Analisis Penentuan Prioritas Penunjukan Pejabat Struktural Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) (Studi Kasus YP. Shafiyyatul Amaliyyah Medan)
ANALISIS PENENTUAN PRIORITAS PENUNJUKAN PEJABAT
STRUKTURAL MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC
HIERARCHY PROCESS (AHP)
(Studi Kasus YP. Shafiyyatul Amaliyyah Medan)
T E S I S
BAGOES MAULANA
097038028/TINF
PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 4
(2)
ANALISIS PENENTUAN PRIORITAS PENUNJUKAN PEJABAT STRUKTURAL MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
(Studi Kasus YP. Shafiyyatul Amaliyyah Medan)
T E S I S
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Magister Teknik Informatika
BAGOES MAULANA 097038028/TINF
PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N 2 0 1 4
(3)
PERSETUJUAN
Judul : ANALISIS PENENTUAN PRIORITAS
PENUNJUKAN PEJABAT STRUKTURAL MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
(Studi Kasus YP. Shafiyyatul Amaliyyah Medan)
Kategori : -
Nama : BAGOES MAULANA
Nomor Induk Mahasiswa : 097038028
Program Studi : S2 Teknik Informatika
Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Prof. Dr. Tulus Prof. Dr. Opim Salim Sitompul
Diketahui/disetujui oleh
Program Studi S2 Teknik Informatika Ketua,
Prof. Dr. Muhammad Zarlis NIP.195707011986011003
(4)
PERNYATAAN
ANALISIS PENENTUAN PRIORITAS PENUNJUKAN PEJABAT
STRUKTURAL MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC
HIERARCHY PROCESS (AHP)
(Studi Kasus YP. Shafiyyatul Amaliyyah Medan)
T E S I S
Saya mengakui bahwa tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.
Medan, 07 Februari 2014
Bagoes Maulana NIM. 097038028
(5)
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : BAGOES MAULANA
N I M : 097038028
Program Studi : S2 Teknik Informatika Jenis Karya Ilmiah : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul:
ANALISIS PENENTUAN PRIORITAS PENUNJUKAN PEJABAT
STRUKTURAL MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC
HIERARCHY PROCESS (AHP)
(Studi Kasus YP. Shafiyyatul Amaliyyah Medan)
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan/atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
(6)
Telah diuji pada
Tanggal 07 Februari 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Opim Salim Sitompul Anggota : 1. Prof. Dr. Tulus
2. Prof. Dr. Muhammad Zarlis 3. Prof. Dr. Drs. Iryanto, M.Si 4. Prof. Dr. Herman Mawengkang
(7)
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama lengkap (berikut gelar) : Bagoes Maulana, M.Kom Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 12 Mei 1985
Alamat Rumah : Komplek Perumahan TASBI Blok TT No. 5 Medan
Telepon/Faks/HP : +62 81 361715111
E-mail : bagoesmaulana@gmail.com
Instansi Tempat Bekerja : YP. Shafiyyatul Amaliyyah Medan Alamat Kantor : Jalan Setia Budi No. 191 Medan 20122
DATA PENDIDIKAN
SD : SD Negeri No. 091274 Siantar TAMAT : 1996 SLTP : SMP Negeri 2 Siantar Bangun TAMAT : 1999 SLTA : SMA Negeri 2 Pematang Siantar TAMAT : 2002
S1 : Ilmu Komputer FMIPA USU TAMAT : 2007
(8)
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pertama sekali penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar magister pada Program Studi Magister (S2) Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.
2. Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi (Fasilkom-TI) Universitas Sumatera Utara sekaligus Ketua Program Studi Magister (S2) Teknik Informatika Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Muhammad Zarlis, Sekretaris Program Studi M. Andri Budiman, ST, M.Comp.Sc, MEM.
3. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Prof. Dr. Opim Salim Sitompul selaku Pembimbing 1 yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan dorongan, bimbingan dan arahan, 4. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kami
ucapkan kepada kepada Prof. Dr. Tulus selaku Pembimbing 2 yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya tesis ini.
5. Kepada seluruh staf/pegawai Program Studi S2 Teknik Informatika dan Fasilkom-TI Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan pelayanan terbaik kepada penulis selama masa perkuliahan dan hingga saat ini. 6. Kepada Ayahanda Suyatno dan Ibunda Sri Wardhani (Alm), Ayah mertua Azmy
Abubakar, Mama mertua Marlinda Hasan, serta istri tersayang Farrah Azlin, adik-adikku tercinta Indah Puspita Sari dan Adinda Gita Lestari, sahabatku Saparuddin dan Kak Syahrita, serta teman-teman di angkatan 2009.
Penulis berharap agar kiranya Allah SWT membalas segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan semua pihak demi memperoleh hasil penelitian tesis yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang ilmu komputer.
Akhir kata, semoga tesis ini membawa manfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan, serta bagi penulis sendiri sebagai dharma bakti penulis kepada almamater.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Medan, 07 Februari 2014
Bagoes Maulana NIM. 097038028
(9)
ABSTRAK
Penelitian ini secara khusus mengimplementasikan metode AHP (Analytic Hierarchy Process) dalam kepentingan perumusan dan pengambilan keputusan khususnya untuk penentuan prioritas penunjukan pejabat struktural di suatu yayasan pendidikan. Penelitian ini mengambil kasus pada penentuan pejabat struktural kepala sekolah di YP. Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Metode penelitian ini mencakup metode pengambilan data dan metode analisis. Untuk pengambilan data, penelitian ini menggunakan metode kuisioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kriteria yang digunakan untuk menilai kelayakan seorang pejabat struktural kepala sekolah. Dalam menentukan keputusan tersebut, kriteria yang dipertimbangkan antara lain kesetiaan dan ketaatan, tanggung jawab, kepemimpinan, kerjasama dan kejujuran, serta prestasi kerja dan prakarsa. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan urutan prioritas pejabat struktural kepala sekolah dengan menggunakan AHP. Metode AHP merupakan suatu metode pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari berbagai alternatif. Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hirarki permasalahan yang ingin diteliti, menghitung matriks perbandingan berpasangan, penghitungan bobot kriteria hingga penghitungan konsistensi matriks. Melalui penelitian ini dapat dibuktikan bahwa metode AHP yang banyak digunakan dalam pengambilan keputusan di bidang perhitungan matematika, juga handal apabila diterapkan dalam bidang manajemen sumber daya manusia, sehingga dapat membantu para pengambil kebijakan dalam proses pengambilan keputusan secara objektif terutama di lingkungan yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan.
(10)
ANALYSIS OF PRIORITY DETERMINATION OF STRUCTURAL OFFICERS DESIGNATION USING ANALYTIC
HIERARCHY PROCESS (AHP) METHOD (Case Studies: YP. Shafiyyatul Amaliyyah Medan)
ABSTRACT
This research particularly aims to implement the AHP method (Analytic Hierarchy Process) in the concern of formulation and decision-making process, especially in terms of designation of structural officials priority quotation in an educational foundation. This research takes case in designation of structural official of principal in YP. Shafiyyatul Amaliyyah Medan. The research consists of both data collection and analysis method. For data collection method, this research uses a questionnaire containing list of questions related to the criteria used to assess the feasibility of principal structural officials. Determination process will consider some criteria such as loyalty and obedience, responsibility, leadership, cooperation and honesty as well as work performance and initiatives. The purpose of this research is to determine priority ranking of principal in a structural officer using AHP method. AHP is a decision-making method in order to solve the problem of multi criteria alternatives determination. The use of AHP is conducted by creating a hierarchical structure of the observed problem, computing the pairwise comparison matrices, the weights of criteria and matrix consistency. Hopefully, by means of this research, there can be proved that the method of AHP used in a wide variety of decision making in mathematical computations is also quite reliable at the time applied in the human resource management; thus, it can help the decision-makers in making decision objectively, particularly in the educational foundation.
