya, semua hal semakin mengingatkannya pada Will, dan pada akhirnya Karla harus menerima kekalahannya, ia jatuh sakit. “Tiba – tiba aku merasa segenap amarah naik ke kepala— sialan kamu,Will—disertai sejumlah material berputar pada perutku. Reaksi itu datang lagi, hingga aku harus berlari ke kamar mandi dan mengeluarkan semuanya di atas wastafel.” Morra 2010 : 123 “Mulutku pahit. Aku berkumur. Lalu kukeringkan, kembali ke kamar dan telentang di atas tempat tidur. Masih enam soal. Tiga yang pertama belum tentu benar. Kepalaku pusing. Tidak ada siapa – siapa.” Morra 2010 : 124 Universitas Sumatera Utara Pada saat itu juga tiba – tiba Will muncul. Karla tidak membutuhkan penjelasan apa – apa mengenai hilangnya Will. Begitu Will muncul di hadapannya Karla hanya ingin satu hal, tidak lagi kehilangan Will untuk kedua kalinya. Hal ini ditunjukkan pada paragraf berikut. “Aku masih tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya. Kenapa dia tidak bisa dihubungi, ke mana dia waktu aku mendatangi rumahnya. Tapi, pada saat dia berada dekat di hadapanku, aku tahu aku hanya menginginkan ini. Aku tidak mau membahas apa – apa. Aku hanya menginginkan dia ada di dekatku. Itu lebih penting. Aku tidak peduli sisanya.” Morra 2010 : 130 Pada saat itu Karla sadar bahwa ia sudah jatuh cinta pada Will. “Aku juga tahu aku sudah jatuh cinta padanya. Aku hanya tidak tahu sudah berapa lama.” Morra 2010 : 134 Namun kedatangan Will ke Singapura hanya sebentar, karena Will harus ke Boston untuk melanjutkan kuliah, katanya. Meskipun begitu, Karla sudah cukup tenang. Setidaknya ia tidak lagi harus merasa kehilangan Will karena ia sudah kini Will ada dimana dan sedang apa. Sementara Karla baru akan menyusul Will ke Amerika di awal tahun, mereka tetap berhubungan melalui telepon dan saling memberi kabar. Hal itu terus berlanjut sampai Karla pun sudah berada di Amerika. Mereka pun saling bertemu. Hingga pada akhirnya Karla lagi – lagi merasa kehilangan, kali ini bukan karena Will menghilang lagi dan tak ada kabar, tapi karena Will tiba – tiba menginginkan perpisahan. Saat itu Karla menemui Will ke apartemennya. Namun Karla belum menyadarinya, yang ia tahu ia hanya merindukan Will dan ingin bertemu dengannya. “Aku tersenyum selama berada sendirian, di dalam lift. Kupandangi bayangan diriku di cermin. Rambutku tergerai Universitas Sumatera Utara panjang di sepanjang punggung yang tertutup mantel biruku. Senangkah Will bertemu denganku lagi? Keep you hair long, ucapnya dulu, you look pretty with it. Will. Akhirnya. Kupeluk tas karton berisi penutup topi wol yang kubeli di Rittenhouse, minggu sebelumnya, dan kaos kaki dari Mama untuknya. Aku benar-benar rindu. Saat inilah aku merasa benar-benar merindukan seseorang dalam hidupku.” Morra 2010 :143 Saat ia sudah bertemu dengan Will, pria itu hanya menyambutnya dengan dingin. Hal yang lebih membuat Karla terkejut adalah ketika ia mendapati Will merokok. Menit berikutnya lagi – lagi Karla tercengang ketika Will sambil menghisap rokoknya meminta untuk tidak lagi bertemu dengan alasan sudah mempunyai kekasih yang baru. Karla benar – benar merasa terpukul dengan apa yang didapatinya secara bersamaan. “Kulihat matanya, lama, berharap menemukan ketidakbenaran kata - kata ini. Tapi sinar itu hanya mampu membangkitkan kembali sayangku dan mengingatkan bahwa aku masih rindu padanya. Saying yang kini terasa menyakitkan, rindu yang membuatku muak.” Morra 2010 : 151 Karla benar – benar marah dan kecewa pada Will. Namun rasa rindu yang begitu menggebu seperti membutakan hati Karla. Konflik batin yang dialaminya itu semakin menekan menekan hatinya. “Tapi mungkin itu cuma bayangan rasa rinduku sendiri. Menyakitkan, ketika aku menyadari aku masih ingin meyanyanginya. Aku telah melakukannya selama bertahun – tahun, dengan dan tanpa kusadari. Will