tidak dapat dilupakan semuanya dirangkai dengan rapi dalam novel ini sehingga mampu mengajuk perasaan para penikmat novel. Gaya penulisan Morra yang
ringan mampu menciptakan rasa penasaran pada diri kita sebagai pembaca, dan cerita dari novel ini benar-benar mampu memainkan emosi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, masalah yang akan dikaji adalah : 1.
Bagaimanakah penokohan tokoh utama dalam novel Forgiven ? 2.
Bagaimanakah konflik batin tokoh utama dalam novel Forgiven ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menemukan gambaran tentang : 1.
Penokohan dalam novel Forgiven karya Morra Quatro. 2.
Konflik bathin tokoh utama dalam novel Forgiven.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.4.2.1 Manfaat Teoritis
1. Pembaca dapat memahami teori psikologi sastra yang saat ini sering
dipergunakan dalam pengkajian karya sastra. 2.
Penelitian ini dapat memberi manfaat kepada pengamat sastra dalam bidang pengkajian perilaku psikis dalam karya sastra.
3. Memperkaya pengkajian Sastra Indonesia, khususnya kajian
psikologi sastra.
Universitas Sumatera Utara
4. Menjadi bahan bacaan bagi pengkaji sastra dalam sudut pandang
lain.
1.4.2.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini dapat memperluas cakrawala apresiasi pembaca
umum terhadap studi psikologi sastra. 2.
Hasil penelitian ini dapat menambah perkembangan penelitian karya sastra dengan pengkajian psikologi sastra.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti
psikosastra berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
2.1.1 Forgiven
Forgiven merupakan bentuk ketiga dari forgive maaf. Forgiven adalah bentuk pasif, dalam bahasa Indonesia dibubuhkan awalan di- sehingga
mempunyai arti “yang dimaafkan”. Menurut kamus Oxford 1942 forgiven adalah keinginan seseorang
untuk memaafkan seorang yang lain tanpa syarat dan tidak mempunyai hasrat untuk menghukum atau membalas dendam.
“Forgiven past participle means one no longer has the wish to punish somebody.”
Selanjutnya dalam Wikipedia, forgiven berasal dari kata forgiveness yang berarti “memaafkan”. Kata ini sudah dikategorikan ke dalam konsep psikologi
dan kebajikan. Memaafkan forgiveness juga dapat dikategorikan dalam hal seseorang yang memaafkan tanpa menuntut balasan, yang meliputi memaafkan
diri sendiri, dan dalam hubungan; orang yang memaafkan dan dimaafkan in terms of the relationship between the forgiver and the person forgiven. Dalam
banyak konteks memaafkan dapat ditafsirkan sebagai harapan tanpa merusak keadilan, tanpa balasan dari orang yang disakiti kepada orang yang dimaafkan
forgiven.
As a psychological concept and virtue, the benefits of forgiveness have been explored in religious thought, the
Universitas Sumatera Utara
social sciences and medicine. Forgiveness may be considered simply in terms of the person who forgives
including forgiving themselves, in terms of the person forgiven or in terms of the relationship between the forgiver
and the person forgiven. In most contexts, forgiveness is granted without any expectation of restorative justice, and
without any response on the part of the offender for example, one may forgive a person who is incommunicado
or dead. In practical terms, it may be necessary for the offender to offer some form of acknowledgment, an apology,
or even just ask for forgiveness, in order for the wronged person to believe himself able to forgive.
Dalam novel Forgiven yang berperan sebagai pemaaf forgiver adalah tokoh utama Karla dan yang dimaafkan forgiven adalah Will yang berkali-kali
menyakiti Karla. Dalam cerita pada novel Will berkali-kali dimaafkan oleh Karla adalah sebagai bentuk rasa cinta Karla yang tanpa pamrih, tanpa
mengharapkan balasan dan tidak pernah menuntut balas atas apapun yang sudah terjadi. Karla sebagai tokoh utama walaupun mengalami konflik batin namun
lebih condong kepada mengikhlaskan setiap hal yang terjadi. Kepergian Will mampu memporakporandakan hati Karla. Jarak membuat rindu Karla merajalela.
