Akibat Hukum yang Timbul Apabila Salah Satu Pihak Wanprestasi

G. Akibat Hukum yang Timbul Apabila Salah Satu Pihak Wanprestasi

Hak CV. Yapindo antara lain : a. Berhak menerima pekerjaan dari PT. PLN Persero Wil. Sumut yakni pengadaan LBS Manual VacumGas 3Phasas 27 KV, 630 A OD untuk kebutuhan Basket II penurunan saidi dan Saifi semester I TA 2008 Cabang Rantau Prapat sebanyak 12 unit. b. Menerima pembayaran atas pekerjaan yang telah selesai seluruhnya dari PT. PLN Persero Wil. Sumut sesuai waktu dan tempat yang telah ditentukan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 perjanjian yang dibuat oleh kedua pihak. Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau debitur. Menurut Mariam Darus, akibat dari wanprestasi yang dilakukan oleh debitur menimbulkan hak bagi kreditur sebagai berikut : a. hak menuntut pemenuhan perikatan ; b. hak menuntut ganti kerugian; c. hak menuntut pemenuhan perikatan dan ganti kerugian; d. hak menuntut pemutusan perikatan apabila perikatan itu bersifat timbal balik; e. hak menuntut pemutusan perikatan dengan ganti kerugian. Universitas Sumatera Utara Ada empat akibat adanya wanprestasi yaitu sebagai berikut : 30 c. Kreditur dapat menuntut dan meminta ganti rugi, hanya mungkin kerugian karena keterlambatan HR 1 November 1918. a. Perikatan tetap ada. Kreditur masih dapat menuntut kepada debitur pelaksanaan prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi. Disamping itu, kreditur berhak menuntut ganti rugi akibat keterlambatan melaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan kreditur akan mendapat keuntungan apabila debitur melaksanakan prestasi tepat pada waktunya. b. Debitur harus membayar ganti rugi kepada debitur Pasal 1243 KUHPerdata. c. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang kepada keadaan memaksa. d. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan Pasal 1266 KUHPerdata. Tuntutan atas dasar wanprestasi oleh kreditur kepada debitur antara lain : a. Kreditur dapat meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur. b. Kreditur dapat menuntut prestasi disertai ganti rugi kepada debitur Pasal 1267 KUHPerdata. 30 Ibid, hal. 99. Universitas Sumatera Utara d. Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian. e. Kreditur dapat menuntut pembatalan disertai ganti rugi kepada debitur, ganti rugi itu berupa uang denda. Sanksi Apabila debitur melakukan wanprestasi maka ada beberapa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada debitur, yaitu: 1 Membayar kerugian yang diderita kreditur; 2 Pembatalan perjanjian; 3 Peralihan resiko; 4 Membayar biaya perkara apabila sampai diperkarakan dimuka hakim. Ganti Kerugian Penggantian kerugian dapat dituntut menurut Undang-Undang berupa “kosten, schaden en interessen” Pasal 1243 dsl. Yang dimaksud kerugian yang bisa dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan kosten, atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa benda si berpiutang schaden, tetapi juga berupa kehilangan keuntungan interessen, yaitu keuntungan yang didapat seandainya siberhutang tidak lalai winstderving. Bahwa kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat antara Universitas Sumatera Utara wanprestasi dengan kerugian yang diderita. Berkaitan dengan hal ini ada dua sarjana yang mengemukakan teori tentang sebab-akibat yaitu: a Conditio Sine qua Non Von Buri Teori ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1873 oleh Von Buri, ahli hukum dari Jerman. Beliau mengatakan bahwa tiap-tiap syarat yang menjadi penyebab suatu akibat yang tidak dapat dihilangkan weggedacht dari rangkaian faktor- faktor yang menimbulkan akibat harus dianggap “causa” akibat. Tiap faktor tidak diberi nilai, jika dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor penyebab serta tidak ada hubungan kausal dengan akibat yang timbul. Tiap faktor diberi nilai, jika tidak dapat dihilangkan niet weggedacht dari rangkaian faktor-faktor penyebab serta memiliki hubungan kausal dengan timbulnya akibat. Misalnya suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B peristiwa lain dan peristiwa B tidak akan terjadi jika tidak ada pristiwa A b Adequated Veroorzaking Von Kries Teori Adequate keseimbangan dikemukakan oleh Von Kries. Dilihat dari artinya, jika dihubungkan dengan delik, maka perbuatan harus memiliki keseimbangan dengan akibat yang sebelumnya dapat diketahui, setidak-tidaknya dapat diramalkan dengan pasti oleh pembuat. Teori ini disebut “teori generaliserend yang subjektif adaequaat”, oleh karenanya Von Kries berpendapat bahwa yang menjadi sebab dari rangkaian faktor-faktor yang berhubungan dengan terwujudnya delik, hanya satu sebab saja yang dapat diterima, yakni yang sebelumnya telah dapat diketahui oleh pembuat. Universitas Sumatera Utara Misalnya suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B peristiwa lain. Bila peristiwa A menurut pengalaman manusia yang normal diduga mampu menimbulkan akibat peristiwa B. 31 31 Dari kedua teori diatas maka yang lazim dianut adalah teori Adequated Veroorzaking karena pelaku hanya bertanggung jawab atas