tahu itu. Rasanya aku masih bisa menyayanginya. Mencintainya. Meski ia kan punya gadis lain. Seperti selama ini.” Morra 2010 : 154 Setelah kejadian itu mereka tidak pernah bertemu lagi dan Karla memutuskan melanjutkan hidupnya mencoba melupakan Will dengan kesibukan Universitas Sumatera Utara – kesibukan barunya di perkuliahan. Dalam hal ini, untuk menyelamatkan ego dari kecemasan, ego menghapuskan kehendak dengan menekan hasrat cinta Karla terhadap Will tetap berada dalam tidak sadar id dan tidak muncul ke kesadaran ego yaitu dengan bertemu dengan teman baru bernama Christianne Amanpour dan berkencan dengan Edward Casey untuk berusaha melupakan Will, walaupun sebenarnya ketegangan kecemasan tidak bisa diredam secara sempurna karena objek asli dari id yaitu naluri cinta Karla terhadap Will belum tercapai tujuannya sehingga selalu mendorong untuk muncul ke kesadaran ego. Karla harus menerima kenyataan pahit lagi, Casey yang mengencaninya ternyata sudah bertunangan dan Karla mengetahuinya setelah ia hamil atas hubungan bebasnya dengan Casey tanpa sebuah pernikahan. Gejala gangguan batin yang muncul dalam hal ini adalah mengacu pada teori agresi yang mengarah pada bagian dari nafsu bawaan yang bersifat merusak yang terjadi karena proses kehilangan terhadap objek yang dicintai. Untuk melupakan Will dan mencoba menunjukkan bahwa ia mampu bertahan tanpa Will membuat Karla hilang arah dan kendali dan menjerumus pada pergaulan yang salah dan mendapati dirinya harus menanggung akibat dari segala perbuatannya yang tidak terpuji. “Pada akhir tahun kedua aku mengenal Edward Casey. Dia senior yang kukenal di salah satu kelas Psikologi Klinis— itulah saat yang kemudian mengubah hidupku. Aku dekat dengan Casey selama satu tahun. Di minggu – minggu berikutnya dia mengajakku nonton, meneytir ke Maine, dan itu menjadi saat pertama aku tidak pulang ke asrama. Kukira—saat itulah aku mulai melupakan Will. Aku menghabiskan beberapa malam bersama Casey. Di antaranya adalah saat yang menghadirkan Troy—seorang Universitas Sumatera Utara anak laki-laki—dalam hidupku. Itu terjadi sebelum tunangannya tiba – tiba muncul di lobi kampus, semester berikutnya.” Morra 2010 : 160 Tidak diceritakan lebih lanjut bagaimana hubungan Karla dengan Casey. Hingga pada saat setelah itu ia kembali bertemu dengan Will di kampusnya dalam acara pekan raya musim semi dan sadar ia masih merindukan Will. “Aku masih merindukan Will.” Morra 2010 : 165 Karla beranggapan Will tidak lagi ingin mengenalnya terlebih saat ia mengetahui Karla hamil tanpa suami. Dan mau tidak mau Karla memang harus menerima kenyataan itu. “Kata-kata tentang pregnant itu membuat kedua kakiku terasa meleleh. Tapi, bukan itu yang menghantam segenap kesadaranku sekarang. Dan aku tidak perlu klarifikasi apa – apa untuk tahu. Will tidak ingin mengenalku lagi.” Morra 2010 : 168 Lima tahun berlalu setelah peristiwa itu. Karla tidak pernah lagi bertemu dengan Will. Ia melahirkan seorang anak laki – laki tanpa sebuah pernikahan, dan ia membesarkannya sendiri. Karla menjalani hidupnya sendiri dengan keluarga kecilnya. Sampai pada saat Beverly sahabatnya sewaktu kuliah memberitahukannya tentang sebuah terror di Boston, dan pelakunya adalah Will. Karla memutuskan menemui Chiara yang belakangan dia tahu adalah istri Will untuk mendapatkan penjelasan mengenai yang terjadi pada Will dan terror di Boston. Pada saat itulah Karla menemukan satu fakta yang menyakitkannya, Will terkena kanker otak. “Aku tidak tahu siapa yang salah. Will harusnya cerita— atau aku yang harusnya sudah tahu. Butuh bertahun – tahun Universitas Sumatera Utara untuk sel kanker menyebar dalam sisitem sel saraf otak, kata Chiara, tapi Will sudah mengalami itu sejak kebutaannya di SMA.” Morra 2010 : 197 Fakta – fakta berikutnya mengalir begitu saja. Karla