63
mata kalau melihat pukat tarik II ini. Sumber : Wawancara 10 November 2013
Semakin berkurangnya pendapatan bagi nelayan tradisional dari hasil melaut ditambah harga pangan yang semakin naik sehingga menimbulkan rasa frustasi yang
pada akhirnya akan menimbulkan rasa benci hostile feeling. Akumulasi rasa benci tersebut kemudian berubah menjadi rasa ingin melenyapkan sesuatu yang menjadi
sumber frustasi tersebut. Sebagai awal, timbullah pertikaian kecil yang terjadi di tengah laut seperti ancaman dalam bentuk lisan, perampasan ikan dsb. Seiring
berjalannya waktu muncullah pertikaian besar yang berujung pada kekerasan pada awak kapal pukat tersebut. Dan konflik yang berujung pada kekerasan mulai terjadi
dalam beberapa tahun belakangan ini.
4.2 Deskripsi Konflik di Tahun 2011-2013
Menurut beberapa nelayan, ada beberapa konflik terbuka yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini dan kejadian tersebut lolos dari perhatian media
massa. Contohnya pada kejadian dua kapal masyarakat setempat yang dikaramkan oleh OTK Orang Tak Dikenal. Ada juga kapal yang dibakar di kuala namun tidak
diketahui siapa pelakunya karena dibakar secara diam-diam oleh warga. Menurut nelayan setempat, yang diperlukan disini adalah ketegasan dari aparat dalam
mengimplementasikan UU yang berlaku, tetapi dalam praktiknya selalu ada ketimpangan didalamnya. Mengingat beberapa tahun belakangan ini, kondisi nelayan
setempat sungguh memprihatinkan karena tidak cukupnya penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
64
Tepat peringatan Hari Nusantara, 13 Desember 2011, sekitar 1000 nelayan tradisional bersama beberapa LSM melakukan aksi unjuk rasa memprotes keberadaan
pukat tarik II double trawlpair trawl dan sejenisnya di kantor DPRD Kota Tanjung Balai. Pada saat itu Nelayan diterima oleh Ketua DPRD Tanjung Balai
H.Romay Noor, SE. Ketua DPRD menyatakan bahwa DPRD Tanjung Balai bersama Aparat yang terkait akan melakukan SIDAK ke lapangan dan berjanji akan
menuntaskan masalah ini dalam waktu 1 Minggu serta mengirimkan surat kepada Menteri Kelautan dan Perikanan untuk mendengar dan menindaklanjuti keluhan
nelayan tradisional Tanjung Balai Asahan. Belum lewat seminggu, kapal-kapal trawl kian bebas beroperasi di perairan
tradisional. Akumulasi kekecewaan massa nelayan memuncak hingga pada 18 Desember 2011, sekitar pukul 10.00 WIB terjadi aksi pembakaran 5 kapal jenis pukat
tarik II. Pembakaran kapal pukat tarik II oleh massa terjadi di sekitar jermal 2 kuala Bagan Asahan 1 mil 2 km dari bibir pantai. Saat itu Bapak Abdul Latief Sitorus
Sangkot tidak berada di lokasi kejadian pembakaran. Informasi dari laut didapat dari rekan sesama pelaut yang menyaksikan, dikatakan bahwa kapal pukat tarik II
sudah ditangkap oleh nelayan tradisional, maka pak Sangkot meminta rekannya untuk menyeret kapal pukat tarik II itu ke darat, tetapi situasi di laut sudah chaos dan
langsung dibakar. Segeralah pak Sangkot menuju ke pelabuhan panton di Bagan Asahan, dengan menumpang sebuah sampan bersama teman-temannya untuk pergi ke
TKP. Belum sampainya pak Sangkot ke TKP, merah api menyala-nyala dari 5 unit kapal pukat sudah terlihat dari kejauhan
Universitas Sumatera Utara
65
Pasca insiden, pihak Polres Tanjung Balai, 22 Desember 2011, mengadakan pertemuan dengan beberapa organisasi nelayan untuk membicarakan insiden
terbakarnya kapal pukat tarik II. Pertemuan menyepakati: 1 tidak akan ada aksi balas; 2 tidak melakukan pembakaran antara nelayan tradisional dan pukat tarik II di
wilayah perikanan nelayan tradisional. Meski diadakan oleh kepolisian, pertemuan tidak menyepakati penghapusan penertiban kapal trawl dari perairan tradisional.
Karenanya, kuat dugaan dari pihak LSM bahwa aparat kepolisian telah mengetahui adanya kepemilikan dan penggunaan pukat tarik II di perairan Tanjung Balai Asahan.