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN iii
PERNYATAAN iv
PERSETUJUANPUBLIKASI v
PANITIAPENGUJI vi
RIWAYATHIDUP vii
UCAPANTERIMAKASIH viii
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Ruang Lingkup Penelitian 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pendukung Keputusan 4
2.1.1 Proses pengambilan keputusan 5
2.1.2 Karakteristik sistem pendukung keputusan 5 2.1.3 Keuntungan sistem pendukung keputusan 6
2.2 Analytical Hierarchy Process (AHP) 6
2.2.1 Prinsip-prinsip Dasar AHP 10
2.2.2 Penyusunan Prioritas 12
2.2.3 Eigen Value dan Eigen Vector 16
(12)
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Pendahuluan 23
3.2 Data Penelitian 24
3.4 Diagram Penelitian 24
3.4 Analisis Perbandingan dengan Metode AHP 26
3.4.1 Pembentukan hirarki 27
3.4.2 Penyusunan prioritas 28
3.4.3 Penilaian atau penyekalaan 30
3.4.4 Proses perhitungan pembobotan 30
3.4.5 Perhitungan vektor eigen (eigen vector) dan
nilai eigen (eigen value) maksimum 30 3.4.6 Perhitungan Indeks Konsistensi (CI) dan
Rasio Konsistensi (CR) 31
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Dekomposisi Masalah 33
4.2 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua
Kriteria 34
4.3 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kesetiaan
Dan Ketaatan 37
4.4 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Tanggung
Jawab 39
4.5 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kepemimpinan 41 4.6 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kerjasama
dan Kejujuran 44
4.7 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Prestasi
Kerja dan Prakarsa 46
4.8 Faktor Evaluasi Total 49
(13)
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 51
5.2 Saran 51
DAFTAR PUSTAKA 53
(14)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan 13
Tabel 2.2 Skala Perbandingan Saaty 14
Tabel 2.3 Nilai Random Index (RI) 21
Tabel 3.1 Matriks orde 5 x 5 untuk level 2 28
Tabel 3.2 Matriks 4 x 4 (kriteria kesetiaan dan ketaatan) 28 Tabel 3.3 Matriks 4 x 4 (kriteria tanggungjawab) 28 Tabel 3.4 Matriks 4 x 4 (kriteria kepemimpinan) 29 Tabel 3.5 Matriks 4 x 4 (kriteria kerjasama dan kejujuran) 29 Tabel 3.6 Matriks 4 x 4 (kriteria prestasi kerja dan prakarsa) 29 Tabel 4.1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria 34 Tabel 4.2 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria yang
disederhanakan 35
Tabel 4.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria yang
dinormalkan 35
Tabel 4.4 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kesetiaan dan Ketaatan 37 Tabel 4.5 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kesetiaan dan Ketaatan yang
Disederhanakan 37
Tabel 4.6 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kesetiaan dan Ketaatan yang
Dinormalkan 38
Tabel 4.7 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Tanggung Jawab 39 Tabel 4.8 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Tanggung Jawab yang
Disederhanakan 40
Tabel 4.9 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Tanggung Jawab yang
Dinormalkan 40
Tabel 4.10 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kepemimpinan 42 Tabel 4.11 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kepemimpinan yang
Disederhanakan 42
Tabel 4.12 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kepemimpinan yang
(15)
Tabel 4.13 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kerjasama dan Kejujuran 44 Tabel 4.14 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kerjasama dan Kejujuran
yang Disederhanakan 44
Tabel 4.15 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kerjasama dan Kejujuran
yang Dinormalkan 45
Tabel 4.16 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Prestasi Kerja dan Prakarsa 47 Tabel 4.17 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Prestasi Kerja dan Prakarsa
yang Disederhanakan 47
Tabel 4.18 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Prestasi Kerja dan Prakarsa
yang Dinormalkan 47
(16)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Hirarki yang complete 11
Gambar 2.2 Struktur Hirarki yang incomplete 11
Gambar 3.1 Diagram penelitian 25
Gambar 3.2 Struktur hirarki AHP untuk menentukan pejabat struktural
kepala sekolah 27
Gambar 3.3 Proses perhitungan vektor eigen dan nilai eigen maksimum 31
Gambar 3.4 Proses pemilihan dengan AHP 32
Gambar 4.1 Dekomposisi masalah pada AHP 33
(17)
ABSTRAK
Penelitian ini secara khusus mengimplementasikan metode AHP (Analytic Hierarchy Process) dalam kepentingan perumusan dan pengambilan keputusan khususnya untuk penentuan prioritas penunjukan pejabat struktural di suatu yayasan pendidikan. Penelitian ini mengambil kasus pada penentuan pejabat struktural kepala sekolah di YP. Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Metode penelitian ini mencakup metode pengambilan data dan metode analisis. Untuk pengambilan data, penelitian ini menggunakan metode kuisioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kriteria yang digunakan untuk menilai kelayakan seorang pejabat struktural kepala sekolah. Dalam menentukan keputusan tersebut, kriteria yang dipertimbangkan antara lain kesetiaan dan ketaatan, tanggung jawab, kepemimpinan, kerjasama dan kejujuran, serta prestasi kerja dan prakarsa. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan urutan prioritas pejabat struktural kepala sekolah dengan menggunakan AHP. Metode AHP merupakan suatu metode pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari berbagai alternatif. Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hirarki permasalahan yang ingin diteliti, menghitung matriks perbandingan berpasangan, penghitungan bobot kriteria hingga penghitungan konsistensi matriks. Melalui penelitian ini dapat dibuktikan bahwa metode AHP yang banyak digunakan dalam pengambilan keputusan di bidang perhitungan matematika, juga handal apabila diterapkan dalam bidang manajemen sumber daya manusia, sehingga dapat membantu para pengambil kebijakan dalam proses pengambilan keputusan secara objektif terutama di lingkungan yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan.
(18)
ANALYSIS OF PRIORITY DETERMINATION OF STRUCTURAL OFFICERS DESIGNATION USING ANALYTIC
HIERARCHY PROCESS (AHP) METHOD (Case Studies: YP. Shafiyyatul Amaliyyah Medan)
ABSTRACT
This research particularly aims to implement the AHP method (Analytic Hierarchy Process) in the concern of formulation and decision-making process, especially in terms of designation of structural officials priority quotation in an educational foundation. This research takes case in designation of structural official of principal in YP. Shafiyyatul Amaliyyah Medan. The research consists of both data collection and analysis method. For data collection method, this research uses a questionnaire containing list of questions related to the criteria used to assess the feasibility of principal structural officials. Determination process will consider some criteria such as loyalty and obedience, responsibility, leadership, cooperation and honesty as well as work performance and initiatives. The purpose of this research is to determine priority ranking of principal in a structural officer using AHP method. AHP is a decision-making method in order to solve the problem of multi criteria alternatives determination. The use of AHP is conducted by creating a hierarchical structure of the observed problem, computing the pairwise comparison matrices, the weights of criteria and matrix consistency. Hopefully, by means of this research, there can be proved that the method of AHP used in a wide variety of decision making in mathematical computations is also quite reliable at the time applied in the human resource management; thus, it can help the decision-makers in making decision objectively, particularly in the educational foundation.
(19)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan teknologi informasi sudah sedemikian pesat. Perkembangan yang pesat tidak hanya terjadi pada teknologi perangkat keras dan perangkat lunak saja, namun juga terjadi pada perkembangan metode komputasi. Salah satu metode komputasi yang cukup berkembang saat ini adalah metode sistem pengambilan keputusan (Decision Support Systems). Dalam teknologi informasi, sistem pengambilan keputusan merupakan cabang ilmu yang letaknya di antara sistem informasi dan sistem cerdas (Turban, et al. 2005). Banyak metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan. Salah satu metode tersebut adalah metode AHP atau Analytical Hierarchy Process. Konsep metode AHP adalah mengubah nilai-nilai kualitatif menjadi nilai kuantitatif, sehingga keputusan-keputusan yang diambil bisa lebih objektif (Saaty, 2000). Metode AHP mula-mula dikembangkan di Amerika pada tahun 1970 dalam hal perencanaan kekuatan militer untuk menghadapi berbagai kemungkinan (contingency planning). Dalam penelitian ini, metode AHP diaplikasikan pada sistem pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya untuk menentukan calon pejabat struktural seperti Kepala Sekolah pada yayasan yang mengelola pendidikan tingkat dasar dan menengah. Untuk penentuan bakal calon, diasumsikan bahwa kriteria-kriteria yang digunakan dalam menilai bakal calon adalah:
1. Kesetiaan dan ketaatan 2. Tanggung Jawab 3. Kepemimpinan
4. Kerjasama dan kejujuran 5. Prestasi Kerja dan Prakarsa
(20)
Asumsi-asumsi lain yang digunakan adalah bahwa bakal calon mempunyai tingkat pendidikan dan golongan yang memenuhi syarat calon pejabat struktural. Sebagai suatu simulasi, nama-nama bakal calon yang diberikan disamarkan. Untuk penentuan prioritas antarkriteria, disesuaikan dengan kebutuhan sebagai pejabat struktural oleh ketua yayasan, sehingga dalam pengisian nilai prioritas ketua yayasan mempunyai kewenangan yang penuh. Kewenangan penuh ini juga termasuk pengisian nilai prioritas antarcalon pejabat struktural untuk masing-masing kriteria. Untuk hal-hal yang bersifat kualitatif, maka nilai merupakan hasil dari pengamatan langsung maupun informasi dari rekan sejawat dan dari bawahan jika calon pejabat struktural pernah menjadi pejabat struktural pada tempat tertentu. Hasil penelitian ini akan sangat membantu pengurus yayasan dalam memilih calon pejabat struktural secara objektif.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah adanya kesulitan pihak manajemen dalam menentukan prioritas calon pejabat struktural khususnya Kepala Sekolah yang harus dilakukan secara objektif dan ilmiah.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menghasilkan prioritas pilihan pejabat struktural kepala sekolah yang terbaik sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh YP. Shafiyyatul Amaliyyah Medan.