akhirnya mengetahui alasan Will memutuskan hubungannya di Philadelphia adalah karena tidak ingin Karla mengetahui tentang penyakitnya. Perasaan Karla kembali harus dihadapkan dengan kenangan masa lalunya dengan Will yang sudah berusaha ia tutupi, ketika ia dengan rutin mengunjungi Will di rumah tahanan sejak diputuskan oleh hakim bahwa Will resmi menjadi tersangka daam kejadian terror di Boston itu, dan ia lagi – lagi tidak mampu menutupi perasaan yang ternyata masih ada itu. “Tapi sekarang aku kembali. Tadinya aku merasa bahwa aku hanya perlu datang. Tapi ada bagian yang lain—entah apa—mungkin perasaan ingin terus melihatnya lagi.” Morra 2010 : 219 “Mungkin inilah yang membuatku terus datang kembali. Lagu lama itu, yang menggali lagi kuburan masa yang silam yang sudah berusaha kulupakan. Tentang mimpi-mimpi masa muda, dan saat-saat ketika kukira dia akan jadi orang yang hebat. Will, nobel Fisika, dan kehebatan nuklirnya.” Morra 2010 : 222 “Aku sudah tahu pergesekan emosi ini akan terjadi. Aku sudah merasakannya sejak pertama datang kembali ke Boston. Tapi aku tetap datang. Tadinya, kukira aku hanya perlu menjawab pertanyaan diriku sendiri—perhitungan bagaimana yang perlu kulakukan dengan orang ini—dan dalam perjalanan bus menuju tempat ini pertanyaan it uterus menggema di kepalaku. Tapi, dari setiap kedatangan seperti ini, kuburan kenangan tentangnya menjadi ceruk yang kian dalam. Menganga. Hingga aku bisa kembali menatap setiap detailnya.” Morra 2010 : 222 “Dan aku tidak suka menyadari bahwa aku masih juga sayang padanya.” Morra 2010 : 222 Universitas Sumatera Utara Berkali-kali dikatakan dalam novel bagaimana Karla yang mencoba menutupi perasaannya yang ternyata masih sayang Will namun selalu gagal, dan itu membuat Karla cukup tertekan. “Tiba-tiba aku merasa takut dan marah—dan selama beberapa saat aku tidak tahu bagaimana mengatasinya.” Morra 2010 : 227 Selain itu, pada saat Karla melihat mata Will : “Hanya matanya yang masih saja bersinar. Saat kutatap dia, aku menyadari betapa besar lubang yang telah tercipta di dalam hatiku.” Morra 2010 : 227 Juga terjadi lagi pada saat Will menatap Karla: “Dia kembali menatapku. Rasa sayangku tumpah ruah seketika—dan entah bagaimana itu membuatku sangat kesal.” Morra 2010 : 227 Ketika Will mengatakan menerima segala putusan hakim, Karla lagi-lagi harus menyerah pada perasaannya. “Aku bingung, sedih, marah. Sepenuh hatiku menolak kenyataan itu. Selama beberapa detik aku berpikir keras bagaimana mengatasinya, dan tidak berhasil, hingga akhirnya kusimpulkan satu hal saja—aku masih bisa mendoakan keberuntungannya.” Morra 2010 : 229 “Karena bahkan dengan semua kenyataan dan misterinya ini perasaan sayang dalam hatiku tidak juga berubah. Hingga saat ini, saat semua orang di luar sana mencela dan membencinya. Aku masih begitu sayang. Meski seratus tahun lagi, bila ia masih hidp dan aku masih ada pada waktu itu.” Morra 2010 : 247 Penyesalan Karla yang tidak mencoba mencari tahu keberadaan dan alasan Will sangat dirasakannya di detik-detik ajal menjemput Will. Will dijatuhi hukuman mati oleh hakim atas tuduhan sebagai teroris. Gejala gangguan batin yang terjadi pada fase ini adalah mengacu pada teori kehilangan. Tokoh Universitas Sumatera Utara Karla menyesali perpisahan dengan Will yang selama ini telah menjadi sosok yang sangat berarti dalam hidup Karla. “Kami berdiri. Dia mengangkat tangan yang terbelenggu itu, membiarkan diriku masuk ke dalam lingkaran kedua lengannya. Saat itu setumpul sesal tumpah ruah dalam hatiku. Akan tahun-tahun yang terbuang sia-sia. Karena tidak ada lagi yang bisa kuubah.” Morra 2010 : 248 “Kupeluk tas karton itu erat-erat. Kubiarkan tangisku tumpah.” Morra 2010 : 260 Will sudah tidak ada lagi di dunia tempat Karla berada saat ini, tetapi Karla tetap menyimpannya dalam hatinya.