Karena tidak sesuai dengan yang diharapkan nelayan tradisional, Asosiasi Nelayan Indonesia ANI dan Forum Komunikasi Nelayan Indonesia FKNI
mencabut kesepakatan yang dibuat pada tanggal 22 Desember 2011. Dikarenakan isi dari MoU yang ternyata timpang sebelah dan berpihak pada pihak penguasa dan
penguasa. Apalagi, baik para Pimpinan ANI maupun FKNI tidak mengetahui secara langsung penyebab terbakarnya pukat tarik II. Surat pencabutan kesepakatan telah
ditembuskan Kepada Kapolres Tanjung Balai, Kapolres Asahan, Dir Polair Polda Sumatera Utara, Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut Tanjung Balai-Asahan.
Pada 25 Desember 2011, Abdul Latief Sitorus bersama Dahli Sirait Ketua FKNI serta Hamdan Saragih Ketua ANI dan Zulkarnain Sekjen ANI berangkat
menuju Jakarta guna menghadiri undangan audiensi dengan Ombudsman RI di Jakarta, terkait pengaduan nelayan tentang maraknya pengoperasian pukat tarik II.
Saat masih berada di bandara Polonia, Medan, menunggu keberangkatan menuju Jakarta, rombongan mendapat informasi bahwa terjadi kembali aksi pembakaran 2
Universitas Sumatera Utara
66
kapal pukat tarik II di wilayah jermal 6 oleh massa. Bapak sangkot kemudian dijadikan terdakwa oleh kepolisian atas tuduhan melakukan pembakaran kapal trawl,
tetapi Beliau mengaku bahwa bukan dirinya pelaku yang melakukan pembakaran tersebut. Mirip seperti kejadian di Gambus laut pada tahun 2004 yang mana 11 kapal
yang dibakar dan 3 korban jiwa, Syahrizal yang merupakan sekjen SNSU juga dikorbankan sendirian demi kawan-kawan nelayan dan mendekam di penjara selama
9 tahun. Namun sesuai dengan prosedur hukum, harus ada yang dikorbankan sebagai penanggung jawab aksi pembakaran tersebut. Jika tidak begitu, maka akan ditangkap
puluhan nelayan yang melakukan pembakaran tersebut ucap Bapak Sangkot. Bapak Sangkot saat ini masih berada pada posisi kasasi sehingga hanya mendekam selama
40 hari di penjara dengan hukuman pidana tertulis selama 1 tahun di Pengadilan Tinggi di Medan, sedangkan di Pengadilan Negeri Tanjung Balai diputuskan 3 bulan
hukuman penjara. Oleh jaksa penuntut dilakukan banding di pengadilan tinggi medan sementara Bapak Sangkot juga mengajukan banding lagi dan hingga saat ini belum
ada keputusan akhir. Beliau hanya menyayangkan ketika gejolak konflik sedang berkobar, dimana tanggung jawab dari pemerintah keamanan untuk mencegah
timbulnya konflik terbuka susulan. “Apakah tanggung jawab itu dibebankan kepada masyarakat dan organisasi?”, tanyanya. Beliau menduga kejadian pembakaran
susulan itu sengaja direkayasa sehingga membebankan pelanggaran MoU tersebut kepada organisasi dan mengharapkan organisasi di daerah ini pada akhirnya
dibubarkan.
Universitas Sumatera Utara
67
Lanjutnya menurut Bapak Sangkot pada saat kejadian yang terjadi pada tanggal 18 tidak ditemui bukti, karena dari cerita rekan Beliau bahwa ketika mereka
sampai di laut, kondisi kapal yang dibakar telah bersih. Jadi untuk mendapatkan bukti pada kasus yg terjadi tanggal 18, maka direkayasalah pembakaran di tanggal 25
berupa foto pembakaran kapal untuk memberatkan saya di pengadilan. Kemudian ketika di pengadilan, bukti tersebut Beliau tolak karena merupakan bukti yang
direkayasa. Keterangan saksi dari Airud bahwa korban pemilik pukat trawl mengatakan pada saat pembakaran tanggal 18 dilakukan oleh ratusan sampan,
sementara di foto tidak ditemukan satupun sampan. Maka menurutnya lagi, sulit bagi masyarakat awam untuk menang melawan aparat yang kuat. Jadi orasi yang mereka
lakukan pada tanggal 13 di gedung DPRD tidak ada penyebutan kata “bakar”, mereka masih memegang prinsip orasi yang aman, tertib dan damai. Tujuan mereka adalah
menuntut kebijakan dari pemerintah dan aparat untuk menertibkan alat tangkap yang merusak lingkungan. Tapi mungkin karena terlalu vokal dalam berorasi maka
kejadian pembakaran di tanggal 18 dianggap dampak dari orasi tadi. Konflik terbuka yang terakhir terjadi pada tanggal 25 Oktober 2013, pemilik
kapal pukat tarik II yang kebetulan dimiliki oleh salah satu orang Desa Bagan Asahan yang bernama Ahok. Dua buah kapal pukat tarik II miliknya yang masing-masing
berbobot 60 ton ludes dibakar oleh nelayan tradisional. Tidak ada satu pun korban jiwa dalam kejadian itu namun beberapa awak kapal yang melawan mengalami
cedera fisik termasuk salah satu informan yaitu Bapak Ihwan.