1.4. Ruang Lingkup
Untuk memfokuskan penelitian, maka dibuat batasan dari perumusan masalah di atas, diantaranya sebagai berikut:
1. Sistem pendukung keputusan yang dibuat adalah sistem pendukung keputusan yang hanya membantu memberikan alternatif calon pejabat struktural.
2. Parameter atau kriteria pemilihan pengambilan keputusan yang digunakan adalah kesetiaan dan ketaatan, tanggung jawab, kepemimpinan, kerjasama dan kejujuran, serta prestasi kerja dan prakarsa.
(21)
3. Pengolahan data dilakukan menggunakan metode AHP dengan skala kepentingan 1-9 (Saaty, 2000).
4. Pejabat struktural yang akan ditentukan hanya pejabat setingkat Kepala Sekolah dengan kandidat yang telah ditentukan sebanyak 4 (empat) orang.
(22)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Pendukung Keputusan
Menurut Sprague dan Watson (1995), konsep sistem pendukung keputusan pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an oleh Michael S. Scott Morton dengan istilah Management Decision System. Konsep pendukung keputusan ditandai dengan sistem interaktif berbasis komputer yang membantu pengambil keputusan memanfaatkan data dan model untuk menyelesaikan masalah-masalah yang tidak terstruktur.
Pada dasarnya Sistem Pendukung Keputusan (SPK) dirancang untuk mendukung seluruh tahap pengambilan keputusan mulai dari mengidentifikasi masalah, memilih data yang relevan, menentukan pendekatan yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan, sampai mengevaluasi pemilihan alternatif.
Turban, Aronson dan Liang (2005) memberikan pengertian yang mencakup semua aspek tentang SPK mulai dari dasar sampai yang paling ideal. Oleh Turban dan Aronson dikatakan sebagai sebuah Sistem Pendukung Keputusan, jika sistem tersebut adalah sebuah Sistem Informasi berbasis komputer yang bersifat interaktif, fleksibel dan dapat beradaptasi, dibangun secara khusus untuk mendukung pemecahan masalah manajemen yang tidak terstruktur untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, menggunakan data, menyediakan antar muka pengguna yang mudah, dan membolehkan pengambil keputusan untuk memakai wawasannya sendiri. Sebagai tambahan Sistem Pendukung Keputusan dapat memakai model, dibangun dalam proses yang interaktif, mendukung seluruh tingkat pengambilan keputusan dan dapat berisi komponen pengetahuan (knowledge).
(23)
2.1.1. Proses pengambilan keputusan
Menurut Turban, Aronson & Liang (2005), proses pembuatan keputusan melibatkan tiga tahap utama sebagai berikut:
1. Tahap Intelegensi (intelligence phase), yaitu tahap pendefinisian masalah, identifikasi informasi yang dibutuhkan dan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi serta keputusan yang akan diambil. Pada tahap ini, persoalan yang dihadapi harus dirumuskan terlebih dahulu secara jelas.
2. Tahap Perancangan (design phase), yaitu tahap analisis dalam kaitan mencari atau merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah. Setelah permasalahan dirumuskan dengan baik, maka tahap berikutnya adalah merancang atau membangun model pemecahan masalahnya dan menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah.
3. Tahap Pilihan (choice phase), yaitu tahap dimana proses pemilihan diantara berbagai alternatif tindakan yang mungkin dijalankan. Hasil pemilihan tersebut kemudian yang nantinya akan diimplementasikan dalam proses pengambilan keputusan.
2.1.2. Karakteristik sistem pendukung keputusan
Menurut Turban, Aronson & Liang (2005), SPK berbeda dengan sistem informasi lainnya karena memiliki beberapa karakteristik tertentu, yaitu:
1. SPK dirancang untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam memecahkan masalah yang sifatnya terstruktur ataupun tidak terstruktur. 2. Dalam proses pengolahannya, SPK mengombinasikan penggunaan
model-model/teknik-teknik analisis dengan teknik pemasukan data konvensional serta fungsi-fungsi pencari/interogasi informasi.
3. SPK dirancang sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan/dioperasikan dengan mudah oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar kemampuan
(24)
pengoperasian komputer yang tinggi. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan biasanya model interaktif.
4. SPK dirancang dengan menekankan pada aspek fleksibilitas serta kemampuan adaptasi yang tinggi, sehingga mudah disesuaikan dengan kebutuhan pemakai dan berbagai perubahan lingkungan yang terjadi.
2.1.3. Keuntungan dan keterbatasan sistem pendukung keputusan
Sistem pendukung keputusan dapat memberikan berbagai manfaat atau keuntungan bagi pemakainya, antara lain:
1. Memperluas kemampuan pengambilan keputusan dalam memproses data/informasi bagi pemakainya.
2. Membantu pengambilan keputusan dalam hal penghematan waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah, terutama berbagai masalah yang sangat kompleks dan tidak terstruktur.
3. Dapat menghasilkan solusi dengan lebih cepat serta hasilnya dapat diandalkan. 4. Walaupun suatu sistem pendukung keputusan mungkin saja tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh pengambil keputusan, namun dapat menjadi stimulan bagi pengambil keputusan dalam memahami persoalannya, karena sistem pendukung keputusan mampu menyajikan berbagai alternatif.
2.2. Analytic Hierarchy Process (AHP)
Analytic Hierrchy Process (AHP) dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School di awal tahun 1970, yang digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan suatu permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif. Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang
(25)
kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan.
Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat menyederhanakan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan variabel dalam suatu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia.
Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan
(26)
ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturnya. Analytic Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari:
1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A.
2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.
3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (completehierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy).
4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.
Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria–kriteria dan alternatif–alternatif pilihan yang ingin di rangking. 3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
(27)
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan Matlab maupun dengan manual.
6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai
eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen–elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.
8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0, 100; maka penilaian harus diulang kembali.
Rasio Konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang ditetapkan Saaty (2000). Rasio Konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dimana:
1. Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lainnya
2. Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya 3. Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya 4. Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan lainnya. Prioritas alternatif terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan rangking yang dicari dalam Analytic Hierarchy Process (AHP) ini.
(28)
2.2.1 Prinsip-prinsip dasar AHP
Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain:
1. Decomposition
Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur–unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur–unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki yang complete
yakni tidak semua unsur pada masing-masing jenjang mempunyai hubungan (lihat gambar 2.1 dan 2.2). Pada umumnya problem nyata mempunyai karakteristik struktur yang incomplete. Bentuk struktur decomposition yakni: a. Tingkat pertama: Tujuan keputusan (Goal)
b. Tingkat kedua: Kriteria – kriteria c. Tingkat ketiga: Alternatif – alternatif
(29)
Gambar 2.1 Struktur Hirarki yang Complete
Gambar 2.2 Struktur Hirarki yang Incomplete
Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem
T U J U A N
Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4 Kriteria 5
Pilihan 1 Pilihan 2 Pilihan 3
Pilihan 1 Pilihan 2 Pilihan 3 Pilihan 4 Pilihan M
Sub-Pilihan 1
Sub-Pilihan 2
Sub-Pilihan P T U J U A N
(30)
2. Comparative Judgement
Comparative Judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen–elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matrix pairwise comparisons
yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (extreme importance).
3. Synthesis of Priority
Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan eigen vector method
untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur – unsur pengambilan keputusan.
4. Logical Consistency
Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagresikan seluruh eigen vector yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vector composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.
2.2.2. Penyusunan prioritas
Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki. Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks. Contoh, terdapat n objek yang dinotasikan dengan (A1, A2, …, An) yang akan dinilai
berdasarkan pada nilai tingkat kepentingannya antara lain Ai dan Aj dipresentasikan
(31)
Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan
A1 A2 ... An
A1 a11 a12 ... a1n
A2 a21 a12 ... a2n
... ... ... ... ... Am am1 am2 ... amn
Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1 (kolom) yang
menyatakan hubungan:
1. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1(baris) terhadap kriteria C dibandingkan
dengan A1(kolom) atau
2. Seberapa jauh dominasi Ai(baris) terhadap Ai(kolom) atau
3. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada A1 (baris) dibandingkan dengan A1 (kolom).
Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel berikut ini.
(32)
Tabel 2.2 Skala Perbandingan Saaty Tingkat
Kepentingan Definisi Keterangan
1 Equal importance (sama penting)
Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama
3 Weak importance of one over another (sedikit lebih penting)
Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya
5 Essential or strong
importance (lebih penting)
Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya
7 Demonstrated importance
(sangat penting)
Satu elemen terbukti sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya
9 Extreme importance
(mutlak lebih penting)
Satu elemen mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan tertinggi 2, 4, 6, 8 Intermediate values
between the two adjacent judgments
Nilai diantara dua pilihan yang berdekatan
Resiprokal Kebalikan Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas ketika dibandingkan elemen j, maka j memiliki kebalikannya ketika dibanding elemen i
Model AHP didasarkan pada pair-wise comparison matrix, dimana elemen-elemen pada matriks tersebut merupakan judgement dari decision maker. Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun memperkirakan kemungkinan dari suatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap level of hierarchy dari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan.
(33)
Berikut ini contoh suatu Pair-Wise Comparison Matrix pada suatu level of hierarchy, yaitu:
Baris 1 kolom 2: jika E dibandingkan dengan F, maka E lebih penting/disukai/dimungkinkan daripada F yaitu sebesar 5, artinya: E essential atau
strong importance daripada F, dan seterusnya. Angka 5 bukan berarti bahwa E lima kali lebih besar dari F, tetapi E strong importance dibandingkan dengan F. Sebagai ilustrasi perhatikan matriks resiprokal berikut:
Membacanya/membandingkannya, dari kiri ke kanan. Jika E dibandingkan dengan F, maka F very strong importance daripada E dengan nilai judgement sebesar 7. Dengan demikan pada baris 1 kolom 2 diisi dengan kebalikan dari 7 yakni 1/7. Artinya,
E dibanding F F lebih kuat dari E
Jika E dibandingkan dengan G, maka E extreme importance daripada G dengan nilai
judgement sebesar 9. Jadi baris 1 kolom 3 diisi dengan nilai 9, dan seterusnya.
E F G H
E 1 5 6 7
F 1/5 1 1/6 1/6
G 1/6 5 1 4
H 1/7 6 1/4 1
A =
E F G
E 1 1/7 9
F 7 1 3
G 1/9 1/3 1
(34)
2.2.3. Eigen value dan eigen vector
Apabila decision maker sudah memasukkan persepsinya atau penilaian untuk setiap perbandingan antara kriteria-kriteria yang berada dalam satu level (tingkatan) atau yang dapat diperbandingkan, maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan di setiap level (tingkatan). Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector
maka akan diberikan definisi – definisi mengenai matriks dan vektor sebagai berikut: 1. Matriks
Matriks adalah sekumpulan himpunan objek (bilangan riil atau kompleks, variabel-variabel) yang disusun secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dan kolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku atau biasa. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n kolom maka matriks tersebut berukuran (ordo) m x n. Matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika
m = n. Dan skalar–skalarnya berada di baris ke-i dan kolom ke-j yang disebut (ij) matriks entri.
2. Vektor dari n dimensi
Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen – elemen yang teratur berupa angka–angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kiri ke kanan (disebut vektor baris atau Row Vector
dengan ordo 1 x n ) maupun menurut kolom, dari atas ke bawah (disebut vektor kolom atau Column Vector dengan ordo n x 1). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan Rn .
a11 a12 ... a1n a21 a22 ... a2n ... ... ... ... am1 am2 ... amn
(35)
Untuk vektor dirumuskan sebagai berikut: U Rn
Rn
3. Eigen value dan Eigen vector
Defenisi: jika A adalah matriks n x n maka vektor tak nol x di dalam Rn
dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni:
Ax= λx
Skalar λ dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vector yang bersesuaian dengan λ. Untuk mencapai eigen value dari matriks A yang berukuran n x n, maka dapat ditulis pada persamaan berikut:
Ax= λx
Atau secara ekivalen
(λI – A)x = 0
Agar λ menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini.
Akan tetapi, persamaan di atas akan mempunyai pemecahan nol jika dan hanya jika:
det(λI – A) = 0
Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah eigen value dari A. Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai
terhadap elemen Aj adalah aij, maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif
berkebalikan, yakni aij = 1/aij. Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor = ( 1, 2, 3, ..., n). Nilai n menyatakan bobot kriteria An terhadap keseluruhan set
a1 a2
an
(36)
Jika aij mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan ajk menyatakan
kepentingan dari faktor j terhadap k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan aij .ajk atau jika aij .ajk= aik untuk
semua i, j, k maka matriks tersebut konsisten. Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor , maka elemen aijdapat ditulis menjadi:
aij = ; (2.1)
Jadi, matriks konsisten adalah:
aij.aij = (2.2)
Seperti yang diuraikan di atas, maka untuk pair-wise comparison matrix diuraikan seperti berikut ini:
(2.3) Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa:
(2.4)
Dengan demikian untuk pair-wise comparison matrix yang konsisten menjadi: (2.5) (2.6) Persamaan di atas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini:
(2.7) Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa adalah eigen vector dari matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut:
(37)
Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa:
(2.9) Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak selalu dapat konsisten mutlak (absolute consistent) dalam mengekspresikan preferensinya terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa
judgement yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy
dapat saja inconsistent. Jika:
1. Jika adalah bilangan-bilangan yang memenuhi persamaan: (2.10) Dengan eigen value dari matriks A dan jika maka dapat ditulis:
(2.11) Misalkan jika suatu pair-wise comparison matrix bersifat ataupun memenuhi kaidah konsistensi seperti pada persamaan (2.2), maka perkalian elemen matriks sama dengan 1.
(2.12)
Eigen value dari matriks A,
(2.13)
Jika diuraikan lebih jauh untuk persamaan (2.13), hasilnya adalah:
(38)
Dari persamaan (2.14) jika diuraikan untuk mencari harga eigen value maximum(λ-max) yaitu:
(1 –λ)2 = 0
1 –2λ + λ2 = 0
Dengan demikian matriks pada persamaan (2.12) merupakan matriks yang konsisten, dimana nilai λ-max sama dengan harga dimensi matriksnya. Jadi untuk n > 2, maka semua harga eigen value-nya sama dengan nol dan hanya ada satu eigen value yang sama dengan n (konstanta dalam kondisi matriks konsisten).
2. Bila ada perubahan kecil dari elemen matriks aij maka eigen value-nya akan
berubah menjadi semakin kecil pula. Dengan menggabungkan kedua sifat matriks (aljabar linier), jika:
a. Elemen diagonal matriks A
b. Dan jika matriks A yang konsisten, maka variasi kecil dari akan membuat harga eigen value yang lain
mendekati nol.
2.2.4. Uji konsistensi indeks dan rasio
Salah satu keutamaan AHP yang membedakannya dengan model-model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Pengumpulan
(39)
pendapat antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidakkonsistenan jawaban yang diberikan responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistenan juga tidak diinginkan, sehingga pengulangan wawancara pada sejumlah responden yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistensinya besar.
Saaty telah membuktikan bahwa Indeks Konsistensi dari matriks berordo n
dapat diperoleh dengan rumus:
(2.15) = Rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency index)
= Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n
= Orde matriks
Apabila CI bernilai nol, maka pair wise comparison matrix tersebut konsisten. Batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Thomas L. Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai Random Index (RI) yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan oleh Wharton School
dan diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsistensi dapat dirumuskan sebagai berikut:
(2.16)
CR = Rasio Konsistensi (Consistency Ratio)
RI = Indeks Random (Random Index)
Tabel 2.3 Nilai Random Index (RI)
Ukuran Matriks
1,2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Indeks
(40)
Bila matriks pair–wise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0,100 maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima, jika tidak maka penilaian perlu diulang.
(41)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Pendahuluan
Para pengambil keputusan hampir selalu membuat keputusan, bahkan setiap detik dari hidupnya. Ketika membuat keputusan, ada suatu proses yang terjadi pada otak manusia yang akan menentukan kualitas keputusan yang dibuat. Ketika keputusan yang akan dibuat sederhana seperti memilih warna baju, manusia dapat dengan mudah membuat keputusan. Namun ketika keputusan yang akan diambil bersifat kompleks dengan risiko yang besar seperti perumusan kebijakan, pengambil keputusan sering memerlukan alat bantu dalam bentuk analisis yang bersifat ilmiah, logis, dan terstruktur/konsisten (Turban, et al. 2005). Salah satu alat analisis tersebut adalah berupa decision making model (model pembuatan keputusan) yang memungkinkan mereka untuk membuat keputusan untuk masalah yang bersifat kompleks (Bhushan, 2004).