kerugian yang selayaknya dapat dianggap sebagai akibat dari perbuatan itu disamping itu teori inilah yang paling mendekati keadilan. Seorang debitur yang dituduh wanprestasi dapat mengajukan beberapa alasasn untuk membela dirinya, yaitu: a Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa overmach; b Mengajukan alasasn bahwa kreditur sendiri telah lalai; c Mengajukan alasasn bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi. Keadaan Memaksa overmach Debitur yang tidak dapat membuktikan bahwa tidak terlaksananya prestasi bukan karena kesalahannya, diwajibkan membayar ganti rugi. Sebaliknya debitur bebas dari kewajiban membayar ganti rugi, jika debitur karena keadaan memaksa tidak memberi atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau telah melakukan perbuatan yang seharusnya ia tidak lakukan. http:setia-ceritahati.blogspot.com200905teori-teori-kausalitas.html diakses 15 Desember 2009. Universitas Sumatera Utara Keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya perjanjian, yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat. Keadaan memaksa menghentikan bekerjanya perikatan dan menimbulkan berbagai akibat yaitu: a Kreditur tidak dapat lagi memintai pemenuhan prestasi; b Debitor tidak lagi dapat dinyatakan wanprestasi, dan karenanya tidak wajib membayar ganti rugi; c Resiko tidak beralih kepada debitor; d Kreditor tidak dapat menuntut pembatalan pada persetujuan timbal-balik. Keadaan memaksa dapat bersifat tetap dan sementara. Jika bersifat tetap maka berlakunya perikatan berhenti sama sekali. Misalnya, barang yang akan diserahkan diluar kesalahan debitur terbakar musnah. Sedangkan keadaan memaksa yang bersifat sementara berlakunya perikatan ditunda. Setelah keadaan memaksa itu hilang, maka perikatan bekerja kembali. Misalnya, larangan untuk mengirimkan suatu barang dicabut atau barang yang hilang ditemukan kembali. Pada wanprestasi, perhitungan ganti rugi dihitung sejak saat terjadi kelalaian. Hal ini sebagaimana diatur Pasal 1237 KUHPerdata, “Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu, semenjak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya”. Pasal 1246 KUHPerdata Universitas Sumatera Utara menyatakan, “biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya”. Berdasarkan Pasal 1246 KUHPerdata tersebut, dalam wanprestasi, penghitungan ganti rugi harus dapat diatur berdasarkan jenis dan jumlahnya secara rinci seperti kerugian kreditur, keuntungan yang akan diperoleh sekiranya perjanjian tesebut dipenuhi dan ganti rugi bunga interst.Dengan demikian kiranya dapat dipahami bahwa ganti rugi dalam wanprestasi injury damage yang dapat dituntut haruslah terinci dan jelas. Didalam perjanjian kerja sama antara PT. PLN Persero Wil. Sumut dengan CV. YAPINDO sebagaimana yang diatur didalam Dokumen Pengadaan LBS Manual VacumGas 3Phasas 27 KV, 630 A OD untuk kebutuhan Basket II penurunan saidi dan Saifi semester I TA 2008 Cabang Rantau Prapat sebanyak 12 unit dengan nomor 002.DP611PPLBJ B-B.TEK2008, apabila salah satu pihak wanprestasi terhadap pelaksanaan pekerjaan maka : a. Dalam hal terjadi keterlambatan penyerahan pekerjaan akibat terlampauinya batas waktu yang ditentukan, maka pemborongdikenakan sanksi berupa denda sebesar satu permil dari nilai kontrak akhir untuk setiap hari keterlambatan. Hal tersebut tidak berlaku apabila keterlambatan disebabkan adanya force majeure atau sebab lain dari pihak PT. PLN Persero seperti kendala operasi dan sebagainya. Denda tersebut akan dikenakan pada saat pelaksanaan pembayaran. b. Setelah batas waktu penyerahan pekerjaan ditambah perpanjangan waktu pemborong masih belum seluruhnya menyelesaikan penyerahan pekerjaan atau denda keterlambatan sudah melampaui Nilai Jaminan Pelaksanaan, maka PT. PLN Universitas Sumatera Utara Persero dapat memutuskan kontrak perjanjian secara sepihak tanpa ganti rugi apapun dan pemborong tetap dikenakan denda keterlambatan. Kemudian PT. PLN Persero berhak menunjuk pihak ketiga untuk meneruskan kekurangan pekerjaan dan segala akibat dari hal ini menjadi beban dan tanggung jawab pemborong terdahulu. c. Sebelum dilakukan pemutusan surat perjanjian kontrak, pemberi tugas akan memberikan peringatan tertulis pertama sekaligus sebagai peringatan tertulis terakhir kepada pemborong. d. Dalam hal terjadinya pemutusan surat perjanjian kontrak secara sepihak, kedua belah pihak sepakat untuk tidak memberlakukan Pasal 1267 dan Pasal 1277 KUHPerdata. e. Sanksi lain yang dikenakan kepada rekanan adalah dikeluarkan dari rekanan PT. PLN Persero untuk jangka waktu : 1. Enam bulan berturut – turut untuk rekanan yang terkena denda keterlambatan. 2. Dua belas bulan berturut turut untuk rekanan yang terkena denda maksimum. Sanksi tersebut dituangkan dengan Surat Keputusan General Manager PT. PLN Persero Wil. Sumut. f. Apabila kontrak berbentuk konsorsium, denda sanksi keterlambatan akan dikenakan kepada leader konsorsium dan atau anggota konsorsium sesuai perjanjian kerja sama konsorsium tersebut. Universitas Sumatera Utara

H. Proses Penyelesaian Apabila Salah Satu Pihak Wanprestasi