Dia merasa kehilangan bagian terbaik dalam hidupnya. Namun apa pun bentuk kehilangan yang dirasakan Karla tidak mampu membuatnya membenci atau
bahkan melupakan Will sampai pada saat Karla mengetahui semua kebenaran tentang menghilangnya Will di sisa hidup Will yang divonis hukuman mati.
2.1.2 Tokoh
Fananie 2001 : 86 mengatakan dalam novel sudah tentu ada tokoh yang akan menjalankan cerita. Sebagian besar tokoh – tokoh di dalam fiksi adalah
tokoh – tokoh rekaan. Kendati pun hanya berupa rekaan atau imajinasi tetapi tokoh adalah hal yang penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh – tokoh
Universitas Sumatera Utara
tersebut tidak hanya berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema.
Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro 1995:165 : “Tokoh cerita merupakan orang-orang yang ditampilkan
dalam suatu karya naratif atau drama oleh pembaca kualitas moral dan kecenderungan kecenderungan tertentu seperti
yang diekspresikan dalam ucapan dan dilakukan dalam tindakan. Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan
bahwa tokoh cerita adalah individu rekaan yang mempunyai watak dan perilaku tertentu sebagai pelaku yang mengalami
peristiwa dalam cerita.”
Tokoh – tokoh itu sendiri dapat dibedakan dalam beberapa bagian. Ada tokoh yang selalu muncul di hampir setiap bagian cerita dan mendominasi alur
cerita pada novel yang disebut dengan tokoh utama. Ada pula tokoh yang hanya mendapat beberapa bagian dari dialog dan jarang muncul yang sering disebut
sebagai figuran tokoh tambahan. Menurut Nurgiyantoro 1995:176 berdasarkan peranan dan tingkat
pentingnya, tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalan novel yang bersangkutan. Ia
merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan kejadiannya lebih sedikit
dibandingkan tokoh utama. Kejadiannya hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung.
Dalam novel – novel tertentu tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dijumpai dalam setiap halaman novel yang bersangkutan. Misalnya
tokoh Karla dalam novel Forgiven yang selalu mengalami dan sebagai pelaku kejadian. Sedangkan tokoh tambahan lainnya hadir apabila berhubungan dengan
Universitas Sumatera Utara
tokoh utama atau kehadirannya sangat diperlukan untuk memperkuat karakter tokoh utama.
2.1.3 Penokohan
Gambaran mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya dan batinnya yang dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat
istiadatnya, dan sebagainya disebut dengan penokohan. Menurut Suroto 1989:92 ada dua hal yang penting dalam penokohan,
yaitu teknik penyampaian dan kepribadian tokoh yang ditampilkan. Keduanya memiliki hubungan yang erat karena penggambaran tokoh harus sesuai dengan
watakkepribadian tokoh itu sendiri. Menurut Jones dalam Nurgiyantoro,1995:165 penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
2.1.4 Psikologi Sastra
Dalam menganalisis novel ini, penulis mempergunakan teori psikologi sastra. Teori psikologi bukanlah hal yang baru dalam sastra, karena tokoh dalam
sebuah karya sastra memiliki jiwa yang dibahas dalam psikologi. Jiwa itu sendiri bersifat abstrak, tidak dapat dilihat, diraba, ataupun disentuh, dan hanya timbul
melalui reaksi sebagai hasil observasi. Hasilnya itu dapat kita lihat dalam bentuk tingkah laku seseorang, seperti seseorang sedang menangis, tertawa, ataupun
marah. Ekspresi sangat penting meskipun tidak semua hal dapat dilihat dari tingkah laku.
Universitas Sumatera Utara
Dalam prosesnya peneliti melakukan penelitian dengan mempergunakan teori psikologi sastra melalui pendekatan psikoanalisa yang
dikembangkan oleh Sigmund Freud. Freud meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak
didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam
bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan atau dipenuhi.