Suatu yayasan pendidikan juga harus membuat berbagai keputusan yang tidak hanya berhubungan dengan peningkatan kualitas yayasan dan sekolah yang dinaunginya, tetapi juga bagaimana menghasilkan lulusan-lulusan pendidikan terbaik sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan. Salah satu jenis keputusan yang paling sering dibuat adalah dalam menyusun prioritas (memilih) pejabat struktural khususnya Kepala Sekolah. Kompetisi sehat yang terjadi setiap tahun pelajaran membuat yayasan sering dihadapkan pada pilihan pejabat yang menentukan keberhasilan pendidikan di unit sekolah. Dalam hal ini, manajemen yayasan harus menyusun prioritas pejabat berdasarkan kriteria-kriteria yang telah disepakati.
Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu model pengambilan keputusan yang sering digunakan, misalnya penggunaan AHP untuk memilih strategi pemasaran, menyeleksi pemasok (supplier) untuk pasar modern dan lain sebagainya. Menurut Saaty (2008), karena sifatnya yang multi kriteria, AHP cukup banyak digunakan dalam penyusunan prioritas. Disamping bersifat multi kriteria, AHP juga didasarkan pada suatu proses yang terstruktur dan logis (Saaty,
(42)
Pemilihan atau penyusunan prioritas dilakukan dengan suatu prosedur yang logis dan terstruktur. Kegiatan tersebut dilakukan oleh ahli-ahli yang representatif berkaitan dengan alternatif-alternatif yang akan disusun prioritasnya. Dengan menggunakan AHP, prioritas yang dihasilkan akan bersifat konsisten dengan teori, logis, transparan, dan partisipatif. Dengan tuntutan yang semakin tinggi berkaitan dengan transparansi dan partisipasi, AHP akan sangat cocok digunakan untuk penyusunan prioritas kebijakan publik yang menuntut transparansi dan partisipasi. Berikut ini akan dibahas secara khusus penetapan urutan prioritas calon Kepala Sekolah yang akan merupakan bagian dari pejabat struktural yayasan dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP).
3.2 Data Penelitian
Data dalam penelitian ini meliputi data tentang kesetiaan dan ketaatan, tanggung jawab, kepemimpinan, kerjasama dan kejujuran, sertaprestasi kerja dan prakarsa dari para calon pejabat struktural. Data ini diperoleh melalui survei menggunakan metode kuisioner dan atau wawancara langsung dengan responden para pengurus yayasan dan kepala bagian yang sebelumnya telah dijelaskan mengenai konsep AHP.
3.3 Diagram Penelitian
Diagram penelitian menjelaskan proses kerja dari awal penelitian dilakukan hingga selesai. Adapun diagram penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:
(43)
Latar Belakang
Identifikasi Permasalahan
Pengumpulan Data
Menentukan Kriteria & Alternatif Pemilihan
Pejabat Struktural
Menyusun Kriteria & Alternatif ke dalam
Struktur Hirarki
Penentuan Tingkat Kepentingan terhadap
Kriteria & Alternatif
Penggunaan Metode AHP
Diperoleh urutan Prioritas dari Alternatif
yang ada
Penulisan Hasil Penelitian
Wawancara & Diskusi dengan Pihak YP. Shafiyyatul Amaliyyah Studi Literatur
(44)
Prosedur penelitian ini mengikuti diagram penelitian diatas dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Latar belakang penelitian adalah pentingnya penilaian dan penentuan pejabat struktural di YP. Shafiyyatul Amaliyyah khususnya Kepala Sekolah secara objektif dan akurat.
2. Dari latar belakang penelitian tersebut, kemudian dirumuskan tujuan penelitian yakni untuk menghasilkan prioritas atau alternatif pilihan pejabat struktural terbaik sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
3. Penulusuran terhadap pustaka diperlukan sebagai upaya untuk memahami dasar-dasar teori yang menunjang tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. 4. Pengumpulan data dilakukan dengan cara survei dan wawancara langsung
kepada pihak terkait di YP. Shafiyyatul Amaliyyah seperti pengurus yayasan dan para kepala bagian.
5. Data yang telah diperoleh selanjutnya akan diolah untuk kemudian dianalisis menggunakan metode AHP yang telah dipilih dari berbagai pustaka yang diambil sebagai bahan acuan penelitian.
6. Hasil-hasil analisis tersebut kemudian akan disimpulkan dan diberi saran maupun masukan untuk pengembangan ke depannya.
3.4 Analisis Perbandingan dengan Metode AHP
Proses hirarki analitis (AHP) yang diusulkan dalam riset ini bertujuan memberikan penilaian bagi seluruh faktor yang mempengaruhi keputusan pemilihan pejabat struktural dalam hal ini adalah kepala sekolah. Pemilihan metode didasarkan pada karakteristik masalah dan pertimbangan keuntungan dan kelemahan dari metode lain. Peneliti menilai pentingnya masing-masing kriteria menurut nilai pasangan kriteria yang dibandingkan. Hasil akhir AHP adalah suatu ranking atau pembobotan prioritas dari tiap alternatif keputusan.
Penelitian dalam studi ini berfokus pada perumusan suatu model berbasis AHP untuk menilai pejabat kepala sekolah yang memiliki kelayakan paling baik diantara alternatif yang diberikan. Walaupun demikian, konsep pengembangan dan struktur model yang nantinya dikembangkan, akan dapat diberlakukan pula bagi pemilihan
(45)
jenis pejabat struktural yang lain, jika dikehendaki. Secara mendasar, ada tiga langkah dalam model AHP, yaitu membangun hirarki, penilaian, dan sintesis prioritas.
3.4.1. Pembentukan hirarki
Dalam bagian ini diperkenalkan suatu pendekatan konseptual untuk penilaian calon pejabat struktural kepala sekolah denganmenggunakan model AHP. Dalam model yang diusulkan dalam studi ini, terdapat 3 level hirarki sebagai berikut:
1. Level 1: Sasaran dari keputusan yang akan diambil ditempatkan pada puncak hirarki. Dalam hal ini sasaran yang dimaksud adalah “memilih pejabat struktural kepala sekolah”.
2. Level 2: Pada tingkatan kedua, diajukan kriteria-kriteria penilaian terhadap pejabat struktural kepala sekolah yang dapat menunjukkan kualitas dari seorang kepala sekolah. Kriteria-keriteria dimaksud terdiri kesetiaan dan ketaatan, tanggung jawab, kepemimpinan, kerjasama dan kejujuran, serta prestasi kerja dan prakarsa.
3. Level 3: diajukan alternatif calon pejabat struktural kepala sekolah.
Gambar 3.2 Struktur hirarki AHP untuk menentukan pejabat struktural kepala sekolah
Memilih Kepala Sekolah
Kesetiaan dan Ketaatan
Tanggung
Jawab Kepemimpinan
Kerjasama dan Kejujuran
Prestasi Kerja dan Prakarsa
(46)
3.4.2. Penyusunan prioritas
Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki. Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks
Pair-wise Comparison.
Tabel 3.1 Matriks orde 5 x 5 untuk level 2 KRITERIA Kesetiaan dan Ketaatan Tanggung Jawab Kepemim pinan Kerjasama dan Kejujuran Prestasi Kerja dan Prakarsa Kesetiaan dan
ketaatan a11 a12 a13 a14 a15
Tanggung jawab a21 a22 a23 a24 a25
Kepemimpinan a31 a32 a33 a34 a35
Kerjasama dan
Kejujuran a41 a42 a43 a44 a45
Prestasi Kerja
dan Prakarsa a51 a52 a53 a54 a55
Tabel 3.2 Matriks 4 x 4 (kriteria kesetiaan dan ketaatan) KESETIAAN
DAN KETAATAN
RS IPS AF IS
RS a11 a12 a13 a14
IPS a21 a22 a23 a24
AF a31 a32 a33 a34
IS a41 a42 a43 a44
Tabel 3.3 Matriks 4 x 4 (kriteria tanggungjawab) TANGGUNG
JAWAB RS IPS AF IS
RS a11 a12 a13 a14
IPS a21 a22 a23 a24
AF a31 a32 a33 a34
(47)
Tabel 3.4 Matriks 4 x 4 (kriteria kepemimpinan)
KEPEMIMPINAN RS IPS AF IS
RS a11 a12 a13 a14
IPS a21 a22 a23 a24
AF a31 a32 a33 a34
IS a41 a42 a43 a44
Tabel 3.5 Matriks 4 x 4 (kriteria kerjasama dan kejujuran) KERJASAMA
DAN KEJUJURAN
RS IPS AF IS
RS a11 a12 a13 a14
IPS a21 a22 a23 a24
AF a31 a32 a33 a34
IS a41 a42 a43 a44
Tabel 3.6 Matriks 4 x 4 (kriteria prestasi kerja dan prakarsa) PRESTASI
KERJA DAN PRAKARSA
RS IPS AF IS
RS a11 a12 a13 a14
IPS a21 a22 a23 a24
AF a31 a32 a33 a34
IS a41 a42 a43 a44
3.4.3 Penilaian atau penyekalaan
Penilaian atau penyekalaan dilakukan menurut tingkat signifikansi dari tiap kriteria atau lemen dalam struktur AHP. Tingkat signifikansi tiap kriteria dibedakan atas dua jenis yaitu tingkat signifikansi antar kriteria dan tingkat signifikansi antara kriteria dengan alternatif. Tingkat signifikansi antar kriteria dapat ditentukan berdasarkan
(48)
tingkat siginifikansi antara kriteria dengan alternatif didapatkan dari hasil survei primer menggunakan metode wawancara atau kuisener dengan beberapa responden yang telah dipilih.