4.2.2 Solusi yang Dilakukan Tokoh Utama untuk Mengatasi Konflik Batinnya

Dokumen yang terkait

Konflik batin tokoh utama dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari serta implikasinya terhadap pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di MTS Al-Mansuriyah, Kec Pinang, Kota Tangerang

4 44 99

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Rintihan Dari Lembah Lebanon Karya Taufiqurrahman Al-Azizy: Tinjauan Psikologi Sastra.

0 2 12

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL Konflik Batin Tokoh Utama Novel Sang Maharani KArya Agnes Jessica : Tinjauan Psikologi Sastra.

0 0 12

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL MANJALI DAN CAKRABIRAWA KARYA AYU UTAMI: KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL MANJALI DAN CAKRABIRAWA KARYA AYU UTAMI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

0 1 12

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL HATI SINDEN KARYA DWI RAHAYUNINGSIH KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL HATI SINDEN KARYA DWI RAHAYUNINGSIH TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

0 1 12

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL MUNAJAT CINTA KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY : TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL MUNAJAT CINTA KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY : TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

1 3 11

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA NOVEL PUSPARATRI KARYA NURUL IBAD: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Konflik Batin Tokoh Utama Novel Pusparatri Karya Nurul Ibad: Tinjauan Psikologi Sastra.

0 0 11

PENDAHULUAN Konflik Batin Tokoh Utama Novel Pusparatri Karya Nurul Ibad: Tinjauan Psikologi Sastra.

8 55 27

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA NOVEL PUSPARATRI KARYA NURUL IBAD: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Konflik Batin Tokoh Utama Novel Pusparatri Karya Nurul Ibad: Tinjauan Psikologi Sastra.

0 0 16

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Forgiven - Penokohan dan Konflik Batin Tokoh Utama Novel Forgiven Karya Morra Quatro : Analisis Psikologi Sastra

0 2 11