Universitas Sumatera Utara
68
Bapak Ihwan menuturkan bahwa kapal pukat tarik II yang digunakannya sebelumnya tidak pernah dioperasikan selama dua tahun sehingga ada beberapa
bagian kapal yang bocor. Setelah kapal itu diperbaiki, bersiaplah mereka dengan membeli minyak sebanyak dua ton dengan tujuan ke tengah laut atau bukan di daerah
nelayan tradisional. Total belanja yang dikeluarkan saat itu adalah senilai 30 juta dengan estimasi melaut selama satu bulan. Pertama kali, dengan niat untuk mencoba
jaring maka Bapak Ihwan dkk melabuhkan jaring di daerah jermal 6 dan jermal 8, namun hasil yang didapatkan ternyata sangat sedikit. Tidak berselang lama, datanglah
dua buah kapal nelayan kecil jenis seruai mendatangi dan langsung memukul para awak kapal pukat tarik II termasuk Bapak Ihwan. Bapak Ihwan berkilah bahwa
daerah ini bukanlah termasuk daerah nelayan tradisional karena tidak terlihat lagi daerah pinggiran tempat nelayan tradisional menebar jaring dan Beliau juga tidak
bermaksud untuk bertahan di daerah ini. Mereka juga membawa surat izin dari Dinas Perikanan untuk melaut, sehingga Beliau mempertanyakan sikap oknum nelayan
tradisional yang main hakim sendiri. Sedikit perlawanan Beliau lakukan ketika oknum nelayan tradisional itu me ncoba merusak kapal dengan kapak. Jelang
beberapa saat, mulailah berdatangan teman-teman dari dua kapal ini kira-kira berjumlah 30 kapal yang Beliau duga merupakan nelayan dari daerah rintis. Mereka
tidak memperbolehkan para awak kapal pukat trawl menghubungi pihak lain yang ada di darat dengan membuang segala bentuk alat komunikasi seperti telepon satelit
dan telepon genggam. Setelah semua awak dipastikan turun dari kapal pukat trawl dan menumpang kapal nelayan tradisional lainnya, maka kapal pukat trawl itu
langsung dibakar oleh massa nelayan tradisional tersebut.
Universitas Sumatera Utara
69
Ketika kejadian pembakaran itu telah selesai, barulah pihak aparat seperti TNI-AL, Airud, Dishub datang ke gudang si pemilik kapal pukat untuk melakukan
penyelidikan. Pemilik kapal yang bernama ahok merasakan rumitnya berhubungan dengan aparat hukum di daerah ini karena didalam prosesnya nanti bakal meminta
uang lagi. Bapak Ihwan tidak mengenali pasti orang rintis yang melakukan pembakaran itu. Yang Beliau tahu jika sebelumnya mereka sering belanja es batu dan
air bersih di Bagan ini, tapi sekarang ini sudah jarang terlihat lagi. Beliau juga mendapat informasi bahwa pelaku yang membakar kapal pukat trawl pada tahun
2011 merupakan orang yang sama yang membakar kapal Beliau kemarin dan kini mereka sudah melarikan diri. Beliau mengaku bersyukur masih diberi keselamatan
pada saat kejadian kemarin, jika tidak kemarin Beliau mungkin sudah tewas dihajar oleh massa karena sikapnya yang memberi perlawanan terhadap mereka. Kondisi
rahang Beliau sekarang kaku dan tidak bisa dibuka lebar-lebar sehingga menyulitkan Beliau untuk makan. Jutaan rupiah dikeluarkan oleh pemilik kapal pukat toke dan
teman-temannya untuk mengobati Beliau, padahal Beliau mengaku tidak memintanya.
Universitas Sumatera Utara
70
BAB V 5.1 Analisis Konflik Menggunakan Model SIPABIO