Hasil penilaian ini selanjutnya dilakukan penyekalaan guna mengonversi dari penilaian kualitatif ke kuantitatif. Penyekalaan mengikuti aturan AHP sebagaimana telah dirumuskan oleh Saaty (2000). Skala penilaian umumnya menggunakan angka antara 1 – 9, yang masing-masing menunjukkan tingkat signifikansi yang berbeda.
3.4.4 Proses perhitungan pembobotan
Prosedur pembobotan dibentuk dengan menggunakan suatu model pencarian nilai eigen dari suatu matriks untuk tiap tingkat kriteria yang ada. Nilai eigen diperoleh dengan cara menormalkan matriks. Uraian cara penormalan matriks untuk mendapatkan nilai eigen akan dijelaskan lebih lanjut. Setidaknya dalam studi ini terdapat enam buah matriks berpasangan (pair wise comparison). Dari setiap matriks tersebut akan menghasilkan pembobotan pada tiap tingkat. Bobot tiap tingkat akan menjadi input bagi tingkat berikutnya sampai didapat pembobotan terakhir.
3.4.5 Perhitungan vektor eigen (eigenvector) dan nilai eigen (eigenvalue) maksimum
Vektor eigen dan nilai eigen dihitung dari setiap matriks pada setiap level dari struktur hirarki. Dengan demikian jumlah vektor eigen dan nilai eigen maksimum sama dengan jumlah matriks dalam AHP. Prosedur perhitungan vektor dan nilai eigen dapat dilihat pada gambar berikut ini:
(49)
Gambar 3.3 Proses perhitungan vektor eigen dan nilai eigen maksimum
Nilai eigen maksimum menunjukkan nilai dimana kriteria yang bersangkutan memiliki pengaruh yang cukup penting terhadap daftar alternatif yang diajukan.
3.4.6 Perhitungan Indeks Konsistensi (CI) dan Rasio Konsistensi (CR)
Indeks konsistensi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
dimana λmax adalah nilai eigen maksimum dari vektor eigen dan n merupakan jumlah
ordo matriks.
Dengan menggunakan nilai CI, selanjutnya dapat dihitung nilai rasio konsistensi (CR) sebagai berikut:
dimana CI adalah indeks konsistensi dan RI adalah indeks konsistensi acak yang didapat dari Tabel 2.3.
Nilai rentang CR yang dapat diterima tergantung pada ukuran matriksnya seperti yang dikemukan oleh Cheng dan Li (2001). Sebagai contoh, untuk ukuran
(50)
besar, nilai CR = 0,1. Jika nilai CR lebih rendah atau sama dengan nilai tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penilaian dalam matriks cukup dapat diterima atau matriks memiliki konsistensi yang baik. Sebaliknya jika CR lebih besar dari nilai yang dapat diterima, maka dikatakan evaluasi dalam matriks kurang konsisten dan karenanya proses AHP perlu diulang kembali. Berikut ini flowchart dari proses pemilihan dengan menggunakan metode AHP:
mulai
Penentuan kriteria dan bobot kriteria
Penentuan alternatif/calon
Perbandingan preferensi antar alternatif pada masing-masing
kriteria
Matriks perbandingan
berpasangan
Vektor Eigen Mencari vektor eigen
Cek/uji konsistensi
CR <= 0.1 ? Vektor Eigen Konsisten
Melakukan ulang perbandingan preferensi antar
alternatif
Matriks perbandingan berpasangan baru
selesai Y
N
(51)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Dekomposisi Masalah
Dalam menyusun prioritas, maka masalah penyusunan prioritas harus mampu didekomposisi menjadi tujuan (goal) dari suatu kegiatan, identifikasi pilihan-pilihan (options), dan perumusan kriteria (criteria) untuk memilih prioritas (Gambar 4.1). Langkah pertama adalah merumuskan tujuan dari suatu kegiatan penyusunan prioritas. Dalam kasus pemilihan pejabat struktural, tujuan kegiatan adalah mencari pejabat Kepala Sekolah yang terbaik.
Gambar 4.1 Dekomposisi masalah pada AHP
Berdasarkan ilustrasi diatas, maka permasalahan pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
TUJUAN
KRITERIA KRITERIA KRITERIA KRITERIA
PILIHAN PILIHAN PILIHAN PILIHAN
(52)
Gambar 4.2 Dekomposisi Masalah Pemilihan Kepala Sekolah dengan AHP Keterangan:
RS, IPS, AF, IS = Inisial nama kandidat kepala sekolah
4.2 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria
Dari hasil preferensi responden diperoleh hasil rata-rata dari responden yang ditunjukkan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria KRITERIA Kesetiaan dan Ketaatan Tanggung Jawab Kepemim pinan Kerjasama dan Kejujuran Prestasi Kerja dan Prakarsa Kesetiaan dan
ketaatan 1 1/5 1/3 1/5 1/3
Tanggung jawab 5 1 3 1/3 3
Kepemimpinan 3 1/3 1 1/7 1/3
Kerjasama dan
Kejujuran 5 3 7 1 3
Prestasi Kerja
dan Prakarsa 3 1/3 3 1/3 1
Memilih Kepala Sekolah
Kesetiaan dan Ketaatan
Tanggung
Jawab Kepemimpinan
Kerjasama dan Kejujuran
Prestasi Kerja dan Prakarsa
RS IPS AF IS
Tujuan (Goal) Kriteria
(Criteria)
Pilihan (Options)
(53)
Atau dapat dinyatakan dalam bentuk angka desimal sebagai berikut:
Tabel 4.2 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria yang disederhanakan KRITERIA Kesetiaan dan Ketaatan Tanggung Jawab Kepemim pinan Kerjasama dan Kejujuran Prestasi Kerja dan Prakarsa Kesetiaan dan
ketaatan 1,0000 0,2000 0,3333 0,2000 0,3333
Tanggung jawab 5,0000 1,0000 3,0000 0,3333 3,0000
Kepemimpinan 3,0000 0,3333 1,0000 0,1429 0,3333
Kerjasama dan
Kejujuran 5,0000 3,0000 7,0000 1,0000 3,0000
Prestasi Kerja
dan Prakarsa 3,0000 0,3333 3,0000 0,3333 1,0000
∑ 17,0000 4,8667 14,3333 2,0095 7,6667
Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata-rata bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria yang dinormalkan KRITERIA Kesetiaan dan Ketaatan Tanggung Jawab Kepemim pinan Kerjasama dan Kejujuran Prestasi Kerja dan Prakarsa Vektor Eigen Kesetiaan dan
Ketaatan 0,0588 0,0411 0,0233 0,0995 0,0435 0,0532
Tanggung
jawab 0,2941 0,2055 0,2093 0,1659 0,3913 0,2532
Kepemimpinan 0,1765 0,0685 0,0698 0,0711 0,0435 0,0859
Kerjasama dan
Kejujuran 0,2941 0,6164 0,4884 0,4976 0,3913 0,4576
Prestasi Kerja
dan Prakarsa 0,1765 0,0685 0,2093 0,1659 0,1304 0,1501
Selanjutnya nilai Eigen Maksimum (λmax) didapat dengan menjumlahkan hasil
(54)
λmax = (17,0000×0,0532) + (4,8667×0,2532) + (14,3333×0,0859) +
(2,0095×0,4576) + (7,6667×0,1501) = 5,4384
Karena matriks berordo 5 (yakni terdiri dari 5 kriteria), nilai indeks konsistensi yang diperoleh:
CI =
=
5, 4384 55 1
=
0, 4384
4 = 0,1096 Untuk n = 5, RI = 1,1200, maka:
CR =
=
0,10961,1200
=
0,0979 < 0,100Karena CR < 0,100 maka preferensi responden adalah konsisten. Hasil tersebut diperoleh menggunakan Matlab dengan source code sebagai berikut:
clear;
X=[1.0000 0.2000 0.3333 0.2000 0.3333
5.0000 1.0000 3.0000 0.3333 3.0000
3.0000 0.3333 1.0000 0.1429 0.3333
5.0000 3.0000 7.0000 1.0000 3.0000
3.0000 0.3333 3.0000 0.3333 1.0000]
[m,n]=size(X)
% Normalisasi matriks N=zeros(m,n)
for j=1:n
N(:,j)=X(:,j)/sum(X(:,j)) end
% Mencari Vektor Eigen / bobot atribut B=zeros(5,1)
for i=1:m
B(i,:)=sum(N(i,:))/n end
% Mencari Nilai Konsistensi Lamdamaks = sum (X*B)
CI = (Lamdamaks-n)/(n-1) RI = 1.120
(55)
Dari hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa: kriteria Kerjasama dan Kejujuran merupakan kriteria paling penting untuk menentukan pejabat struktural kepala sekolah dengan bobot 0,4576 atau 45,76%, berikutnya adalah kriteria Tanggung Jawab dengan nilai bobot 0,2532 atau 25,32%, kemudian kriteria Prestasi Kerja dan Prakarsa dengan nilai bobot 0,1501 atau 15,01%, berikutnya adalah kriteria Kepemimpinan dengan nilai bobot 0,0859 atau 8,59% dan kriteria Kesetiaan dan Ketaatan dengan nilai bobot 0,0532 atau 5,32%.
