b Declaration concerning the laws of Naval War London Naval
Conference tahun 1909; c
Rules of Air Warfare tahun 1922; d
Konvensi-konvensi Jenewa tahun 1949, dan Protokol Tambahan Jenewa I tahun 1977.
Selain itu, Negara-negara yang sedang berperang, tidak dibenarkan berperang atau melakukan tindakan-tindakan yang bersifat perang di
wilayah netral atau melakukan tindakan permusuhan di perairan Negara netral atau di ruang udara di atas wilayah Negara netral
52
J. Cara-Cara Mengakhiri Perang dan Permusuhan
.
Praktek Negara pada abad sekarang sekarang ini memperlihatkan perlunya suatu pembedaan antara:
1. Cara-cara penghentian keadaan perang;
2. Cara-cara penghentian permusuhan yang berlangsung dalam suatu
perang dan permusuhan-permusuhan dalam suatu konflik bersenjata non-perang.
Cara - cara penghentian keadaan perang adalah sebagai berikut: a.
Penghentian sama sekali permusuhan-permusuhan oleh pihak- pihak berperang tanpa tercapai suatu saling pengertian diantara
mereka. Gambaran dari hal ini adalah perang antara Swedia dan Polandia tahun 1716, antara Perancis dan Meksiko tahun 1867
dan antara Spanyol dan Chili tahun 1867. Kerugian dari metode
52
Pasal 1 Konvensi Den Haag V.
Universitas Sumatera Utara
ini adalah bahwa hubungan antara pihak-pihak berperang di masa selanjutnya diragukan akan kembali sedia kala dan metode ini tidak
tepat untuk tradisi modern dimana persoalan-persoalan rumit yang menyangkut harta benda, perlengkapan, tawanan perang, dan
perbatasan-perbatasan biasanya harus diselesaikan melalui traktat. b.
Penaklukan yang diikuti aneksasi. Prinsip yang mengatur di sini adalah bahwa suatu Negara yang ditaklukkan dan dianeksasi
terhapus keberadaannya menurut hukum internasional, oleh karena itu tidak mungkin ada suatu keadaan perang antara Negara yang
ditaklukkan dan Negara penakluknya. Dalam kasus Ethiopia dan Czekoslovakia, yang dianeksasi tahun 1936 dan tahun 1939 oleh
italia dan jerman, pihak sekutu menolak untuk mengakui perubahan wilayah yang berlangsung secara tidak sah itu, tetapi
dalam kedua kasus itu kemerdekaan Negara-negara terkait telah dipulihkan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Perlu diingat
bahwa menurut pasal 5 tentang defenisi dari agresi yang disahkan pada tahun 1974 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa,
tidak mengakui perolehan wilayah atau keuntungan yang berasal dari agresi diakui sebagai hal yang sah.
c. Melalui traktat perdamaian. Ini meruapakan cara yang paling
lazim. Suatu traktat perdamaian pada umumnya secara rinci menguraikan semua persoalan penting mengenai hubungan-
hubungan pihak-pihak yang berperang, misalnya pengosongan
Universitas Sumatera Utara
wilayah, pemulangan para tawanan perang ke Negara aslant, ganti rugi dan lain-lain. Mengenai segala sesuatu yang menyangkut harta
benda tentang mana traktat tidak mengaturnya, berlakunya prinsip
Uti Possidetis karena engkau memiliki maka engkau akan tetap memilikinya
, yaitu bahwa tiap Negara berhak untuk tetap memilikinya sebagai hal yang sungguh-sungguh miliknya atau di
bawah pengawasannya pada saat penghentian permusuhan. d.
Melalui suatu perjanjian untuk mengakhiri perang dan memulihkan perdamaian yang berbeda dari suatu traktat perdamaian dalam
peperangan yang sempit. Metode ini telah disepakati dipakai apabila satu pihak atau lebih yang terlibat dalam perang merupakan
suatu kesatuan non-negara, contohnya adalah perjanjian empat pihak, tanggal 27 Januari 1973 untuk mengakhiri perang dan
memulihkan perdamaian di Vietnam, salah satu pihak itu adalah Pemerintah Revolusioner Sementara Vietnam Selatan Viet Cong.
e. Melalui perjanjian gencatan senjata, di mana perjanjian itu
meskipun terutama dimaksudkan untuk mengadakan suatu penghentian permusuhan, selanjutnya berlaku untuk menghentikan
keadaan perang. Diyakini bahwa hal ini sebagian besar merupakan suatu masalah penafsiran perjanjian gencatan senjata tertentu yang
terkait. f.
Melalui deklarasi sepihak dari suatu Negara atau lebih yang memenangkan perang, yang menghentikan suatu keadaan perang.
Universitas Sumatera Utara
Prosedur yang agaknya menyimpang ini telah dipakai oleh beberapa Negara sekutu termasuk Inggris dan Amerika Serikat
pada tahun 1947 dan tahun 1951 masing-masing terhadap Austria dan Republik Jerman barat, terutama karena perselisihan yang
tidak dapat didamaikan dengan Uni Sovyet tentang Prosedur dan prinsip berkenaan dengan pembentukan traktat-traktat perdamaian.
Sedangkan cara-cara penghentian permusuhan-permusuhan, yang berbeda dari keadaan perang itu sendiri, yang berlaku terhadap
permusuhan-permusuhan baik dalam suatu perang maupun dalam konflik non-perang
53
a. Melalui perjanjian gencatan senjata. Pada umumnya dikatakan
suatu gencatan senjata hanyalah suatu penundaan untuk sementara permusuhan dan lazimnya menunjukkan bahwa
permusuhan akan mulai kembali pada saat berakhirnya jangka waktu gencatan senjata.
:
b. Penyerahan tanpa syarat atau bentuk-bentuk penyerahan
umum lainnya yang tidak disertai dengan suatu perjanjian atau traktat, yang memuat syarat-syarat perdamaian.
c. Penghentian tembak-menembak cease of fire. Istilah yang
sering digunakan untuk penghentian suatu permusuhan atau perintah atau meminta jawaban dari Dewan Keamanan adalah
“penghentian tembak-menembak”.
53
J.G. Starke, Op. Cit, halaman 752.
Universitas Sumatera Utara
d. Perjanjian penghentian atau penangguhan permusuhan,
misalnya tiga perjanjian Jenewa tanggal 20 Juli 1954, tentang penghentian permusuhan masing-masing di Vietnam, Laos,
dan Kamboja yang telah mengakhiri pertikaian Indo-China antara pemerintah dan angkatan bersenjata Vietnam.
e. Melalui deklarasibersama tentang pemulihan kepada keadaan
normal, damai dan hubungan-hubungan bersahabat antara pihak-pihak yang bertikai, misalnya Deklarasi Tashkent, 10
Januari 1966, mengenai konflik India-Pakistan ini termasuk syarat-syarat untuk menarik tentara dan mengenai para
tawanan. f.
Penghentian de facto perjanjian, seperti dalam kasus penghentian permusuhan-permusuhan di Angola, 8-9 Agustus
1988.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV TINJAUAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL TENTANG
EFEKTIFITAS PENERAPAN DISTINCTION PRINCIPLE DALAM PERANG MODEREN
F. Pengertian Prinsip Pembedaan Dalam Hukum Humaniter Internasional