Endaswara berpendapat dalam bukunya 2008 : 99 bahwa meskipun karya sastra bersifat kreatif dan imajiner, pencipta tetap memanfaatkan hukum –
hukum psikologi untuk menghidupkan karakter tokoh – tokohnya. Pencipta sadar atau tidak telah menerapkan teori psikologi secara diam – diam.
Kemudian Ratna 2004:343 mengemukakan bahwa ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra,
yaitu : a memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, b memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksi dalam karya sastra, dan c
memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca.
2.1.5 Konflik Batin
Salah satu kondisi psikologis yang akan dibahas adalah konflik batin. Hardjana 1994 : 23 mengemukakan bahwa konflik terjadi manakala hubungan
antara dua orang atau dua kelompok, perbuatan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu. Konflik adalah percekcokan, perselisihan, atau
pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama yakni pertentangan anatara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh,
Universitas Sumatera Utara
dan sebagainya. Pengertian konflik batin menurut Alwi, dkk 2005 : 587 adalah konflik yang disebabkan oleh adanya dua gagasan atau lebih, atau keinginan
yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga mempengaruhi tingkah laku.
Freud http:bintangmuhammad81.blogspot.com201303konflik-
batin.html?m menyatakan bahwa faktor – faktor yang memegang peranan
penting dalam beberapa gangguan batin antara lain: a.
Teori Agresi Teori ini menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan
marah yang ditujukan kepada diri sendiri. Agresi yang diarahkan pada diri sendiri sebagai bagian dari nafsu bawaan
yang bersifat merusak. Prosesnya terjadi akibat kehilangan atau perasaan terhadap objek yang sangat dicintai.
b. Teori Kehilangan
Teori kehilangan merujuk pada perpisahan traumatik individu dengan benda atau seseorang yang sebelumnya dapat
memberikan rasa aman dan nyaman. Hal penting dalam teori ini adalah kehilangan dan perpisahan sebagai faktor predisposisi
terjadinya depresi dalam kehidupan yang menjadi faktor pencetus terjadinya stress.
c. Teori Kepribadian
Teori kepribadian merupakan konsep diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan
penilaian seseorang terhadap stressor. Pandangan ini memfokuskan pada variable utama dari psikososial yaitu harga
diri rendah.
d. Teori kognitif
Teori kognitif menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang
terhadap diri sendiri, dunia seseorang dan masa depannya. Individu dapat berpikir tentang mencoba memahami
kemampuannya.
e. Teori Ketidakberdayaan
Teori ketidakberdayaan menunjukkan bahwa konflik batin dapat menyebabkan depresi dan keyakinan bahwa seseorang
tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang respon yang
adaptif.
f. Teori perilaku
Universitas Sumatera Utara
Teori perilaku menunjukkan bahwa penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan
lingkungan. Individu tidak dipandang sebagai objek yang tidak berdaya terhadap lingkungan, tetapi juga bebas dari pengaruh
lingkungan dan melakukan apa saja yang mereka pilih tetapi antar individu dengan lingkungan memiliki pengaruh yang
bermakna antar satu dengan yang lainnya.
2.2 Landasan Teori
Novel adalah gambaran singkat tentang suatu kehidupan manusia dan beberapa masalahnya. Manusia merupakan makhluk dinamis dan selalu
berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungannya, baik secara fisik maupun psikis. Lingkungan tempat seseorang itu hidup adalah faktor yang terpenting
yang dapat membentuk kepribadiannya, misalnya yang menyangkut status sosial, ekonomi, atau segala sesuatu yang mengelilingi seseorang sepanjang
hidupnya. Hubungan antara seseorang dengan lingkungannya terdapat hubungan yang saling timbal balik yaitu lingkungan dapat mempengaruhi psikologis
seseorang, begitu juga sebaliknya psikologis seseorang juga dapat mempengaruhi lingkungannya. Banyak sastrawan yang mempelajari psikologi
untuk memantapkan karyanya karena unsur psikologi dapat membantu merangsang sebuah karya untuk lebih hidup.