4.3 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kesetiaan Dan Ketaatan Perbandingan berpasangan untuk kriteria Kesetiaan dan Ketaatan pada 4 (empat) orang kandidat Kepala Sekolah dinyatakan oleh matriks berikut ini:
Tabel 4.4 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kesetiaan dan Ketaatan KESETIAAN
DAN KETAATAN
RS IPS AF IS
RS 1 7 5 6
IPS 1
AF 2 1 2
IS 2 1
Perhitungan matriks untuk kriteria Kesetiaan dan Ketaatan adalah:
Tabel 4.5 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kesetiaan dan Ketaatan yang Disederhanakan
KESETIAAN DAN KETAATAN
RS IPS AF IS
RS 1,0000 7,0000 5,0000 6,0000
IPS 0,1430 1,0000 0,5000 0,5000
AF 0,2000 2,0000 1,0000 2,0000
(56)
Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah total pada kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata-rata nilai bobot relatif untuk tiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kesetiaan dan Ketaatan yang Dinormalkan
KESETIAAN DAN KETAATAN
RS IPS AF IS Vektor
Eigen
RS 0,6623 0,5833 0,7143 0,6316 0,6479
IPS 0,0947 0,0833 0,0714 0,0526 0,0755
AF 0,1325 0,1667 0,1429 0,2105 0,1631
IS 0,1106 0,1667 0,0714 0,1053 0,1135
Selanjutnya nilai Eigen Maksimum (λmax) didapat dengan menjumlahkan hasil
perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang dapat diperoleh adalah:
λmax = (1,510×0,6479) + (12,000×0,0755) + (7,000×0,1631) + (9,500×0,1135)
= 4,1046
Karena matriks berordo 4 (yakni terdiri dari 4 pilihan), maka nilai indeks konsistensi (CI) yang diperoleh adalah:
CI =
=
=
= 0,0349Untuk n = 4, RI = 0,900, maka:
CR =
=
=
0,0387 < 0,100Karena CR < 0,100 maka preferensi responden adalah konsisten. Hasil tersebut diperoleh menggunakan Matlab dengan source code sebagai berikut:
%PERHITUNGAN FAKTOR EVALUASI UNTUK KRITERIA KESETIAAN DAN KETAATAN
ST=[1.0000 7.0000 5.0000 6.0000
(57)
0.2000 2.0000 1.0000 2.0000
0.1670 2.0000 0.5000 1.0000]
[m,n]=size(ST)
% Normalisasi matriks NST=zeros(m,n)
for j=1:n
NST(:,j)=ST(:,j)/sum(ST(:,j)) end
% Mencari Vektor Eigen / bobot Kesetiaan dan Ketaatan BST=zeros(m,1)
for i=1:m
BST(i,:)=sum(NST(i,:))/n end
% Mencari Nilai Konsistensi Lamdamaks_ST = sum (NST*BST) CI_ST = (Lamdamaks_ST-n)/(n-1) RI = 0.9000
CR_ST = CI_ST/RI
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh urutan prioritas untuk kriteria Kesetiaan dan Ketaatan yakni RS menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot 0,6479 atau 64,79%, kemudian AF menjadi prioritas ke-2 dengan nilai bobot 0,1631 atau 16,31%, IS menjadi prioritas ke-3 dengan nilai bobot 0,1135 atau 11,35%, sedangkan IPS menjadi prioritas ke-4 dengan nilai bobot sebesar 0,0755 atau 7,55%.
4.4 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Tanggung Jawab
Perbandingan berpasangan untuk kriteria Tanggung Jawab pada 4 (empat) orang kandidat Kepala Sekolah dinyatakan oleh matriks berikut ini:
Tabel 4.7 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Tanggung Jawab TANGGUNG
JAWAB RS IPS AF IS
RS 1
IPS 3 1
(58)
Perhitungan matriks untuk kriteria Tanggung Jawab adalah:
Tabel 4.8 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Tanggung Jawab yang Disederhanakan
TANGGUNG
JAWAB RS IPS AF IS
RS 1,0000 0,3330 0,1110 0,1670
IPS 3,0000 1,0000 0,3330 0,5000
AF 9,0000 3,0000 1,0000 2,0000
IS 6,0000 2,0000 0,5000 1,0000
∑ 19,0000 6,3330 1,9440 3,6670
Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah total pada kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata-rata nilai bobot relatif untuk tiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Tanggung Jawab yang Dinormalkan
TANGGUNG
JAWAB RS IPS AF IS
Vektor Eigen
RS 0,0526 0,0526 0,0571 0,0455 0,0520
IPS 0,1579 0,1579 0,1713 0,1364 0,1559
AF 0,4737 0,4737 0,5144 0,5454 0,5018
IS 0,3158 0,3158 0,2572 0,2727 0,2904
Selanjutnya nilai Eigen Maksimum (λmax) didapat dengan menjumlahkan hasil
perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang dapat diperoleh adalah:
λmax = (19,000×0,0520) + (6,333×0,1559) + (1,944×0,5018) + (3,667×0,2904)
= 4,0147
Karena matriks berordo 4 (yakni terdiri dari 4 pilihan), maka nilai indeks konsistensi (CI) yang diperoleh adalah:
(59)
Untuk n = 4, RI = 0,9000, maka:
CR =
=
=
0,0054 < 0,100Karena CR < 0,100 maka preferensi responden adalah konsisten. Hasil tersebut diperoleh menggunakan Matlab dengan source code sebagai berikut:
%PERHITUNGAN FAKTOR EVALUASI UNTUK KRITERIA TANGGUNG JAWAB
TJ=[1.0000 0.3330 0.1110 0.1670
3.0000 1.0000 0.3330 0.5000
9.0000 3.0000 1.0000 2.0000
6.0000 2.0000 0.5000 1.0000]
[m,n]=size(TJ)
% Normalisasi matriks NTJ=zeros(m,n)
for j=1:n
NTJ(:,j)=TJ(:,j)/sum(TJ(:,j)) end
% Mencari Vektor Eigen / bobot atribut Tanggung Jawab BTJ=zeros(4,1)
for i=1:m
BTJ(i,:)=sum(NTJ(i,:))/n end
% Mencari Nilai Konsistensi Lamdamaks_TJ = sum (TJ*BTJ) CI_TJ = (Lamdamaks_TJ-n)/(n-1) RI = 0.900
CR_TJ = CI_TJ/RI
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh urutan prioritas untuk kriteria Tanggung Jawab yakni AF menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot 0,5018 atau 50,18%, kemudian IS menjadi prioritas ke-2 dengan nilai bobot 0,2904 atau 29,04%, IPS menjadi prioritas ke-3 dengan nilai bobot 0,1559 atau 15,59%, sedangkan RS menjadi prioritas ke-4 dengan nilai bobot sebesar 0,0520 atau 5,20%. 4.5 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kepemimpinan
(60)
Tabel 4.10 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kepemimpinan KEPEMIM
PINAN RS IPS AF IS
RS 1 7 1 5
IPS 1
AF 1 3 1 2
IS 3 1
Perhitungan matriks untuk kriteria Kepemimpinan adalah:
Tabel 4.11 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kepemimpinan yang Disederhanakan
KEPEMIM
PINAN RS IPS AF IS
RS 1,0000 7,0000 1,0000 5,0000
IPS 0,1429 1,0000 0,3330 0,3330
AF 1,0000 3,0000 1,0000 2,0000
IS 0,2000 3,0000 0,5000 1,0000
∑ 2,3429 14,0000 2,8330 8,3330
Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah total pada kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata-rata nilai bobot relatif untuk tiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.12 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kepemimpinan yang Dinormalkan
KEPEMIM
PINAN RS IPS AF IS
Vektor Eigen
RS 0,4268 0,5000 0,3530 0,6000 0,4700
IPS 0,0610 0,0714 0,1175 0,0400 0,0725
AF 0,4268 0,2143 0,3530 0,2400 0,3085
(61)
Selanjutnya nilai Eigen Maksimum (λmax) didapat dengan menjumlahkan hasil
perkalian jumlah kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang dapat diperoleh adalah:
λmax = (2,343×0,4700) + (14,000×0,0725) + (2,833×0,3085) + (8,333×0,1490)
= 4,2319
Karena matriks berordo 4 (yakni terdiri dari 4 pilihan), maka nilai indeks konsistensi (CI) yang diperoleh adalah:
CI =
=
=
= 0,0773Untuk n = 4, RI = 0,9000, maka:
CR =
=
=
0,0859 < 0,100Karena CR < 0,100 maka preferensi responden adalah konsisten. Hasil tersebut diperoleh menggunakan Matlab dengan source code sebagai berikut:
%PERHITUNGAN FAKTOR EVALUASI UNTUK KRITERIA KEPEMIMPINAN
KP=[1.0000 7.0000 1.0000 5.0000
0.1429 1.0000 0.3330 0.3330
1.0000 3.0000 1.0000 2.0000
0.2000 3.0000 0.5000 1.0000]
[m,n]=size(KP)
% Normalisasi matriks Kepemimpinan NKP=zeros(m,n)
for j=1:n
NKP(:,j)=KP(:,j)/sum(KP(:,j)) end
% Mencari Vektor Eigen / bobot atribut Kepemimpinan BKP=zeros(4,1)
for i=1:m
BKP(i,:)=sum(NKP(i,:))/n end
% Mencari Nilai Konsistensi Lamdamaks_KP = sum (KP*BKP) CI_KP = (Lamdamaks_KP-n)/(n-1) RI = 0.900
(1)
LAMPIRAN 2
KUESIONER PENELITIAN I:
Survey Penentuan Urutan Prioritas Kriteria Untuk Menentukan Pejabat Struktural di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah
OLEH: BAGOES MAULANA
MAHASISWA PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RAHASIA
IDENTITAS RESPONDEN
Nama : ... Jabatan : ... Bagian : ... Jenis Kelamin : ... Petunjuk Pengisian:
Berilah centang () pada kolom skala kriteria (A) atau pada kolom skala kriteria (B) yang sesuai dengan pendapat anda
Defenisi Kode:
1: kedua kriteria sama penting (equal importance)
3: kriteria (A) sedikit lebih penting (moderate importance) dibanding dengan (B) 5: kriteria (A) lebih penting (strong importance) dibanding dengan (B)
7: kriteria (A) sangat lebih penting (very strong importance) dibanding dengan (B) 9: kriteria (A) mutlak lebih penting (extreme importance) dibanding dengan (B)
Dan jika ragu-ragu antara 2 skala maka ambil nilai tengahnya, misalkan anda ragu-raguantara 3 dan 5, maka pilih skala 4 dan seterusnya.
Contoh:
Dalam menentukan pejabat struktural seperti Kepala Sekolah, seberapa pentingkah:
No Kriteria (A) Skala Kriteria (B)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Kesetiaan dan
Ketaatan
Tanggung Jawab Jika anda memberi tanda () pada skala 7 di kolom A, maka artinya kriteria A dalam contoh ini Kesetiaan dan Ketaatan sangat lebih penting dibanding dengan kriteria B dalam contoh ini Tanggung Jawab. Akan tetapi jika anda merasa kriteria B (Tanggung Jawab) sangat lebih penting dibanding dengan kriteria A (Kesetiaan dan Ketaatan) maka pengisian kolomnya
(2)
Dalam menentukan pejabat struktural seperti Kepala Sekolah, seberapa pentingkah:
No Kriteria (A) Skala Kriteria (B)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Kesetiaan dan
Ketaatan
Tanggung Jawab 2 Kesetiaan dan
Ketaatan
Kepemimpinan 3 Kesetiaan dan
Ketaatan
Kerjasama dan Kejujuran 4 Kesetiaan dan
Ketaatan
Prestasi Kerja dan Prakarsa
No Kriteria (A) Skala Kriteria (B)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Tanggung
Jawab
Kepemimpinan 2 Tanggung
Jawab
Kerjasama dan Kejujuran 3 Tanggung
Jawab
Prestasi Kerja dan Prakarsa
No Kriteria (A) Skala Kriteria (B)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Kepemimpinan Kerjasama dan
Kejujuran
2 Kepemimpinan Prestasi Kerja
dan Prakarsa
No Kriteria (A) Skala Kriteria (B)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Kerjasama dan
Kejujuran
Prestasi Kerja dan Prakarsa
(3)
LAMPIRAN 3
KUESIONER PENELITIAN II:
Survey Penentuan Urutan Kandidat Kepala Sekolah di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Berdasarkan Kriteria MAHASISWA PROGRAM STUDI S2 TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RAHASIA
IDENTITAS RESPONDEN
Nama : ... Jabatan : ... Bagian : ... Jenis Kelamin : ... Petunjuk Pengisian:
Berilah centang () pada kolom skala kriteria (A) atau pada kolom skala kriteria (B) yang sesuai dengan pendapat anda
Defenisi Kode:
1 : kedua kandidat Kepala Sekolah sama penting (equal importance)
3 : kandidat Kepala Sekolah (A) sedikit lebih penting (moderate importance) dibanding dengan (B)
5 : kandidat Kepala Sekolah (A) lebih penting (strong importance) dibanding dengan (B) 7 : kandidat Kepala Sekolah (A) sangat lebih penting (very strong importance) dibanding dengan (B)
9 : kandidat Kepala Sekolah (A) mutlak lebih penting (extreme importance) dibanding dengan (B)
Dan jika ragu-ragu antara 2 skala maka ambil nilai tengahnya, misalkan anda ragu-raguantara 3 dan 5, maka pilih skala 4 dan seterusnya.
Contoh:
Dalam hal/kriteria Kesetiaan dan Ketaatan, seberapa baikkah kandidat Kepala Sekolah berikut ini:
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 RS IPS
Jika anda memberi tanda () pada skala 7 di kolom A, maka artinya Kandidat Kepala Sekolah A dalam contoh ini RS sangat lebih penting dibanding dengan Kandidat Kepala Sekolah B
(4)
Dalam hal/kriteria Kesetiaan dan Ketaatan, seberapa baikkah kandidat Kepala Sekolah berikut ini:
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 RS IPS
2 RS AF
3 RS IS
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 IPS AF
2 IPS IS
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 AF IS
Dalam hal/kriteria Tanggung Jawab, seberapa baikkah kandidat Kepala Sekolah berikut ini:
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 RS IPS
2 RS AF
3 RS IS
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 IPS AF
2 IPS IS
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
(5)
Dalam hal/kriteria Kepemimpinan, seberapa baikkah kandidat Kepala Sekolah berikut ini:
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 RS IPS
2 RS AF
3 RS IS
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 IPS AF
2 IPS IS
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 AF IS
Dalam hal/kriteria Kerjasama dan Kejujuran, seberapa baikkah kandidat Kepala Sekolah berikut ini:
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 RS IPS
2 RS AF
3 RS IS
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 IPS AF
2 IPS IS
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
(6)
Dalam hal/kriteria Prestasi Kerja dan Prakarsa, seberapa baikkah kandidat Kepala Sekolah berikut ini:
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 RS IPS
2 RS AF
3 RS IS
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 IPS AF
2 IPS IS
No Kandidat Kepala Sekolah (A)
Skala Kandidat Kepala
Sekolah (B) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9