Rene Wellek dan Austin Warren dalam Ratna 2004 : 61 menunjukkan empat model pendekatan psikilogis, yang dikaitkan dengan pengarang, proses
kreatif, karya sastra, dan pembaca. Meskipun demikian, pendekatan psikologis pada dasarnya berhubungan dengan tiga gejala utama, yaitu : pengarang, karya
sastra, dan pembaca, dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih
Universitas Sumatera Utara
banyak berhubungan dengan pendekatan ekspresi, sebaliknya, apabila perhatian ditujukan pada karya, maka model penelitiannya lebih dekat dengan pendekatan
objektif. Suwardi Endaswara 2003 : 101 berpendapat bahwa psikoanalisa adalah
wilayah kajian psikologi sastra yang pertama kali diumumkan oleh Sigmund Freud. Freud berpendapat bahwa seseorang yang tengah menciptakan sebuah
karya sastra akan terserang penyakit neurosis yang membuatnya seperti tertekan dan kehilangan akal sehat bukan berarti gila. Ketaksadaran ini menyublim ke
dalam produk kreatif pengarang. Hal ini dalam psikosastra dipandang sebagai psikoanalisa kepribadian yang dipandang meliputi tiga unsur kejiwaan, yaitu :
id, ego, dan superego.
Id adalah aspek kepribadian dalam bawah sadar manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu yang sering disebut “energi buta”, sedangkan ego
berkembang atas prinsip kenyataan, selanjutnya superego mengontrol energi- energi buta dari Id tersebut. Melalui kateksis dari id pengarang akan mampu
menciptakan simbol – simbol tertentu dalam karyanya. Namun, jika diperlukan anti kateksis dari ego dan superego akan menekan gerak-gerik yang tidak
bijaksana dari id. Rintangan oleh anti kateksis terhadap kateksis inilah yang dinamakan pertentangan batin.
Poduska 1990 : 77 mengatakan bahwa psikoanalisa memberikan sumbangan yang lebih besar, langsung ataupun tidak langsung dalam
Universitas Sumatera Utara
mempelajari perkembangan kepribadian dan perilaku abnormal daripada pendekatan psikologi lainnya.
Selanjutnya menurut Milner dalam Endaswara,2008 : 101 ada dua hal yang dinyatakan sebagai hubungan antara sastra dan psikoanalisa, pertama ada
kesamaan antara hasrat – hasrat yang tersembunyi pada setiap manusia yang menyebabkan kehadiran karya sastra yang mampu menyentuh perasaan
kita,karena karya sastra itu memberikan jalan keluar terhadap hasrat – hasrat rahasia tersebut. Kedua, ada kesejajaran antara mimpi dan sastra, dalam hal ini
kita menghubungkan elaborasi karya sastra dengan proses elaborasi mimpi, yang oleh Freud disebut “pekerjaan mimpi”.
Itulah sebabnya proses kreativitas penulis dalam menciptakan karyanya sangat dipengaruhi oleh sistem sensor intern yang mendorongnya untuk
menyembunyikan atau memutarbalikkan hal – hal penting yang ingin dikatakan atau mendorongnya untuk mengatakan dalam bentuk langsung atau telah diubah.
Ratna 2004 : 63 menyebutkan dalam penelitian, sebagai psikoanalisis Freud bertumpu pada a bahasa pasien, jadi juga keterlibatan
sastra, b memakai objek mimpi, fantasi, dan mite, yang dalam sastra ketiganya merupakan sumber imajinasi.
Teori Freud tentang alam bawah sadar memang penting bagi pembahasan psikologi sastra karena mampu mempengaruhi kejiwaan siapa saja
termasuk tokoh – tokoh sastra. Psikoanalisa juga sering merangsang kepada
Universitas Sumatera Utara
“keadaan jiwa’ pencipta sehingga muncul ide teks sastra. Peneliti psikologi sastra pada akhirnya juga akan mampu membaca rentetan psikologi pembaca.
Teks sastra merupakan rangsangan bawah sadar pada pembaca. Semakin tinggi tingkat daya rangsang sebuah teks dapat mempengaruhi jiwa pembaca, maka
semakin berkualitas pula karya sastra itu.
2.3 Tinjauan Pustaka